Analisis Pemecahan Masalah Kesimpulan dan Saran Input P

DMAIC Define-Measure-Analyze-Improve-Control. Kerangka berpikir ini sangat penting agar permasalahan yang akan diselesaikan benar-benar akan memberikan perbaikan yang menyeluruh kepada proses dan keuntungan perusahaan.

4.9. Analisis Pemecahan Masalah

Analisis merupakan penguraian masalah kedalam komponen- komponennya. Analisis pemecahan masalah dilakukan terhadap pengolahan data, yaitu pengukuran kinerja rantai pasokan dengan pendekatan SCOR dan peningkatan kinerja rantai pasokan dengan Lean Six Sigma.

4.10. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan dan saran merupakan tahap akhir dari penulisan laporan penelitian Tugas Akhir ini. Kesimpulan merupakan intisari dari hasil penelitian, sedangkan saran merupakan usulan tindakan perbaikan yang dapat dilakukan oleh pihak perusahaan. Universitas Sumatera Utara BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini menjelaskan serangkaian tahap pengumpulan dan pengolahan data penelitian yang berjudul pengukuran dan peningkatan kinerja rantai pasokan dengan pendekatan SCOR Supply Chain Operations Reference dan Lean Six Sigma di PT. XYZ.

5.1. Define

Define merupakan tahap untuk mendefinisikan masalah dan menentukan tema perbaikan kinerja supply chain. Pada tahap ini akan dibahas mengenai gambaran proses rantai pasokan perusahaan, gambaran proses aliran informasi dan aliran fisik dalam proses produksi dengan value stream mapping, pengukuran kinerja rantai pasokan dengan pendekatan SCOR, penentuan metrik kinerja yang belum mencapai target, dan identifikasi 9 waste pada proses produksi. 5.1.1. Penggambaran Proses Rantai Pasokan Perusahaan 5.1.1.1.Penggambaran Proses Bisnis dengan Geography Map Proses rantai pasokan perusahaan digambarkan dengan menggunakan geography map. Tujuan penggambaran proses rantai pasokan perusahaan ini adalah untuk memudahkan pemahaman mengenai aliran rantai pasokan Universitas Sumatera Utara perusahaan yang dimulai dari supplier sampai customer. Geography map rantai pasokan PT. XYZ dapat dilihat pada Gambar 5.1. Universitas Sumatera Utara V-3 Gambar 5.1. Geography Map PT. XYZ Sumber: SCC PT. XYZ Universitas Sumatera Utara Keterangan: 1 = Kanada 2 = Afrika selatan 3 = Filipina 4 = Chili 5 = Prancis 6 = Amerika 7 = Brazil 8 = Jepang 9 = Malaysia 10 = Surabaya 11 = Korea 12 = Jakarta 13 = Bandar lampung 14 = Medan 15 = India 16 = Lokasi PT. XYZ Medan 17 = Jawa Tengah 18 = Bekasi 19 = Pematang siantar 20 = Malaysia 21 = Kamboja Melalui Gambar 5.1 dapat dilihat beberapa negara dan kota yang menjadi negara asal supplier untuk PT. XYZ. Tidak semua supplier tersebut merupakan supplier tetap, dikarenakan perusahaan hanya memilih salah satu supplier untuk satu kali pemesanan. Seluruh supplier tersebut menjadi alternatif dan saling bersaing untuk mendapatkan order dari perusahaan. PT. XYZ akan memilih supplier atas kriteria harga, kualitas, dan syarat pembayaran. Misalnya, supplier asal Kanada telah memenuhi seluruh kriteria untuk pemesanan bahan bubur kertas pada bulan Januari, maka hanya supplier tersebut yang dipilih untuk pemesanan bahan bubur kertas. Beberapa supplier dan jenis bahan yang disediakan dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Beberapa Negara dan Kota Asal Supplier PT. XYZ Negara dan Kota Asal Jenis Bahan Kanada Bubur kertas Afrika selatan Bubur kertas Filipina Bubur kertas Chilli Bubur kertas Prancis Bubur kertas, chemical, dan deformer Universitas Sumatera Utara Tabel 5.1. Beberapa Negara dan Kota Asal Supplier PT. XYZ Lanjutan Negara dan Kota Asal Jenis Bahan Amerika Bubur kertas Brazil Bubur kertas Jepang CaCO 3 dan chemical Malaysia CaCO 3 Yogyakarta CaCO 3 Korea Chemical Jakarta Chemical Bandar lampung Chemical Tangerang Chemical dan deformer Medan Chemical India Chemical Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ Melalui Gambar 5.1, juga dapat