Faktor Penghambat .1 Modal Usaha

mengajukan dana untuk pasteurisasi yakni alat pengolahan susu dan alat pengolah pabrik pakan ternak dan untuk tahun berikutnya mengajukan dana untuk pemasaran hasil pertanian. Namun, ketika pabrik pakan ternak sudah terbangun dan pabrik pengolahan susu sudah berdiri, terdapat kendala lain. Kendala tersebut berupa modal operasional dalam menjalankan produksi. Menurut End, untuk pengolahan susu dapat berjalan karena bekerjasama dengan Bank Mu’amalat. Namun, untuk pengolahan pakan ternak, meskipun alat pengolah beserta gedung sudah ada, tetapi unit usaha tidak memiliki cukup modal untuk menjalankan proses produksi. Unit usaha agribisnis memerlukan kerjasama dengan pihak investor atau sumber modal lain untuk menjalankan produksi pakan ternak. Selain itu, End menyebutkan bahwa untuk menjalankan operasional produksi pakan ternak, membutuhkan kurang lebih enam sumberdaya manusia sehingga ini berpotensi menciptakan lapangan kerja baru. Sementara itu, besarnya modal yang dibutuhkan terletak pada pembelian bahan baku seperti dedak, bungkil kelapa sawit, onggok, dan sisa-sisa tanaman yang lain. Untuk memperoleh bahan-bahan tersebut harus mendatangkan dari wilayah lain sehingga membutuhkan biaya yang cukup besar khususnya untuk transportasi. Sebagaimana disampaikan oleh Ys, pengelola: “Untuk mengolah pakan ternak sangat membutuhkan modal besar Mas, kalau hanya membeli bahan baku dengan jumlah yang sedikit maka bisa jadi malah rugi karena untuk mendatangkan bahan baku ini yang mahal biaya transportasinya dan mendatangkannya dari luar pulau”. Melihat kondisi tersebut, para pengelola belum berani melakukan spekulasi untuk melakukan produksi. Sampai dengan saat ini, proses menuju pengolahan pakan ternak baru dalam tahap menjaring kerjasama dengan investor guna mendukung pengadaan modal dengan target tahun 2009 dapat berjalan.

6.2.2 Koordinasi Antar Elemen

Adapun elemen yang terlibat pada proses pengembangan agribisnis peternakan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah antara lain: pemerintah melalui BPSDMP Departemen Pertanian RI, pendamping dari Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, dan pihak pesantren. Di dalam lingkup pesantren sendiri, antara pihak yayasan dengan pengelola juga kurang bersinergi, sehingga kegiatan agribisnis yang dilaksanakan terlihat kurang seimbang. Hal ini menunjukkan lemahnya koordinasi antar elemen. Koordinasi antar elemen terlihat sangat lemah berdasar pada beberapa alasan. Pertama, kurang optimalnya kontrol yang dilakukan pemerintah terhadap program yang dilaksanakan sehingga seberapa besar pencapaian program kurang terlihat. Kedua, kurang optimalnya pendamping dalam melakukan fungsinya sehingga proses peningkatan kapasitas para pengelola agribisnis menjadi lambat. Berdasarkan informasi dari End, pendamping tidak berperan optimal karena dari rencana kerja yang semestinya dilakukan oleh pendamping, tidak dilakukan seluruhnya. Pendamping hanya menerima laporan tertulis yang dbuat oleh pengelola setiap bulannya tanpa mengontrol aktivitas langsung di lapang secara berkelanjutan. Ketiga, kurang adanya singkronisasi dari yayasan dan pengelola LM3, dimana setiap perencanaan yang diusulkan oleh pengelola harus dengan persetujuan pihak yayasan. Hal ini tentu menjadi penghambat karena membatasi para pengelola dalam menentukan kemandiriannya. Seperti halnya diungkapkan oleh Ys, setiap kali akan mengusulkan beberapa hal seperti mencari pemodal lain untuk operasional pabrik pakan, yayasan tidak mengizinkan. Menurut Hn, hal itu dikarenakan yayasan memiliki pertimbangan lain pada setiap masukan yang disampaikan terhadap pengembangan agribisnis. Menurut Qqn, sebaiknya yayasan tidak sekedar mempertimbangkan usulan tersebut, namun segera merespon dan memberikan alternatif lain dan segera mengambil keputusan karena semakin cepat semakin baik untuk melakukan hal-hal teknis.

