Peran Nabi Kongzi dalam Sejarah Kelenteng
170 Buku Panduan Guru Mata Pelajaran
masyarakat ada orang yang punya banyak waktu untuk belajar dan membaca buku, yaitu para pejabat negara dan para guru. Namun ada orang di dalam
masyarakat yang jumlahnya lebih banyak tidak punya waktu untuk membaca buku karena sibuk bekerja, mereka itu adalah pekerja profesional, para ahli
yang kerja di bidang produksi barang, para pedagang yang sibuk bekerja di pasar, para petani dan pekerja lainnya, dan kelompok pengusaha. Kelompok
pekerja sibuk ini juga memerlukan pembinaan rohani dan juga perlu belajar meskipun dalam waktu singkat.
Pemikiran ini mendorong Nabi Kongzi menjadikan Kelenteng sebagai tempat masyarakat ‘menjalankan ibadah’ dan ‘belajar membina kehidupan
rohaninya.’ Nabi Kongzi menata Kelenteng dengan bentuk luarnya yang indah dan menarik, dan juga menata altar para Shen Ming serta menaruh
altar Tian Gong di bagian depan. Semua orang yang bersembahyang di Kelenteng wajib bersembahyang kepada Tian Gong Tuhan terlebih dahulu.
Setelah bersembahyang kepada Tian Gong baru sembahyang kepada para Shen Ming.
Dengan adanya altar Tian Gong, Nabi Kongzi memasukkan unsur Ketuhanan dalam Kelenteng, di zamannya hanya raja lah yang boleh
bersembahyang kepada Tuhan Tian. Menjadi jelas bahwa Kelenteng sudah ada jauh sebelum jaman Nabi
Kongzi. Bukti sejarah menyatakan peninggalan Dinasti Shang 1766 SM – 1122 SM. sudah ada Kelenteng. Sementara Kong Miao sebagai tempat
ibadah dan penghormatan kepada Nabi Kongzi yang pertama dibangun tahun 478 SM. satu tahun setelah wafat Nabi Kongzi. Hal penting lain
adalah bahwa jauh sebelum maraknya pembangunan Kelenteng di masa Dinasti Tang 618 – 905, pembangunan Kong Miao sudah hampir merata di
seluruh kota di daratan China.
Kong Miao bersama-sama dengan Kong Fu tempat tinggal keturunan Nabi Kongzi dan Kong Lin taman makam Nabi Kongzi dan keturunannya
dikenal dengan ‘Tiga Kong, dan merupakan warisan sejarah dunia yang dilindungi oleh UNESCO. Di dalam ‘Tiga Kong, tersebut terdapat 460
balariung, aula, altar dan pavilion, 54 buah pintu gapura dan 1.200 pohon berusia ribuan tahun serta prasasti tulis bersejarah lebih dari 2.000 buah.
Kelenteng sengaja dibangun di dekat pasar dan di bukit-bukit agar masyarakat mudah menemukannya. Orang-orang yang bertempat tinggal
dekat pasar atau tempat ramai mudah menemukan Kelenteng. Para petani yang bertempat tinggal di pedesaan juga mudah menemukan Kelenteng,
mereka bisa beribadah dan belajar di Kelenteng. Para penjaga Kelenteng seharusnya orang yang berpengetahuan luas dan mendalam sehingga dapat
membantu umat agama yang beribadah di Kelenteng, sehingga pelaksanaan ibadah atau sembahyang dapat berjalan dengan khusuk.
Pendidikan Agama Khonghucu dan Budi Pekeri Kelas VIII 171
Hikmah Cerita
Tradisi Yang Mengikuti Sembahyang Qing Ming 1. Membersihkan Makam
Berkaitan dengan sembahyang Qing Ming ini umat membersihkan makam leluhur dan ada beberapa tradisi yang menyertainya, sampai
sekarang masih dilakukan, yakni memberi tanda pada makam yang telah diziarahi dengan kertas “tek” berupa kertas merah berukuran panjang,
ditindih dengan batu. Kebiasaaan memberi tanda pada makam yang telah diziarahi dengan kertas tersebut dimulai sejak berdirinya Dinasti Ming di
Tiongkok 1368 Masehi. Sebelum berdirinya Dinasti Ming, Tiongkok dalam kekuasaan pemerintahan Dinasti Goan Mongol tahun 1279-1368. Menjelang
keruntuhan Dinasti ini, kelaparan terjadi dimana-mana, sehingga timbul perlawanan rakyat di Tiongkok. Seorang Jendral Zhu Yan Zhang, akhirnya
berhasil menumbangkannya dan membangun Dinasti Ming, menjadi Kaisar dan bergelar Ming Tai Zong.
Pada masa kalut ketika beliau memimpin perlawanan rakyat terhadap kekuasaan mongol, beliau telah kehilangan dan tidak dapat mengenali makam
kedua orang tuanya. Maka setelah beliau menjadi kaisar, dimaklumatkanlah kepada seluruh rakyatnya yang akan berziarah ke makam leluhurnya pada
Hari Qing Ming untuk memberi tanda berupa kertas-kertas ”tek” di atas makam yang telah diziarahi. Setelah seluruh rakyat selesai melaksanakan
kewajiban ziarahnya, ada dua makam yang tidak diberi ketas tek, dengan cara itulah kaisar Ming Tai Zong menemukan kembali makam orang tuanya.
Demikianlah kemudian berlangsung kebiasaan memberikan kertas tek di atas makam yang telah diziarahi, dan sampai saat ini masih tetap dilakukan
oleh sebagian besar umat Khonghucu.