DMAIC Define-Measure-Analyze-Improve-Control. Kerangka berpikir ini sangat penting agar permasalahan yang akan diselesaikan benar-benar akan
memberikan perbaikan yang menyeluruh kepada proses dan keuntungan perusahaan.
4.9. Analisis Pemecahan Masalah
Analisis merupakan penguraian masalah kedalam komponen-
komponennya. Analisis pemecahan masalah dilakukan terhadap pengolahan
data, yaitu pengukuran kinerja rantai pasokan dengan pendekatan SCOR dan peningkatan kinerja rantai pasokan dengan Lean Six Sigma.
4.10. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan dan saran merupakan tahap akhir dari penulisan laporan penelitian Tugas Akhir ini. Kesimpulan merupakan intisari dari hasil penelitian,
sedangkan saran merupakan usulan tindakan perbaikan yang dapat dilakukan oleh pihak perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini menjelaskan serangkaian tahap pengumpulan dan pengolahan data penelitian yang berjudul pengukuran dan peningkatan kinerja rantai
pasokan dengan pendekatan SCOR Supply Chain Operations Reference dan Lean Six Sigma
di PT. XYZ.
5.1. Define
Define merupakan tahap untuk mendefinisikan masalah dan menentukan
tema perbaikan kinerja supply chain. Pada tahap ini akan dibahas mengenai gambaran proses rantai pasokan perusahaan, gambaran proses aliran informasi
dan aliran fisik dalam proses produksi dengan value stream mapping, pengukuran kinerja rantai pasokan dengan pendekatan SCOR, penentuan metrik
kinerja yang belum mencapai target, dan identifikasi 9 waste pada proses produksi.
5.1.1. Penggambaran Proses Rantai Pasokan Perusahaan 5.1.1.1.Penggambaran Proses Bisnis dengan
Geography Map
Proses rantai pasokan perusahaan digambarkan dengan menggunakan geography map.
Tujuan penggambaran proses rantai pasokan perusahaan ini adalah untuk memudahkan pemahaman mengenai aliran rantai pasokan
Universitas Sumatera Utara
perusahaan yang dimulai dari supplier sampai customer. Geography map rantai pasokan PT. XYZ dapat dilihat pada Gambar 5.1.
Universitas Sumatera Utara
V-3
Gambar 5.1. Geography Map PT. XYZ
Sumber: SCC PT. XYZ
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: 1 = Kanada
2 = Afrika selatan 3 = Filipina
4 = Chili 5 = Prancis
6 = Amerika 7 = Brazil
8 = Jepang 9 = Malaysia
10 = Surabaya 11 = Korea
12 = Jakarta 13 = Bandar lampung
14 = Medan 15 = India
16 = Lokasi PT. XYZ Medan
17 = Jawa Tengah 18 = Bekasi
19 = Pematang siantar
20 = Malaysia 21 = Kamboja
Melalui Gambar 5.1 dapat dilihat beberapa negara dan kota yang menjadi negara asal supplier untuk PT. XYZ. Tidak semua supplier tersebut merupakan
supplier tetap, dikarenakan perusahaan hanya memilih salah satu supplier untuk
satu kali pemesanan. Seluruh supplier tersebut menjadi alternatif dan saling bersaing untuk mendapatkan order dari perusahaan.
PT. XYZ akan memilih supplier atas kriteria harga, kualitas, dan syarat pembayaran. Misalnya, supplier asal Kanada telah memenuhi seluruh kriteria
untuk pemesanan bahan bubur kertas pada bulan Januari, maka hanya supplier tersebut yang dipilih untuk pemesanan bahan bubur kertas. Beberapa supplier
dan jenis bahan yang disediakan dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Beberapa Negara dan Kota Asal Supplier PT. XYZ
Negara dan Kota Asal Jenis Bahan
Kanada Bubur kertas
Afrika selatan Bubur kertas
Filipina Bubur kertas
Chilli Bubur kertas
Prancis Bubur kertas,
chemical, dan deformer
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.1. Beberapa Negara dan Kota Asal Supplier PT. XYZ Lanjutan
Negara dan Kota Asal Jenis Bahan
Amerika Bubur kertas
Brazil Bubur kertas
Jepang CaCO
3
dan chemical Malaysia CaCO
3
Yogyakarta CaCO
3
Korea Chemical
Jakarta Chemical
Bandar lampung Chemical
Tangerang Chemical
dan deformer Medan
Chemical India
Chemical
Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ
Melalui Gambar 5.1, juga dapat dilihat beberapa kota dan negara yang menjadi customer PT. XYZ. Beberapa kota tersebut diantaranya adalah Kudus,
Malang, Sidoarjo, dan Surabaya yang terletak di wilayah Jawa Timur. Selain itu, juga terdapat kota Bekasi, Pematang Siantar, dan Medan. Produk PT. XYZ juga
telah dikirim ke luar negeri, diantaranya adalah ke negara Malaysia dan Kamboja.
Proses bisnis yang menunjukkan hubungan antara supplier, perusahaan PT. XYZ, dan customer dijelaskan sebagai berikut:
P1 = Plan supply chain P2 = Plan source
P3 = Plan make P4 = Plan deliver
P5 = Plan return S1 = Source stocked product
M2 = Make to order D2 = Deliver made to order
product DR1 = Return defective product
SR1 = Return defective product
Universitas Sumatera Utara
a. Proses Bisnis PT. XYZ: P1-P5, S1,M2,D2,DR1,SR1
Proses bisnis yang dijalankan PT. XYZ diawali dengan perencanaan secara menyeluruh terhadap rantai pasokan yang akan dijalankan. P1 ini menjadi
acuan terhadap pelaksanaan proses bisnis perusahaan, dimana terdapat jadwal produksi dan kuantitas produk yang telah ditetapkan dalam jangka waktu
tertentu. P2,P3,P4, dan P5 merupakan perencanaan yang lebih khusus terkait dengan tugas masing-masing kegiatan yang ditetapkan dan dijalankan oleh
Manajer serta karyawan pada masing-masing kegiatan tersebut. S1 merupakan ciri perusahaan dalam membeli bahan baku, yaitu dengan
sistem pengadaan persediaan untuk produksi selama beberapa waktu tertentu, sehingga bahan baku selalu tersedia saat dibutuhkan. M2 merupakan jenis
produksi perusahaan, yaitu berproduksi sesuai dengan permintaan pelanggan atau order. D2 merupakan ciri perusahaan dalam memproses produk untuk
merespon permintaan pelanggan. Deliver pada dasarnya terletak pada gudang atau pengiriman langsung pada pelanggan. Dalam hal ini, barang atau produk
yang tersedia dan siap untuk dikirim adalah produk yang dibuat sesuai dengan order
pelanggan. DR1 merupakan ciri perusahaan dalam menerima pengembalian produk
dari pelanggan akibat alasan tertentu, seperti adanya kecacatan produk. Dalam hal ini, pelanggan berhak mengklaim produk yang diterima tidak sesuai dengan
spesifikasi yang diinginkan jika telah diperiksa dan disampaikan kepada pihak perusahaan. Kemudian, pihak perusahaan akan menerima pengembalian produk
tersebut dan menggantinya. Sedangkan, SR1 merupakan ciri pengembalian
Universitas Sumatera Utara
produk kepada supplier. Dalam hal ini, perusahaan juga berhak mengembalikan bahan baku kepada supplier jika terdapat spesifikasi yang tidak sesuai.
b. Proses Bisnis Supplier: P4,M2,D2,DR1
P4 merupakan perencanaan terhadap kebutuhan distribusi, yaitu sesuai dengan jumlah order pelanggan. M2 merupakan jenis produksi pihak supplier,
yaitu berproduksi sesuai dengan permintaan pelanggan atau order. D2 merupakan ciri supplier dalam memproses produk untuk merespon permintaan
pelanggan. Dalam hal ini, produk yang tersedia dan siap untuk dikirim adalah produk yang dibuat sesuai dengan order pelanggan.
DR1 merupakan ciri supplier dalam menerima pengembalian produk dari pelanggan akibat alasan tertentu, seperti adanya kecacatan produk. Dalam hal
ini, perusahaan berhak mengklaim produk yang diterima tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan jika telah diperiksa dan disampaikan kepada pihak
supplier . Kemudian, pihak supplier akan menerima pengembalian produk
tersebut dan menggantinya. c.
Proses Bisnis Pelanggan Customer: P2,P5,S1,SR1 P2 merupakan perencanaan pelanggan terhadap pengadaan sumber daya
atau bahan baku. Dalam hal ini, pelanggan membuat rencana jadwal pemesanan, pengiriman, dan jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk produksi dalam
waktu tertentu. P5 merupakan perencanaan terhadap pengembalian produk dan jadwal penggantian produk tersebut.
S1 merupakan jenis pihak pelanggan dalam membeli bahan baku, yaitu dengan sistem pengadaan persediaan untuk produksi selama beberapa waktu
Universitas Sumatera Utara
tertentu, sehingga bahan baku selalu tersedia saat dibutuhkan. SR1 merupakan ciri pengembalian produk kepada supplier, yaitu PT. XYZ. Dalam hal ini,
pelanggan berhak mengklaim bahan yang diterima tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan jika telah diperiksa dan disampaikan kepada pihak
supplier PT. XYZ. Kemudian, pihak supplier akan menerima pengembalian
produk tersebut dan menggantinya.
5.1.1.2.Penggambaran Proses Bisnis dengan SCOR Thread Diagram
SCOR Thread Diagram merupakan alat yang digunakan untuk menggambarkan proses bisnis yang terdapat pada perusahaan, mulai dari
supplier hingga ke pelanggan. Penggambaran SCOR Thread Diagram ini
bertujuan untuk memudahkan dalam memahami proses bisnis yang terdapat pada perusahaan. SCOR Thread Diagram PT. XYZ dapat dilihat pada Gambar
5.2.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.2. SCOR Thread Diagram PT. XYZ
Sumber: SCC PT. XYZ
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: Aliran bahan baku sampai menjadi produk, dari supplier hingga
sampai ke customer. Aliran proses bisnis internal yang terjadi pada supplier,
perusahaan, dan customer. SCOR
Thread Diagram pada Gambar 5.2 menjelaskan aliran proses
bisnis perusahaan dengan supplier dan customer atau pelanggannya secara lebih jelas. Penggambaran proses bisnis supplier dan pelanggan tidak digambarkan
sepenuhnya dikarenakan tidak tersedia informasi mengenai hal tersebut. Proses bisnis yang digambarkan adalah proses yang langsung berhubungan dengan
pihak perusahaan.
5.1.2. Aliran Informasi
dan Aliran Fisik 5.1.2.1.Aliran Informasi Proses Bisnis
Aliran informasi dalam proses bisnis dimulai dari adanya pesanan pelanggan melalui purchase order atau manufacturing order yang ditujukan
kepada bagian customer service perusahaan. Flowchart aliran informasi di PT. XYZ dapat dilihat pada Gambar 5.3.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.3. Flowchart Aliran Informasi
Sumber: PT. XYZ
Universitas Sumatera Utara
5.1.2.2.Aliran Fisik Proses Produksi
Aliran fisik proses produksi kertas di PT. XYZ terbagi atas tiga tahap, yaitu tahap persiapan bahan, tahap pembuatan kertas di paper machine, dan
tahap penyelesaian atau finishing.. Blok diagram proses produksi kertas di PT. XYZ dapat dilihat pada Gambar
5.4. Value stream mapping untuk satu siklus proses produksi kertas di PT. XYZ dapat dilihat pada Gambar 5.5.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.4. Blok Diagram Proses Produksi Kertas
Sumber: PT. XYZ
Tahap Penyelesaian
Produk Pemotongan dan pelarutan bahan baku
Penyaringan Penghancuran dan pemecahan serat
Penguraian dan pembersihan bahan baku
Pembentukan lembaran sheet Pembersihan
Pemberian deformer Pencampuran Bahan Baku
Penggulungan jumbo roll Pengeringan
Pemberian garis horizontal Pengepresan
Pemotongan jumbo roll Pemberian logo
Bentuk Bobbin Bentuk Ream
Pengepakan Tahap
Persiapan Bahan
Tahap Pembuatan
Kertas
Tahap Penyelesaian
Produk
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.5. Value Stream Mapping untuk Satu Siklus Proses Produksi Kertas
Universitas Sumatera Utara
5.1.3. Pengukuran Kinerja Rantai Pasokan dengan Pendekatan SCOR
Atribut kinerja yang digunakan untuk pengukuran kinerja rantai pasokan PT. XYZ dengan menggunakan pendekatan SCOR adalah reliability,
responsiveness, dan flexibility. Ketiga atribut kinerja ini termasuk atribut yang
berhubungan dengan pelanggan customer facing. Metrik kinerja dalam pendekatan SCOR yang digunakan adalah metrik kinerja level 1. Pengukuran
kinerja rantai pasokan yang dilakukan menggunakan data bulan Januari sampai Juni 2013. Metrik kinerja level 1 dalam pendekatan SCOR dapat dilihat pada
Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Metrik Kinerja Level 1 dalam SCOR Kategori 1:
Customer Facing Atribut Kinerja
Metrik Kinerja Definisi
Supply chain delivery reliability
Delivery performance Persentase order terkirim sesuai jadwal
dan sepenuhnya pada pelanggan
Perfect order fulfillment Persentase order yang terkirim tepat
waktu dan sepenuhnya, sesuai dengan pesanan secara sempurna tanpa ada
kesalahan
Supply chain responsiveness
Order fulfillment lead time
Jumlah hari dari menerima pesanan sampai pengiriman pada pelanggan
Supply chain flexibility
Supply chain response time
Jumlah hari rantai pasokan untuk merespon perubahan permintaan
signifikan yang tidak terencana tanpa biaya pinalti
Production flexibility Jumlah hari untuk meraih 20
perubahan pesanan yang tidak terencana tanpa biaya pinalti
Sumber: Russell and Taylor, 2006
Nilai perbandingan yang digunakan untuk mengetahui tingkat kinerja saat ini adalah nilai benchmark dari Supply Chain Council SCC, yaitu nilai
best in class untuk setiap metrik kinerja dan nilai target yang ditetapkan oleh
Universitas Sumatera Utara
perusahaan. Nilai best in class dan target perusahaan untuk setiap metrik kinerja dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Nilai Best in Class dan Target Perusahaan
Metrik Kinerja Nilai
Best in Class SCC
Nilai Target Perusahaan
Delivery performance 93 95
Perfect order fulfillment 92,4 95
Order fulfillment lead time
135 hari 25 hari
Supply chain response time
- - Production flexibility
- -
Sumber: SCC dan PT. XYZ
Berdasarkan Tabel 5.3, maka akan diketahui apakah kinerja rantai pasokan saat ini telah mencapai target atau belum mencapai target. Metrik
kinerja yang belum mencapai target akan dijadikan sebagai objek yang akan diperbaiki untuk ditingkatkan kinerjanya dengan menggunakan Lean Six Sigma.