dilihat beberapa kota dan negara yang menjadi customer PT. XYZ. Beberapa kota tersebut diantaranya adalah Kudus, Malang, Sidoarjo, dan Surabaya yang terletak di wilayah Jawa Timur. Selain itu, juga terdapat kota Bekasi, Pematang Siantar, dan Medan. Produk PT. XYZ juga telah dikirim ke luar negeri, diantaranya adalah ke negara Malaysia dan Kamboja. Proses bisnis yang menunjukkan hubungan antara supplier, perusahaan PT. XYZ, dan customer dijelaskan sebagai berikut: P1 = Plan supply chain P2 = Plan source P3 = Plan make P4 = Plan deliver P5 = Plan return S1 = Source stocked product M2 = Make to order D2 = Deliver made to order product DR1 = Return defective product SR1 = Return defective product Universitas Sumatera Utara a. Proses Bisnis PT. XYZ: P1-P5, S1,M2,D2,DR1,SR1 Proses bisnis yang dijalankan PT. XYZ diawali dengan perencanaan secara menyeluruh terhadap rantai pasokan yang akan dijalankan. P1 ini menjadi acuan terhadap pelaksanaan proses bisnis perusahaan, dimana terdapat jadwal produksi dan kuantitas produk yang telah ditetapkan dalam jangka waktu tertentu. P2,P3,P4, dan P5 merupakan perencanaan yang lebih khusus terkait dengan tugas masing-masing kegiatan yang ditetapkan dan dijalankan oleh Manajer serta karyawan pada masing-masing kegiatan tersebut. S1 merupakan ciri perusahaan dalam membeli bahan baku, yaitu dengan sistem pengadaan persediaan untuk produksi selama beberapa waktu tertentu, sehingga bahan baku selalu tersedia saat dibutuhkan. M2 merupakan jenis produksi perusahaan, yaitu berproduksi sesuai dengan permintaan pelanggan atau order. D2 merupakan ciri perusahaan dalam memproses produk untuk merespon permintaan pelanggan. Deliver pada dasarnya terletak pada gudang atau pengiriman langsung pada pelanggan. Dalam hal ini, barang atau produk yang tersedia dan siap untuk dikirim adalah produk yang dibuat sesuai dengan order pelanggan. DR1 merupakan ciri perusahaan dalam menerima pengembalian produk dari pelanggan akibat alasan tertentu, seperti adanya kecacatan produk. Dalam hal ini, pelanggan berhak mengklaim produk yang diterima tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan jika telah diperiksa dan disampaikan kepada pihak perusahaan. Kemudian, pihak perusahaan akan menerima pengembalian produk tersebut dan menggantinya. Sedangkan, SR1 merupakan ciri pengembalian Universitas Sumatera Utara produk kepada supplier. Dalam hal ini, perusahaan juga berhak mengembalikan bahan baku kepada supplier jika terdapat spesifikasi yang tidak sesuai. b. Proses Bisnis Supplier: P4,M2,D2,DR1 P4 merupakan perencanaan terhadap kebutuhan distribusi, yaitu sesuai dengan jumlah order pelanggan. M2 merupakan jenis produksi pihak supplier, yaitu berproduksi sesuai dengan permintaan pelanggan atau order. D2 merupakan ciri supplier dalam memproses produk untuk merespon permintaan pelanggan. Dalam hal ini, produk yang tersedia dan siap untuk dikirim adalah produk yang dibuat sesuai dengan order pelanggan. DR1 merupakan ciri supplier dalam menerima pengembalian produk dari pelanggan akibat alasan tertentu, seperti adanya kecacatan produk. Dalam hal ini, perusahaan berhak mengklaim produk yang diterima tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan jika telah diperiksa dan disampaikan kepada pihak supplier . Kemudian, pihak supplier akan menerima pengembalian produk tersebut dan menggantinya. c. Proses Bisnis Pelanggan Customer: P2,P5,S1,SR1 P2 merupakan perencanaan pelanggan terhadap pengadaan sumber daya atau bahan baku. Dalam hal ini, pelanggan membuat rencana jadwal pemesanan, pengiriman, dan jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk produksi dalam waktu tertentu. P5 merupakan perencanaan terhadap pengembalian produk dan jadwal penggantian produk tersebut. S1 merupakan jenis pihak pelanggan dalam membeli bahan baku, yaitu dengan sistem pengadaan persediaan untuk produksi selama beberapa waktu Universitas Sumatera Utara tertentu, sehingga bahan baku selalu tersedia saat dibutuhkan. SR1 merupakan ciri pengembalian produk kepada supplier, yaitu PT. XYZ. Dalam hal ini, pelanggan berhak mengklaim bahan yang diterima tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan jika telah diperiksa dan disampaikan kepada pihak supplier PT. XYZ. Kemudian, pihak supplier akan menerima pengembalian produk tersebut dan menggantinya. 