komponen SWOT dan pembobotan diperoleh dari hasil wawancara dengan responden. Keputusan alternatif juga dapat dievaluasi dengan respek untuk
masing-masing faktor SWOT dengan menggunakan AHP. Dalam hal ini analisis SWOT menyediakan frame dasar yang akan
menghasilkan keputusan situasional, sedangkan AHP akan membantu meningkatkan analisis SWOT dalam mengkorelasikan hasil analisis, sehingga
keputusan strategi alternatif dapat diprioritaskan. Prinsip dasar perhitungan A’WOT sama dengan metode AHP, yaitu
diawali dengan : 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi masalah dengan
mempertimbangkan faktor-faktor dominan apa saja yang mempengaruhi proses kebijakan.
2. Membuat struktur hirarki ada yang berbeda dengan AHP pada umumnya dalam A’WOT. Struktur hirarki setelah menentukan tujuan langsung
dilanjutkan dengan memasukkan komponen SWOT pada level 2 dan
faktor-faktor dari masing-masing komponen SWOT pada level 3, selanjutnya alternatif strategi pada level 4.
3. Membuat matriks berpasangan 4. Melakukan perbandingan berpasangan
5. Menghitung Vektor Ciri 6. Perhitungan consistency ratio CR
2.2.8 Kajian Lingkungan Strategis KLS
Penggunaan analisis ini untuk memberikan rekomendasi pelaksanaan konservasi selanjutnya harus mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan
sosial-budaya dalam pengelolaan hutan di Kabupaten Lampung Barat. Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan informasi skenario yang optimal sehingga
manfaat yang diterima oleh masyarakat lebih besar dibandingkan dengan kerugian yang diderita. Yang dimaksud manfaat adalah setiap kondisi dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik dalam bentuk penambahan pendapatan maupun pengurangan biaya yang harus dipikul. Sedangkan biaya
atau kerugian adalah setiap kondisi yang dapat mengurangi tingkat kesejahteraan masyarakat dalam bentuk hilangnya kesempatan untuk
memperoleh pendapatan maupun munculnya tambahan biaya akibat kebijakan. Adapun 3 skenario yang dapat menjadi alternatif pilihan :
1. Skenario existing, yaitu membiarkan kondisi hutan pada saat ini tanpa ada perubahan
2. Skenari economic driven, dimana konservasi diilakukan hanya memperhatikan keuntungan ekonomi bagi pelaksana konservasi tanpa
memperhatikan kondisi sosial dan lingkungan masyarakat sekitar. 3. Skenario
Environmental driven,
dimana konservasi
dilakukan memperhatikan aspek ekologis, sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan
agar fungsi hutan kembali dan optimal. Mensinergikan aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya terutama pada
tahap kebijakan untuk dilakukan. Dilihat dari kebijakan global Agenda 21 hasil deklarasi Rio, Protokol Kyoto dan Bali Roadmap telah direkomendasikan
pengintegrasian aspek ekonomi dan lingkunganekologi dalam perumusan kebijakan. Dari berbagai gambaran di atas, penelitian pada level kebijakan
pembangunan daerah di sektor kehutanan yang mengintegrasikan aspek ekonomi dan ekologi serta sosial budaya penting untuk dilakukan.
2.2.9 Penelitian Terdahulu
1. Nurul Fajri 2006 melakukan penelitian Analisis Strategi Kebijakan Pengelolaan Taman Hutan Raya Berbasis Ekososiosistem studi Kasus
Tahura Wan Abdul Rachman di Propinsi Lampung. 2. Farma Yuniandra 2008 melakukan penelitian berjudul Formulasi Strategi
Kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Taman Nasional Gunung Ciremai Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat
3. Sri Heleosi 2006 melakukan penelitian Kajian Lingkungan Strategis Kebijakan Pembangunan Daerah Studi Kasus Kebijakan Pembangunan
Sektor Kehutanan Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2001-2005 4. Nurul Febriani 2006 melakukan Kajian Konservasi Lahan di Hulu DAS
Citarum dalam Upaya Mendukung Pengembangan Wilayah Berbasis Sumber Daya Alam yang Berkelanjutan Studi Kasus di Desa
Sukamanah
Pada kajian ini research gap kesenjangan riset antara penulis dengan penulis terdahulu adalah penulis mengambil permasalahan pengelolaan hutan di
Kabupaten Lampung Barat yang terdiri dari Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas, Repong Damar, Hutan adat dan Hutan Marga yang masing-masing
mempunyai karakteristik permasalahan dan solusi yang sesuai. Selain itu penulis mengkaji aspek keseimbangan antara ekologi, ekonomi dan sosial budaya
dengan pendekatan Kajian Lingkungan Strategis dan melakukan benchmarking pengelolaan hutan di Finlandia dengan melakukan SWOT dahulu untuk
kemudian melakukan AHP atas strategi-strategi terpilih.