5.1.3.1.Pengukuran Atribut Kinerja Reliability
Reliability merupakan atribut kinerja yang mengukur kehandalan kinerja
rantai pasokan dalam memenuhi order pelanggan dan kualitas produk yang dihasilkan. Metrik kinerja pada atribut reliability adalah delivery performance
dan perfect order fulfillment. a.
Delivery Performance Delivery performance
didefinisikan sebagai persentase order terkirim sesuai jadwal dan sepenuhnya pada pelanggan. Pengukuran ini dilakukan dengan
menggunakan data purchase order dan delivery order yang dimiliki perusahaan. Perhitungan delivery performance adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
order Jumlah
delivery time
On
x 100 =
59 53
x 100 = 89,83 Hasil perhitungan delivery performance untuk bulan Januari sampai Juni
2013 dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Hasil Perhitungan Delivery Performance
Bulan Jumlah
order On time
delivery Jumlah
order terlambat
Delivery performance
Januari 59 53 6 89,83
Februari 42 36
6 85,71 Maret 49 42
7 85,71 April 62 53
9 85,48 Mei 59 51 8 86,44
Juni 56 49 7 87,50
Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ
Berdasarkan Tabel 5.4, diketahui bahwa PT. XYZ belum memiliki kinerja yang baik untuk metrik kinerja delivery performance. Perusahaan
memiliki target sebesar 95, akan tetapi target belum dapat tercapai sesuai dengan hasil perhitungan yang dilakukan. Melalui Tabel 5.4, juga dapat
diketahui bahwa persoalan pemenuhan order pelanggan memang menjadi suatu masalah penting bagi perusahaan karena kinerja saat ini belum dapat mencapai
target perusahaan. Hasil pencapaian perusahaan saat ini masih dibawah nilai best in class
jika dibandingkan dengan benchmark kinerja yang dibuat oleh Supply Chain Council, yaitu sebesar 93.
b. Perfect Order Fulfillment
Perfect order fulfillment didefinisikan sebagai persentase order yang
terkirim tepat waktu dan sepenuhnya, sesuai dengan pesanan secara sempurna tanpa ada kesalahan. Pengukuran metrik kinerja ini menggunakan data yang
sama dengan pengukuran delivery performance, ditambah dengan data return
Universitas Sumatera Utara
order. Berdasarkan data purchase order, delivery order, return order, serta
penjelasan dari bagian quality assurance, selama bulan Januari hingga Juni 2013 pernah terjadi satu kali komplain dari pelanggan mengenai kualitas produk
karena memiliki kecacatan yang tidak dapat diterima customer. Kecacatan terjadi pada saat proses produksi, sehingga produk tersebut dikembalikan dan
diganti oleh pihak perusahaan. Kecacatan yang terjadi adalah sekitar 10 dari total kuantitas produk
yang dipesan, yaitu pada salah satu jenis grade. Perusahaan tidak menetapkan batas jumlah produk cacat yang dapat diganti, dikarenakan perusahaan sangat
mengutamakan kepuasan pelanggan. Akibat dari komplain ini, persentase perfect order fulfillment
pada bulan Januari menjadi berkurang. Perhitungan perfect order fulfillment
adalah sebagai berikut:
order order
perfect Jumlah
Jumlah
x 100 =
59 52
x 100 = 88,14 Hasil perhitungan perfect order fulfillment untuk bulan Januari sampai
Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5. Hasil Perhitungan Perfect Order Fulfillment
Bulan Jumlah
order Jumlah
perfect order Jumlah
non perfect order
Perfect Order Fulfillment
Januari 59 52 7 88,14
Februari 42 36
6 85,71 Maret 49 42
7 85,71 April 62 53
9 85,48 Mei 59 51 8 86,44
Juni 56 49 7 87,50
Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ
Berdasarkan Tabel 5.5, diketahui bahwa nilai perfect order fulfillment belum mencapai target, dimana perusahaan juga menetapkan target sebesar 95
Universitas Sumatera Utara
untuk metrik kinerja ini. Nilai best in class untuk metrik kinerja ini adalah sebesar 92,4. Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa kinerja rantai pasokan
perusahaan untuk metrik kinerja ini juga tidak tergolong dalam level best in class.
Oleh karena itu, perusahaan perlu melakukan evaluasi terhadap kinerja perfect
order fulfillment.
5.1.3.2.Pengukuran Atribut Kinerja Responsiveness
Responsiveness merupakan atribut kinerja yang mengukur kecepatan
waktu respon rantai pasokan perusahaan dalam memenuhi order dari pelanggan. Metrik kinerja pada atribut responsiveness adalah order fulfillment lead time.
Order fulfillment lead time didefinisikan sebagai jumlah hari dari
menerima pesanan sampai pengiriman pada pelanggan. Data yang digunakan untuk pengukuran metrik kinerja ini adalah data purchase order dan delivery
order. Perhitungan order fulfillment lead time adalah sebagai berikut:
Tanggal pengiriman order – Tanggal pemesanan order = 14 Maret 2013 – 07 Januari 2013
= 66 Hari Hasil perhitungan order fulfillment lead time selama bulan Januari
sampai Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6. Hasil Perhitungan Order Fulfillment Lead Time
Data Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni
Lead time maksimum hari
66 41
54 46
42 37
Lead time minimum hari
1 3
5 10
Rata-rata lead time hari 15 12 16 17 19
15
Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel 5.6, diketahui bahwa rata-rata lead time paling besar terdapat pada bulan Mei, yaitu 19 hari. Perusahaan membuat target untuk rata-
rata lead time terbesar adalah 25 hari, sehingga rata-rata lead time saat ini sudah melebihi target yang ditetapkan. Akan tetapi, lead time maksimum memiliki
perbandingan yang sangat jauh terhadap target rata-rata yang ditetapkan oleh perusahaan.
Berdasarkan hal ini, lead time maksimum harus menjadi perhatian khusus bagi perusahaan untuk dapat diminimalkan agar semua order dapat
dipenuhi sesuai target. Nilai best in class untuk metrik kinerja ini adalah 135 hari. Oleh karena itu, nilai rata-rata dan nilai maksimum order fulfillment lead
time perusahaan saat ini tergolong dalam level best in class karena berada
dibawah nilai best in class yang ditetapkan.
5.1.3.3.Pengukuran Atribut Kinerja Flexibility
Flexibility merupakan atribut kinerja yang mengukur kemampuan
perusahaan dalam beradaptasi terhadap perubahan atau variasi permintaan pelanggan, baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka waktu yang
panjang. Metrik kinerja pada atribut flexibility adalah supply chain response time dan production flexibility.
a. Supply Chain Response Time
Supply chain response time didefinisikan sebagai jumlah hari rantai
pasokan untuk merespon perubahan permintaan signifikan yang tidak terencana tanpa biaya pinalti. Untuk mengukur metrik kinerja ini, terlebih dahulu
Universitas Sumatera Utara
dilakukan perbandingan antara peramalan produksi dengan produksi aktual untuk mengetahui kapan terjadi variasi permintaan pelanggan yang signifikan.
Data peramalan produksi bulan Januari sampai Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7. Data Peramalan Produksi Berdasarkan Grade Kertas
No Grade
Jumlah Produksi Ton Jan Feb Mar Apr Mei Jun
1 505818254242 15 8
10 15
64 3
2 5050 40
20 72
1 70
3 B35C 4
4 1
2 2
7 4 2724T
4 15
15 1
15 5 150T
2 1
1 1
6 553550 1
1 25
7 773C170T 41
54 41
85 20
1 8 AA
260 240
250 146
140 120
9 PW25PW27 1
23 1
50 50
90 10 Repse
2530 1
1 1
10 83
11 Booklet 3
1 3
12 2735C
1 0 49 1 5 0 13 2435
1 1
1 1
Total Produksi 374
366 355
393 293
415
Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ
Data produksi aktual bulan Januari sampai Mei 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.8.
Tabel 5.8. Data Produksi Aktual Berdasarkan Grade Kertas
No Grade
Jumlah Produksi Ton Jan Feb Mar Apr Mei Jun
1 505818254242 21 7
8 14
69 2 5050
41 19
76 3
60 3 B35C
2 7
12 4 2724T
14 12
12 5 150T
1 6 553550
20 7 773C170T
48 56
43 79
17
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.8. Data Produksi Aktual Berdasarkan Grade Kertas Lanjutan
No Grade
Jumlah Produksi Ton Jan Feb Mar Apr Mei Jun
8 AA 305
236 243
115 157
96 9 PW25PW27
42 46
49 100
10 Repse 2530
16 72
11 Booklet 12 2735C
57 6
13 2435
Total Produksi 417
381 352
342 317
372 Total
Grade 5 7 5 6 7
7
Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ
Data peramalan produksi pada Tabel 5.7 menunjukkan bahwa data peramalan tersebut selalu berbeda dengan produksi aktual yang terjadi seperti
ditunjukkan pada Tabel 5.8. Hal ini menunjukkan bahwa selalu terjadi fluktuasi permintaan pelanggan dan sangat sulit untuk membuat peramalan dengan tepat.
Data peramalan produksi dibuat berdasarkan data masa lalu yang dimiliki perusahaan dengan mempertimbangkan aspek eksternal terkait dengan
perusahaan customer. Melalui Tabel 5.7 yang dibandingkan dengan Tabel 5.8, dapat diketahui
perbedaan jumlah produksi yang paling signifikan terjadi pada bulan Januari, yaitu untuk grade AA. Selisih jumlah peramalan produksi dengan produksi
aktual tersebut adalah sebesar 45 ton. Oleh karena itu, data ini akan digunakan untuk mengukur metrik kinerja supply chain response time.
Grade AA hanya dipesan oleh satu pelanggan yang rutin memesan grade
ini setiap bulannya. Grade ini dipesan pada tanggal 7 Januari 2013 dan diminta untuk dikirim pada beberapa due date. Due date yang diberikan untuk order ini
dapat dilihat pada Tabel 5.9.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.9. Due Date untuk Order AA
Due Date Kuantitas
Order Ton Waktu Tiba
5 Februari 2013 76,25
29 Januari 2013 12 Februari 2013
76,25 7 Februari 2013
19 Februari 2013 76,25
14 Februari 2013 26 Februari 2013
76,25 24 Februari 2013
Total Order 305
Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ
Selanjutnya, waktu ini akan dibandingkan dengan waktu ideal pemenuhan order dengan mempertimbangkan waktu perencanaan, lead time
supplier, lead time produksi, dan waktu pengiriman.
1 Waktu perencanaan
Waktu perencanaan terdiri atas waktu proses order oleh bagian customer service
dan waktu perencanaan kegiatan serta kebutuhan oleh bagian PPIC. Waktu perencanaan dapat dilihat pada Tabel 5.10.
Tabel 5.10. Waktu Perencanaan Data Jumlah
Hari
Rata-rata waktu proses order 1
Rata-rata waktu perencanaan kegiatan dan kebutuhan
1
Total Waktu Perencanaan 2
Sumber: Informasi dari Bagian Customer Service
2 Lead Time Supplier
Supplier PT. XYZ tidak hanya berada di Indonesia, tetapi juga berada diluar
negeri. Bahan baku yang digunakan oleh perusahaan dikirim dari luar negeri secara langsung dengan menggunakan kapal atau pesawat terbang, namun pada
umumnya supplier mengirimnya dengan kapal. Bahan baku untuk membuat kertas adalah bubur kertas atau wood pulp.
Universitas Sumatera Utara
Wood pulp terbagi lagi menjadi dua, yaitu serat pendek atau soft wood dan
serat panjang atau hard wood. Kedua bahan inilah yang dikirim langsung dari luar negeri. Secara umum, bahan yang dibutuhkan untuk memproduksi kertas
terbagi atas empat jenis, yaitu pulp, CaCO
3,
chemical, dan deformer. Pulp
merupakan bahan baku, sedangkan lainnya merupakan bahan penolong dalam kegiatan produksi. Berdasarkan informasi dari bagian purchasing dan produksi,
lead time yang dibutuhkan oleh supplier untuk memenuhi permintaan
perusahaan dapat dilihat pada Tabel 5.11.
Tabel 5.11. Lead Time Supplier
Bahan Rata-rata
Lead Time
Maksimum Lead
Time
Pulp luar negeri
2 Bulan 3 Bulan
CaCO
3,
chemical, dan
deformer luar negeri
2 Bulan 3 Bulan
CaCO
3,
chemical, dan
deformer dalam negeri
3 Minggu 1,5 Bulan
Sumber: Informasi dari Bagian Purchasing dan Produksi
Berdasarkan Tabel 5.11, diketahui bahwa rata-rata lead time supplier yang berada diluar negeri adalah 2 bulan, sedangkan supplier dalam negeri adalah 3
minggu. Perusahaan selalu menyediakan inventory bahan baku untuk keperluan selama 1,5 bulan kedepan, sehingga saat ada pesanan, perusahaan tidak perlu
menunggu bahan baku datang dari supplier karena akan membutuhkan waktu lebih lama lagi untuk pemenuhan order.
Berdasarkan informasi dari bagian PPIC, tidak dilakukan pemesanan bahan baku tambahan untuk memproduksi order ini dikarenakan stok bahan baku yang
dimiliki masih cukup.
Universitas Sumatera Utara
3 Waktu Produksi
Bahan baku yang digunakan untuk satu siklus produksi adalah sebesar 500 kg untuk masing-masing jenis pulp NBKP dan LBKP dengan sistem batch.