5.1.1.2.Penggambaran Proses Bisnis dengan SCOR Thread Diagram SCOR Thread Diagram merupakan alat yang digunakan untuk menggambarkan proses bisnis yang terdapat pada perusahaan, mulai dari supplier hingga ke pelanggan. Penggambaran SCOR Thread Diagram ini bertujuan untuk memudahkan dalam memahami proses bisnis yang terdapat pada perusahaan. SCOR Thread Diagram PT. XYZ dapat dilihat pada Gambar 5.2. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.2. SCOR Thread Diagram PT. XYZ Sumber: SCC PT. XYZ Universitas Sumatera Utara Keterangan: Aliran bahan baku sampai menjadi produk, dari supplier hingga sampai ke customer. Aliran proses bisnis internal yang terjadi pada supplier, perusahaan, dan customer. SCOR Thread Diagram pada Gambar 5.2 menjelaskan aliran proses bisnis perusahaan dengan supplier dan customer atau pelanggannya secara lebih jelas. Penggambaran proses bisnis supplier dan pelanggan tidak digambarkan sepenuhnya dikarenakan tidak tersedia informasi mengenai hal tersebut. Proses bisnis yang digambarkan adalah proses yang langsung berhubungan dengan pihak perusahaan.

5.1.2. Aliran Informasi

dan Aliran Fisik 5.1.2.1.Aliran Informasi Proses Bisnis Aliran informasi dalam proses bisnis dimulai dari adanya pesanan pelanggan melalui purchase order atau manufacturing order yang ditujukan kepada bagian customer service perusahaan. Flowchart aliran informasi di PT. XYZ dapat dilihat pada Gambar 5.3. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.3. Flowchart Aliran Informasi Sumber: PT. XYZ Universitas Sumatera Utara 5.1.2.2.Aliran Fisik Proses Produksi Aliran fisik proses produksi kertas di PT. XYZ terbagi atas tiga tahap, yaitu tahap persiapan bahan, tahap pembuatan kertas di paper machine, dan tahap penyelesaian atau finishing.. Blok diagram proses produksi kertas di PT. XYZ dapat dilihat pada Gambar 5.4. Value stream mapping untuk satu siklus proses produksi kertas di PT. XYZ dapat dilihat pada Gambar 5.5. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.4. Blok Diagram Proses Produksi Kertas Sumber: PT. XYZ Tahap Penyelesaian Produk Pemotongan dan pelarutan bahan baku Penyaringan Penghancuran dan pemecahan serat Penguraian dan pembersihan bahan baku Pembentukan lembaran sheet Pembersihan Pemberian deformer Pencampuran Bahan Baku Penggulungan jumbo roll Pengeringan Pemberian garis horizontal Pengepresan Pemotongan jumbo roll Pemberian logo Bentuk Bobbin Bentuk Ream Pengepakan Tahap Persiapan Bahan Tahap Pembuatan Kertas Tahap Penyelesaian Produk Universitas Sumatera Utara Gambar 5.5. Value Stream Mapping untuk Satu Siklus Proses Produksi Kertas Universitas Sumatera Utara

5.1.3. Pengukuran Kinerja Rantai Pasokan dengan Pendekatan SCOR

Atribut kinerja yang digunakan untuk pengukuran kinerja rantai pasokan PT. XYZ dengan menggunakan pendekatan SCOR adalah reliability, responsiveness, dan flexibility. Ketiga atribut kinerja ini termasuk atribut yang berhubungan dengan pelanggan customer facing. Metrik kinerja dalam pendekatan SCOR yang digunakan adalah metrik kinerja level 1. Pengukuran kinerja rantai pasokan yang dilakukan menggunakan data bulan Januari sampai Juni 2013. Metrik kinerja level 1 dalam pendekatan SCOR dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Metrik Kinerja Level 1 dalam SCOR Kategori 1: Customer Facing Atribut Kinerja Metrik Kinerja Definisi Supply chain delivery reliability Delivery performance Persentase order terkirim sesuai jadwal dan sepenuhnya pada pelanggan