Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

proyek dimana siswa diharapkan bisa mengidentifikasi suatu fenomena yang menjadi permasalahan yang diberikan oleh guru lalu siswa menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan apa yang siswa pahami. Fenomena yang diberikan bertujuan agar siswa mampu menjelaskan temuan pada fenomena tersebut dan siswa mampu merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan berdasarkan fenomena yang telah dipahami. Fenomena yang diberikan adalah bagaimana gejala-gejala yang ditimbulkan larutan garam pada alat uji elektrolit. Pencapaian indikator memfokuskan pertanyaan ini diukur melalui soal tes tertulis nomor 1lampiran 2. Berdasarkan analisis tes essay, siswa mampu menjelaskan temuan dan merumuskan masalah berdasarkan pada fenomena yang telah dipahami dengan persentase secara keseluruhan ada pada kategori baik. Berdasarkan gambar diatas, pencapaian keterampilan memfokuskan pertanyaan pada siswa kelompok tinggi dengan kategori sangat baik, pada kelompok sedang dengan kategori baik, dan pada kelompok rendah dengan kategori cukup. Persentase tersebut menunjukan bahwa kelompok tinggi dan kelompok sedang dapat mengembangkan sub keterampilan memfokuskan pertanyaan. Kelompok rendah belum mampu mengembangkan sub keterampilan ini. Meskipun model pembelajaran berbasis proyek mampu dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dibandingkan dengan model konvensional, tetapi data statistik menunjukkan bahwa kelompok rendah dikatakan belum mencapai kategori sangat baik. Hal ini karena siswa belum terbiasa belajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis proyek. Selama ini proses pembelajaran dikelas berpusat pada guru, siswa belum terampil dalam menghadapi sebuah pertanyaan atau masalah atau tugas yang kompleks berupa tugas proyek sehingga mereka dituntut untuk menyelesaikannya dalam waktu yang telah ditentukan. Akibat budaya belajar dikelas yang kurang baik ini siswa tidak mengerahkan semua kemampuan dan interaksinya dalam menyelesaikan tugas proyek. Faktor lain yang mempengaruhi adalah motivasi intrinsik setiap siswa yang berbeda-beda. Siswa yang memiliki motivasi intrinsik tinggi berusaha menyelesaikan tugas proyek yang diberikan guru secara optimal sedangkan siswa dengan motivasi intrinsik rendah hanya sekedar saja dalam melakukan diskusi untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Disisi lain, jika ditinjau dari soalpertanyaan yang diberikan setelah kegiatan proses pembelajaran, soalpertanyaan tersebut memuat sebuah fenomena tentang bagaimana gejala-gejala yang ditimbulkan larutan garam pada alat uji elektrolit dan siswa diminta untuk merumuskan temuan itu kedalam sebuah pertanyaan. Jenis soal ini lah yang membingungkan siswa dalam menjawab pertanyaan tersebut, karena siswa belum terbiasa dengan jenis soal yang memerlukan kemampuan berpikir kritis. Hal ini pun sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chee Coy, faktor yang mempengaruhi siswa belum bisa mengembangkan keterampilan berpikir kritis adalah mereka tidak pernah dilatih untuk berpikir kritis diawal pendidikan mereka, sehingga mereka memiliki prilaku pasif didalam kelas, mereka tidak memiliki penguasaan bahasa atau kepercayaan diri untuk berpikir kritis, dan mereka hanya berorientasi pada latihan soal saja. 5 2 Indikator Menganalisis Argumen Indikator keterampilan berpikir kritis yang kedua adalah menganalisis argumen. Pada tahapan pelaksanaan proyek ini terdapat kegiatan merangsang semangat dan perhatian para siswa, sehingga guru memberikan pertanyaan kemudian para siswa menganalisis pertanyaan tersebut. Dalam tes essay, siswa diharapkan mampu menjelaskan perbedaan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh tiga jenis larutan elektrolitkuatlemah dan nonelektrolit. Pencapaian indikator menganalisis argumen ini diukur melalui soal tes tertulis nomor 4lampiran 2. Pencapaian sub keterampilan ini secara keseluruhan berada pada kategori sangat baik. Pencapaian keterampilan menganalisis argumen pada 5 S Chee Choy Phaik Kin Cheah. Teacher Perceptions Of Critical Thinking Among Students and Its Influence on Higher Education. Journal of teaching and learning in higher education. 2009. Vol.20 No. 2, h.202 siswa kelompok tinggi dengan kategori sangat baik, pada kelompok sedang dengan kategori sangat baik, dan pada kelompok rendah dengan kategori sangat baik. Persentase tersebut menunjukan bahwa kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah dapat mengembangkan sub keterampilan menganalisis argumen. Pencapaian ini berada pada kategori sangat baik disebabkan karena penerapan model pembelajaran berbasis proyek di dalam kelas, pada saat tahap penyelidikan terbimbing dan pembuatan produk siswa belajar konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek dan siswa melakukan praktikum sehingga siswa dituntut untuk mengerahkan seluruh kemampuan berpikirnya secara optimal, pada tahapan ini juga setiap kelompok dituntut untuk saling berdiskusi dengan sesama timnya yang akan berakibat kepada siswa yang berkognitif rendah akan memahami lebih dalam dari proses diskusi tersebut. Selain itu, dikarenakan penyebaran siswa pada setiap kelompok merata, artinya disetiap kelompok terdapat siswa yang berlevel kognitif tinggi, sedang, dan rendah, sehingga mengakibatkan siswa yang berlevel kognitif rendah mampu menganalisis argumen dari soalpertanyaan yang diberikan guru dengan baik. Jika ditinjau dari jenis soalpertanyaan yang diberikan, soal ini memuat perbedaan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh tiga jenis larutan elektrolitkuatlemah dan nonelektrolit, setelah melihat jawaban siswa, mereka cenderung mampu menjawab soal tersebut dengan baik. Hal ini lah yang menyebabkan kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah mencapai kategori sangat baik. Hal ini pun sejalan dengan hasil observasi yang dilakukan pada saat proses pembelajaran didalam kelas dan laboratorium, semua kelompok siswa memperoleh kategori sangat baik. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap para siswa diketahui bahwa selama proses pembelajaran beberapa siswa berperan aktif dalam menjelaskan contoh larutan elektrolit setelah mereka melihat video yang ditayangkan. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara diperoleh jawaban sebagai berikut: Tanya: “Pada soal nomor 2, Bagaimana kamu mampu menjawab soal mengenai gejala-gejala yang ditimbulkan oleh larutan? Apakah kamu mengalami kesulitan?”. Jawaban siswa kelompok tinggi :”Saya menjawab soal ini karena saya paham dengan soal ini dan karena sudah membaca serta praktek, kak. Saya juga tidak mengalami kesulitan.” Jawaban siswa kelompok sedang: ”Saya sudah membaca LKS yang diberikan kaka dan sudah praktikum, jadi saya ngerti pertanyaannya. Dan saya tidak mengalami kesulitan.” Jawaban siswa kelompok rendah: ”Saya bisa menjawab soal ini karena sebelumnya kaka menayangkan video, jadi saya masih ingat gejala larutannya dan karena saya juga sudah praktikum. Dan saya tidak mengalamai kesulita n.” 3 Indikator Bertanya dan Menjawab Pertanyaan Indikator keterampilan berpikir kritis yang ketiga adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Pada tahapan perencanaan proyek, guru menampilkan tayangan video daya hantar listrik larutan, dalam kegiatan ini siswa dirangsang untuk bertanya hal-hal yang tidak dipahami kepada guru. Pada soal essay yang memuat indikator ini siswa diharapkan mampu memberikan penjelasan sederhana tentang penyebab senyawa kovalen polar dalam bentuk larutan dan senyawa ion dalam bentuk lelehanlarutan mampu menghantarkan listrik. Pencapaian indikator bertanya dan menjawab pertanyaan ini diukur melalui soal tes tertulis nomor 7lampiran 2. Pencapaian sub keterampilan ini secara keseluruhan berada pada kategori cukup. Pencapaian keterampilan bertanya dan menjawab pertanyaan pada siswa kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah dengan kategori cukup. Pencapaian ini berada pada kategori cukup disebabkan karena penerapan model pembelajaran berbasis proyek di dalam kelas, pada saat tahapan perencanaan proyek guru membagikan lembar proyek dan lembar kerja siswa, siswa merasa termotivasi untuk menjawab setiap pertanyaan yang terdapat dalam lembar kerja siswa dan lembar proyek bersama kelompok mereka dan setiap anggota kelompok merasa penasaran dengan pertanyaan yang kurang dipahami sehingga mereka bertanya kepada guru. Namun, ketika guru memberikan post test, data statistik menunjukkan ketiga kelompok ini berada pada kategori cukup. