Pada saat ini mayoritas penduduk Baduy tinggal di wilayah Baduy Luar, yaitu sekitar 80 dari total penduduk disana. Hanya sebagian kecil saja yang
tinggal di daerah dangka, dan sisanya tinggal di daerah Baduy Dalam. Tidak ada angka pasti berapa rumah tangga yang ada disana, terutama yang tingga l
di Baduy Dalam. Ada beberapa versi yang menjelaskan bahwa ada batasan maksimal jumlah rumah tangga dapat tinggal di Baduy Dalam, jika melebihi
batas tersebut, maka salah satu dari anggota keluarga tersebut harus pindah ke Baduy Luar. Kondisi ini dibuktikan dengan tidak adanya penambahan jumla h
kampung di wilayah tangtu dari tahun 1889 sampai sekarang ini.
102
3. Agama dan Kepercayaan
Mayoritas masyarakat Baduy menganut kepercayaan animisme yakni sunda wiwitan, wiwitan yang bermakna asli, jati atau pokok. Maksudnya
adalah kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Baduy bersumber pada pikukuh atau aturan adat yang dilestarikan dan disepakati secara bersama yang
dijadikan sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari, dengan dielaborasi dengan kepercayaan-kepercayaan lainnya, seperti Hindu, Budha
dan Islam. Isi terpenting dalam menjalankan pikukuhnya adalah melestarika n keutuhan adat tanpa ada sedikit upaya untuk merubah dengan maksud apapun.
Seperti halnya pameo yang terkenal di masyarakat Baduy “Lojor henteu
beunang di potong, pendek henteu benang disambung”Panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung. Artinya, aturan adat yang
dilestarikan bersifat mutlak untuk tetap dijaga keutuhannya, tanpa ada upaya untuk merubah, mengganti, dengan aturan-aturan lainnya.
Tuhan yang diyakini oleh penganut kepercayaan sunda wiwitan adalah Allah, dengan penyebutan yang berbeda yang biasa diungkapkan umat
beragama lainnya. Masyarakat Baduy menyebut Allah dengan sebutan Batara
102
Feri Prihantoro, “Kehidupan Berkelanjutan Masyarakat Baduy,” Jurnal Bintari Foundation,
2006, hal.13
Tunggal Tuhan yang Maha Esa, Batara Jagat Penguasa Alam dan Batara Seda Niskala Yang Gaib yang bersemayam di Buana Nyungcung Dunia
Atas.
103
Pengucapan Allah termaktub di dalam dua macam kalimat Syahadat Baduy: Syahadat Baduy dalam dan Syahadat Baduy luar. Adapun syahadat
Baduy dalam sebagai berikut
104
: “asyhadu syahadat Sunda Jaman Allah ngan sorangan keduanan Gusti
Rosul, ka tilu Nabi Muhammad ka opat umat Muhammad nu cicing di bumi angaricing nu calik di alam keueung
”, ngacacang di alam mokaha slamet umat Muhammad. asyahdu syahadat Sunda Allah hanya satu,
kedua para Rasul, ketiga Nabi Muhammad, keempat umat Muhammad yang tinggal di dunia ramai, yang duduk di alam takut menjelaja h
dialam nafsu selamat umat Muhammad.
Syahadat tersebut diucapkan oleh masyarakat Baduy Dalam dihadapan puun sama halnya ketika Islam awal mula turun kepada Nabi Muhammad umat
muslim bersyahadat pada Nabi Muhammad atas kenabiannya. Bedahalnya dengan lafadz syahadat yang diucapkan oleh masyarakat Baduy luar mereka
mengucapkan syahadat ketika sedang berlangsung upacara pernikahan secara Islami.
Sasaka Domas, merupakan kiblat ibadah pemujaan bagi umat penganut kepercayaan sunda wiwitan, disebut juga Sasaka Pusana Buana atau Sasaka
Pada Ageung.
