Latar Belakang Pemberdayaan masyarakat melalui program pengembangan lembaga mandiri yang mengakar di masyarakat Studi kasus Pesantren Pertanian Darul Fallah Desa Cibanteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan merupakan perangkat upaya terencana dan sistematik untuk meningkatkan kesejahteraan hidup warga masyarakat Suparlan, 1994, sehingga tujuan akhir setiap pembangunan adalah untuk kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup manusia Kasiyanto, 1991. Lebih jauh, Kasiyanto 1991, menyebutkan bahwa hakikat pembangunan adalah memanusiawikan manusia, yaitu supaya matang dalam kedewasaannya, dinamis, dan sanggup mengatasi segala tantangan lingkungan. Pertanian dan sektor terkait yang dikenal sebagai sektor agribisnis merupakan sektor penting di negara-negara berkembang, sehingga pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional. Data dari World Bank 1997 dikutip oleh Daryanto 2001 menyebutkan bahwa sektor pertanian di negara berkembang merupakan penyedia utama pendapatan dan lapangan kerja bagi mayoritas penduduk yakni mencapai 95 persen. Di Asia, sektor pertanian merupakan penyumbang signifikan dalam pembentukan GDP, yakni berkisar antara 11 sampai 41 persen. Di Afrika, sektor pertanian menyumbang antara 37 sampai 93 persen pangsa tenaga kerja, dan menyumbang pada GDP rata-rata sebesar 57 persen. Mengingat besarnya kontribusi pembangunan pertanian dalam pembangunan nasional di negara-negara berkembang seperti Indonesia, maka diperlukan perhatian serius terhadap sektor tersebut. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan pengembangan kelembagaan. Nasution 2002, menyebutkan bahwa pengembangan kelembagaan secara makro merupakan tugas pemerintah dan secara mikro merupakan tugas lembaga atau organisasi yang berkembang dalam masyarakat yang berkaitan dengan masalah produksi dan pemasaran komoditas hasil pertanian. Lebih lanjut, Nasution 2002, mengatakan bahwa kelembagaan adalah faktor strategis yang menentukan keberhasilan pembangunan terutama di sektor pertanian karena sifatnya padat karya dan lingkup usahanya relatif luas. Demikian juga yang disampaikan oleh Soekartawi 1994, yang menggarisbawahi bahwa kelembagaan merupakan salah satu dari empat aspek penting bagi pembangunan sektor pertanian selain aspek sumberdaya alam, teknologi, dan kebudayaan. Di dalam konsep agribisnis, produsen atau petani sering dihadapkan pada keterbatasan yang dimiliki sehingga dibutuhkan kerjasama dengan lembaga keuangan untuk memperlancar produksi dan lembaga KUD untuk memperlancar pemasaran. Soekartawi 1993 mengutip Hayami dkk 1982, bahwa kelembagaan baik yang berupa lembaga formal maupun non- formal merupakan aspek menonjol yang sering menghambat jalannya pembangunan pertanian jika tidak mendapat perhatian serius. Pemerintah Kabinet Indonesia Bersatu melalui Departemen Pertanian RI melaksanakan program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat LM3 pada bidang agribisnis. Program ini sudah dimulai sejak tahun 1991 dengan diterbitkannya Surat Keputusan Bersama antara Menteri Pertanian dan Menteri Agama No. 3461991 dan No. 941991 tentang pembinaan terhadap LM3 berbasis keagamaan. Selanjutnya tahun 1996, pembinaan dilakukan lebih terarah dengan diterbitkannya Surat Menteri Dalam Negeri No. 412.251141PMD tanggal 21 Oktober 1996 dan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 555KptsOT.210697 serta Surat Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian No. RC.22G 720 IB VI 1998 tentang pengembangan agribisnis LM3. Pada tahun 2006, Departemen Pertanian melanjutkan fasilitasi untuk merevitalisasi usaha agribisnis yang telah dirintis ataupun usaha pengembangan agribisnis baru melalui pemberdayaan dan penguatan kelembagaan LM3. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 468KptsKU.21082006 tentang penetapan LM3 Terpilih Penerima Bantuan Pengembangan LM3 tahun 2006, telah melegitimasi 338 LM3 terpilih. Pada tahun 2007, pemerintah kembali meneruskan program tersebut dengan memperbesar jumlah lembaga penerima program. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian RI No.553Kpts01.14092007 tentang Penetapan LM3 terpilih, terdapat 1042 lembaga di 371 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia 1 . Pesantren Pertanian Darul Fallah di Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat, merupakan salah satu pesantren terpilih dalam program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan LM3 pada periode tahun 2005-2006 dan periode tahun 2006-2007. Pengembangan dititikberatkan pada bidang agribisnis peternakan berdasarkan potensi yang dimiliki oleh Pesantren Pertanian Darul Fallah. Sementara itu, fokus program ditekankan pada pengembangan sumberdaya manusia melalui pembinaan dan pelatihan, serta pada pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. 1 Http:www.deptan.go.idbpsdmSK_Mentan_LM3_2007.pdf . [diakses 27 November 2007] Pada periode tahun 2005-2006 Pesantren Pertanian Darul Fallah menerima bantuan dari Departemen Pertanian dengan mengajukan proposal kepada dua Ditjen, yakni Ditjen Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian BPSDMP dan Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian P2HP. Ditjen BPSDMP melalui Balai Besar Agribinis Kesehatan Hewan Cinagara Bogor mengalokasikan dana untuk pengolahan susu sebesar Rp 199.970.000,- dan sebagai LM3 model menjadi Pusat Pelatihan dan Pengembangan Pertanian dan Sumberdaya P4S sebesar Rp 250 juta. Ditjen P2HP mengalokasikan dana untuk pabrik pakan dan ternak sebesar Rp 265,650 juta. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan program pemberdayaan sumberdaya manusia dan penguatan LM3 dari Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian Departemen Pertanian RI tahun 2006, program LM3 periode tahun 2005-2006 seharusnya selesai pada bulan Desember 2006. Namun, program baru selesai pada bulan Maret 2007 dengan realisasi pembangunan pabrik pengolahan pakan ternak 2 . Pada tahun 2007, Pesantren Pertanian Darul Fallah kembali mengajukan proposal yang ditujukan kepada Dirjen P2HP yang dialokasikan untuk pemasaran hasil pertanian dengan memperoleh bantuan dana sebesar Rp 400,500 juta 3 . Hal ini dimaksudkan agar program sebelumnya berlanjut dengan bantuan modal pendanaan. Namun, hingga pelaksanaan penelitian oleh penulis, sebagai contoh bahwa pabrik pakan ternak belum beroperasi secara optimal. Pengolahan pakan 2 Hasil wawancara dengan Ketua Harian LM3 Pondok Pesantren Darul Fallah pada Hari Rabu, 23 Januari 2008. 3 http:116.12.47.220lm3datalm3skabupaten7407?filter=1show=33sort=tahundirection=a scpage=19 [ diakses 27 November 2007] ternak dilakukan hanya untuk mencukupi kebutuhan ternak pada agribisnis peternakan LM3, belum dapat menjual ke luar pesantren. Selain itu, program yang dilaksanakan belum sepenuhnya melibatkan masyarakat lingkar pesantren. Penduduk sekitar pesantren tidak pernah mendapat akses seperti modal dari pelaksanaan program. Program pelatihan yang dilaksanakan lebih banyak mendatangkan warga yang berlokasi jauh dari pesantren, misalnya warga yang berasal dari luar Desa Benteng 4 . Hal ini tidak sesuai dengan tujuan program LM3 yakni menciptakan kemitraan dengan masyarakat lingkar pesantren melalui kemitraan produksi dan pemasaran serta melatih warga pesantren dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kewirausahaan bidang produksi agribisnis Profil LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah, 2006. Ife 1995 dikutip Nasdian 2003, menerangkan bahwa pemberdayaan masyarakat berarti melengkapi masyarakat dengan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, dan ketrampilan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menentukan masa depan mereka sendiri dan untuk turut berpartisipasi dalam memberi pengaruh pada kehidupan masyarakat mereka. Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses yang selalu bersumber pada keswadayaan lokal serta mengandung unsur partisipasi dan kemandirian warga. Hal ini menjadi penting untuk dikaji karena berdasarkan pengalaman, program-program pembangunan yang mengatasnamakan pemberdayaan masyarakat, pada tataran teknis di lapangan, pelaksanaan program tidak sesuai konsep pemberdayaan masyarakat. Proses perencanaan dan pengambilan 4 Hasil wawancara dengan salah satu penduduk sekitar pesantren dan salah satu perangkat desa di Desa Benteng pada Hari Kamis, 17 Januari 2008. keputusan dalam program pembangunan sering kali dilakukan dari atas ke bawah top-down. Masyarakat sering kali diikutkan tanpa diberikan pilihan dan kesempatan untuk memberi masukan. Hal ini biasanya disebabkan adanya anggapan untuk mencapai efisiensi dalam pembangunan bagi masyarakat. Masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk menganalisa kondisi dan merumuskan persoalan serta kebutuhan-kebutuhannya. Dalam visi ini masyarakat ditempatkan pada posisi yang membutuhkan bantuan dari luar. Program yang dilakukan dengan pendekatan dari atas ke bawah sering tidak berhasil dan kurang memberi manfaat kepada masyarakat, karena masyarakat kurang terlibat sehingga mereka merasa kurang bertanggung jawab terhadap program dan keberhasilannya. Demikian juga dengan program-program dalam pembangunan pertanian. Kegagalan perencanaan pembangunan top-down telah digantikan dengan perencanaan buttom up. Namun konsep perencanaan buttom up juga mengalami kegagalan disebabkan karena tidak memperhatikan aspirasi masyarakat sehingga masyarakat tidak berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan Kartasasmita, 1996 Dasar proses pemberdayaan masyarakat adalah pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang keberadaannya yang sangat luas dan berguna serta kemauan mereka untuk menjadi lebih baik. Proses ini bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, menggunakan dan mengakses sumberdaya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. 5 5 http:www.deliveri.orgGuidelinestrainingtm_7tm_7_1i.htm [diakses 27 November 2007] Berdasarkan uraian tersebut di atas, menarik untuk dilakukan analisis oleh penulis melalui penelitian dengan fokus kajian mengenai pemberdayaan masyarakat pada pengembangan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah. Melalui model pemberdayaan masyarakat, akan diketahui implementasi program pengembangan kelembagaan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah. Apakah pelaksanaan program sesuai dengan tujuan program pemberdayaan yakni mensejahterakan masyarakat dengan menggali potensi dirinya dan mengembangkan potensi tersebut secara partisipatif untuk mencapai kemandirian Nasdian, 2003.