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya disebabkan karena faktor diri dan faktor lingkungan. Faktor diri bisa saja terlihat pada penguasaan konsep materi prasyarat siswa yang belum baik, yaitu mengenai ikatan kimia, sehingga siswa tidak dapat menjawab pertanyaan yang diberikan dengan baik. Selain itu, pada saat proses pembelajaran, terdapat beberapa siswa yang kurang aktif ketika proses diskusi bersama tim kelompoknya, sehingga membuat sebagian siswa kurang memahami konsep yang diajarkan. Sebagian siswa yang salah dalam menjawab saat diminta untuk menjelaskan penyebab larutan elektrolit NaOHHCl dalam senyawa ion dan senyawa kovalen polar yang mampu menghantarkan arus listrik. Sebagian besar siswa hanya mampu menjawab bahwa penyebab larutan tersebut adalah karena termasuk kedalam elektrolit kuat dan elektrolit lemah. Di ketahui bahwa masih banyak siswa yang belum memahami konsep larutan elektrolit berupa senyawa ion dan senyawa kovalen polar. Hal ini pun sesuai dengan hasil wawancara yang menunjukkan masih terdapat siswa yang kesulitan dalam menjawab soal ini. Tanya:”Pada soal nomor 3, bagaimana cara kamu menjawab soal ini?Apakah kamu mengalamai kesulitan?” Kelompok Tinggi :”Saya sebenarnya bingung jawabnya kak, untuk soal ini saya lumayan mengalami sedikit kesulitan.” Kelompok Sedang: ”Saya bisa menjawab ini dari lks yang sudah dibaca, dan lumayan sedikit bingung soalnya.” Kelompok Rendah: ”Saya bisa menjawab soal ini karena sudah praktek kak, lumayan sulit .” 4 Indikator Mempertimbangkan Kredibilitas kriteria suatu sumber Indikator keterampilan berpikir kritis siswa yang keempat adalah mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber. Pada soal essay yang memuat indikator ini siswa diharapkan mampu untuk mempertimbangkan penggunaan prosedur yang tepat dengan membuat prosedur atau langkah kerja pengujian daya hantar listrik larutan NaOH. Pencapaian indikator mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak ini diukur melalui soal essay nomor 10lampiran 2. Pencapaian sub keterampilan ini secara keseluruhan berada pada kategori sangat baik. Pencapaian keterampilan mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak pada siswa kelompok tinggi dengan kategori sangat baik, pada kelompok sedang dengan kategori sangat baik, dan pada kelompok rendah dengan kategori sangat baik. Pencapaian ini berada pada kategori sangat baik disebabkan karena penerapan model pembelajaran berbasis proyek di dalam kelas, pada saat tahapan perencanaan proyek, siswa berdiskusi dan didorong untuk membuat sebuah proyek membuat alat uji elektrolit bersama tim kelompok dengan mengisi lembar proyek yang telah disediakan guru, pada tahapan ini siswa dituntut untuk membaca beberapa sumber referensi bukuinternet agar mampu membuat alat uji elektrolit dan mampu melakukan praktikum sederhana pada pertemuan berikutnya sehingga mereka merasa terpacu untuk merencanakan proyek di lembar proyek dengan baiklengkap dan tepat waktu. Jika ditinjau dari hasil observasi pada saat proses pembelajaran di laboratorium siswa menyiapkan alat dan bahan dengan lengkap dan benar, membuat dan merancang alat uji elektrolit sesuai yang ditugaskan, hal inilah yang menyebabkan siswa mengerahkan segala kemampuan berpikirnya sehingga mampu menjawab soalpertanyaan dengan sangat baik. Hal ini di dukung dengan hasil wawancara kepada masing-masing kelompok siswa. Tanya:” Pada soal nomor 4, Bagaimana kamu bisa menjawab soal mengenai penulisan prosedur kerja pengujian daya hantar listrik pada larutan NaOH?. Apakah kamu mengalami kesulitan dalam menjawab soal ini?” Jawaban siswa kelompok tinggi :”Saya bisa menjawab soal ini karena saya pernah praktikum dengan kakak dan membaca LKS, dan saya tidak merasa kesulitan? Jawaban siswa kelompok sedang: ”Saya sudah praktikum dan mengisi lks yang kaka berikan, jadi saya mengerti dalam menulis prosedur kerja dan saya tida kesulitan kak.” Jawaban siswa kelompok rendah: ”Saya sudah praktikum, jadi saya tahu kak.” 5 Mengobservasi dan melaporkan hasil observasi Indikator keterampilan berpikir kritis yang kelima adalah mengobservasi dan mempertimbangkan laporan observasi. Pada indikator ini, kegiatan siswa yang dianalisis pada lembar observasi adalah mengamati gejala hantaran arus listrik yang timbul pada alat uji elektrolit yang terdapat pada video, melaporkan hasil pencarian di googlebuku mengenai proyek yang akan dibuat, menyampaikan hasil diskusi kelompok tentang proyek yang akan