Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
di sanalah pertemuan emosional kolektif putera puteri Indonesia dari Sabang hingga Merauke diatas “Bhineka Tunggal Ika” yang diwujudkan dengan niat
menuntut ilmu diberbagai perguruan tinggi Yogyakarta. Para pelajar rantauan inilah awal mula terbentuknya keanekaragaman budaya dan
memunculkan nuansa multikultural yang ada di kota Yogyakarta baik di lingkungan tempat-tempat perguruan tinggi hingga lingkungan tempat
tinggal sementara seperti kos para mahasiswa perantau tersebut. Sehingga tidak heran jika di lingkungan sosial kampus terlebih di kota Yogyakarta
yang dikenal sebagai kota pelajar miniaturnya Indonesia ini akan kita temui sejumlah mahasiswa yang memiliki latar belakang budaya berbeda dengan
karakternya masing-masing yang mencerminkan kekhasan budaya dari mana individu itu berasal.
Selain kota pelajar, Yogyakarta juga dikenal sebagai kota budaya yang kental dengan budaya Jawa dan masyarakatnya yang menjunjung tinggi adat
istiadat Jawa dalam tata perilaku mereka sehari-hari berupa tata krama, unggah-ungguh, nilai-norma, misalnya saja dari segi bahasa, sebagian besar
masyarakat Yogyakarta menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari- hari yang terkenal sopan, halus serta bernada rendah. Sedangkan mahasiswa-
mahasiswa perantau yang memilih berkuliah di Yogyakarta memiliki karakteristik sosial budaya yang tentu saja berbeda dengan kondisi sosial
budaya kota Yogyakarta. Sehingga kondisi multikultural yang ada diantara mahasiswa perantauan asal luar pulau Jawa maupun dengan penduduk
pribumi sebagai tuan rumah baik itu adalah teman kuliah, dosen, maupun
warga kampung daerah tempat tinggal kosnya, ini tentunya dapat menimbulkan reaksi psikis berupa kekagetan budaya yang biasanya diikuti
dengan munculnya hal-hal tidak menyenangkan yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan sosial budaya diantara mereka yang dipertemukan
dalam satu tempat yang sama yaitu Yogyakarta. Budaya merupakan alat perekat dalam suatu komunitas Tilaar, 2004:
82. Pada hakekatnnya hal inilah yang menjadi salah satu wahana efektif bagi masyarakat dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan berbagai
individu yang berbeda budaya untuk saling mengenal satu sama lain. Akan tetapi hal tersebut tidak dapat begitu saja berlaku pada mahasiswa perantau
yang baru memasuki tahap awal kehidupannya di Yogyakarta sebagai tempat rantauan. Berada di lingkungan baru yang asing menghadapkan
mahasiswa perantau pada suatu permasalahan sosial-psikologis yang harus mereka lalui terlebih dahulu sebagai proses adaptasi terhadap tempat
rantauan, karena suasana multikultural diantara mahasiswa perantau di Yogyakarta, serta kondisi sosial budaya penduduk pribumi Yogyakarta
sebagai tuan rumah di tempat rantauan ternyata dapat menimbulkan kekagetan budaya culture shock yang terjadi akibat ketidaksiapan individu
perantau yang berpindah dari suatu budaya asal kebudaya baru dengan segala perbedaan yang ada didalamnya.
Adanya perbedaan latarbelakang budaya beserta karakter diantara mahasiswa perantau dengan individu-individu tuan rumah tersebut tentunya
akan melahirkan perbedaan-perbedaan dalam beberapa hal kehidupan,
perbedaan-perbedaan tersebut dapat berpotensi sebagai modal budaya jika mengarah pada persatuan intergrasi atau asosiatif, jika terjalin suatu
hubungan dan kerja sama yang baik antara mahasiswa perantauan dari suatu daerah tertentu dengan teman kampus sesama mahasiswa yang berstatus
pribumi Yogyakarta maupun antara mahasiswa perantauan dengan masyarakat pribumi Yogyakarta. Namun fenomena culture shock yang
dialami oleh mahasiswa perantauan yang baru memasuki tahap awal kehidupannya dilingkungan baru sebagai reaksi menemukan perbedaan
tersebut dapat juga berpotensi menjadi sumber kekacauan, seperti enggan melakukan interaksi, prasangka negatif, dan keraguan berinteraksi antar
budaya yang rentan akan suatu tindakan stereotip pencitraan yang buruk terhadap kebudayaan baru hingga timbulnya paham etnosentris pada diri
individu mahasiswa perantau dengan memandang rendah budaya tuan rumah di tempat rantauanya
,
perpecahan disintegrasi atau disasosiatif dan mengarah pada pertentangan atau konflik apabila proses sosialisasi dari
adaptasi budaya tidak berjalan lancar. Dapat dikatakan bahwa dari culture shock yang dialami oleh mahasiswa
perantauan bahkan dapat menimbulkan masalah sosial akibat adanya perbedaan kebudayaan antara mahasiswa perantauan dengan teman kampus
sesama mahasiswa yang berstatus pribumi Yogyakarta maupun antara mahasiswa perantauan dengan masyarakat pribumi Yogyakarta dan akan
menjadi negatif menyangkut kerugian fisik, psikologis serta sosial jika culture shock gegar budaya tidak teratasi. Kesuksesan bersosialisasi dari
adaptasi budaya yang akan individu lakukan terhadap lingkungan sosio- kultural barunya ini merupakan tantangan atau permasalahan tersendiri
dalam mengusahakan penyesuaian diri yang baik terhadap lingkungan barunya. Tidak jarang pada bulan-bulan pertamanya sebagai proses dari
gegar budaya mahasiswa perantauan ini akan rentan merasa gagal menyesuaikan diri, jenuh, tidak nyaman dengan keadaan di tempat rantauan,
akibatnya mereka mengalami gegar budaya, kepanikan, kecemasan, hilangnya rasa percaya diri, daya tahan tubuh mengurang sehingga mudah
terserang penyakit ringan seperti flu, demam dan diare, bahkan stres hingga depresi yang akhirnya menimbulkan rasa ingin selalu cepat pulang
kekampung halamannya yang dapat mengganggu konsentrasi berkuliah sebagai tujuan utamanya merantau.
Dari uraian-uraian diatas, fenomena culture shock gegar budaya yang terjadi pada mahasiswa perantauan di Yogyakarta ternyata sangat menarik
untuk diamati dan diteliti lebih intensif guna mendapatkan suatu temuan sosial yang bermanfaat. Tulisan ini bertujuan untuk dapat memberikan
gambaran tentang fenomena culture shock mengenai penyebab yang melatarbelakangi, gejala hingga reaksi dan dampak culture shock yang
terjadi pada mahasiswa perantauan di Yogyakarta. Peneliti berharap melalui tulisan ini pembaca dapat memetik manfaat untuk membantu diri sendiri
ataupun orang lain agar terhindar dari culture shock, ataupun mampu mengatasi culture shock saat berada di lingkungan budaya yang berbeda.
Selain itu, tulisan ini juga merupakan usaha untuk menambahkan minimnya
literatur mengenai
fenomena culture
shock di Indonesia. Bila memungkinkan tulisan ini juga diharapkan dapat membuka minat dan
wawasan bagi pembacanya untuk membahas permasalahan mengenai fenomena culture shock atas peluang-peluang riset yang mungkin akan
dilakukan di masa mendatang.