Perfect order fulfillment Persentase order yang terkirim tepat waktu dan sepenuhnya, sesuai dengan pesanan secara sempurna tanpa ada kesalahan Supply chain responsiveness Order fulfillment lead time Jumlah hari dari menerima pesanan sampai pengiriman pada pelanggan Supply chain flexibility Supply chain response time Jumlah hari rantai pasokan untuk merespon perubahan permintaan signifikan yang tidak terencana tanpa biaya pinalti Production flexibility Jumlah hari untuk meraih 20 perubahan pesanan yang tidak terencana tanpa biaya pinalti Sumber: Russell and Taylor, 2006 Nilai perbandingan yang digunakan untuk mengetahui tingkat kinerja saat ini adalah nilai benchmark dari Supply Chain Council SCC, yaitu nilai best in class untuk setiap metrik kinerja dan nilai target yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara perusahaan. Nilai best in class dan target perusahaan untuk setiap metrik kinerja dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Nilai Best in Class dan Target Perusahaan Metrik Kinerja Nilai Best in Class SCC Nilai Target Perusahaan Delivery performance 93 95 Perfect order fulfillment 92,4 95 Order fulfillment lead time 135 hari 25 hari Supply chain response time - - Production flexibility - - Sumber: SCC dan PT. XYZ Berdasarkan Tabel 5.3, maka akan diketahui apakah kinerja rantai pasokan saat ini telah mencapai target atau belum mencapai target. Metrik kinerja yang belum mencapai target akan dijadikan sebagai objek yang akan diperbaiki untuk ditingkatkan kinerjanya dengan menggunakan Lean Six Sigma. 5.1.3.1.Pengukuran Atribut Kinerja Reliability Reliability merupakan atribut kinerja yang mengukur kehandalan kinerja rantai pasokan dalam memenuhi order pelanggan dan kualitas produk yang dihasilkan. Metrik kinerja pada atribut reliability adalah delivery performance dan perfect order fulfillment. a. Delivery Performance Delivery performance didefinisikan sebagai persentase order terkirim sesuai jadwal dan sepenuhnya pada pelanggan. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan data purchase order dan delivery order yang dimiliki perusahaan. Perhitungan delivery performance adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara order Jumlah delivery time On x 100 = 59 53 x 100 = 89,83 Hasil perhitungan delivery performance untuk bulan Januari sampai Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Hasil Perhitungan Delivery Performance Bulan Jumlah order On time delivery Jumlah order terlambat Delivery performance Januari 59 53 6 89,83 Februari 42 36 6 85,71 Maret 49 42 7 85,71 April 62 53 9 85,48 Mei 59 51 8 86,44 Juni 56 49 7 87,50 Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ Berdasarkan Tabel 5.4, diketahui bahwa PT. XYZ belum memiliki kinerja yang baik untuk metrik kinerja delivery performance. Perusahaan memiliki target sebesar 95, akan tetapi target belum dapat tercapai sesuai dengan hasil perhitungan yang dilakukan. Melalui Tabel 5.4, juga dapat diketahui bahwa persoalan pemenuhan order pelanggan memang menjadi suatu masalah penting bagi perusahaan karena kinerja saat ini belum dapat mencapai target perusahaan. Hasil pencapaian perusahaan saat ini masih dibawah nilai best in class jika dibandingkan dengan benchmark kinerja yang dibuat oleh Supply Chain Council, yaitu sebesar 93. b. Perfect Order Fulfillment Perfect order fulfillment didefinisikan sebagai persentase order yang terkirim tepat waktu dan sepenuhnya, sesuai dengan pesanan secara sempurna tanpa ada kesalahan. Pengukuran metrik kinerja ini menggunakan data yang sama dengan pengukuran delivery performance, ditambah dengan data return Universitas Sumatera Utara order. Berdasarkan data purchase order, delivery order, return order, serta penjelasan dari bagian quality assurance, selama bulan Januari hingga Juni 2013 pernah terjadi satu kali komplain dari pelanggan mengenai kualitas produk karena memiliki kecacatan