dibuat, mengamati gejala-gejala yang terjadi pada larutan elektrolit kuatlemah maupun larutan nonelektrolit pada saat praktikum sederhana, dan mencatat data hasil pengamatan. Pencapaian sub keterampilan ini secara keseluruhan berada pada kategori sangat baik. Pencapaian keterampilan mengobservasi dan mempertimbangkan laporan observasi pada siswa kelompok tinggi dengan kategori sangat baik, pada kelompok sedang dengan kategori sangat baik, dan pada kelompok rendah dengan kategori sangat baik. Persentase tersebut menunjukan bahwa kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah dapat mengembangkan sub keterampilan ini dengan sangat baik. Ketercapaian indikator keterampilan berpikir kritis ini terlihat pada pertemuan pertama yaitu tahap perencanaan dan pertemuan kedua yaitu tahap pelaksanaan proyek dan tahap penyelidikan terbimbing pembuatan produk. Pada tahap perencanaan ini siswa distimulus untuk mengamati gejala hantaran arus listrik yang timbul pada alat uji elektrolit yang terdapat pada video, dan membawa sebuah proyek alat uji elektrolit, setelah itu alat uji elektrolit ini digunakan untuk menguji berbagai larutan. Pada tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan proyek ini siswa diberikan kesempatan untuk mengamati secara langsung gejala-gejala yang ditimbulkan pada alat uji elektrolit sehingga siswa mampu melaporkan hasil observasinya. Keadaan ini menggambarkan bahwa dengan model pembelajaran berbasis proyek siswa dapat mencapai keterampilan mengobservasi dan melaporkan hasil observasi dengan baik. Melalui melakukan proses kegiatan pembelajaran ini, siswa mampu berpikir kritis dengan baik. Hal ini pun sejalan dengan teori yang dijelaskan oleh Zulfiani bahwa praktikum diyakini sebagai metode yang paling tepat dalam mengajarkan konsep-konsep sains, karena sains berasal dari hal-hal yang bersifat fakta. 6 Seseorang belajar jauh lebih baik melalui keterlibatannya secara aktif dalam proses belajar, yakni berpikir tentang apa yang dipelajari kemudian menerapkan apa yang telah dipelajari dalam situasi nyata. 7 Metode pembelajaran ini pun dapat mendukung pembelajaran berbasis proyek didalam kelas. Hal ini pun didukung oleh jawaban siswa pada lembar kerja siswa saat melakukan kegiatan pembelajaran, mereka aktif berdiskusi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada lks tersebut. Di dalam lembar kerja siswa terdapat perintah untuk menuliskan hasil pengamatan saat menguji alat uji elektrolit. 6 Zulfiani, dkk, Strategi Pembelajaran Sains, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009, h. 104. 7 Ida Ayu Kade Sastrika, “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Pemahaman Konsep Kimia Dan Keterampilan Berpikir Kritis ” e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA Vol. 3 Tahun 2013 h.7 6 Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi Indikator keterampilan berpikir kritis yang keenam adalah mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi. Keterampilan mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi adalah keterampilan dalam menggunakan teori yang telah dipelajari sebelumnya. Pada soal essay yang memuat indikator ini siswa diharapkan mampu untuk menyatakan tafsiran dengan diberikannya soal mengenai alasan air buah jeruk mampu menghantarkan arus listrik. Pencapaian indikator mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi ini diukur melalui soal essay nomor 21lampiran 2. Pencapaian sub keterampilan ini secara keseluruhan berada pada kategori cukup. Pencapaian ini berada pada kategori cukup disebabkan karena penerapan model pembelajaran berbasis proyek di dalam kelas, pada saat tahapan kesimpulan proyek terdapat kegiatan pameran alat uji elektrolit didepan kelas. Siswa dituntut untuk menjelaskan alat uji elektrolit tersebut. Pencapaian keterampilan mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi pada siswa kelompok tinggi dengan kategori cukup, pada kelompok sedang dengan kategori baik, dan pada kelompok rendah dengan kategori baik. Perbedaan data statistik dari setiap kelompok siswa ini disebabkan karena faktor dalam diri siswa, salah satu faktor ini adalah rendahnya kemampuan logika yang dimiliki sebagian siswa, hal ini dibuktikan saat mengerjakan soal-soal keterampilan berpikir kritis, sebagian siswa yang mengeluh dan bertanya tentang maksud soal ini dan siswa belum