6.2.3 Pemasaran

Adapun kendala di dalam pemasaran adalah terbatasnya sarana pemasaran dan kurangnya jaringan pasar. Langkah yang diambil oleh para pengelola adalah memanfaatkan sarana yang ada, khususnya transportasi untuk distribusi produk olahan ke agen-agen pasar. Selain, itu, media publikasi diperbesar untuk memperbesar pasar. Sementara itu, bagi pasar yang sudah ada adalah ketidakkonsistenan agen dalam memesan produk, sehingga terkadang terdapat kelebihan produk. Namun dibalik itu, terkadang datang beberapa agen penjemput yang tidak kontinyu untuk memesan barang dan hal ini bisa berpotensi memeperbesar pasar jika dapat menggandeng mereka untuk menjadi agen. Selanjutnya, sebagaimana diungkapkan oleh End, bahwa langkah dari pengelola dan yayasan untuk mengatasi keterbatasan sarana pemasaran ini adalah dengan mengajukan bantuan LM3 kembali ke Deptan RI hingga terealisasi sarana transportasi berupa satu unit mobil dan satu unit sepeda motor. Sementara itu, Hn menyampaikan perlunya pengembangan jejaring kerjasama dengan agen pemasar dan konsumen dengan perjanjian yang jelas. Sampai dengan akhir penelitian ini, pengelola unit agribisnis LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah telah membuat mekanisme surat perjanjian dengan para agen. Untuk sementara, bentuk kerjasama melalui perjanjian tersebut dilakukan dalam memasarkan produk olahan yoghurt dan es susu. Syarat untuk menjadi agen adalah apabila calon agen mampu mencapai target penjualan minimal 5000 batang produk tersebut dalam waktu seminggu akan diberikan pinjaman freezer dari unit agribisnis LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah. Maka menurut Qqn, sebelum menjadi agen, calon agen diberi keleluasaan untuk promosi produk selama dua bulan. Setelah itu, dilihat perkembangannya untuk dilakukan evaluasi. Apabila memiliki potensi dan mencapai target penjualan kerjasama dapat dilakukan dengan disertai penandatanganan surat perjanjian kerjasama yang telah disiapkan oleh unit agribisnis LM3 dengan persetujuan bersama.

6.2.4 Kualitas Produk

Kualitas produk merupakan satu sisi yang perlu mendapat perhatian dalam sebuah usaha termasuk usaha agribisnis. Kualitas produk inilah yang menjadi salah satu penghambat dalam usaha agribisnis LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah. Beberapa hal yang berkaitan dengan kualitas produk antara lain. Pertama, aspek rasa. Menurut Qqn, salah satu selera konsumen yang perlu diperhatikan adalah dalam hal rasa untuk produk usaha makanan maupun minuman. Unit agribisnis LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah telah melakukan berbagai variasi rasa dalam setiap produk yang dibuat dengan tetap mengedepankan sisi kesehatan. Kedua, aspek kemasan. Perhatian terhadap kemasan suatu produk akan sangat penting. Karena segmen utama pasar dari produk olahan seperti yoghurt, es susu dan kevir adalah anak-anak, maka kemasan yang dibuat disesuaikan dengan selera anak-anak. Sampai dengan saat ini, unit agribisnis LM3 terus melakukan perbaikan-perbaikan kemasan. Sebagaimana disampaikan Nrl, pengelola: “Dari awal pembuatan, kemasan untuk yoghurt dan es susu ini dalam bentuk plastic biasa Mas, Namun, mulai tiga bulan terakhir ini, kemasan produk sudah bervariasi, seperti kevir dalam bentuk cup dan yoghurt dalam bentuk botol”. Ketiga, aspek legalitas produk. Menurut Ys, untuk mencapai pasar yang lebih tinggi, pengembangan usaha harus memperhatikan legalitas usaha. Legalitas tersebut berupa izin usaha, sertifikasi halal dari BPOM dan izin dari Departemen Kesehatan. Kendala yang dialami pengelola dalam memenuhi aspek legalitas usaha ini adalah proses yang membutuhkan waktu yang lama karena factor birokrasi. Dari ketiga hal tersebut, walaupun unit agribisnis LM3 mendapatkan kendala, para pengelola secara terus menerus akan melakukan perbaikan dengan kualitas terbaik untuk siap bersaing di pasaran, demikian yang disampaikan oleh End.

