Faktor penghambat pelaksanaan pondok pesantren

81 pihak pengurus pondok pesantren menerapkan aturan agar tidak menggunakan handphone di saat kegiatan mengaji apabila melanggar maka handphone tersebut dapat di sita sementara waktu dan santri akan mendapatkan hukuman seperti membersihkan kamar mandi.

b. Sebagai pengembangan dakwah

Kegiatan pengembangan dakwah juga diberikan pondok pesantren kepada santri. Hal ini sangat penting agar mereka nantinya dapat berdakwah secara mandiri dalam penyebaran atau penyiaran ajaran dan pengetahuan agama Islam, baik itu berupa ajaran atau seruan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan maupun berupa uswatun hasanah contoh yang baik. Santri diharapkan mampu berbicara dengan banyak orang sehingga dapat melatih komunikasi serta membagi pengetahuan yang ia miliki. Sebagai bentuk latihan berdakwah, santri senior dapat mengajar kepada santri junior.

c. Sebagai pengembangan solidaritas dan ukhuwah Islamiyah

Dalam setiap kegiatan di pondok pesantren selalu menjunjung tinggi nilai persaudaran dengan semangat tolong menolong yang tidak melihat batas-batas tertentu, sehingga dapat mempererat solidaritas dan ukhuwah islamiyah para santri. Selain mempererat solidaritas dan ukhuwah islamiyah di internal pondok pesantren, dengan masyarakat juga dilakukan misalnya melalui 82 pertemuan pengajian tiap bulan yang rutin dilakukan dengan masyarakat.

2. Pelaksanaan Kegiatan Pendidikan Pondok Pesantren

Berdasarkan hasil penelitian syarat menjadi santri di Pondok Pesantren Roudlotuth Tholibin sehat jasmani dan rohani, lulusan SD, SMP, SMA maupun yang masih bersekolah, lalu mengisi formulir pendaftaran, membayar Rp. 10.000,00 bila mampu dan sanggup mengikuti kegiatan di pondok pesantren. Disinilah peranan Pondok Pesantren Roudlotuth Tholibin dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengajian agar nantinya santri setelah keluar dapat mengamalkan dan menyebarkan ajaran agama Islam dengan di bekali ilmu pengetahuan agama yang lebih luas. Pondok pesantren merupakan salah satu bentuk dari pendidikan berbasis masyarakat. Menurut Michael W. Galbraith dalam Zubaedi 2009:132 community-based education could be defined as an educational process by which individual in the case adult become more competent in their skills, attitudes, and concept in an effort to live in and gain more control over local aspects of their communities through democratic participation. Artinya, pendidikan berbasis masyarakat dapat diartikan sebagai proses pendidikan dimana individu-individu atau orang dewasa menjadi lebih berkompeten menangani ketrampilan, sikap, dan konsep mereka dalam hidup di dalam dan mengontrol aspek-aspek lokal dari masyarakatnya melalui partisipasi demokratis.