mampu menghubungkan konsep prasyarat dengan konsep yang sedang dipelajari. Padahal jika siswa membaca dengan seksama dan bersabar dalam memahami soal ini, sebagian siswa akan mampu menjawabnya secara tepat. Berikut ini hasil wawancara yang akan memperkuat alasan mengapa sub keterampilan ini dalam kategori cukup. Tanya:”Pada soal nomor 5, bagaimana kamu bisa menjawab soal ini? Apakah kamu mengalami kesulitan?” Kelompok Tinggi:”Saya hanya tahu kalau air jeruk itu elektrolit lemah karena sudah praktek, dan sedikit sulit. Kelompok Sedang:”Saya bisa karena sudah mencoba air jeruk saat di lab.” Kelompok Rendah:”Saya bisa karena sudah praktek kak.” Berdasarkan hasil wawancara diatas, beberapa siswa hanya mengetahui bahwa air jeruk termasuk larutan elektrolit lemah saja namun tidak mengetahui mengapa penyebab air jeruk tersebut bersifat elektrolit lemah. Hal ini disebabkan karena siswa belum mampu mengetahui cara menghubungkan materi prasyarat dengan materi yang sedang dipelajari sehingga mereka mengalami sedikit kesuliitan. 7 Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi Indikator keterampilan berpikir kritis siswa yang ketujuh adalah menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi. Keterampilan menginduksi adalah kemampuan siswa dalam menarik kesimpulan berdasarkan keadaan-keadaan yang khusus untuk diperlakukan secara umum. Pada soal essay yang memuat indikator ini siswa diharapkan mampu membuat kesimpulan pengelompokkan larutan elektrolit kedalam larutan elektrolit kuatlemah dan larutan nonelektrolit. Pencapaian indikator menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi ini diukur melalui soal essay nomor 12 lampiran 2 . Pencapaian sub keterampilan ini secara keseluruhan berada pada kategori sangat baik. Pencapaian ini berada pada kategori sangat baik disebabkan karena penerapan model pembelajaran berbasis proyek di dalam kelas, pada saat tahapan pelaksanaan proyek penyebaran siswa pada setiap kelompok merata, artinya disetiap kelompok terdapat siswa yang berlevel kognitif tinggi, sedang, dan rendah, sehingga mengakibatkan siswa yang berlevel kognitif rendah mampu menjawab soal menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi yang diberikan guru dengan baik. Selain itu, hal ini pun teramati pada saat diskusi berlangsung, dengan adanya diskusi dalam pembelajaran ini memberikan siswa yang berada pada kelompok tinggi, sedang dan rendah saling membantu untuk memahami konsep materi ini dan mereka pun bisa untuk menarik kesimpulan berdasarkan keadaan-keadaan yang khusus untuk diperlakukan secara umum. Selain itu, dikarenakan siswa telah mengalami pengalaman praktikum dilaboratorium, sehingga memudahkan siswa dalam menjawab atau menyimpulkan soal ini. Menurut Sanjaya, kemampuan berpikir logis akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalaman. 8 Hal ini pun didukung oleh hasil wawancara kepada siswa sebagai berikut ini: Tanya :”Pada soal nomor 7, bagaimana kamu bisa menjawab soal mengenai membuat kesimpulan larutan elektrolit yang disajikan dalam sebuah tabel? Apakah kamu mengalami kesulitan?” Jawaban kelompok tinggi :”Kan saya sudah belajar kak dan sudah praktik juga, dan tidak mengalami kesuli tan.” Jawaban kelompok sedang: ”Ya bisa aja kak, karna sudah diskusi sama temen- temen pas praktek dan mudah kak soalnya.” Jawaban kelompok rendah:”Kan sudah belajar dan baca lks, jadi saya tahu kak dan tidak mengalami kesulitan.” 8 Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan Indikator keterampilan berpikir kritis siswa yang kedelapan adalah membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan. Pada soal essay yang memuat indikator ini siswa diharapkan mampu menerapkan prinsip-prinsip dengan mengelompokkan berbagai larutan ke dalam larutan elektrolit kuatlemahdan larutan non elektrolit. Pencapaian indikator membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan ini diukur melalui soal essay nomor 13 lampiran 2. Pencapaian sub keterampilan ini secara keseluruhan berada pada kategori sangat baik. Pencapaian ini berada pada kategori sangat baik disebabkan karena penerapan model pembelajaran berbasis proyek di 8 Wina Sanjaya, Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan, Jakarta: Kencana Pranada Media, 2011, h. 204. dalam kelas, pada saat tahap penyelidikan terbimbing dan pembuatan produk. Hal ini