105
Tidak banyak sumber yang mengetahui secara detail bagaimana bentuk dari kiblat tempat pemujaan masyarakat Baduy, karena
tempat tersebut bersifat sakral hanya orang-orang tertentu yang diperkenanka n untuk melihat secara langsung bagaimana bentuk bangunan tersebut. Hanya
saja ada sumber yang mengatakan bahwa sasaka berbentuk bangunan punden berunduk atau berteras-teras sebanyak tujuh tingkatan. Kemudian pada
103
Masykur Wahid, “Sunda Wiwitan Baduy: Agama Penjaga Alam Lindung di Desa Kanekes
Banten, ” Artikel, pada IAIN Sultan Hasanudin Banten, Banten, hal. 5, tidak dipublikasikan
104
Masykur Wahid, hal
105
Masykur Wahid, hal.6
tingkatan paling atas terdapat batu lumpang yang oleh sumber lain dikatakan terdapat air hujan di dalam batu lumpang tersebut,
106
serta lubang bergaris tinggi sekitar 90 cm, menhir dan arca batu. Arca batu tersebut yang dikenal
dengan Arca Domas. Batu lumpang tersebut diyakini apabila saat pemujaan berlangsung didapati batu lumpang dalam keadaan terisi penuh oleh air yang
jernih, maka bagi masyarakat Kanekes merupakan pertanda hujan pada tahun tersebut akan banyak turun dan panen akan berhasil. Sebaliknya, apabila
didapati dalam keadaan kering maka diyakini merupakan kegagalan panen.
107
Di atas tanah suci ini mereka melakukan ritual pemujaan terhadap roh leluhurnya, dengan memanjatkan doa dan membersihkan objek utama
pemujaan Baduy. Ritual tersebut dilakukan berturut-turut pada tanggal 16,17, dan 18 pada bulan kalima dengan dipimpin oleh seorang puun wakt tiga hari
ritual terdiri dari dua hari untuk pulang pergi ke tempat pemujaan, dan sehari untuk ritual ibadah muja. Dengan tujuan untuk memuja para karuhan
108
, nenek moyang dan menyucikan pusat dunia.
109
Masyarakat Indonesia pada umumnya meletakkan pancasila sebagai weltanschauung atau pandangan
hidup dalam
menjalankan aktifita s
kewarganegaraannya,
110
bedahalnya dengan masyarakat
Baduy yang menjadikan pikukuh sebagai pandangan hidup yang mengatur rangkaian
aktifitas mereka. Pikukuh merupakan adalah cara bagaimana seharunya seseorang melaksanakan kewajiban dalam mengarungi kehidupannya sesuai
106
Masykur Wahid, hal.7
107
Ivan Masdudin, Keunik an Suk u Baduy di Banten, Banten: Talenta Pustaka Indonesia,2011, cet II, hal. 22
108
H.A.R. Tilaar, Pedagogik Teoritis untuk Indonesia, Jakarta: Kompas, 2015, hal. 36
109
Cecep Eka Permana, “Tata Ruang Masyarakat Baduy”, Jakarta: Wedatama Widya, 2016,
hal.21
110
H.A.R. Tilaar, loc. cit., hal. 32
dengan amanat karuhan atau nenek moyang.
111
Pikukuh juga disebut sebagai hukum, orientasi, aktifitas-aktifitas religi yang harus dilakukan oleh masyarakat
Baduy yang bersumber dari buyut. Inti dari pikukuh adalah konsep yang tidak menghendaki adanya perubahan dengan maksud apapun, seperti halnya yang
tertuang dalam buyut larangan titipan karuhan nenek moyang sebagai berikut :
112
Buyut nu dititipkeun ka puun Negara satelung puluh telu
Bangsawan sawidak lima Pancer salawe negara
Gunung teu meunang dilebur Lebak teu meunang dirusak
Larangan teu meunang dirempak Buyut teu meunang dirobah
Lojor teu meunang dipotong Pondok teu meunang disambung
Nu lain kudu dilainkeun Nu ulah kudu diulahkeun
Nu enya kudu dienyakeun
Artinya :
Buyut yang dititipkan kepada puun Negara tigapuluh tiga
Sungai enampuluhlima negara Gunung tak boleh dihancurkan
Lembah tak boleh dirusak
111
Ivan Masdudin, op,cit., hal. 21
112
Ivan Masdudin, hal. 23
Larangan tak boleh di langgar Buyut tak boleh diubah
Panjang tak boleh dipotong Pendek tak boleh disambung
Yang bukan harus ditiadakan Yang jangan harus dinafikan
Yang benar harus dibenarkan Di atas merupakan pernyataan titipan oleh karuhan kepada puun
sebagai pemegang adat, yang pada intinya adalah apapun bentuk warisan yang bersumber dari nenek moyang harus tetap dilestarikan, gunung yang tidak boleh
dihancurkan, lembah tak boleh dirusak, larangan harus ditaati dsb. Tidak ada intervensi apapun yang mampu mengubah maksud dari adat istiadat tersebut,
baik untuk kepentingan sendiri atau kepentingan orang luar yang justru malah membuat rusak alam eksploitasi. Aturan adat tersebut diimplementasika n
dalam bentuk ritual-ritual keagamaan, seperti halnya upacara Kawalu, upacara ngalaksa, upacara Seba, Akikah dan Perkawinan.
4. Kelompok Masyarakat Baduy