Teori Gaya Hidup KERANGKA TEORI

dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Menurut Adams Gullota, masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock 1991 membagi masa remaja menjadi masa remaja awal 13 hingga 16 atau 17 tahun dan masa remaja akhir 16 atau 17 tahun hingga 18 tahun. Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa. Anna Freud berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan. http:rumahbelajarpsikologi.comindex.phpremaja.html, 19052010.

2.4. Teori Gaya Hidup

Gaya hidup menurut Kotler adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan berinteraksi di dunia. Menurut Assael, gaya hidup adalah “A mode of living that is identified by how people spend their time activities, what they consider important in their environment interest, and what they think of themselves and the world around them opinions ”. Secara umum dapat diartikan sebagai suatu gaya hidup yang dikenali dengan bagaimana orang menghabiskan waktunya aktivitas, apa yang penting orang pertimbangkan pada lingkungan minat, dan apa yang orang pikirkan tentang diri sendiri dan dunia di sekitar opini. Sedangkan menurut Minor dan Mowen, gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu. Selain itu, gaya hidup menurut Suratno dan Rismiati 2001 adalah pola hidup seseorang dalam dunia kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapat yang bersangkutan. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan. http:www.membuatblog.web.id201004pengertian-gaya-hidup.html, 19052010. Istilah gaya hidup lifestyle sekarang ini kabur. Sementara istilah ini memiliki arti sosiologis yang lebih terbatas dengan merujuk pada gaya hidup khas dari berbagai kelompok status tertentu, dalam budaya konsumen kontemporer istilah ini mengkonotasikan individualitas, ekspresi diri, serta kesadaran diri yang semu. Tubuh, busana, bicara, hiburan saat waktu luang, pilihan makanan dan minuman, rumah, kendaraan dan pilihan hiburan, dan seterusnya dipandang sebagai indikator dari individualitas selera serta rasa gaya dari pemilik atau konsumen Fatherstone, 2005 dalam Sudarwati Hastuti, 2007. Weber mengemukakan bahwa persamaan status dinyatakan melalui persamaan gaya hidup. Di bidang pergaulan gaya hidup ini dapat berwujud pembatasan terhadap pergaulan erat dengan orang yang statusnya lebih rendah. Selain adanya pembatasan dalam pergaulan, menurut Weber kelompok status ditandai pula oleh adanya berbagai hak istimewa dan monopoli atas barang dan kesempatan ideal maupun material. Kelompok status dibeda-bedakan atas dasar gaya hidup yang tercermin dalam gaya konsumsi. Weber mengemukakan bahwa kelompok status merupakan pendukung adat, yang menciptakan dan melestarikan semua adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat Sunarto, 2000: 93. Perbedaan gaya hidup ini tidak hanya dijumpai pada hierarki prestise, tetapi juga pada hierarki kekuasaan dan privilise. Kita melihat bahwa setiap kelas sosial pun menampilkan gaya hidup yang khas. Ogburn dan Nimkoff 1958 menyajikan suatu sketsa dari majalah Life yang menggambarkan bahwa lapisan bawah low-brow, menengah bawah lower middle-brow, menengah atas upper middle-brow dan atas high-brow. Masing-masing mempunyai selera yang khas dalam pakaian, hiburan, perlengkapan rumah tangga, makanan, minuman, bacaan, selera seni dan musik. Berdasarkan penelitian Lucky Lutvia 2001 mengenai gaya hidup remaja di Kota Bandung, disimpulkan bahwa remaja saat ini dipengaruhi oleh hal-hal berikut: 1. Transformasi Budaya Budaya massa atau budaya populer yang berkembang melalui media massa elektronik dan cetak sangat berpengaruh terhadap pilihan gaya hidup seseorang, misalnya gaya berbusana, gaya berbicara atau bahasa, selera hiburan seperti musik dan film. Trend tersebut begitu bebas mengalir mempengaruhi setiap pemirsa maupun pembacanya, ditambah lagi dengan acara musik dari luar negeri yang diolah dalam video klip televisi, yang secara visual bisa kita lihat penampilan penyanyi dan pemain musiknya. Cara mereka berdandan dan berbusana sudah pasti sesuai dengan budaya mereka Lutvia, 2001 dalam Sudarwati Hastuti, 2007. 2. Mengadopsi Gaya dari Barat Ini banyak dipengaruhi oleh selebritis dalam negeri melalui iklan-iklan, film, dan sinetron yang dilihat dan akhirnya ditiru oleh remaja. Seperti istilah gaya funky, punk rock , metal, skaters, hip hop, sporty, streetwear, dan ska beserta penggunaan aksesorisnya yang mereka tiru sebagai usaha untuk mengaktualisasikan dirinya serta seolah-olah ingin mensejajarkan diri dengan bintang idolanya. Walaupun begitu remaja juga ada yang dipengaruhi oleh nilai-nilai agama, budaya dan kehidupan sosialnya. Sedangkan menurut Purnomo Mangku 2004 Gaya hidup masyarakat desa dipengaruhi juga oleh mobilitas geografis seperti urbanisasi, imigrasi. Mobilitas geografis yang dimaksud adalah suatu keadaan di mana seseorang pernah menetap di luar tempat tinggalnya. Mobilitas geografis seseorang ke kota, misalnya, dapat mempengaruhi gaya hidup karena kota dianggap merupakan suatu tempat yang memungkinkan seseorang yang bersinggungan dengannya mendapatkan perluasan atau penambahan berbagai macam pengalaman dan pengetahuan baru. Ini terkait dengan realitas bahwa kota memiliki keanekaragaman budaya yang dapat ditiru oleh orang desa Purnomo, 2004 dalam Sudarwati Hastuti, 2007. Dalam ilmu-ilmu sosial, studi atas remaja pertama kali dilakukan oleh sosiolog Talcott Parsons pada awal 1940-an. Berbeda dengan anggapan umum bahwa remaja adalah kategori yang bersifat alamiah dan dibatasi secara biologis oleh usia, menurut Parsons remaja adalah sebuah sebuah konstruksi sosial yang terus-menerus berubah sesuai dengan waktu dan tempat Barker, 2000 dalam Sudarwati Hastuti, 2007. Grossberg 1992 menganggap bahwa yang menjadi persoalan adalah bagaimana kategori remaja diartikulasikan dalam wacana-wacana lain, misalnya musik, gaya hidup, kekuasaan, harapan, masa depan dan sebagainya. Jika orang- orang dewasa melihat masa remaja sebagai masa transisi, menurut Grossberg remaja justru menganggap posisi ini sebagai sebuah keistimewaan di mana mereka mengalami sebuah perasaan yang berbeda, termasuk di dalamnya hak untuk menolak melakukan rutinitas keseharian yang dianggap membosankan. Hampir sama dengan pendapat itu, Dick Hebdige dalam Hiding in the Light 1988 menyatakan bahwa remaja telah dikonstruksikan dalam wacana “masalah” dan “kesenangan” remaja sebagai pembuat masalah dan remaja yang hanya gemar bersenang-senang. Misalnya, dalam kelompok pendukung sepakbola dan geng-geng, remaja selalu diasosiasikan dengan kejahatan dan kerusuhan. Di pihak lain, remaja juga direpresentasikan sebagai masa penuh kesenangan, di mana orang bisa bergaya dan menikmati banyak aktivitas waktu luang. http:repository.usu.ac.idbitstream123456789185981har-jan2007-1205.pdf, 2022011.

2.5. Teori Struktural Fungsional