Hasil yang dapat diperoleh adalah sekitar 98 dari total bahan baku yang digunakan. Kapasitas produksi mesin adalah 18 ton per hari dengan tiga shift
kerja. Perhitungan waktu produksi adalah sebagai berikut:
produksi Kapasitas
Jumlah order
=
Ton 18
Ton 6,25
7
= 4,24 Hari ≈ 5 Hari
Maka, untuk dapat menghasilkan kertas dari 76,25 ton bahan baku, secara ideal dibutuhkan waktu selama 5 hari. Proses penyelesaian atau finishing terdiri
atas proses pemotongan kertas menjadi lembaran-lembaran dan proses pemeriksaan kualitas kertas secara visual. Customer menghendaki order ini
dalam bentuk ream, sehingga bentuk bobbin tidak diperhitungkan. Proses pemotongan ini dilakukan oleh mesin dan berlangsung dengan cepat,
sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk tahap ini. Sedangkan, untuk proses pemeriksaan kualitas membutuhkan waktu yang cukup lama karena
harus memeriksa kualitas setiap lembaran kertas dengan teliti. Proses packaging terdiri atas proses penyusunan ream kertas didalam pallet
dan proses pemberian label. Proses ini juga disertai dengan pemeriksaan kualitas lagi sebelum dimasukkan kedalam pallet, sehingga dibutuhkan waktu lebih lama
pada tahap ini. Waktu yang dibutuhkan untuk proses penyusunan 1 pack kertas tidak bisa ditentukan secara pasti, dikarenakan hal ini tergantung oleh kualitas
kertas yang diperiksa.
Universitas Sumatera Utara
Jika terdapat kecacatan, maka harus dipisahkan dan dikumpulkan, kemudian diberi tanda jenis kecacatan yang terdapat pada lembaran kertas tersebut. Akan
tetapi, bagian produksi menyatakan dapat diperkirakan rata-rata waktu yang dibutuhkan, yaitu 20 menit untuk penyelesaian 1 pack kertas.
4 Waktu Pengiriman
Waktu pengiriman merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengirim order kepada pelanggan dimulai dari waktu keberangkatan order dari gudang
perusahaan hingga sampai ditempat pelanggan tujuan. Transportasi yang digunakan terdiri atas angkutan darat, laut, dan udara.
Pada umumnya, perusahaan menggunakan angkutan laut untuk pengiriman ke luar wilayah Sumatera Utara, dan menggunakan angkutan darat untuk
pengiriman ke wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya. Penggunaan angkutan udara hanya digunakan apabila ada permintaan khusus dari pelanggan yang
menginginkannya saja dan hanya jika kuantitas pesanan sedikit. Rata-rata waktu pengiriman order kepada pelanggan selama bulan Januari hingga Juni 2013
dapat dilihat pada Tabel 5.12.
Tabel 5.12. Rata-rata Waktu Pengiriman Order
Tujuan Lama Pengiriman
Pengiriman Laut Vessel Jawa Timur
4 Hari Bekasi 2
Hari Malaysia 1
Hari Pengiriman Darat Truck
Pematang Siantar 1 Hari ±5 Jam
Jawa Timur 9 Hari
Bekasi 5 Hari
Pengiriman Udara Malaysia
1 Hari ±1 Jam
Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ
Universitas Sumatera Utara
Pihak perusahaan juga harus mempertimbangkan waktu tunggu produk di gudang apabila belum tersedianya moda atau transportasi yang digunakan.
Berdasarkan informasi dari bagian customer service, rata-rata waktu tunggu produk di gudang adalah 1 hari. Perusahaan biasanya telah membuat jadwal dan
kontrak terlebih dahulu dengan pihak transportasi. Apabila transportasi dibutuhkan secara tiba-tiba tanpa ada perjanjian sebelumnya, pada umumnya
waktu yang dibutuhkan untuk menunggu ketersediaan transportasi tersebut hanya 1 hari karena perusahaan transportasi yang bersangkutan selalu
mengusahakan agar transportasi yang dibutuhkan segera tersedia. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan terhadap waktu perencanaan,
waktu produksi, dan waktu pengiriman, dapat dibuat rekapitulasi untuk response time
ideal proses produksi grade AA pada Tabel 5.13.
Tabel 5.13. Rekapitulasi Response Time Ideal
Data Response Time
Ideal Hari
Waktu Perencanaan 2
Waktu Produksi 5
Waktu Pengiriman 4
Waktu Tunggu di Gudang 1
Total 12
Sumber: Perhitungan Waktu Berdasarkan Data Sekunder
Waktu perencanaan hanya dibutuhkan satu kali untuk setiap order. Maka, waktu perencaan hanya ikut diperhitungkan pada response time untuk due date
pertama, yaitu tanggal 5 Februari 2013. Oleh karena itu, untuk ketiga due date selanjutnya, response time idealnya adalah 10 hari. Berdasarkan data purchase
order, diketahui bahwa order ini mengalami revisi satu kali dikarenakan
persoalan harga produk yang dipesan telah mengalami kenaikan.
Universitas Sumatera Utara
Proses revisi tersebut selesai pada tanggal 15 Januari 2013, sehingga order tersebut baru dapat diproduksi pada tanggal 15 Januari 2013 untuk produk pada
due date yang pertama. Perhitungan response time aktual per due date untuk
order ini adalah sebagai berikut:
Waktu tiba – Waktu mulai produksi = 29 Januari 2013 – 15 Januari 2013
= 14 Hari Maka, hasil perhitungan response time aktual per due date untuk order ini
dapat dilihat pada Tabel 5.14.
Tabel 5.14. Hasil Perhitungan Response Time Aktual per Due Date
Due Date Waktu Mulai
Produksi Waktu Tiba
Response Time Aktual Hari
5 Februari 2013 15 Januari 2013
29 Januari 2013 14
12 Februari 2013 20 Januari 2013
7 Februari 2013 18
19 Februari 2013 26 Januari 2013
14 Februari 2013 19
26 Februari 2013 31 Januari 2013
24 Februari 2013 24
Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ
Perbandingan antara response time aktual dengan response time ideal dapat dilihat pada Tabel 5.15.
Tabel 5.15. Perbandingan antara Response Time Aktual dengan Response
Time Ideal Due Date
Response Time Aktual Hari
Response Time Ideal Hari
5 Februari 2013 14 12
12 Februari 2013 18
10 19 Februari 2013
19 10
26 Februari 2013 24
10
Sumber: Data Sekunder dan Perhitungan Berdasarkan Data Sekunder
Berdasarkan Tabel 5.15, terlihat perbedaan yang sangat signifikan antara response time
aktual dengan response time ideal untuk due date pertama hingga
Universitas Sumatera Utara
keempat. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh banyak faktor yang akan dibahas selanjutnya. Oleh karena itu, metrik kinerja ini belum mencapai target, sehingga
harus dievaluasi untuk dapat meningkatkan kinerjanya. b.
Production Flexibility Production flexibility
didefinisikan sebagai jumlah hari untuk meraih 20 perubahan pesanan yang tidak terencana tanpa biaya pinalti. Perhitungan
ini dilakukan dengan menggunakan data produksi pada bulan Januari sampai Juni 2013. Perhitungan production flexibility adalah sebagai berikut:
1 Jumlah Sisa Hari Tersedia
PT. XYZ melakukan kegiatan produksi setiap hari selama 24 jam. Proses produksi hanya berhenti pada saat tertentu untuk maintenance mesin dan
peralatan produksi yang telah dijadwalkan oleh bagian engineering dan bagian produksi atau disebut dengan scheduled delay. Selain itu, terdapat juga penyebab
yang tidak terduga atau disebut unscheduled delay. Perhitungan total hari untuk scheduled delay
dan unscheduled delay adalah sebagai berikut:
Jam 24
delay d
Unschedule +
delay Scheduled
=
Jam 24
Jam 28,27
Jam 20,09
=
Jam 24
Jam 48,36
= 2,02 Hari Hasil perhitungan total hari untuk scheduled delay dan unscheduled delay
dapat dilihat pada Tabel 5.16.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.16. Hasil Perhitungan Total Hari untuk Scheduled dan Unscheduled
Delay
Bulan Scheduled
Delay Jam Unscheduled
Delay Jam Total
Scheduled dan
Unscheduled Delay Jam
Total Scheduled
dan Unscheduled
Delay Hari
Januari 20,09 28,27
48,36 2,02
Februari 13,44 28,22
41,66 1,74
Maret 10,37 33,70
44,06 1,84
April 23,52 38,98
62,50 2,60
Mei 73,30 34,97 108,26
4,51 Juni 18,72 36,00
54,72 2,28
Sumber: Data Sekunder dan Perhitungan Berdasarkan Data Sekunder
Scheduled dan unscheduled delay menyebabkan jumlah hari yang tersedia
dalam sebulan untuk berproduksi menjadi berkurang. Perhitungan jumlah sisa hari yang tersedia untuk kegiatan produksi adalah sebagai berikut:
Jumlah hari dalam sebulan - Total hari scheduled delay dan unscheduled delay = 31 – 2,02
= 28,98 Hari Hasil perhitungan jumlah sisa hari yang tersedia untuk kegiatan produksi
dapat dilihat pada Tabel 5.17.
Tabel 5.17. Jumlah Sisa Hari Tersedia Data Jan
Feb Mar
Apr Mei
Jun
Jumlah hari dalam sebulan Hari 31
28 31
30 31
30 Scheduled delay
dan unscheduled delay
Hari 2,02 1,74 1,84 2,60 4,51 2,28
Jumlah sisa hari tersedia Hari 28,98
26,26 29,16 27,4
26,49 27,72
Sumber: Data Sekunder dan Perhitungan Berdasarkan Data Sekunder
2 Jumlah Hari yang Digunakan untuk Produksi
Jumlah hari yang digunakan untuk kegiatan produksi dalam sebulan dipengaruhi oleh jumlah pesanan, kapasitas produksi, dan jumlah hari yang
Universitas Sumatera Utara
tersedia. Untuk memproduksi pesanan sebanyak 417 ton pada bulan Januari dengan kapasitas produksi 18 ton per hari, dibutuhkan waktu selama 24 hari.
Perhitungan jumlah waktu yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
produksi Kapasitas
pesanan Jumlah
=
Ton 18
Ton 17
4
= 24 Hari Akan tetapi, pada kenyataannya waktu yang dibutuhkan adalah 28,98
≈ 29 hari. Pada bulan Februari hingga Juni juga terjadi hal yang sama, dimana jumlah
hari untuk produksi lebih banyak daripada yang seharusnya. Bagian produksi mengatakan bahwa hal ini disebabkan oleh penggunaan
mesin secara continue yang menyebabkan proses produksi harus terus berjalan. Jika order untuk bulan ini sudah diproduksi semuanya, maka akan langsung
dilanjutkan dengan proses produksi untuk order bulan selanjutnya. 3
Sisa Hari yang Tersedia Sisa hari yang tersedia merupakan selisih antara jumlah sisa hari tersedia
dengan jumlah hari yang digunakan untuk kegiatan produksi. Dalam hal ini, untuk setiap bulannya tidak terdapat available day dikarenakan seluruh hari
yang tersedia digunakan untuk memproduksi order pelanggan. 4
Peningkatan Produksi Peningkatan produksi yang ditetapkan adalah sebesar 20. Perhitungan
jumlah peningkatan produksi untuk bulan Januari adalah sebagai berikut: Jumlah pesananorder x 20 = 417 Ton x 20 = 83,40 Ton
Maka, pada bulan Februari, jumlah peningkatan produksi adalah sebanyak 76,20 ton, bulan Maret sebanyak 70,40 ton, bulan April sebanyak 68,40 ton,
bulan Mei sebanyak 63,40 ton, dan bulan Juni sebanyak 74,40 ton.
Universitas Sumatera Utara
5 Jumlah Hari yang Dibutuhkan untuk Penyelesaian Peningkatan Produksi
Production Flexibility Jumlah hari yang dibutuhkan untuk penyelesaian peningkatan produksi
dipengaruhi oleh kuantitas peningkatan produksi dan kapasitas produksi. Perhitungan jumlah hari yang dibutuhkan untuk penyelesaian peningkatan
produksi production flexibility bulan Januari adalah sebagai berikut:
produksi Kapasitas
produksi n
peningkata Jumlah
=
Ton 18
Ton 83,40
= 4,63 Hari ≈ 5 Hari
Maka, jumlah hari yang dibutuhkan production flexibility untuk bulan Januari, Februari, dan Juni adalah sekitar 5 hari, sedangkan bulan Maret sampai
Mei adalah sekitar 4 hari. Rekapitulasi hasil perhitungan production flexibility dapat dilihat pada Tabel 5.18.
Tabel 5.18. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Production Flexibility
Data Jan Feb
Mar Apr
Mei Jun
Jumlah hari dalam sebulan Hari 31
28 31
30 31
30 Scheduled delay
dan unscheduled delay
Hari 2,02 1,74 1,84 2,60 4,51 2,28
Jumlah sisa hari tersedia Hari 28,98
26,26 29,16 27,4
26,49 27,72
Total order Ton
417 381 352 342 317 372 Jumlah hari yang digunakan untuk
produksi Hari 28,98 26,26 29,16 27,4 26,49 27,72
Sisa hari yang tersedia Hari Jumlah peningkatan produksi
sebesar 20 Ton 83,40 76,20 70,40 68,40 63,40 74,4
Production flexibility Hari
5 5 4 4 4 5
Sumber: Data Sekunder dan Perhitungan Berdasarkan Data Sekunder
Berdasarkan Tabel 5.18, diketahui bahwa tidak terdapat sisa hari untuk memenuhi 20 perubahan pesanan dari pelanggan. Pihak produksi menyatakan
bahwa, sebenarnya pabrik mampu untuk memenuhi hal ini dikarenakan selama
Universitas Sumatera Utara
bulan Januari sampai Juni 2013 tidak pernah terjadi penambahan order secara tiba-tiba dari pelanggan saat kegiatan produksi untuk order awal sudah
dijalankan, sehingga pabrik hanya memproduksi order yang memang telah disepakati dari awal.