dapat teramati pada saat berdiskusi dikelas, siswa dituntut agar mampu secara cepat memperoleh informasi melalui sumber-sumber informasi, saat mereka mampu menemukan informasi yang tepat secara otomatis siswa mampu membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan dengan baik. Jika ditinjau dari jawaban siswa terhadap soal mengenai mengelompokkan larutan kedalam larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan larutan elektrolit kuat, ada beberapa larutan yang belum dipraktekkan namun mereka mengetahui pengelompokkan larutan tersebut, hal ini pun sudah menunjukkan bahwa siswa membaca informasi didalam buku atau di internet saat proses pembelajaran. 9 Mendefinisikan istilah, dan mempertimbangkan definisi Indikator keterampilan berpikir kritis siswa yang kesembilan adalah mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi. Pada tes soal essay, siswa diharapkan mampu memberikan strategi definisi tindakan mengidentifikasi persamaan dengan menjawab soal mengenai peristiwa hantaran listrik dan siswa diminta untuk menghubungkan peristiwa tersebut. Pencapaian indikator mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan hasil induksi ini diukur pada soal essay nomor 15 lampiran 2. Pencapaian sub keterampilan ini secara keseluruhan berada pada kategori sangat baik. Pencapaian ini berada pada kategori sangat baik disebabkan karena penerapan model pembelajaran berbasis proyek di dalam kelas, pada saat tahapan kesimpulan proyek siswa didorong agar mampu menjelaskan kembali materi yang berkaitan dengan larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit. Pada saat tahap perencanaan proyek atau pada saat proses pembelajaran berlangsung, guru meminta setiap perwakilan kelompok untuk mengemukakan definisi larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit setelah penayangan video usai dan hasilnya siswa mampu mendefiniskan larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit dengan baik. Selain itu, pada tes essay pun siswa mampu menjawab soal tersebut dengan baik. 10 Mengidentifikasi Asumsi Indikator keterampilan berpikir kritis yang kesepuluh adalah mengidentifikasi asumsi. Menurut Jhonson, asumsi adalah ide-ide yang kita terima apa adanya. 9 Pencapaian indikator mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan hasil induksi ini diukur pada soal essay nomor 17 lampiran 2. Pada tes essay, siswa diharapkan mampu merekonstruksi argumen mengenai penyebab larutan elektrolit itu kuat dan lemah. Pencapaian sub keterampilan ini secara keseluruhan berada pada kategori kurang. Indikator ini merupakan indikator dengan persentase terendah jika dibandingkan dengan indikator keterampilan berpikir kritis yang lain. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Fitria Takhlisi, keterampilan mengidentifikasi asumsi memiliki kategori yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian ini. Rendahnya keterampilan berpikir kritis ini disebabkan karena terdapat beberapa siswa yang tidak aktif saat praktikum dan ada beberapa siswa yang tidak ikut berkontribusi dalam membuat alat uji elektrolit terutama saat mencari informasi di internet atau buku. Sehingga siswa kurang memahami konsep mengenai penyebab larutan elektrolit itu bisa bersifat kuat dan lemah. Hal ini, dibuktikan dengan hasil wawancara kepada siswa. Tanya:”Pada soal nomor 9, Bagaimana kamu bisa menjawab soal ini?Apakah kamu mengalami kesulitan? Jawaban Kelompok Tinggi:”Lumayan bisa karena sudah praktikum, tapi saya belum tahu penyebabnya kak” Jawaban Kelompok Sedang: ”Saya bingung kak alasannya.” Jawaban Kelompok Rendah: ”Saya bingung alasannya kak.” 9 Elaine B jhonson, Contextual Teaching Learning Menjadikan Kegiatan Belajar- Mengajar Mengasyikan dan Bermakna, Bandung: Mizan Learning Center, 2006, h. 195. 