1.2 Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Program Pengembangan Kecamatan Di Kabupaten Aceh Utara...

0 33 3

Program Pemberdayaan Perempuan Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (Kwk-Gbkp) Pada Perempuan Pengungsi Sinabung Kecamatan Payung Kabupaten Karo

2 51 132

Pemberdayaan Usaha Mikro Melalui Program Migran Masyarakat Mandiri Di Desa Kutasirna Sukabumi-Jawa Barat

0 4 94

Kajian Kelayakan Finansial Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Dan Kambing Perah Di Pesantren Darul Fallah, Ciampea Bogor

0 6 124

Evaluasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Studi Kasus Di Kecamatan Parigi Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat

0 12 188

Analisis Strategi Pengembangan Usaha Yoghurt (Studi Kasus pada Unit Peternakan Darul Fallah (Dafarm), Desa Benteng Ciampea, Bogor-Jawa Barat)

1 18 169

Strategi Pemasaran Susu Kambing (Studi Kasus Usaha Peternakan Pesantren Pertanian Darul Fallah Kota Bogor, Jawa Barat)

4 67 155

Analisis gender dalam penyelenggaraan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan (kasus di desa Kemang, kecamatan Bojongpicung kabupaten Cianjur, provinsi Jawa Barat)

0 4 198

Partisipasi masyarakat miskin terhadap penanggulangan kemiskinan dalam program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri (PNPM-M) perkotaan di Desa Cadasngampar, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat

0 5 120

Partisipasi Masyarakat Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri Di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor

0 4 94