Jika proses produksi untuk order bulan depan tidak dilakukan terlebih dahulu, maka masih terdapat sisa hari yang tersedia untuk dapat memenuhi
peningkatan permintaan tersebut. Perhitungan jumlah hari yang digunakan untuk produksi dengan proses produksi ideal adalah sebagai berikut:
produksi Kapasitas
pesanan Jumlah
order
=
Ton 8
1 on
T 417
= 23,17 Hari Perhitungan sisa hari yang tersedia dengan proses produksi ideal untuk bulan
Januari adalah sebagai berikut: Jumlah sisa hari tersedia - Jumlah hari yang digunakan untuk produksi
= 28,98 Hari – 23,17 Hari = 5,81 Hari
Rekapitulasi hasil perhitungan production flexibility dengan proses produksi yang ideal dapat dilihat pada Tabel 5.19.
Tabel 5.19. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Production Flexibility dengan
Proses Produksi Ideal Data Jan
Feb Mar
Apr Mei
Jun
Jumlah hari dalam sebulan Hari 31
28 31
30 31
30 Scheduled delay
dan unscheduled delay
Hari 2,02 1,74 1,84 2,60 4,51 2,28
Jumlah sisa hari tersedia Hari 28,98
26,26 29,16 27,40
26,49 27,72
Total order Ton 417 381 352 342 317 372
Jumlah hari yang digunakan untuk produksi Hari
23,17 21,17 19,56 19,00 17,61 20,67
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.19. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Production Flexibility dengan
Proses Produksi Ideal Lanjutan Data Jan
Feb Mar
Apr Mei
Jun
Sisa hari yang tersedia Hari 5,81
5,09 9,60
8,40 8,88
7,05 Jumlah peningkatan produksi
sebesar 20 Ton 83,40 76,20 70,40 68,40 63,40 74,40
Production flexibility Hari
5 5 4 4 4 5
Sumber: Data Sekunder dan Perhitungan Berdasarkan Data Sekunder
Berdasarkan penjelasan yang telah diberikan oleh pihak produksi dan perhitungan yang ditunjukkan pada Tabel 5.19, maka dapat disimpulkan bahwa
pabrik masih mampu memenuhi 20 order apabila terjadi peningkatan permintaan secara tiba-tiba dari pelanggan, dikarenakan sisa hari yang tersedia
lebih banyak daripada jumlah hari yang dibutuhkan untuk penyelesaian peningkatan produksi production flexibility. Maka, metrik kinerja ini sudah
mencapai target, sehingga tidak dibutuhkan perbaikan atau evaluasi untuk metrik kinerja ini.
5.1.4. Penentuan Objek Peningkatan Kinerja Rantai Pasokan
Berdasarkan perhitungan yang mengacu pada pendekatan SCOR, dapat diketahui metrik kinerja yang belum mencapai target perusahaan dan benchmark
dari SCC saat ini. Rekapitulasi perhitungan kinerja rantai pasokan dengan pendekatan SCOR dapat dilihat pada Tabel 5.20.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.20. Rekapitulasi Perhitungan Kinerja Rantai Pasokan dengan SCOR
Metrik Kinerja Target
Perusahaan Benchmark
Supply Chain Council
Pencapaian Rata-rata
Keterangan
Delivery performance 95 93
86,78 Belum
tercapai Perfect order
fulfillment 95 92,4
86,50 Belum
tercapai Order fulfillment lead
time 25 Hari
135 Hari 16 Hari
Tercapai Supply chain response
time 11 Hari
- 19 Hari
Belum tercapai
Production flexibility 4 Hari
- 8 Hari
Tercapai
Sumber: Perhitungan Atribut Kinerja
Berdasarkan Tabel 5.20, diketahui bahwa metrik kinerja yang belum mencapai target perusahaan dan benchmark dari Supply Chain Council adalah
metrik kinerja delivery performance, perfect order fulfillment, dan supply chain response time.
Akan tetapi, untuk metrik kinerja order fulfillment lead time, perlu dilakukan evaluasi terhadap pencapaian lead time maksimum yang
memiliki perbedaan sangat signifikan terhadap target rata-rata lead time. Oleh karena itu, metrik kinerja ini juga termasuk dalam metrik kinerja yang belum
mencapai target. Penentuan objek perbaikan adalah sebagai berikut: a.
Delivery performance dan perfect order fulfillment merupakan metrik kinerja dari atribut reliability. Reliability merupakan atribut kinerja yang melihat
kemampuan rantai pasokan perusahaan dari ketepatan dan pemenuhan pesanan. Hal itu dapat diwujudkan dengan peningkatan ketepatan
pengiriman, peningkatan ketepatan produk, dan peningkatan ketepatan pelayanan.
Universitas Sumatera Utara
b. Order fulfillment lead time merupakan metrik kinerja dari atribut
responsiveness. Responsiveness merupakan faktor kritis yang
memperhatikan kecepatan pesanan tersedia kepada pelanggan, sehingga faktor perencanaan proses bisnis harus disusun secara seksama dengan
memperhatikan lead time masing-masing proses. c.
Supply chain response time merupakan metrik kinerja dari atribut flexibility. Pada faktor kriteria ini hal yang terpenting adalah kemampuan perusahaan
dalam menghadapi pasar. Banyaknya pesaing membuat perusahaan harus memiliki efisiensi produk dan produksi yang baik.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat diketahui bahwa objek perbaikan adalah peningkatan ketepatan pengiriman, ketepatan produk,
ketepatan pelayanan, penggunaan lead time secara seksama, efisiensi produk, dan produksi yang baik. Sesuai dengan batasan yang telah dibuat, penelitian
hanya difokuskan pada kegiatan internal perusahaan. Oleh karena itu, tindakan perbaikan dilakukan terhadap proses internal pada perusahaan.
Proses bisnis yang dijalankan oleh perusahaan adalah kegiatan produksi kertas rokok atau cigarette paper. Maka, tindakan perbaikan yang dapat
dilakukan adalah dengan memperbaiki proses produksi pada perusahaan, yaitu dengan menghilangkan waste atau kegiatan yang tidak memberikan nilai
tambah. Hal ini akan meningkatkan efisiensi pada proses produksi, sehingga dapat diperoleh kualitas pelayanan dan produk yang lebih baik. Pengurangan
waste akan mempengaruhi lead time produksi menjadi lebih singkat. Dengan
memperbaiki lead time produksi, maka secara tidak langsung juga akan
Universitas Sumatera Utara
memperbaiki ketepatan pengiriman, ketepatan produk, ketepatan pelayanan, dan efisiensi proses produksi, sehingga diperoleh kegiatan produksi yang lebih baik.
5.1.5. Identifikasi Proses Produksi Kertas
Berdasarkan aliran fisik proses produksi, diketahui bahwa proses produksi kertas terbagi atas tiga tahapan, yaitu tahap persiapan bahan, tahap
pembuatan kertas di paper machine, dan tahap penyelesaian atau finishing. Setiap tahapan memiliki beberapa pembagian lagi. Sebelum tiba di tempat
produksi, terlebih dahulu bahan baku dan bahan penolong dipesan pada supplier dan disimpan di gudang penyimpanan bahan baku. Berikut adalah penjelasan
yang lebih rinci mengenai setiap tahapan tersebut. a.
Penerimaan bahan baku dan bahan penolong 1
Menerima dokumen order 2
Menyesuaikan purchase order dengan dokumen 3
Periksa kuantitas dan kualitas order 4
Pemberian tanda penerimaan order pada dokumen 5
Proses material receiving report MRR 6
Persetujuan MRR 7
Penyerahan MRR kepada bagian accounting, warehouse admin, procurement,
dan user 8
Proses pengangkutan bahan ke gudang penyimpanan bahan baku dengan forklift
9 Penyusunan bahan di gudang penyimpanan bahan baku
Universitas Sumatera Utara
b. Tahap Persiapan Bahan
1 Penerimaan dan penyesuaian spesifikasi serta jumlah order yang akan
diproduksi dari bagian PPIC 2
Proses pengangkutan bahan dari gudang penyimpanan bahan baku ke stasiun persiapan bahan dengan menggunakan forklift
3 Pemeriksaan kualitas bahan secara visual
4 Bahan baku NBKP dimasukkan kedalam hydra pulper secara batch
dengan conveyor 5
Pemompaan white water dari bak penampungan kedalam hydra pulper 6
Proses pemotongan dan pelarutan pulp NBKP didalam hydra pulper
7 Pemantauan terhadap proses yang terjadi
8
Bahan baku LBKP dimasukkan kedalam hydra pulper
9 Pemompaan white water dari bak penampungan
10
Proses pelarutan pulp LBKP didalam hydra pulper
11 Pemantauan terhadap proses yang terjadi
12
Pemisahan broke menjadi dry broke dan wet broke
13
Dry broke dimasukkan kedalam sydra pulper
14 Pemompaan air dari bak penampungan
15
Proses pelarutan dry broke di sydra pulper
16 Pemantauan terhadap proses yang terjadi
17
Wet broke dimasukkan kedalam sydra pulper
18
Pemompaan air dari bak penampungan
19 Proses pelarutan wet broke di sydra pulper
Universitas Sumatera Utara
20 Dry broke dan wet broke diaduk dalam broke dump chest
21
Pemantauan terhadap proses yang terjadi
22 Kalsium karbonat CaCO
3
dimasukkan kedalam disolving tank
23
Pemompaan air dari bak penampungan
24
Kalsium karbonat dilarutkan pada disolving tank
25 Pemantauan terhadap proses yang terjadi
26
Deformer dimasukkan kedalam tangki mesin pelarutan
27 Air dipompakan kedalam tangki
28
Proses pencampuran dan pengadukan didalam tangki
29 Chemical I dimasukkan kedalam mesin pelarutan
30 Air dipompakan kedalam mesin pelarutan
31
Proses pencampuran dan pengadukan didalam mesin pelarutan
32 Chemical II potasium sitrat dan natrium sitrat dimasukkan kedalam
storage tank
33 Air dipompakan kedalam storage tank
34
Proses pencampuran dan pengadukan didalam storage tank
35
Chemical II starch dimasukkan kedalam storage tank
36 Air dipompakan kedalam storage tank
37
Proses pencampuran dan pengadukan didalam storage tank
38 Proses pencampuran dan pengadukan NBKP, LBKP, broke, CaCO
3,
deformer, dan chemical I didalam mixing chest
39
Pemantauan terhadap proses yang terjadi
Universitas Sumatera Utara
c. Tahap Pembuatan Kertas di Paper Machine
1 Pengaturan tekanan vakum secara berkala
2 Proses pembentukan buburan kertas menjadi lembaran sheet
3 Pemantauan terhadap proses yang terjadi
4 Penentuan kadar air yang diinginkan pada proses pengepresan
5 Pengaturan tekanan steam sesuai dengan jenis kertas yang akan
diproduksi 6
Pengaturan suhu pada proses pengeringan kertas 7
Pemantauan terhadap proses pengeringan 8
Pengangkutan roll dari lantai produksi ke on reel dengan hoist 9
Pengangkutan core dari gudang material ke on reel dengan forklift 10
Pengangkutan core dari lantai produksi ke on reel dengan hoist 11
Pemasukan core kedalam roll dengan hoist 12
Proses penggulungan lembaran pada core dengan on reel menjadi jumbo roll
13 Pemantauan kualitas hasil produksi melalui software Wintriss
14 Pengangkutan jumbo roll ke stasiun penimbangan dengan hoist
15 Proses penimbangan jumbo roll
16 Pengangkutan jumbo roll ke stasiun pemeriksaan kualitas visual dengan
hoist 17
Proses pemeriksaan kualitas jumbo roll secara visual 18
Proses pemisahan broke yang didapatkan dari pemeriksaan kualitas secara visual
Universitas Sumatera Utara
19 Pemindahan broke ke stasiun persiapan bahan dengan box beroda
20 Proses pengeluaran roll dari jumbo roll dengan hoist
21 Pengangkutan roll dari stasiun pemeriksaan kualitas visual ke stasiun on
reel dengan hoist
22 Pengangkutan jumbo roll dari stasiun pemeriksaan kualitas visual ke
stasiun filigrained dengan hoist 23
Proses pemberian logo customer pada jumbo roll dengan filigrained 24
Pemantauan terhadap proses yang terjadi 25
Pengambilan sampel untuk pemeriksaan kualitas oleh bagian QA 26
Sampel dibawa ke ruang pemeriksaan 27
Jika terdapat broke, maka langsung dipisahkan
28 Broke dibawa ke stasiun persiapan bahan dengan box beroda
29 Pengangkutan jumbo roll ke roll slitter dengan hoist
30 Proses pemotongan jumbo roll dengan roll slitter sesuai ukuran yang
diinginkan menjadi small roll 31
Pemantauan terhadap proses yang terjadi 32
Proses pemisahan broke yang didapatkan dari sisa pemotongan kertas di roll slitter
33 Pemindahan broke ke stasiun persiapan bahan dengan box beroda
d. Tahap Penyelesaian atau Finishing
1 Proses pengangkutan small roll ke stasiun finishing, yaitu ke ream cutter
atau bobbin slitter dengan forklift 2
Pemotongan small roll menjadi bentuk ream atau bobbin
Universitas Sumatera Utara
3 Pemantauan terhadap proses yang terjadi
4 Proses pemisahan broke yang didapatkan dari sisa pemotongan small roll
menjadi bentuk ream atau bobbin 5
Pemeriksaan bentuk dan kualitas kertas secara visual 6
Proses pemisahan broke yang didapatkan dari pemeriksaan bentuk dan kualitas kertas secara visual
7 Pemindahan broke ke stasiun persiapan bahan dengan box beroda
8 Pengangkutan ream atau bobbin ke stasiun pengepakan dengan forklift
9 Pengangkutan pallet, perlengkapan street milling, dan kardus dari tempat
penyimpanan ke stasiun pengepakan dengan hand pallet 10
Proses pengepakan ream atau bobbin kedalam pembungkus 11
Pengambilan kertas label dari tempat penyimpanan secara manual 12
Proses pemberian label pada pembungkus produk 13
Pengangkutan produk jadi dari stasiun pengepakan ke gudang produk jadi warehouse dengan forklift
14 Penyesuaian dokumen order dari bagian PPIC dengan bagian produksi
oleh pekerja bagian warehouse 15
Penyusunan produk jadi didalam warehouse sesuai dengan nomor dokumen order dari bagian PPIC
16 Pembuatan tanda terima produk jadi antara bagian warehouse dengan
produksi Berdasarkan tipe atau jenis aktivitas, diketahui bahwa aktivitas pada
proses produksi dapat diklasifikasikan atas tiga, yaitu value added activity,
Universitas Sumatera Utara
necessary but non value added activity, dan non value added activity. Pembagian
aktivitas proses produksi kertas berdasarkan tiga klasifikasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.21.