2. 3 Definisi Pembangunan
Pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh setiap orang tergantung dari sudut pandang apa yang digunakan oleh orang tersebut. Dalam
UU nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dinyatakan bahwa pembangunan nasional diartikan sebagai upaya yang
dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Menurut Suryadi 2001, pembangunan adalah proses yang
memungkinkan masyarakat
meningkatkan kapasitas
personel dan
institusionalnya dalam mengelola sumberdaya untuk menghasilkan perbaikan kualitas hidup yang sesuai dengan aspirasi mereka, berkelanjutan, adil dan
merata. Suryono, 2001 menyatakan pembangunan merupakan proses yang direncanakan dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, perubahan
sosial dan modernisasi bangsa untuk mencapai peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan.
Menurut Widodo 2006 ada dua pandangan mengenai definisi pembangunan yaitu pandangan tradisional dan pandangan modern. Pandangan
tradisional mengartikan pembangunan sebagai berbagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto PDB di tingkat
nasional dan Produk Domestik Regional Bruto PDRB di tingkat daerah. Pandangan modern dilihat sebagai upaya pembangunan yang tidak lagi
menitikberatkan pada pencapaian pertumbuhan PDB sebagai tujuan akhir, melainkan pengurangan tingkat kemiskinan yang terjadi, penanggulangan
ketimpangan pendapatan, serta penyediaan lapangan kerja yang mampu menyerap angkatan kerja produktif.
Pembangunan juga dapat dilihat dari sisi administrasi pembangunan dan pembangunan administrasi. Administrasi pembangunan berkaitan dengan
manajemen pembangunan. Dalam analisis manajemen pembangunan dikenal beberapa fungsi manajemen pembangunan yaitu perencanaan, pengerahan
sumberdaya, pengerahan
pembangunan oleh
pemerintah, koordinasi,
pemantauan, serta evaluasi dan pengawasan Kartasasmita, 1997. Sedangkan pembangunan administrasi adalah perbaikan organisasi pemerintah dalam
membangun, yang
memungkinkan tercapainya
efektifitas penggunaan
sumberdaya.
2.3.1 Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia
Pembangunan menurut Todaro dan Smith 2003 memiliki tiga nilai inti yaitu tercapainya kemampuan hidup life sustenance, kemandirian self esteem
dan kemerdekaan atau kebebasan freedom. Salah satu ukuran keberhasilan pembangunan manusia adalah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.
Kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan minimal yang diperlukan manusia untuk hidup dengan layak. Kebutuhan dasar manusia meliputi kebutuhan akan
pangan, kesehatan, perumahan, pendidikan dan pekerjaan. Kebutuhan dasar dapat dibuat bertingkat tergantung urgensinya. Konsep tingkat kebutuhan
manusia dikenalkan oleh Maslow. Menurut Maslow Filippo, 1990 kebutuhan manusia bertingkat-tingkat. Tingkatan tersebut adalah a kebutuhan fisiologis
berupa makan, minum, tidur, berkeluarga, dan kebutuhan dasar lainnya, b kebutuhan akan keamanan dan keselamatan, c kebutuhan akan kasih sayang,
d kebutuhan akan pengakuan dan penghargaan dari orang lain, dan e kebutuhan akan aktualisasi diri.
Menurut Sumardjo 2008, Asian Development Bank ADB telah menetapkan bahwa hirarki kebutuhan dasar tersebut diawali dengan kebutuhan
untuk bertahan hidup survival seperti kebutuhan akan makanan dan gizi, kesehatan, sanitasi dan air bersih serta kebutuhan akan pakaian yang layak.
Pada tahap selanjunya adalah kebutuhan akan keamanan security yang meliputi perumahan, pekerjaan, pendapatan dan kedamaian. Pada tahap
selanjutnya yaitu tahap akhir terdapat kebutuhan untuk berkembang enabling yang meliputi pendidikan dasar, partisipasi, peranan keluarga dan psikososial.
2.3.2 Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan