xx
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara RI dalam usia yang sudah memasuki lebih dari setengah abad setelah merdeka, arah pembangunan mulai
memusatkan perhatian yang sangat besar terhadap upaya peningkatan mutu sumber daya manusia SDM. Penekanan
pada pengembangan SDM yang menjadi pusat perhatian semua sektor dan sub sektor pembangunan nasional menunjukkan
bahwa Indonesia memiliki kehendak yang cukup kuat untuk mencapai keunggulan suatu bangsa yang merdeka yang memiliki
kecerdasan. Produktivitas kerja yang tinggi dan kemampuan menguasai Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni IPTEKS
untuk melanjutkan pembangunan bangsa agar dapat bersaing di dunia yang semakin global ini. Mutu sumber daya manusia
dalam pembangunan nasional dipandang sebagai faktor penentu untuk meningkatkan kesejahteraan dan menemukan jati diri
bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa yang maju dan mandiri.
Dalam upaya peningkatan mutu SDM tersebut, berkembang suatu keyakinan bahwa pendidikan memainkan peranan yang penting dan mendasar.
Pemerintah selaku penyelenggara pendidikan berusaha untuk mengadakan pembaharuan di bidang pendidikan, dengan harapan agar mutu pendidikan di
Indonesia meningkat, dan hasilnya sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan kemajuan jaman. Usaha-usaha pemerintah antara lain dengan penambahan
sarana dan prasarana pendidikan, penataran guru bidang studi, pembaharuan kurikulum, dan lain-lain.
Tetapi dalam kenyataan, walau telah diupayakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan berbagai jalan, hasil yang diperoleh belumlah optimal.
Hal ini dapat dilihat dari prestasi belajar yang masih rendah. 1
xxi
Prestasi belajar yang dicapai seseorang siswa merupakan interaksi dari berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik dari
dalam diri siswa faktor internal maupun dari luar siswa faktor eksternal. Yang termasuk faktor eksternal diantaranya adalah
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Berdasarkan hasil observasi pendahuluan di lapangan dan wawancara kepada beberapa guru matematika SMA Negeri di
Kabupaten Sukoharjo, selama ini metode mengajar yang banyak digunakan oleh guru adalah metode konvensional klasikal,
dimana kegiatan belajar mengajar didominasi oleh guru. Guru secara aktif mengajarkan materi matematika kemudian memberi
contoh dan latihan. Di pihak lain siswa bekerja seperti mesin yaitu hanya mendengar, mencatat, dan mengerjakan soal latihan
yang diberikan oleh guru. Hal serupa diungkapkan oleh Sri Wardhani 2004:11 yang menyatakan bahwa pendekatan
konvensional
yaitu guru
memberi tahu
prinsip-prinsip matematika,
selanjutnya guru
memberi contoh
cara menggunakan dalam penyelesaian soal dan diikuti pemberian
latihan soal sebanyak-banyaknya atau drill. Dalam pembelajaran konvensional cara pembelajarannya cenderung tidak interaktif
karena lebih merupakan pemberian informasi dari guru kepada siswa dalam kemasan formal maupun prosedur yang sudah jadi.
Akibatnya siswa cenderung bersikap pasif dalam kegiatan belajar mengajar matematika.
Di dalam kelas, ketika kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung sering ditemukan adanya reaksi siswa yang berbeda terhadap tugas dan materi
pelajaran yang diberikan oleh guru. Ada sebagian siswa yang langsung tertarik dan menyenangi topik-topik pelajaran yang baru diberikan guru, tetapi ada pula
siswa yang menerima dengan perasaan jengkel ataupun pasrah, dan ada lagi siswa yang benar-benar menolak untuk belajar. Tidak jarang pula ditemukan di dalam
kelas, saat siswa diberi pekerjaan atau tugas dari guru, karena takut pada guru, siswa-siswa memanipulasi tugas-tugas, agar tidak susah payah tetapi tugasnya
selesai sehingga tidak mendapat hukuman. Adapula siswa-siswa yang selalu ingin lebih unggul dalam seluruh mata pelajaran, baik mata pelajaran yang bersifat
xxii ketrampilan maupan mata pelajaran yang bersifat intelektual, yang menuntut daya
abstraksi atau analisis yang tinggi. Untuk siswa-siswa SMA program IPS, mata pelajaran matematika
merupakan salah satu mata pelajaran yang masih dianggap sulit. Hal ini menjadikan matematika sebagai momok yang menakutkan bagi siswa-siswa SMA
program IPS. Saat kegiatan belajar mengajar matematika, masih banyak siswa yang mengeluh merasa cemas, was-was khawatir, bahkan tak yakin ketika
siswa hendak memulai pelajaran. Wajah siswapun menunjukkan roman tak berdaya dan ketakutan, padahal belum melakukan kegiatan apa-apa.