yang tidak dapat diterima customer. Kecacatan terjadi pada saat proses produksi, sehingga produk tersebut dikembalikan dan diganti oleh pihak perusahaan. Kecacatan yang terjadi adalah sekitar 10 dari total kuantitas produk yang dipesan, yaitu pada salah satu jenis grade. Perusahaan tidak menetapkan batas jumlah produk cacat yang dapat diganti, dikarenakan perusahaan sangat mengutamakan kepuasan pelanggan. Akibat dari komplain ini, persentase perfect order fulfillment pada bulan Januari menjadi berkurang. Perhitungan perfect order fulfillment adalah sebagai berikut: order order perfect Jumlah Jumlah x 100 = 59 52 x 100 = 88,14 Hasil perhitungan perfect order fulfillment untuk bulan Januari sampai Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.5. Hasil Perhitungan Perfect Order Fulfillment Bulan Jumlah order Jumlah perfect order Jumlah non perfect order Perfect Order Fulfillment Januari 59 52 7 88,14 Februari 42 36 6 85,71 Maret 49 42 7 85,71 April 62 53 9 85,48 Mei 59 51 8 86,44 Juni 56 49 7 87,50 Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ Berdasarkan Tabel 5.5, diketahui bahwa nilai perfect order fulfillment belum mencapai target, dimana perusahaan juga menetapkan target sebesar 95 Universitas Sumatera Utara untuk metrik kinerja ini. Nilai best in class untuk metrik kinerja ini adalah sebesar 92,4. Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa kinerja rantai pasokan perusahaan untuk metrik kinerja ini juga tidak tergolong dalam level best in class. Oleh karena itu, perusahaan perlu melakukan evaluasi terhadap kinerja perfect order fulfillment. 5.1.3.2.Pengukuran Atribut Kinerja Responsiveness Responsiveness merupakan atribut kinerja yang mengukur kecepatan waktu respon rantai pasokan perusahaan dalam memenuhi order dari pelanggan. Metrik kinerja pada atribut responsiveness adalah order fulfillment lead time. Order fulfillment lead time didefinisikan sebagai jumlah hari dari menerima pesanan sampai pengiriman pada pelanggan. Data yang digunakan untuk pengukuran metrik kinerja ini adalah data purchase order dan delivery order. Perhitungan order fulfillment lead time adalah sebagai berikut: Tanggal pengiriman order – Tanggal pemesanan order = 14 Maret 2013 – 07 Januari 2013 = 66 Hari Hasil perhitungan order fulfillment lead time selama bulan Januari sampai Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6. Hasil Perhitungan Order Fulfillment Lead Time Data Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Lead time maksimum hari 66 41 54 46 42 37 Lead time minimum hari 1 3 5 10 Rata-rata lead time hari 15 12 16 17 19 15 Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Tabel 5.6, diketahui bahwa rata-rata lead time paling besar terdapat pada bulan Mei, yaitu 19 hari. Perusahaan membuat target untuk rata- rata lead time terbesar adalah 25 hari, sehingga rata-rata lead time saat ini sudah melebihi target yang ditetapkan. Akan tetapi, lead time maksimum memiliki perbandingan yang sangat jauh terhadap target rata-rata yang ditetapkan oleh perusahaan. Berdasarkan hal ini, lead time maksimum harus menjadi perhatian khusus bagi perusahaan untuk dapat diminimalkan agar semua order dapat dipenuhi sesuai target. Nilai best in class untuk metrik kinerja ini adalah 135 hari. Oleh karena itu, nilai rata-rata dan nilai maksimum order fulfillment lead time perusahaan saat ini tergolong dalam level best in class karena berada dibawah nilai best in class yang ditetapkan. 