Tabel 5.21. Klasifikasi Aktivitas dalam Proses Produksi Kertas No Proses
Tipe Aktivitas VA NBNVA
NVA
a. Penerimaan Bahan Baku dan Bahan Penolong 1 Menerima
dokumen order
√ 2 Menyesuaikan
purchase order dengan dokumen
√ 3 Periksa kuantitas dan kualitas order
√ 4 Pemberian tanda penerimaan order pada dokumen
√ 5 Proses
material receiving report MRR
√ 6 Persetujuan
MRR √
7 Penyerahan MRR kepada bagian accounting, warehouse
admin, procurement, dan user
√ 8
Proses pengangkutan bahan ke gudang penyimpanan bahan baku dengan forklift
√ 9 Penyusunan bahan di gudang penyimpanan bahan baku
√ b. Tahap Persiapan Bahan
1 Penerimaan dan penyesuaian spesifikasi serta jumlah
order yang akan diproduksi dari bagian PPIC
√ 2
Proses pengangkutan bahan dari gudang penyimpanan bahan baku ke stasiun persiapan bahan dengan
menggunakan forklift √
3 Pemeriksaan kualitas bahan secara visual √
4 Bahan baku NBKP dimasukkan kedalam hydra pulper
secara batch dengan conveyor √
5 Pemompaan white water dari bak penampungan kedalam
hydra pulper √
6 Proses pemotongan dan pelarutan pulp NBKP didalam
hydra pulper √
7 Pemantauan terhadap proses yang terjadi
√ 8 Bahan baku LBKP dimasukkan kedalam hydra pulper
√ 9 Pemompaan white water dari bak penampungan
√ 10 Proses
pelarutan pulp
LBKP didalam hydra pulper √
11 Pemantauan terhadap proses yang terjadi
√ 12 Pemisahan
broke menjadi dry broke dan wet broke
√ 13 Dry broke dimasukkan kedalam sydra pulper
√ 14 Pemompaan air dari bak penampungan
√ 15 Proses
pelarutan dry broke
di sydra pulper √
16 Pemantauan terhadap proses yang terjadi
√
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.21. Klasifikasi Aktivitas dalam Proses Produksi Kertas Lanjutan No Proses
Tipe Aktivitas VA NBNVA
NVA
17 Wet broke dimasukkan kedalam sydra pulper √
18 Pemompaan air dari bak penampungan √
19 Proses pelarutan
wet broke di sydra pulper
√ 20 Dry broke dan wet broke diaduk dalam broke dump chest
√ 21 Pemantauan
terhadap proses yang terjadi √
22 Kalsium karbonat CaCO
3
dimasukkan kedalam disolving tank
√ 23 Pemompaan air dari bak penampungan
√ 24 Kalsium karbonat dilarutkan pada disolving tank
√ 25 Pemantauan
terhadap proses yang terjadi √
26 Deformer dimasukkan kedalam tangki mesin pelarutan √
27 Air dipompakan kedalam tangki √
28 Proses pencampuran dan pengadukan didalam tangki
√ 29 Chemical I dimasukkan kedalam mesin pelarutan
√ 30 Air dipompakan kedalam mesin pelarutan
√ 31
Proses pencampuran dan pengadukan didalam mesin pelarutan
√ 32
Chemical II potasium sitrat dan natrium sitrat
dimasukkan kedalam storage tank √
33 Air dipompakan kedalam storage tank √
34
Proses pencampuran dan pengadukan didalam storage tank
√ 35 Chemical II starch dimasukkan kedalam storage tank
√ 36 Air dipompakan kedalam storage tank
√ 37
Proses pencampuran dan pengadukan didalam storage tank
√ 38
Proses pencampuran dan pengadukan NBKP, LBKP, broke,
CaCO
3,
deformer, dan chemical I didalam mixing
chest √
39 Pemantauan terhadap proses yang terjadi
√ c. Tahap Pembuatan Kertas di Paper Machine
1 Pengaturan tekanan vakum secara berkala √
2 Proses pembentukan buburan kertas menjadi lembaran
sheet √
3 Pemantauan terhadap proses yang terjadi
√ 4
Penentuan kadar air yang diinginkan pada proses pengepresan
√ 5
Pengaturan tekanan steam sesuai dengan jenis kertas yang akan diproduksi
√ 6 Pengaturan suhu pada proses pengeringan kertas
√ 7 Pemantauan terhadap proses pengeringan
√
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.21. Klasifikasi Aktivitas dalam Proses Produksi Kertas Lanjutan No Proses
Tipe Aktivitas VA NBNVA NVA
8 Pengangkutan roll dari lantai produksi ke on reel dengan
hoist √
9 Pengangkutan core dari gudang material ke on reel
dengan forklift √
10 Pengangkutan core dari lantai produksi ke on reel dengan
hoist √
11 Pemasukan core
kedalam roll dengan hoist √
12 Proses penggulungan lembaran pada core dengan on reel
menjadi jumbo roll √
13 Pemantauan kualitas hasil produksi melalui software
Wintriss √
14 Pengangkutan jumbo roll ke stasiun penimbangan dengan
hoist √
15 Proses penimbangan jumbo roll
√ 16
Pengangkutan jumbo roll ke stasiun pemeriksaan kualitas visual dengan hoist
√ 17 Proses pemeriksaan kualitas jumbo roll secara visual
√ 18
Proses pemisahan broke yang didapatkan dari pemeriksaan kualitas secara visual
√ 19
Pemindahan broke ke stasiun persiapan bahan dengan box beroda
√ 20 Proses
pengeluaran roll
dari jumbo roll dengan hoist √
21 Pengangkutan roll dari stasiun pemeriksaan kualitas visual
ke stasiun on reel dengan hoist √
22 Pengangkutan jumbo roll dari stasiun pemeriksaan
kualitas visual ke stasiun filigrained dengan hoist √
23 Proses pemberian logo customer pada jumbo roll dengan
filigrained √
24 Pemantauan terhadap proses yang terjadi
√ 25
Pengambilan sampel untuk pemeriksaan kualitas oleh bagian QA
√ 26 Sampel dibawa ke ruang pemeriksaan
√ 27 Jika
terdapat broke,
maka langsung dipisahkan √
28 Broke
dibawa ke stasiun persiapan bahan dengan box beroda
√ 29 Pengangkutan
jumbo roll ke roll slitter dengan hoist
√ 30
Proses pemotongan jumbo roll dengan roll slitter sesuai ukuran yang diinginkan menjadi small roll
√ 31 Pemantauan
terhadap proses yang terjadi √
32 Proses pemisahan broke yang didapatkan dari sisa
pemotongan kertas di roll slitter √
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.21. Klasifikasi Aktivitas dalam Proses Produksi Kertas Lanjutan No Proses
Tipe Aktivitas VA NBNVA NVA
33 Pemindahan broke ke stasiun persiapan bahan dengan box
beroda √
d. Tahap Penyelesaian atau Finishing 1
Proses pengangkutan small roll ke stasiun finishing, yaitu ke ream cutter atau bobbin slitter dengan forklift
√ 2 Pemotongan
small roll menjadi bentuk ream atau bobbin
√ 3 Pemantauan
terhadap proses yang terjadi √
4 Proses pemisahan broke yang didapatkan dari sisa
pemotongan small roll menjadi bentuk ream atau bobbin √
5 Pemeriksaan bentuk dan kualitas kertas secara visual √
6 Proses pemisahan broke yang didapatkan dari
pemeriksaan bentuk dan kualitas kertas secara visual √
7 Pemindahan broke ke stasiun persiapan bahan dengan box
beroda √
8 Pengangkutan ream atau bobbin ke stasiun pengepakan
dengan forklift √
9 Pengangkutan pallet, perlengkapan street milling, dan
kardus dari tempat penyimpanan ke stasiun pengepakan dengan hand pallet
√ 10
Proses pengepakan ream atau
bobbin kedalam
pembungkus √
11 Pengambilan kertas label dari tempat penyimpanan secara
manual √
12 Proses pemberian label pada pembungkus produk √
13 Pengangkutan produk jadi dari stasiun pengepakan ke
gudang produk jadi warehouse dengan forklift √
14 Penyesuaian dokumen order dari bagian PPIC dengan
bagian produksi oleh pekerja bagian warehouse √
15 Penyusunan produk jadi didalam warehouse sesuai
dengan nomor dokumen order dari bagian PPIC √
16 Pembuatan tanda terima produk jadi antara bagian
warehouse dengan produksi
√
Total Aktivitas 28
17 52
Persentase Aktivitas 28,87
17,53 53,61
Sumber: Data Primer
Contoh perhitungan persentase aktivitas value added adalah sebagai berikut:
aktivitas seluruh
Total aktivitas
Total added
value
x 100 =
52 17
28 28
x 100 = 28,87
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: VA = Value added
NBNVA = Necessary but non value added NVA = Non value added
Berdasarkan Tabel 5.21, diketahui bahwa persentase aktivitas tertinggi adalah aktivitas non value added, yaitu sebesar 53,61. Sedangkan, persentase
terendah adalah aktivitas necessary but non value added, yaitu sebesar 17,53. Aktivitas value added berada diantara keduanya dengan persentase sebesar
28,87. Nilai tersebut menunjukkan bahwa terdapat waste didalam proses produksi kertas dengan persentase yang tinggi. Hal ini berpengaruh terhadap
efisiensi dalam kegiatan produksi. Pengurangan waste dapat mengurangi persentase non value added activity, sehingga akan meningkatkan efisiensi
dalam kegiatan produksi dan waktu pemenuhan order pelanggan atau lead time produksi dapat diperkecil.
5.1.6. Pendefinisian Waste
Pendefinisian waste dilakukan untuk mengidentifikasi kegiatan atau proses yang termasuk dalam kategori waste. Pendefinisian waste ini dilakukan
melalui pengamatan langsung serta diskusi dengan supervisor produksi, bagian PPIC, EHS, quality assurance, dan engineering.
a. Environmental, Health, and Safety
EHS EHS merupakan jenis pemborosan yang terjadi karena kelalaian dalam
memerhatikan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip-prinsip EHS di perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Pada proses produksi, terdapat beberapa jenis pemborosan yang termasuk dalam kategori EHS, diantaranya adalah penggunaan alat pelindung diri atau APD yang
tidak konsisten, pengawasan yang kurang terhadap penggunaan APD, dan pekerja yang merokok saat bekerja.
Berbagai kelalaian diatas mempunyai potensi yang besar dalam menimbulkan kecelakaan kerja. Jika terjadi kecelakaan kerja, maka akan
berdampak pada penurunan efisiensi dalam kegiatan produksi, sehingga berdampak juga pada lead time produksi. Kelalaian-kelalaian ini dapat
diklasifikasikan berdasarkan dampak yang ditimbulkannya. Terdapat dua jenis kelalaian, yaitu ringan dan berat. Pembagian kelalaian berdasarkan klasifikasi
tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.22.
Tabel 5.22. Jenis Kelalaian EHS Jenis
Kelalaian Definisi Kelalaian
Dampak
Ringan Kelalaian yang
berdampak pada individu.
Penggunaan APD tidak konsisten.
Berpotensi besar terjadi kecelakaan terhadap individu
yang tidak menggunakan APD.
Berat Kelalaian yang
berdampak pada semua pekerja.
1. Pengawasan kurang
terhadap penggunaan APD.
2. Pekerja merokok saat
bekerja. 1. Pekerja tidak disiplin terhadap
penggunaan APD. 2.
Mengganggu konsentrasi kerja, berpotensi menimbulkan
kebakaran jika rokok masih menyala saat dibuang.
Sumber: Data Primer
b. Defects
Defects merupakan jenis pemborosan yang terjadi karena kecacatan atau
kegagalan produk barang dan atau jasa. Sumber produk cacat pada proses produksi kertas dapat berasal dari dua kategori, yaitu direct production defect
dan indirect production defect.
Universitas Sumatera Utara
Direct production defect merupakan kecacatan yang ditemui pada stasiun
pemeriksaan kualitas visual dan pemeriksaan kualitas oleh bagian quality assurance,
dimana produk sedang dalam proses pemberian logo. Sedangkan, indirect production defect
ditemui pada stasiun ream cutter dan bobbin slitter. Pada bulan Januari, terdapat produk defect tambahan dikarenakan adanya produk
return dari pelanggan sejumlah 1,53 ton.
Adanya defect
tentu berpengaruh terhadap lead time produksi kertas. Hal ini tergolong dalam waste karena menyebabkan rework untuk mengganti produk
cacat tersebut. Produk yang cacat tidak langsung dibuang karena dapat diproduksi ulang dengan dibuat menjadi bubur kembali.
c. Overproduction
Overproduction merupakan jenis pemborosan yang terjadi karena
produksi berlebih dari kuantitas yang dipesan oleh pelanggan. Jenis produksi pada PT. XYZ adalah make to order, yaitu produksi dilakukan berdasarkan
order dari pelanggan. Oleh karena itu, perusahaan tidak menyediakan persediaan
produk jadi dalam jumlah yang besar. Produk yang diproduksi sebagai persediaan juga selalu lebih sedikit
jumlahnya daripada jumlah peramalan produksi yang dibuat. Supervisor produksi menyatakan bahwa seringkali permintaan melebihi kemampuan
produksi, sehingga setiap persediaan yang dibuat selalu habis terjual. Hal ini dikarenakan perusahaan hanya memiliki satu paper machine, sehingga kapasitas
produksi juga tidak besar. Oleh karena itu, waste jenis overproduction tidak terdapat pada proses produksi kertas, sehingga waste ini tidak diperhitungkan.