Takut salah, takut mengalami kegagalan, takut ditolak dan dada berdebar- debar yang diiringi oleh perasaan tak tenang atau resah sebelum melakukan
tindakan, perbuatan, atau kegiatan ternyata telah menyita dan menghabiskan banyak energi sehingga menyebabkan siswa sering menjadi tidak berhasil,
mengurungkan niat melakukan kegiatan atau tidak dapat mengambil keputusan karena ragu-ragu. Bahkan adakalanya guru dibuat kesal, ketika siswa disuruh
melakukan sesuatu, siswa malah berusaha keras menghindari atau membangkang apa yang guru perintahkan tersebut. Siswa menghindar melakukan perbuatan yang
guru kehendaki tersebut dengan berbagai dalih. Padahal semua dalih tersebut untuk menutupi ketakberdayaan dan ketakutan siswa untuk melakukan kegiatan
yang dibebankan padanya. Guru pun menjadi bertanya-tanya, apa yang salah pada siswa.
Munculnya rasa ketakutan, keresahan, khawatir, rasa tak yakin yang diiringi dada berdebar-debar saat kegiatan belajar mengajar matematika, bersifat
psikis atau lebih didorong oleh masalah kejiwaan siswa dalam merespon
xxiii rangsangan dari luar dirinya. Aktifnya gejala ini pada siswa dapat menekan atau
menghambat bekerjaberfungsi daya nalar siswa sehingga siswa mengalami kesulitan untuk memusatkan kosentrasi pikiran, dan daya juang siswa. Pada
akhirnya siswa tidak mampu mengaktualisasikan kemampuannya. Keadaan ini menyebabkan siswa tidak tertarik pada mata pelajaran
matematika, apalagi melakukan aktivitas yang lebih besar dalam belajar matematika dan giat untuk mempelajari matematika. Akibatnya siswa tidak
termotivasi untuk belajar matematika yang ditandai dengan kurangnya minat dalam belajar, cepat merasa bosan, merasa benci dan mungkin juga merasa
tersiksa bila menghadapinya. Padahal dalam belajar matematika sangat dibutuhkan kreativitas,
ketrampilan menganalisa, kemampuan berpikir secara abstrak serta kemauan dan usaha belajar yang tinggi dari siswa itu sendiri. Hal lain yang dapat menyebabkan
siswa tidak tertarik pada pelajaran matematika karena siswa jarang berhasil dalam belajar matematika, cara mengajar guru yang tidak menarik, soal-soal yang sulit
diselesaikan, dan lain sebagainya. Secara umum Slameto 1995:78 mengemukakan bahwa keberhasilan
belajar siswa sangat tergantung pada diri siswa itu sendiri. Keberhasilan belajar seseorang sangat dipengaruhi oleh sikap, minat, kemampuan, kondisi fisiologis
dan kondisi psikologis orang tersebut. Dalam keadaan dan situasi pembelajaran yang telah diuraikan di atas peranan guru sangat dibutuhkan untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam belajar matematika. Guru harus dapat menggunakan pendekatan pembelajaran yang sesuai untuk siswa-siswa
SMA program IPS, sehingga mampu meningkatkan motivasi, aktivitas dan
xxiv prestasi belajar matematika. Memang saat ini KTSP belum digunakan di seluruh
SMA, namun perlu dipikirkan suatu pembelajaran matematika yang dapat membuat siswa aktif dan merasa senang dalam belajar matematika. Salah satu
pembelajaran tersebut adalah pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan flow.
Daniel Goleman 2002:127 berpendapat bahwa flow adalah keadaan ketika seorang sepenuhnya terserap ke dalam apa yang dikerjakannya,
perhatiannya hanya terfokus ke pekerjaan yang dilakukan. Mampu mencapai keadaan flow merupakan puncak kecerdasan emosional yang dapat menumbuhkan
perasaan senang dan bahagia. Dalam keadaan flow, emosi tidak hanya ditampung dan disalurkan, tetapi juga bersifat mendukung, memberi tenaga, selaras dengan
tugas yang dihadapi. Selain pendekatan dalam pembelajaran, keberhasilan belajar siswa tidak
terlepas dari persepsi dalam diri siswa yang sudah dimiliki tentang pelajaran matematika itu sendiri. Sebagaimana yang dikatakan oleh Crow and Crow
1989:8 berdasarkan pengalaman dan pengamatannya, ia menyatakan bahwa matematika pada umumnya dianggap sukar, dan tidak setiap orang dapat
mempelajarinya, serta banyak siswa yang tanpa menguasai konsep. Tidak berlebihan jika banyak siswa yang mengeluh serta mempunyai persepsi negatif
tentang mata pelajaran matematika. Persepsi siswa yang demikian harus dihilangkan, karena dengan persepsi siswa tentang mata pelajaran matematika
yang sulit, akan sangat mempengaruhi berbagai aspek motivasi berprestasi. Antara lain motivasi belajar yang rendah, sikap terhadap mata pelajaran
xxv matematika yang tidak baik, semangat belajar yang kendor dan pada akhirnya
akan mempengaruhi hasil belajarnya.
B. Identifikasi Masalah