11 Memutuskan Suatu Tindakan Indikator keterampilan berpikir kritis yang kesebalas adalah memutuskan suatu tindakan. Pada indikator ini siswa diharapkan mampu memilih kriteria untuk mempertimbangkan solusi yang memungkinkan atau memutuskan hal-hal yang diinginkan. Pencapaian indikator mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan hasil induksi ini diukur pada soal essay nomor 19 lampiran 2. Pencapaian sub keterampilan ini secara keseluruhan berada pada kategori baik. Pencapaian ini berada pada kategori baik disebabkan karena penerapan model pembelajaran berbasis proyek di dalam kelas, pada saat tahap penyelidikan terbimbing dan pembuatan produk. Pada tes essay yang memuat indikator ini siswa diharapkan mampu untuk memutuskan suatu tindakan jika diberikan soal yang memuat sebuah fenomena tentang gardu- gardu listrik yang terendam oleh air banjir. Secara keseluruhan siswa mampu menjawab dengan baik pertanyaan tersebut. Hal ini disebabkan karena tes essay ini memuat sebuah fenomena yang pernah dilihat atau dialami oleh para siswa, sehingga memudahkan siswa untuk berpikir kritis terutama dalam hal memutuskan suatu tindakan. 12 Berinteraksi dengan orang lain Indikator keterampilan berpikir kritis siswa yang kedua belas adalah berinteraksi dengan orang lain. Pada indikator ini, siswa diharapkan mampu melakukan diskusi kelompok mengenai materi yang dipelajari terutama saat membuat sebuah proyek, mengisi lembar kerja siswa, melakukan kegiatan praktikum, dan saat mempersentasikan alat uji elektrolit serta mempersentasikan poster hasil praktikum bersama tim kelompoknya. Pencapaian sub keterampilan ini secara keseluruhan berada pada kategori sangat baik. Ketercapaian keterampilan ini dapat teramati pada saat siswa melakukan pembelajaran didalam kelas dan di laboratorium, dari hasil pengamatan terlihat bahwa siswa berdiskusi pada tahap perencanaan proyek sampai tahap kesimpulan proyek dan munculnya keterampilan ini pada saat guru menayangkan video, saat memberikan lks, saat memberikan lembar proyek, saat pembuatan proyek dan praktikum. Setiap kelompok siswa yang terdiri dari kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah ini bekerja sama dalam satu tim untuk membuat satu proyek yang harus diselesaikan dalam jangka waktu lima hari dan secara otomatis setiap anggota tim saling bertukar ide atau membagi tugas. Hal ini terbukti dari hasil penilaian sejawatsesama siswa yang menjelaskan bahwa mereka mampu belajar secara mandiri. Keadaan ini membuktikan bahwa model pembelajaran berbasis proyek ini dapat membantu siswa untuk mencapai keterampilan berinteraksi dengan orang lain dengan kategori sangat baik, sebab model ini memiliki prinsip otonomi yaitu menuntut siswa untuk belajar mandiri saat melaksanakan proses pembelajaran dan dalam hal ini guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator untuk mendorong tumbuhnya kemandirian siswa, sehingga siswa dipacu untuk berdiskusi dengan kelompok lain untuk menyelesaikan tugas proyek yang diberikan oleh guru. Berdasarkan data hasil tes essay keterampilan berpikir kritis, dan lembar observasi dapat diketahui bahwa rata-rata pencapaian keterampilan seluruh siswa termasuk dalam kategori baik. Pencapaian indikator keterampilan berpikir kritis yang tertinggi diperoleh oleh indikator menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi dengan kategori sangat baik, sedangkan pencapaian indikator keterampilan berpikir kritis yang terendah diperoleh oleh indikator mengidentifikasi asumsi. Rendahnya indikator ini disebabkan karena terdapat beberapa siswa yang tidak aktif saat praktikum dan ada beberapa siswa yang tidak ikut berkontribusi dalam membuat alat uji elektrolit terutama saat mencari informasi di internet atau buku. Sehingga siswa kurang memahami konsep mengenai penyebab larutan elektrolit itu bisa bersifat kuat dan lemah. Hal ini pun senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Gebi Dwiyanti dan Siti Darsati bahwa aspek keterampilan berpikir kritis yang keempat itu tergolong kurang karena disebabkan oleh penguasaan konsep prasyarat siswa yang tidak baik, sehingga siswa tidak dapat memberikan penjelasan dengan baik. Alasan yang lain adalah siswa tidak dapat menghubungkan konsep-konsep yang telah dimiliki dan tidak dapat mengaitkannya dengan suatu fenomena yang terjadi pada praktikum yang dilakukan. 10 Model pembelajaran berbasis proyek mampu meningkatkan motivasi belajar dan siswa sangat tekun, berusaha keras untuk menyelesaikan proyek, siswa merasa lebih bergairah dalam pembelajaran, dan dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian Sri Wahyuni yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran berbasis proyek terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. Hal yang sama pun dikemukakan oleh Fitri Takhlisi yang menjelaskan pembelajaran inquiri terbimbing dapat menciptakan suasana pembelajaran yang membuat siswa aktif dan dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa 11 . Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani Dwi Astuti pun menjelaskan bahwa pencapaian keterampilan berpikir kritis seluruh siswa secara umum dikatakan baik dengan menggunakan pembelajaran Learning Cycle tipe Hypotetical Dedustive. 12 10 Gebi Dwiyanti dan Siti Darsati. Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sma Kelas X Dan Xi Pada Pembelajaran Kimia Menggunakan Metoda Praktikum. Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. h. 6. Di unduh dari http:file.upi.eduDirektoriFPMIPAJUR._PEND._KIMIA195603231981012- SITI_DARSATIMakalah_Semnaskim.pdf 11 Fitria, Takhlisi. Analisis keterampilan berpikir kritis dalam model pembelajaran inquiryguided inquiry pada materi larutan elektrolit dan larutan non elektrolit. h. 74. 12 Oktaviani dwi astuti. Analisis keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran learning cycle tipe hypothetical deductive. h. 67. 88

BAB V KESIMPULAN SARAN

A. Kesimpulan

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas keterampilan berpikir kritis siswa kelas X-MIA setelah diterapkannya model pembelajaran berbasis proyek dan untuk mengetahui perbedaan kualitas keterampilan berpikir kritis setelah penerapan model pembelajaran berbasis proyek. Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pembahasan pada bab IV, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Secara keseluruhan kualitas keterampilan berpikir kritis untuk setiap kelompok siswa tinggi, sedang, dan rendah tergolong baik dan dapat dikembangkan secara optimal. 2. Terdapat perbedaan Kualitas keterampilan berpikir kritis pada kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah. Indikator bertanya dan menjawab pertanyaan; Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi; Mengidentifikasi asumsi.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti merekomendasikan saran sebagai berikut: 1. Bagi Guru : a. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis proyek disarankan lebih sering diterapkan karena dapat melatih keterampilan berpikir kritis siswa. b. Jika guru akan menerapkan model pembelajaran berbasis proyek, hendaknya memperhatikan karakteristik siswa yang akan diajarkan misalnya siswa yang memiliki karakter pekerja kerassemangattekun dalam belajar, karakteristik materi yang akan diajarkan sebaiknya bersifat kontekstual agar siswa tidak kesulitan dalam menerapkan konsep menjadi suatu proyek, jenis proyek yang akan diberikan kepada siswa harus sesuai dengan kemampuan siswa, alokasi waktu dalam menerapkan model pembelajaran berbasis proyek harus cukup agar proses pembelajarn dikelas menjadi efektif dan efisien. 2. Bagi peneliti selanjutnya a. Perlu dilakukan penelitian pada materi pembelajaran kimia yang lainnya yang berpotensi dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa. b. Pada saat pembuatan proyek sebaiknya peneliti terus memantau perkembangan kemajuan proyek tersebut agar semangat siswa semakin menggebu. 90 DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Pembelajaran yang Mengembangkan Critical Thinking. Departemen Pendidikan Nasional. Arifin, Zaenal. 2010. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Baker, Erica. 2011. Project-Bades Learning Model: Relevant Learning for the 21st Century. Amerika: Pacific Education Insttitute. Bono, Edward de. 2007. Revolusi Berpikir Edward De Bono:Belajar Berpikir Canggih dan Kreatif dalam Memecahkan masalah dan Memantik Ide-ide Baru. Bandung: Kaifa. Daryanto. 2013. Strategi dan Tahapan Mengajar Bekal Keterampilan Dasar bagi Guru. Bandung: Yrama Widya. Educational Technology Division Ministry of Education. 2006. Project Based Learning Handbook “Educating the Millennial Learner”. Kuala Lumpur: Communication and Training Sector. Elaine B, Jhonson. 2007. Contextual Teaching Learning Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Mizan Learning CenterMLC. Ennis, Robert H. 1996. Critical Thinking. New York: The New York Company. Evertson, Carolyn M. and Weinstein, Carol S eds. 2006. Handbook of Classroom Management. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers. Fisher, Alec. 2008. Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta: PT.Gelora Aksara Pratama. Gowin, D.Bob. 2005. The Art of Educating with V Diagrams. New york: Cambridge University Press.