Universitas Sumatera Utara
d. Waiting
Waiting merupakan jenis pemborosan yang terjadi karena menunggu.
Waste jenis waiting yang terdapat pada proses produksi kertas adalah pekerja
yang menganggur dikarenakan faktor tertentu, seperti scheduled delay dan unscheduled delay
. Scheduled delay merupakan jadwal penggantian part mesin dan perawatan atau service mesin yang direncanakan oleh bagian engineering
dan produksi untuk setiap stasiun. Pada saat dilakukannya scheduled delay, mesin harus dimatikan sehingga proses produksi terhenti untuk sementara
waktu. Secara tidak langsung, para pekerja juga tidak beroperasi karena proses produksi tidak berjalan.
Unscheduled delay merupakan kejadian yang tidak terduga saat proses
produksi berjalan dan menyebabkan gangguan terhadap proses produksi tersebut. Kejadian yang termasuk dalam unscheduled delay adalah pemadaman
listrik secara tiba-tiba dan gangguan mesin secara tiba-tiba pada setiap stasiun. Scheduled delay
dan unscheduled delay tidak hanya menyebabkan pekerja yang menganggur, akan tetapi kegiatan produksi juga terhenti sementara, sehingga
memperpanjang lead time produksi. Oleh karena itu, hal ini termasuk salah satu waste
yang berpengaruh terhadap lead time produksi. e.
Not Utilizing Employees Knowledge, Skill, and Abilities NUEKSA
Merupakan jenis pemborosan sumber daya manusia SDM yang terjadi karena tidak menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan dari
karyawan secara optimal. Hal ini ditandai dengan adanya kegiatan yang dilakukan secara berulang, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama
Universitas Sumatera Utara
dalam prosesnya. Misalnya, pada tahap inspeksi visual. Pemeriksaan terhadap kualitas produk secara visual dilakukan berulang, pertama pada stasiun
pemeriksaan visual, dan kedua pada stasiun pemeriksaan sampel oleh bagian quality assurance.
Proses yang berulang ini membutuhkan waktu tambahan untuk melakukannya, sehingga pasti mempengaruhi lead time produksi. Oleh
karena itu, hal ini termasuk salah satu waste yang berpengaruh terhadap lead time
produksi. f.
Transportation Merupakan jenis pemborosan yang terjadi karena transportasi yang
berlebihan sepanjang proses value stream. Kegiatan yang termasuk dalam waste ini adalah pemindahan bahan, material, dan berjalan. Kegiatan transportasi
mungkin tidak dapat dihilangkan tetapi dapat diminimisasi melalui perencanaan lokasi dan tata letak fasilitas facility layout yang baik Sukaria, 2009.
Berdasarkan hal ini, diketahui bahwa perpindahan bahan dan kegiatan berjalan memang diperlukan dalam proses produksi dikarenakan tata letak
fasilitas di pabrik tersusun dalam jarak yang tidak dekat. Hal ini dapat diatasi dengan dilakukan perbaikan layout. Akan tetapi, kapasitas pabrik yang terbatas,
ukuran mesin yang besar dan berat menyebabkan hal ini sulit untuk dilakukan. Selain itu, supervisor produksi menyatakan bahwa perusahaan belum memiliki
rencana untuk memperbaiki layout pabrik. Oleh karena itu, waste yang tergolong dalam jenis ini adalah sisa
pemotongan kertas pada stasiun roll slitter, ream cutter, dan bobbin slitter. Sisa pemotongan kertas ini menyebabkan transportasi atau perpindahan yang
Universitas Sumatera Utara
berlebihan pada operator karena harus mengumpulkan dan memindahkan sisa pemotongan kertas tersebut ke tempat penyimpanan broke. Perpindahan tidak
akan terjadi jika tidak terdapat sisa pemotongan kertas. Maka, hal ini termasuk salah satu waste yang berpengaruh terhadap lead time produksi.
g. Inventories
Inventories merupakan jenis pemborosan yang terjadi karena inventory
yang berlebihan. Inventory yang dimiliki oleh perusahaan adalah bahan baku dan bahan penolong. Berdasarkan data yang diperoleh, pada bulan Januari sampai
Juni 2013 selalu terdapat inventory bahan yang berlebih pada setiap akhir bulan, namun dalam jumlah yang sedikit. Inventory yang berlebih ini kemudian akan
digunakan untuk produksi pada bulan selanjutnya. Kelebihan inventory mengakibatkan lead time produksi bertambah panjang karena dibutuhkan waktu
tambahan untuk mengolah inventory tersebut hingga tidak tersisa lagi. Oleh karena itu, hal ini termasuk salah satu waste yang berpengaruh terhadap lead
time produksi.
h. Motion
Motion merupakan jenis pemborosan yang terjadi karena pergerakan
yang banyak dari yang seharusnya sepanjang proses value stream. Konsep yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi pemborosan dalam gerakan ialah nilai
kerja work content yang didefinisikan sebagai berikut Nicholas, J. 1998: Nilai Kerja =
Berdasarkan konsep diatas, maka perhitungan waste jenis ini didasarkan pada waktu operasi mesin dan waktu operator untuk memasukkan bahan.
Universitas Sumatera Utara
i. Excess Processing
Excess processing merupakan jenis pemborosan yang terjadi karena
langkah-langkah proses yang panjang dari yang seharusnya sepanjang proses value stream.
Jenis pemborosan ini terjadi saat dilakukannya rework, dimana harus dilakukan proses produksi tambahan untuk memproses ulang produk yang
mengalami defect, produk return dari pelanggan, dan sisa pemotongan kertas. Proses produksi tambahan ini tidak seharusnya dilakukan jika tidak terdapat
masalah-masalah tersebut. Proses produksi tambahan tersebut menyebabkan lead time
produksi menjadi lebih panjang dari yang seharusnya.
5.2. Measure
Measure merupakan tahap pengukuran untuk mengetahui pencapaian
kinerja perusahaan saat ini berdasarkan waste yang terdapat pada proses produksi kertas. Pada tahap ini juga akan diketahui waste yang paling
berpengaruh terhadap kinerja proses produksi dan dijadikan prioritas yang akan dieliminasi pada tahap selanjutnya. Pengeliminasian waste akan mengurangi
lead time produksi, sehingga kinerja rantai pasokan dapat meningkat.
5.2.1. Pengukuran Waste Berdasarkan Frekuensi Kejadian
Pengukuran waste dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan diskusi dengan
pihak-pihak terkait di perusahaan. Sedangkan, data sekunder diperoleh dari
Universitas Sumatera Utara
dokumen atau arsip yang telah dibuat oleh perusahaan. Pengukuran ini didasarkan pada frekuensi terjadinya waste.
Selanjutnya, dilakukan pengurutan dari persentase waste yang terbesar hingga terkecil, dimana waste terbesar merupakan yang berpengaruh signifikan
terhadap lead time produksi. Bagian produksi juga turut menentukan dengan cara berdiskusi pada peneliti untuk menentukan waste yang paling berpengaruh
tersebut. a.
Environmental, Health, and Safety EHS
Data yang digunakan untuk pengukuran waste ini adalah data kecelakaan kerja yang terjadi selama bulan Januari hingga Juni 2013. Data ini diperoleh dari
pengamatan langsung dan dari bagian EHS. Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab pendefinisian waste, terdapat dua jenis kelalaian terhadap peraturan
EHS, yaitu ringan dan berat. Perusahaan memiliki data mengenai kecelakaan kerja yang terjadi pada proses produksi, dimana melalui data tersebut diketahui
bahwa selama bulan Januari hingga Juni 2013 tidak pernah terjadi kecelakaan kerja. Oleh karena itu, persentase untuk waste ini adalah 0 dalam
mempengaruhi lead time produksi kertas. b.
Defects Data yang digunakan untuk pengukuran waste ini adalah data produk
cacat selama bulan Januari hingga Juni 2013. Data ini diperoleh dari bagian quality assurance
. Pengukuran waste dilakukan dengan membandingkan jumlah produk cacat terhadap total produksi pada bulan Januari hingga Juni 2013.
Perhitungan waste jenis defect untuk bulan Januari adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
produksi Total
defect production
Indirect defect
production Direct
x 100
=
Ton 417
Ton 9,89
Ton 22,10
x 100 = 7,67
Hasil pengukuran waste jenis defect untuk bulan Januari sampai Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.23.
Tabel 5.23. Hasil Pengukuran Waste Jenis Defect
Bulan Direct
Production Defect Ton
Indirect Production
Defect Ton Total
Produksi Ton
Persentase Defect
Januari 22,10 9,89 417
7,67 Februari 19,81 8,78
381 7,50
Maret 16,54 7,98 352 6,97
April 24,62 8,00 342 9,54 Mei 16,17 7,77 317 7,55
Juni 23,06 9,09 372 8,64
Rata-rata Persentase Defect
7,98
Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ
Berdasarkan Tabel 5.23, diketahui bahwa rata-rata persentase jumlah produk cacat adalah sebesar 7,98 dari total produksi bulan Januari hingga Juni
2013. Maka, persentase waste yang diakibatkan oleh defect adalah sebesar 7,98.
c. Waiting
Data yang digunakan untuk pengukuran waste ini adalah data scheduled delay
dan unscheduled delay. Data ini diperoleh dari bagian engineering. Pengukuran waste jenis waiting dilakukan dengan cara menghitung jumlah jam
kerja yang hilang akibat terjadi scheduled delay dan unscheduled delay. Perhitungan waste jenis waiting untuk bulan Januari adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
sebulan dalam
kerja Jam
sebulan dalam
hilang kerja
Jam
x 100
=
Jam 744
Jam 48,36
x 100 = 6,50
Hasil pengukuran waste jenis waiting untuk bulan Januari sampai Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.24.
Tabel 5.24. Hasil Pengukuran Waste Jenis Waiting
Bulan Jam Kerja dalam
Sebulan Jam Jam Kerja Hilang
dalam Sebulan Jam Persentase
Waiting
Januari 744 48,36 6,50
Februari 672 41,66 6,20
Maret 648 44,06 6,80
April 672 62,5 9,30
Mei 744 108,26
14,55 Juni 720
54,72 7,60
Rata-rata Persentase Waiting 8,49
Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ
Berdasarkan Tabel 5.24, diketahui bahwa rata-rata persentase jam kerja yang hilang akibat scheduled delay dan unscheduled delay adalah sebesar
8,49. Maka, persentase waste yang diakibatkan oleh waiting adalah sebesar 8,49.
d. Not Utilizing Employees Knowledge, Skill, and Abilities
NUEKSA Data yang digunakan untuk pengukuran waste ini adalah data produk
cacat yang ditemui pada stasiun pemeriksaan visual. Data ini digunakan karena setelah didapatkan produk cacat pada stasiun pemeriksaan visual, kemudian
akan diseleksi lagi oleh bagian quality assurance. Berdasarkan pengamatan dan informasi yang diperoleh dari bagian quality assurance, hasil pemeriksaan pada
Universitas Sumatera Utara
stasiun pemeriksaan visual selalu dapat diterima. Artinya, produk yang digolongkan cacat pada stasiun pemeriksaan visual mendapatkan persepsi yang
sama dari bagian quality assurance. Oleh karena itu, pemeriksaan visual ulang oleh bagian quality assurance
sebenarnya tidak perlu dilakukan lagi. Maka, waste diukur berdasarkan data produk cacat yang ditemui pada stasiun pemeriksaan visual. Data ini diperoleh
dari pengamatan langsung dan dari bagian quality assurance. Pengukuran waste dilakukan dengan cara membandingkan jumlah produk cacat terhadap total
produksi. Perhitungan waste jenis NUEKSA untuk bulan Januari adalah sebagai berikut:
produksi Total
cacat produk
Jumlah
x 100
=
Ton 417
Ton 5,47
1
x 100 = 3,71
Hasil pengukuran waste jenis NUEKSA untuk bulan Januari sampai Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.25.
Tabel 5.25. Hasil Pengukuran Waste Jenis NUEKSA
Bulan Jumlah Produk
Cacat Ton Total Produksi
Ton Persentase
NUEKSA
Januari 15,47 417 3,71
Februari 14,86 381 3,90
Maret 10,75 352 3,05
April 19,45 342 5,69 Mei 10,99 317 3,47
Juni 14,76 372 3,97
Rata-rata Persentase NUEKSA
3,96
Sumber: Data Primer dan Data Sekunder
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel 5.25, diketahui bahwa rata-rata persentase waste pada stasiun pemeriksaan visual adalah sebesar 3,96. Maka, jumlah persentase
waste yang diakibatkan oleh not utilizing employees knowledge, skill, and
abilities adalah sebesar 3,96.
e. Transportation
Data yang digunakan untuk pengukuran waste ini adalah data jumlah sisa pemotongan kertas pada stasiun roll slitter, ream cutter, dan bobbin slitter. Data
ini diperoleh dari pengamatan langsung dan dari operator bagian pengumpulan broke
. Pengukuran waste jenis transportation dilakukan dengan cara membandingkan data jumlah sisa pemotongan kertas terhadap total produksi.
Perhitungan waste jenis transportation untuk bulan Januari adalah sebagai berikut:
produksi Total
kertas pemotongan
sisa Jumlah
x 100
=
Ton 417
Ton 7
6 67,
x 100 = 16,23
Hasil pengukuran waste jenis transportation untuk bulan Januari sampai Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.26.
Tabel 5.26. Hasil Pengukuran Waste Jenis Transportation
Bulan Jumlah Sisa
Pemotongan Kertas Ton
Total Produksi
Ton Persentase
Transportation
Januari 67,67 417 16,23
Februari 64,37 381 16,90
Maret 64,54 352 18,34 April 53,56 342 15,66
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.26. Hasil Pengukuran Waste Jenis Transportation Lanjutan
Bulan Jumlah Sisa
Pemotongan Kertas Ton
Total Produksi
Ton Persentase
Transportation
Mei 47,71 317 15,05 Juni 60,84 372 16,35
Rata-rata Persentase Transportation 16,42
Sumber: Data Primer dan Data Sekunder
Berdasarkan Tabel 5.26, diketahui bahwa rata-rata persentase jumlah sisa pemotongan kertas adalah sebesar 16,42. Maka, persentase waste yang
diakibatkan oleh transportation adalah sebesar 16,42. f.