5.1.3.3.Pengukuran Atribut Kinerja Flexibility Flexibility merupakan atribut kinerja yang mengukur kemampuan perusahaan dalam beradaptasi terhadap perubahan atau variasi permintaan pelanggan, baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka waktu yang panjang. Metrik kinerja pada atribut flexibility adalah supply chain response time dan production flexibility. a. Supply Chain Response Time Supply chain response time didefinisikan sebagai jumlah hari rantai pasokan untuk merespon perubahan permintaan signifikan yang tidak terencana tanpa biaya pinalti. Untuk mengukur metrik kinerja ini, terlebih dahulu Universitas Sumatera Utara dilakukan perbandingan antara peramalan produksi dengan produksi aktual untuk mengetahui kapan terjadi variasi permintaan pelanggan yang signifikan. Data peramalan produksi bulan Januari sampai Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.7. Data Peramalan Produksi Berdasarkan Grade Kertas No Grade Jumlah Produksi Ton Jan Feb Mar Apr Mei Jun 1 505818254242 15 8 10 15 64 3 2 5050 40 20 72 1 70 3 B35C 4 4 1 2 2 7 4 2724T 4 15 15 1 15 5 150T 2 1 1 1 6 553550 1 1 25 7 773C170T 41 54 41 85 20 1 8 AA 260 240 250 146 140 120 9 PW25PW27 1 23 1 50 50 90 10 Repse 2530 1 1 1 10 83 11 Booklet 3 1 3 12 2735C 1 0 49 1 5 0 13 2435 1 1 1 1 Total Produksi 374 366 355 393 293 415 Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ Data produksi aktual bulan Januari sampai Mei 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.8. Tabel 5.8. Data Produksi Aktual Berdasarkan Grade Kertas No Grade Jumlah Produksi Ton Jan Feb Mar Apr Mei Jun 1 505818254242 21 7 8 14 69 2 5050 41 19 76 3 60 3 B35C 2 7 12 4 2724T 14 12 12 5 150T 1 6 553550 20 7 773C170T 48 56 43 79 17 Universitas Sumatera Utara Tabel 5.8. Data Produksi Aktual Berdasarkan Grade Kertas Lanjutan No Grade Jumlah Produksi Ton Jan Feb Mar Apr Mei Jun 8 AA 305 236 243 115 157 96 9 PW25PW27 42 46 49 100 10 Repse 2530 16 72 11 Booklet 12 2735C 57 6 13 2435 Total Produksi 417 381 352 342 317 372 Total Grade 5 7 5 6 7 7 Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ Data peramalan produksi pada Tabel 5.7 menunjukkan bahwa data peramalan tersebut selalu berbeda dengan produksi aktual yang terjadi seperti ditunjukkan pada Tabel 5.8. Hal ini menunjukkan bahwa selalu terjadi fluktuasi permintaan pelanggan dan sangat sulit untuk membuat peramalan dengan tepat. Data peramalan produksi dibuat berdasarkan data masa lalu yang dimiliki perusahaan dengan mempertimbangkan aspek eksternal terkait dengan perusahaan customer. Melalui Tabel 5.7 yang dibandingkan dengan Tabel 5.8, dapat diketahui perbedaan jumlah produksi yang paling signifikan terjadi pada bulan Januari, yaitu untuk grade AA. Selisih jumlah peramalan produksi dengan produksi aktual tersebut adalah sebesar 45 ton. Oleh karena itu, data ini akan digunakan untuk mengukur metrik kinerja supply chain response time. Grade AA hanya dipesan oleh satu pelanggan yang rutin memesan grade ini setiap bulannya. Grade ini dipesan pada tanggal 7 Januari 2013 dan diminta untuk dikirim pada beberapa due date. Due date yang diberikan untuk order ini dapat dilihat pada Tabel 5.9. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.9. Due Date untuk Order AA Due Date Kuantitas Order Ton Waktu Tiba 5 Februari 2013 76,25 29 Januari 2013 12 Februari 2013 76,25 7 Februari 2013 19 Februari 2013 76,25 14 Februari 2013 26 Februari 2013 76,25 24 Februari 2013 Total Order 305 Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ Selanjutnya, waktu ini akan dibandingkan dengan waktu ideal pemenuhan order dengan mempertimbangkan waktu perencanaan, lead time supplier, lead time produksi, dan waktu pengiriman. 1 Waktu perencanaan Waktu perencanaan terdiri atas waktu proses order oleh bagian customer service dan waktu perencanaan kegiatan serta kebutuhan oleh bagian PPIC. Waktu perencanaan dapat dilihat pada Tabel 5.10. Tabel 5.10. Waktu Perencanaan Data Jumlah Hari Rata-rata waktu proses order 1 Rata-rata waktu perencanaan kegiatan dan kebutuhan 1 Total Waktu Perencanaan 2 Sumber: Informasi dari Bagian Customer Service 2 Lead Time Supplier Supplier PT. XYZ tidak hanya berada di Indonesia, tetapi juga berada diluar negeri. Bahan baku yang digunakan oleh perusahaan dikirim dari luar negeri secara langsung dengan menggunakan kapal atau pesawat terbang, namun pada umumnya supplier mengirimnya dengan kapal. Bahan baku untuk membuat kertas adalah bubur kertas atau wood pulp. Universitas Sumatera Utara Wood pulp terbagi lagi menjadi dua, yaitu serat pendek atau soft wood dan serat panjang atau hard wood. Kedua bahan inilah yang dikirim langsung dari luar negeri. Secara umum, bahan yang dibutuhkan untuk memproduksi kertas terbagi atas empat jenis, yaitu pulp, CaCO 3, chemical, dan deformer. Pulp merupakan bahan baku, sedangkan lainnya merupakan bahan penolong dalam kegiatan produksi. Berdasarkan informasi dari bagian purchasing dan produksi, lead time yang dibutuhkan oleh supplier untuk memenuhi permintaan perusahaan dapat dilihat pada Tabel 5.11. Tabel 5.11. Lead Time Supplier Bahan Rata-rata Lead Time Maksimum Lead Time Pulp luar negeri 2 Bulan 3 Bulan CaCO 3, chemical, dan deformer luar negeri 2 Bulan 3 Bulan CaCO 3, chemical, dan deformer dalam negeri 3 Minggu 1,5 Bulan Sumber: Informasi dari Bagian Purchasing dan Produksi Berdasarkan Tabel 5.11, diketahui bahwa rata-rata lead time supplier yang berada diluar negeri adalah 2 bulan, sedangkan supplier dalam negeri adalah 3 minggu. Perusahaan selalu menyediakan inventory bahan baku untuk keperluan selama 1,5 bulan kedepan, sehingga saat ada pesanan, perusahaan tidak perlu menunggu bahan baku datang dari supplier karena akan membutuhkan waktu lebih lama lagi untuk pemenuhan order. Berdasarkan informasi dari bagian PPIC, tidak dilakukan pemesanan bahan baku tambahan untuk memproduksi order ini dikarenakan stok bahan baku yang dimiliki masih cukup. Universitas Sumatera Utara 3 Waktu Produksi Bahan baku yang digunakan untuk satu siklus produksi adalah sebesar 500 kg untuk masing-masing jenis pulp NBKP dan LBKP dengan sistem batch. Hasil yang dapat diperoleh adalah sekitar 98 dari total bahan baku yang digunakan. Kapasitas produksi mesin adalah 18 ton per hari dengan tiga shift kerja. Perhitungan waktu produksi adalah sebagai berikut: produksi Kapasitas Jumlah order = Ton 18 Ton 6,25 7 = 4,24 Hari ≈ 5 Hari Maka, untuk dapat menghasilkan kertas dari 76,25 ton bahan baku, secara ideal dibutuhkan waktu selama 5 hari. Proses penyelesaian atau finishing terdiri atas proses pemotongan kertas menjadi lembaran-lembaran dan proses pemeriksaan kualitas kertas secara visual. Customer menghendaki order ini dalam bentuk ream, sehingga bentuk bobbin tidak diperhitungkan. Proses pemotongan ini dilakukan oleh mesin dan berlangsung dengan cepat, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk tahap ini. Sedangkan, untuk proses pemeriksaan kualitas membutuhkan waktu yang cukup lama karena harus memeriksa kualitas setiap lembaran kertas dengan teliti. Proses packaging terdiri atas proses penyusunan ream kertas didalam pallet dan proses pemberian label. Proses ini juga disertai dengan pemeriksaan kualitas lagi sebelum dimasukkan kedalam pallet, sehingga dibutuhkan waktu lebih lama pada tahap ini. Waktu yang dibutuhkan untuk proses penyusunan 1 pack kertas tidak bisa ditentukan secara pasti, dikarenakan hal ini tergantung oleh kualitas kertas yang diperiksa. Universitas Sumatera Utara Jika terdapat kecacatan, maka harus dipisahkan dan dikumpulkan, kemudian diberi tanda jenis kecacatan yang terdapat pada lembaran kertas tersebut. Akan tetapi, bagian produksi menyatakan dapat diperkirakan rata-rata waktu yang dibutuhkan, yaitu 20 menit untuk penyelesaian 1 pack kertas. 