6.3 Ikhtisar

Dari berbagai uraian di atas, terdapat dua faktor yang mempengaruhi proses pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan usaha agribisnis peternakan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah. Faktor tersebut adalah faktor pendukung dan faktor yang menghambat proses pemberdayaan. Faktor pendukung antara lain: sumberdaya manusia yang berkualiatas, sumberdaya alam dan sarana dan prasarana serta peluang pasar. Sumberdaya manusia yang berkualitas yang dimiliki oleh unit agribisnis LM3 dapat meningkatkan pengembangan usaha agribisnis dengan bekal pengetahuan dan ketrampilan yang mereka miliki. Sumberdaya alam yang potensial yang merupakan anugerah dari Sang Pencipta akan sangat bermanfaat apabila dikelola oleh SDM yang berkualitas; Sarana dan prasarana yang cukup akan memperlancar SDM dalam melakukan pengelolaan terhadap SDA sehingga mampu menghasilkan produk. Sementara itu, peluang pasar sangat terbuka terhadap produk yang dihasilkan. Selanjutnya, faktor penghambat pemberdayaan dalam pengembangan agribisnis peternakan, antara lain modal usaha, koordinasi antar elemen, pemasaran, dan kualitas produk. Modal sangat dibutuhkan untuk kelangsungan sebuah usaha, sehingga hal ini harus ada. Sementara itu, agar di dalam pengelolaan modal untuk menjalankan usaha agribisnis tepat sasaran dan mencapai target, maka diperlukan koordinasi antar elemen. Jika koordinasi antar elemen rapuh maka akan menghambat jalannya usaha. Elemen yang berperan dalam pengembangan usaha agribisnis peternakan LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah adalah pemerintah, pendamping, yayasan, serta para pengelola LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah. Selain itu, pemasaran juga menjadi hambatan apabila tidak berjalan dengan lancar karena sebaik apapun sebuah usaha dalam melakukan produksi tanpa diimbangi pemasaran maka usaha akan menjadi bangkrut karena hanya mampu memproduksi. Diperlukan jaringan kerjasama dalam pemasaran untuk memperoleh tempat bagi konsumen dan siap bersaing dengan produk lainnya yang semacam. Demikian halnya perhatian terhadap kualitas produk. Kualitas produk sangat menentukan apakah produk layak untuk dikonsumsi oleh konsumen, sehingga perlu memperhatikan selera konsumen agar produk disukai konsumen.

Dokumen yang terkait

Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Program Pengembangan Kecamatan Di Kabupaten Aceh Utara...

0 33 3

Program Pemberdayaan Perempuan Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (Kwk-Gbkp) Pada Perempuan Pengungsi Sinabung Kecamatan Payung Kabupaten Karo

2 51 132

Pemberdayaan Usaha Mikro Melalui Program Migran Masyarakat Mandiri Di Desa Kutasirna Sukabumi-Jawa Barat

0 4 94

Kajian Kelayakan Finansial Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Dan Kambing Perah Di Pesantren Darul Fallah, Ciampea Bogor

0 6 124

Evaluasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Studi Kasus Di Kecamatan Parigi Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat

0 12 188

Analisis Strategi Pengembangan Usaha Yoghurt (Studi Kasus pada Unit Peternakan Darul Fallah (Dafarm), Desa Benteng Ciampea, Bogor-Jawa Barat)

1 18 169

Strategi Pemasaran Susu Kambing (Studi Kasus Usaha Peternakan Pesantren Pertanian Darul Fallah Kota Bogor, Jawa Barat)

4 67 155

Analisis gender dalam penyelenggaraan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan (kasus di desa Kemang, kecamatan Bojongpicung kabupaten Cianjur, provinsi Jawa Barat)

0 4 198

Partisipasi masyarakat miskin terhadap penanggulangan kemiskinan dalam program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri (PNPM-M) perkotaan di Desa Cadasngampar, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat

0 5 120

Partisipasi Masyarakat Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri Di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor

0 4 94