Inventories Data yang digunakan untuk pengukuran waste ini adalah data jumlah
inventory setiap bulannya. Persediaan yang dimiliki oleh perusahaan berupa
bahan baku dan bahan penolong. Data ini diperoleh dari pengamatan langsung dan dari bagian PPIC. Menurut Martin W. James 2007, perhitungan inventory
yang berlebihan excess inventory adalah sebagai berikut: Excess inventory = Inventory actual – Inventory optimum
dimana, Inventory optimum
= Inventory average demand during order cycle + Safety stock
Jika excess inventory 1, kurangi inventory Jika excess inventory 1, tambah inventory
Safety stock merupakan persediaan yang disediakan untuk mengantisipasi
fluktuasi jumlah order selama waktu siklus pemesanan order cycle. Untuk menghindari opportunity cost, maka safety stock didasarkan pada kapasitas
Universitas Sumatera Utara
maksimum produksi setiap bulannya Ari Primantara, 2010. Oleh karena itu perhitungan inventory optimum menjadi:
Inventory optimum = Inventory maximum demand during order cycle Kapasitas produksi PT. XYZ setiap harinya adalah 18 ton, atau
sebanding dengan 540 tonbulan diasumsikan 1 bulan = 30 hari. Perhitungan kapasitas penggunaan bahan baku maksimum per bulan inventory optimum
untuk bahan baku adalah sebagai berikut: Kapasitas penggunaan maksimum per hari x Jumlah hari dalam sebulan
= 18 Ton x 30 Hari = 540 Ton
Maka, perhitungan inventory optimum untuk bahan baku dan bahan penolong dapat dilihat pada Tabel 5.27.
Tabel 5.27. Inventory Optimum untuk Bahan Baku dan Bahan Penolong
Inventory Kapasitas Penggunaan
Maksimum per Hari Kapasitas Penggunaan
Maksimum per Bulan
Bahan Baku Pulp 18 Ton
540 Ton CaCO
3
450 Kg 13.500 Kg
Chemical I
36 Kg 1.080 Kg
Deformer 12 Ltr
360 Ltr Chemical
II Potasium Natrium Sitrat
250 Kg 7.500 Kg
Chemical II Starch
125 Kg 3.750 Kg
Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ
Berdasarkan Tabel 5.27, diketahui bahwa inventory optimum bahan baku pulp
selama satu bulan adalah 540 ton. Jumlah ini merupakan kapasitas maksimum penggunaan inventory selama satu bulan sesuai dengan kapasitas
produksi, begitu juga untuk inventory bahan penolong. Data pembelian bahan
Universitas Sumatera Utara
baku dan bahan penolong pada bulan Januari sampai Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.28.
Tabel 5.28. Data Pembelian Bahan Baku dan Bahan Penolong Inventory Jan
Feb Mar
Apr Mei
Jun
Bahan baku Pulp Ton 430 390 360 370 326 400
CaCO
3
Kg 11.400 10.800 10.600 10.450 10.700 10.500
Chemical I
Kg 928 832 928 896 928 896
Deformer Ltr
348 312 320 336 348 336 Chemical
II Potasium Natrium Sitrat Kg
6.400 6.100 5.800 5.500 5.800 6.000 Chemical
II Starch Kg 3.625 3.250 3.200 3.200 3.300 3.400
Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ
Maka, perhitungan excess inventory adalah sebagai berikut: Excess Inventory
Bahan Baku = Inventory actual – Inventory optimum =
430 ton – 540 ton = -110 ton
Perhitungan waste
jenis inventory dilakukan dengan membandingkan excess inventory
dan inventory optimum. Perhitungan waste inventory adalah sebagai berikut:
Waste Inventories = Excess inventory Inventory optimum = -110 ton 540 ton
= -0,20
Tanda minus yang ditunjukkan oleh hasil perhitungan menunjukkan bahwa persediaan bahan baku yang dimiliki perusahaan tidak dalam jumlah
yang berlebihan jika dibandingkan dengan jumlah inventory optimum. Maka, perhitungan waste dilakukan dengan membandingkan jumlah pembelian bahan
baku dan bahan penolong dengan jumlah yang digunakan setiap bulannya.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hal tersebut, yang termasuk kedalam waste adalah sisa bahan baku dan bahan penolong yang tidak habis terpakai dalam sebulan. Data penggunaan
bahan baku dan bahan penolong dapat dilihat pada Tabel 5.29.
Tabel 5.29. Data Penggunaan Bahan Baku dan Bahan Penolong Inventory Jan
Feb Mar
Apr Mei
Jun
Bahan baku Pulp Ton 417 381 352 342 317 372
CaCO
3
Kg 10.425 9.710 9.500 9.050 9.157 9.169
Chemical I
Kg 873 799 888 871 890 876
Deformer Ltr
317 291 294 316 318 310 Chemical
II Potasium Natrium Sitrat Kg
6.285 5.999 5.702 5.401 5.697 5.903 Chemical
II Starch Kg 3.499 3.133 3.098 3.106 3.184 3.300
Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ
Data persediaan akhir bahan baku dan bahan penolong dapat dilihat pada Tabel 5.30.
Tabel 5.30. Data Persediaan Akhir Bahan Baku dan Bahan Penolong Inventory Jan
Feb Mar
Apr Mei
Jun
Bahan baku Pulp Ton 13 9 8 28 9 28
CaCO
3
Kg 975 1090 1.100 1.400 1.543 1.331
Chemical I
Kg 55 33 40 25 38 20
Deformer Ltr
31 21 26 20 30 26 Chemical
II Potasium Natrium Sitrat Kg
115 101 98 99 103 97 Chemical
II Starch Kg 126 117 102 94 116 100
Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ
Perhitungan waste
jenis inventories untuk bahan baku pada bulan Januari adalah sebagai berikut:
pembelian Jumlah
akhir persediaan
Jumlah
x 100
Universitas Sumatera Utara
=
Ton 430
Ton 3
1
x 100 = 3,02
Hasil pengukuran waste jenis inventories untuk bulan Januari sampai Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.31.
Tabel 5.31. Hasil Pengukuran Waste Jenis Inventories
Inventory Jan Feb
Mar Apr
Mei Jun
Rata-rata
Bahan baku Pulp 3,02 2,31
2,22 7,57
2,76 7,00 4,15
CaCO
3
8,55 10,09
10,38 13,40
14,42 12,68
11,59 Chemical
I 5,93
3,97 4,31
2,79 4,09
2,23 3,89
Deformer 8,91 6,73 8,13 5,95 8,62 7,74
7,68 Chemical
II Potasium Natrium Sitrat
1,80 1,66 1,69 1,80 1,78 1,62 1,72
Chemical II Starch
3,48 3,60
3,19 2,94
3,52 2,94
3,28
Rata-rata Persentase Inventories
5,39
Sumber: Perhitungan Berdasarkan Data Sekunder
Berdasarkan Tabel 5.31, diketahui bahwa rata-rata persentase waste jenis inventories
adalah sebesar 5,39. Maka, jumlah persentase waste yang diakibatkan oleh inventories adalah sebesar 5,39.
g. Motion
Data yang digunakan untuk pengukuran waste ini adalah data primer. Konsep untuk mengidentifikasi waste jenis motion ini adalah dengan konsep
nilai kerja work content yang didefinisikan sebagai berikut Nicholas, J. 1998: Nilai Kerja =
Kerja didefinisikan sebagai kegiatan permesinan machining, yaitu pengubahan bentuk fisik dari benda kerja. Sedangkan, gerakan adalah waktu
penyelesaian pekerjaan. Terdapat beberapa kegiatan permesinan dalam proses
Universitas Sumatera Utara
produksi kertas dengan motion yang jelas. Waktu mesin diperoleh berdasarkan waktu operasi mesin. Selama pengamatan dilakukan, diasumsikan tidak terjadi
gangguan pada mesin, sehingga waktu yang digunakan merupakan waktu operasi mesin yang sesungguhnya.
Pengukuran waktu operator dilakukan sebanyak 15 kali pengamatan untuk masing-masing proses permesinan. Alat ukur yang digunakan adalah
stopwatch. Pengamatan dilakukan pada bulan Juli 2013. Data pengukuran waktu
operator dapat dilihat pada Lampiran. Perhitungan waste jenis motion untuk proses pembentukan lembaran sheet adalah sebagai berikut:
100 ─
Gerakan Kerja
x 100
= 100 ─
Menit 8,78
Menit 93,33
Menit 93,33
x 100
= 100 ─ 91,40
= 8,60 Hasil pengukuran waste jenis motion untuk proses pembentukan
lembaran sheet dan pemotongan jumbo roll dapat dilihat pada Tabel 5.32.
Tabel 5.32. Hasil Pengukuran Waste Jenis Motion
Stasiun Nama Mesin
Waktu Mesin
Waktu Operator
Persentase Nilai Kerja
Persentase Motion
Proses pembentukan lembaran sheet
Four drinerPaper
machine 93,33
Menit 8,78 Menit
91,40 8,60
Proses pemotongan jumbo roll
Roll slitter 120 Menit
5,50 Menit 95,62
4,38
Rata-rata Persentase Motion
6,49
Sumber: Data Primer dan Data Sekunder
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel 5.32, diketahui bahwa rata-rata persentase motion adalah sebesar 6,49. Maka, jumlah persentase waste yang diakibatkan oleh
motion adalah sebesar 6,49.
h. Excess Processing
Data yang digunakan untuk pengukuran waste ini adalah data total produk rework selama periode Januari sampai Juni 2013. Data ini diperoleh dari
pengamatan langsung dan dari bagian quality assurance, serta bagian pengumpulan broke. Pengukuran waste excess processing dilakukan dengan cara
membandingkan total produk rework terhadap total produksi pada setiap bulannya. Perhitungan waste jenis excess processing untuk bulan Januari adalah
sebagai berikut:
produksi Total
produk Total
rework
x 100
=
Ton 417
Ton 01,19
1
x 100 = 24,27
Hasil pengukuran waste jenis excess processing untuk bulan Januari sampai Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.33.
Tabel 5.33. Hasil Pengukuran Waste Jenis Excess Processing
Bulan Total Produk
Rework Ton Total Produksi
Ton Persentase
Excess Processing
Januari 101,19 417
24,27 Februari 92,96
381 24,40
Maret 89,06 352
25,30 April 86,18
342 25,20
Mei 71,64 317 22,60
Tabel 5.33. Hasil Pengukuran Waste Jenis Excess Processing Lanjutan
Universitas Sumatera Utara
Bulan Total Produk
Rework Ton Total Produksi
Ton Persentase
Excess Processing
Juni 93,00 372 25,00
Rata-rata Persentase Excess Processing
24,46
Sumber: Data Primer dan Data Sekunder
Berdasarkan Tabel 5.33, diketahui bahwa rata-rata persentase total produk rework adalah sebesar 24,46. Maka, jumlah persentase waste yang
diakibatkan oleh excess processing adalah sebesar 24,46.
5.2.2. Penentuan Waste yang Berpengaruh Signifikan terhadap Lead Time
Produksi Kertas
Penentuan waste yang berpengaruh signifikan didasarkan pada urutan persentase waste dari yang terbesar hingga terkecil, dimana waste terbesar
merupakan yang berpengaruh signifikan terhadap lead time produksi kertas. Rekapitulasi pengukuran waste berdasarkan frekuensi kejadian pada proses
produksi kertas dapat dilihat pada Tabel 5.34.
Tabel 5.34. Rekapitulasi Pengukuran Waste
Waste Frekuensi
Peringkat
Excess Processing 24,46 1
Transportation 16,42 2
Waiting 8,49 3
Defects 7,98 4
Motion 6,49 5
Inventories 5,39 6
Not Utilizing Employees Knowledge, Skill, and Abilities
3,96 7 Environmental, Health, and Safety
EHS 0 8
Overproduction 0 9
Sumber: Pengukuran Waste Berdasarkan Frekuensi Kejadian
Berdasarkan Tabel 5.34, diketahui bahwa waste dengan peringkat tertinggi dicapai oleh excess processing. Sedangkan, waste dengan peringkat
Universitas Sumatera Utara
terendah adalah environmental, health, and safety EHS dan overproduction dengan persentase sebesar 0. Hal ini menunjukkan bahwa kedua waste tersebut
tidak memberikan pengaruh terhadap lead time produksi kertas. Maka, tidak akan dilakukan analisis lebih lanjut terhadap EHS dan overproduction.
Waste jenis excess processing merupakan penggabungan dari waste jenis
defects, not utilizing employees knowledge, skill, and abilities, dan
transportation. Oleh karena itu, analisis lebih lanjut hanya dilakukan terhadap
waste jenis excess processing karena dengan menghilangkan waste jenis ini,
maka juga akan menghilangkan waste jenis defects, not utilizing employees knowledge, skill, and abilities,
dan transportation. Berdasarkan hal diatas, maka dapat disimpulkan bahwa waste yang
berpengaruh signifikan terhadap lead time produksi kertas adalah excess processing, motion, waiting,
dan inventories. Keempat waste ini akan melalui tahap selanjutnya, yaitu tahap analyze dan improve.
5.2.3. Identifikasi Critical to Quality CTQ
CTQ merupakan atribut-atribut dari sebuah produk yang berhubungan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Jika atribut ini muncul,
maka kinerja rantai pasokan perusahaan akan menurun.
Universitas Sumatera Utara
5.2.3.1. C
W defect,
p sumber w
Tabel
B menggun
sumber w
Gamb
Sumber:
Critical to Q
Waste jenis
produk retur waste
ini da
5.35. Perba S
Produ Produ
Sisa p
Sumber
Berdasarkan nakan diag
waste jenis
ar 5.6. Diag
: Pengolahan
Quality CT
excess pro rn,
dan sisa apat dilihat p
andingan J Sumber
Wa
uk defect uk return
pemotongan
r: Data Prime
n Tabel 5.3 gram Pareto
excess proc
gram Paret
dengan Minit
TQ Excess
ocessing be
a pemotong pada Tabel
Jumlah Sum Waste
n kertas
er dan Sekund
35, dapat d o. Diagram
cessing dapa
to Perband Excess Pro
tab 15
Processing
erasal dari an kertas. P
5.35.
mber Waste
Jumlah W
172 1,
358
der
digambarkan m Pareto un
at dilihat pa
dingan Jum ocessing
g
tiga sumbe Perbandinga
e Jenis Exc Waste Ton
2,29 ,53
8,69
n perbandin ntuk perba
ada Gambar
mlah Sumbe
er, yaitu pr an jumlah k
cess Process
ngannya de andingan ju
r 5.6.
er Waste Je
roduk ketiga
sing
engan umlah
enis
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Gambar 5.6, diketahui bahwa CTQ untuk waste jenis excess processing
adalah sisa pemotongan kertas. Hal ini sesuai dengan prinsip Pareto 8020. Maka, sisa pemotongan kertas menjadi prioritas perbaikan pada tahap
analyze .
5.2.3.2. Critical to Quality CTQ Waiting
Waste jenis waiting berasal dari dua sumber, yaitu scheduled delay dan
unscheduled delay . Perbandingan jumlah kedua sumber waste ini dapat dilihat
pada Tabel 5.36. Tabel 5.36. Perbandingan Jumlah Sumber
Waste Jenis Waiting Sumber
Waste Jumlah
Waste Jam
Scheduled delay 159,43
Unscheduled delay 200,14
Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ
Berdasarkan Tabel 5.36, diketahui bahwa perbandingannya tidak dapat digambarkan dengan diagram Pareto karena hanya memiliki dua jenis sumber
waste . Maka, CTQ untuk waste jenis waiting adalah scheduled delay dan
unscheduled delay yang akan menjadi prioritas perbaikan pada tahap analyze.
5.2.3.3. Critical to Quality CTQ Inventories
Waste jenis inventories berasal dari enam sumber, yaitu bahan baku
pulp, CaCO
3,
chemical I, deformer, dan chemical II potasium dan natrium
sitrat, serta starch. Perbandingan persentase keenam sumber waste ini dapat dilihat pada Tabel 5.37.
Universitas Sumatera Utara
Tabe
Ba Ca
Ch De
Ch Ch
Sum
B menggun
sumber w
Gambar
Sumber: P
B inventori
el 5.37. Per S
ahan baku aCO
3
hemical I
eformer hemical
II hemical
II
mber: Perhitun
Berdasarkan nakan diagr
waste jenis
r 5.7. Diagr
Pengolahan de
Berdasarkan ies
adalah s
rbandingan Sumber
Wa
Pulp
Potasium Starch
ngan Berdasa
n Tabel 5.3 ram Pareto.
inventories
ram Pareto
engan Minitab
n Gambar sisa bahan C
n Persentas Waste
Natrium S
arkan Data Se
37, dapat d . Diagram
dapat dilih
o Perbandin Invento
b 15
5.7, diketa CaCO
3,
defo
e Sumber W
Pe
Sitrat
kunder
digambarkan Pareto untu
at pada Gam
ngan Perse ories
ahui bahwa former,
dan
Waste Jenis rsentase
W 24,88
69,52 23,32
46,08 10,35
19,67
n perbandin uk perbandi
mbar 5.7.
entase Sum
a CTQ unt bahan baku
s Inventorie
Waste
8 2
2 8
5 7
ngannya de ingan perse
mber Waste
ntuk waste ku pulp. H
es
engan entase
Jenis
jenis Hal ini
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan prinsip Pareto 8020. Maka, ketiga CTQ tersebut menjadi prioritas perbaikan pada tahap analyze.
5.2.3.4. Critical to Quality CTQ Motion
Waste jenis motion berasal dari dua sumber. Perbandingan persentase
kedua sumber waste ini dapat dilihat pada Tabel 5.38.
Tabel 5.38. Perbandingan Persentase Sumber Waste Jenis Motion
Sumber Waste
Total Waste
Proses pembentukan lembaran sheet 8,60 Proses pemotongan jumbo roll
4,38
Sumber: Perhitungan Berdasarkan Data Primer dan Data Sekunder
Waste jenis motion hanya memiliki dua jenis sumber waste, sehingga
tidak dapat digambarkan perbandingannya dengan diagram Pareto. Oleh karena itu, CTQ untuk waste jenis motion adalah gerakan operator yang tidak perlu
pada stasiun proses pembentukan lembaran sheet dan pemotongan jumbo roll. Maka, kedua CTQ tersebut menjadi prioritas perbaikan pada tahap analyze.
5.2.4. Pengukuran Kapabilitas Proses Produksi Kertas
Pengukuran kapabilitas bertujuan untuk mengetahui kemampuan suatu proses dalam menyelesaikan target sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditetapkan. Nilai kapabilitas ini menginformasikan kepada perusahaan mengenai kinerja perusahaan saat ini terhadap target yang ingin dicapai. Pengukuran
kapabilitas dilakukan dengan menggunakan software Sigma Calculator. Selain itu, pengukuran juga dapat dilakukan secara manual. Rumus untuk pengukuran
kapabilitas secara manual adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
DPMO = 1.000.000 x jumlah cacat defect jenis kemungkinan cacat CTQ Kapabilitas Sigma = 0,8406 +
9, 7 ,
x Ln DPMO Keterangan:
DPMO = Defect per Million Opportunities
5.2.4.1.Pengukuran Kapabilitas Excess Processing
Pengukuran kapabilitas
excess processing dilakukan dengan cara
membandingkan total produk rework terhadap total produksi pada setiap
bulannya. Adapun input pengukuran kapabilitas excess processing dengan
software Sigma Calculator dapat dilihat pada Tabel 5.39.
Tabel 5.39. Input Pengukuran Kapabilitas
Excess Processing Jenis
Input Input Jumlah Ton
Defects Total produk rework
534,03 Opportunities
Total produksi 2.181
Sumber: Data Primer dan Data Sekunder
Hasil pengukuran kapabilitas berdasarkan input yang ditunjukkan pada Tabel 5.39 dapat dilihat pada Gambar 5.8.
Universitas Sumatera Utara
Gam
Sumber
B processin
5.2.4.2.P P
konversi dan unsc
produksi waste
je
mbar 5.8. Ha
r: Pengukuran
Berdasarkan ng
adalah se
Pengukuran
Pengukuran i terhadap j
cheduled de i yang hilan
nis waiting
asil Penguk
n dengan Sigm
n Gambar 5 ebesar 2,19
n Kapabilit
kapabilita umlah jam
lay . Jumlah
ng atau yan g,
sesuai den
kuran Kap Sigma Cal
ma Calculator
5.8, diketah 9.
tas Waiting
as waiting kerja yang
h jam kerja y ng seharusn
ngan kapas
abilitas Ex
lculator
r
hui bahwa p
g
dilakukan g hilang aki
yang hilang nya dapat d
sitas produk
xcess Proces
process sigm
dengan c ibat terjadi
g dikonversi diproduksi j
ksi sebesar
ssing denga
ma untuk e
cara melak scheduled
i menjadi ju jika tidak te
18 ton per
an
excess
kukan delay
umlah erjadi
r hari.
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan jumlah produksi yang hilang untuk bulan Januari adalah sebagai berikut:
Jumlah hari kerja yang hilang x kapasitas produksi per hari = 2,02 Hari x 18 Ton
= 36,36 Ton Perhitungan jumlah produksi yang hilang untuk bulan Januari sampai
Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.40.
Tabel 5.40. Konversi Waste Jenis Waiting Menjadi Jumlah Produksi yang
Hilang
Bulan Jumlah Jam
Kerja yang Hilang Jam
Jumlah Hari Kerja yang
Hilang Hari Jumlah
Produksi yang Hilang Ton
Total Produksi
Ton
Januari 48,36 2,02
36,36 417
Februari 41,66 1,74
31,32 381
Maret 44,06 1,84
33,12 352
April 62,50 2,60 46,80
342 Mei 108,26 4,51
81,18 317
Juni 54,72 2,28 41,04
372
Total 359,56 14,99 269,82
2.181
Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ
Adapun input pengukuran kapabilitas waiting dengan software Sigma
Calculator dapat dilihat pada Tabel 5.41.
Tabel 5.41. Input Pengukuran Kapabilitas
Waiting Jenis
Input Input Jumlah Ton
Defects Total produksi yang hilang
269,82 Opportunities
Total produksi aktual 2.181
Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ
Hasil pengukuran kapabilitas berdasarkan input yang ditunjukkan pada Tabel 5.41 dapat dilihat pada Gambar 5.9.
Universitas Sumatera Utara
Gam
Sumb
B adalah se
5.2.4.3.P P
memban terhadap
kapabilit Tabel 5.4
Jen
D
mbar 5.9. H
ber: Pengukur
Berdasarkan ebesar 2,66
Pengukuran
Pengukuran ndingkan tot
p total pemb tas inventor
42.
Tabel 5 nis
Input
Defects
Hasil Pengu
ran dengan Sig
n Gambar 5 .
n Kapabilit
kapabili tal bahan ba
belian baha ries
dengan
5.42. Input P
Sisa baha Sisa CaCO
Sisa chem Sisa defor
ukuran Ka Calcula
gma Calculat
.9, diketahu
tas Invento
itas inven
aku dan bah an baku da
n software
Pengukura In
an baku pul O
3
Kg mical
I Kg rmer
Ltr
apabilitas W
ator
tor
ui bahwa pr
ories
ntories d
han penolon an bahan pe
Sigma Ca
an Kapabili nput
lp Ton
Waiting den
rocess sigm
dilakukan ng yang tida
enolong. In lculator dap
itas Invento
ngan Sigma
ma untuk wa
dengan ak habis ter
nput penguk
apat dilihat
ories Jumlah
95 7.439
211 154
a
aiting
cara rpakai
kuran pada
h
Universitas Sumatera Utara
Ta Jen
D
Oppo
Sumber:
P inventory
kapabilit dapat dil
Gambar
Sumber: P
abel 5.42. In
nis Input
Defects
ortunities
: Data Sekund
Pengukuran y
karena s tas berdasar
lihat pada G
r 5.10. Has
Pengukuran de
nput Pengu
Sisa chem sitrat Kg
Sisa chem Pembelian
Pembelian Pembelian
Pembelian Pembelian
natrium s Pembelian
der dari PT. X
kapabilita satuan inve
rkan input Gambar 5.10
il Penguku
engan Sigma C
ukuran Kap In
mical II
g mical
II sta n bahan bak
n CaCO
3
K n chemical
n deformer n chemica
itrat Kg n chemical
XYZ
as dilakuk entory
terse bahan bak
0.
uran Kapab Sigma Cal
Calculator
pabilitas In
nput
potasium rch
Kg ku pulp T
Kg I Kg
Ltr al
II po II starch
kan terhad ebut berbed
ku yang dit
bilitas Inven
lculator nventories L
natrium
Ton
tasium Kg
dap masin da-beda. Ha
tunjukkan p
ntory Baha Lanjutan
Jumlah
m 613
655 2.276
64.450 5.408
2.000 35.600
19.975 ng-masing
asil penguk pada Tabel
an Baku de h
5 jenis
kuran 5.42
ngan
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Gambar 5.10, diketahui bahwa process sigma untuk inventory
bahan baku adalah sebesar 3,23. Rekapitulasi hasil pengukuran kapabilitas inventories dengan software Sigma Calculator dapat dilihat pada
Tabel 5.43.
Tabel 5.43. Rekapitulasi Hasil Pengukuran Kapabilitas Inventories
Input DPMO Defects
Yield Process Sigma
CaCO
3
Kg 115.423
11,54 88,46
2,70 Chemical
I Kg 39.016
3,90 96,10
3,26 Deformer
Ltr 77.000
7,70 92,30
2,93 Chemical
II potasium natrium sitrat Kg
17.219 1,72 98,28 3,61
Chemical II starch
Kg 32.791 3,28 96,72
3,34
Sumber: Perhitungan dengan Software Sigma Calculator
5.2.4.4.Pengukuran Kapabilitas Motion
Pengukuran kapabilitas
motion dilakukan dengan cara membandingkan
waktu operator dengan waktu gerakan. Adapun input pengukuran kapabilitas
motion dengan software Sigma Calculator dapat dilihat pada Tabel 5.44.
Tabel 5.44. Input Pengukuran Kapabilitas
Motion Jenis
Input Input Jumlah
Defects Proses pembentukan lembaran sheet 8,78
Menit Proses pemotongan jumbo roll
5,50 Menit Opportunities
Proses pembentukan lembaran sheet 102,11 Menit
Proses pemotongan jumbo roll 125,50 Menit
Sumber: Data Primer dan Data Sekunder
Pengukuran kapabilitas dilakukan terhadap masing-masing proses untuk mendapatkan nilai kapabilitas yang lebih spesifik. Hasil pengukuran kapabilitas
Universitas Sumatera Utara
berdasar pada Tab
Ga
Su
B pembent
penguku pada Tab
T
Proses pem lembaran s
Proses pem roll
Sumber: P
kan input p bel 5.44 dap
ambar 5.11 Pembentu
umber: Penguk
Berdasarkan tukan lemb
uran kapabil bel 5.45.
Tabel 5.45. R Input
mbentukan sheet
motongan jum
Perhitungan de
pada proses pat dilihat p
1. Hasil Pen ukan Lemb
kuran dengan
n Gambar 5 baran she
litas motion
Rekapitula D
8 mbo
4
engan Softwar
pembentuk pada Gamba
ngukuran K baran
Shee
n Sigma Calcu
.11, diketah eet
adalah n
dengan so
asi Hasil Pe DPMO
D
85.986 43.825
re Sigma Calc
kan lembara ar 5.11.
Kapabilitas et dengan S
ulator
hui bahwa p h sebesar
oftware Sigm
engukuran Defects
8,60 4,38
culator
an sheet y
s Motion pa
Sigma Calc
process sigm 2,87. Rek
ma Calcula
Kapabilita Yield
91,40 95,62
yang ditunju
ada Proses culator
gma untuk p
ekapitulasi ator dapat d
as Motion
Process
2, 3,
ukkan
proses hasil
dilihat
s Sigma
,87 ,21
Universitas Sumatera Utara
5.3. Analyze