4 Waktu Pengiriman Waktu pengiriman merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengirim order kepada pelanggan dimulai dari waktu keberangkatan order dari gudang perusahaan hingga sampai ditempat pelanggan tujuan. Transportasi yang digunakan terdiri atas angkutan darat, laut, dan udara. Pada umumnya, perusahaan menggunakan angkutan laut untuk pengiriman ke luar wilayah Sumatera Utara, dan menggunakan angkutan darat untuk pengiriman ke wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya. Penggunaan angkutan udara hanya digunakan apabila ada permintaan khusus dari pelanggan yang menginginkannya saja dan hanya jika kuantitas pesanan sedikit. Rata-rata waktu pengiriman order kepada pelanggan selama bulan Januari hingga Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.12. Tabel 5.12. Rata-rata Waktu Pengiriman Order Tujuan Lama Pengiriman Pengiriman Laut Vessel Jawa Timur 4 Hari Bekasi 2 Hari Malaysia 1 Hari Pengiriman Darat Truck Pematang Siantar 1 Hari ±5 Jam Jawa Timur 9 Hari Bekasi 5 Hari Pengiriman Udara Malaysia 1 Hari ±1 Jam Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ Universitas Sumatera Utara Pihak perusahaan juga harus mempertimbangkan waktu tunggu produk di gudang apabila belum tersedianya moda atau transportasi yang digunakan. Berdasarkan informasi dari bagian customer service, rata-rata waktu tunggu produk di gudang adalah 1 hari. Perusahaan biasanya telah membuat jadwal dan kontrak terlebih dahulu dengan pihak transportasi. Apabila transportasi dibutuhkan secara tiba-tiba tanpa ada perjanjian sebelumnya, pada umumnya waktu yang dibutuhkan untuk menunggu ketersediaan transportasi tersebut hanya 1 hari karena perusahaan transportasi yang bersangkutan selalu mengusahakan agar transportasi yang dibutuhkan segera tersedia. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan terhadap waktu perencanaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman, dapat dibuat rekapitulasi untuk response time ideal proses produksi grade AA pada Tabel 5.13. Tabel 5.13. Rekapitulasi Response Time Ideal Data Response Time Ideal Hari Waktu Perencanaan 2 Waktu Produksi 5 Waktu Pengiriman 4 Waktu Tunggu di Gudang 1 Total 12 Sumber: Perhitungan Waktu Berdasarkan Data Sekunder Waktu perencanaan hanya dibutuhkan satu kali untuk setiap order. Maka, waktu perencaan hanya ikut diperhitungkan pada response time untuk due date pertama, yaitu tanggal 5 Februari 2013. Oleh karena itu, untuk ketiga due date selanjutnya, response time idealnya adalah 10 hari. Berdasarkan data purchase order, diketahui bahwa order ini mengalami revisi satu kali dikarenakan persoalan harga produk yang dipesan telah mengalami kenaikan. Universitas Sumatera Utara Proses revisi tersebut selesai pada tanggal 15 Januari 2013, sehingga order tersebut baru dapat diproduksi pada tanggal 15 Januari 2013 untuk produk pada due date yang pertama. Perhitungan response time aktual per due date untuk order ini adalah sebagai berikut: Waktu tiba – Waktu mulai produksi = 29 Januari 2013 – 15 Januari 2013 = 14 Hari Maka, hasil perhitungan response time aktual per due date untuk order ini dapat dilihat pada Tabel 5.14. Tabel 5.14. Hasil Perhitungan Response Time Aktual per Due Date Due Date Waktu Mulai Produksi Waktu Tiba Response Time Aktual Hari 5 Februari 2013 15 Januari 2013 29 Januari 2013 14 12 Februari 2013 20 Januari 2013 7 Februari 2013 18 19 Februari 2013 26 Januari 2013 14 Februari 2013 19 26 Februari 2013 31 Januari 2013 24 Februari 2013 24 Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ Perbandingan antara response time aktual dengan response time ideal dapat dilihat pada Tabel 5.15. Tabel 5.15. Perbandingan antara Response Time Aktual dengan Response Time Ideal Due Date Response Time Aktual Hari Response Time Ideal Hari 5 Februari 2013 14 12 12 Februari 2013 18 10 19 Februari 2013 19 10 26 Februari 2013 24 10 Sumber: Data Sekunder dan Perhitungan Berdasarkan Data Sekunder Berdasarkan Tabel 5.15, terlihat perbedaan yang sangat signifikan antara response time aktual dengan response time ideal untuk due date pertama hingga Universitas Sumatera Utara keempat. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh banyak faktor yang akan dibahas selanjutnya. Oleh karena itu, metrik kinerja ini belum mencapai target, sehingga harus dievaluasi untuk dapat meningkatkan kinerjanya. b. Production Flexibility Production flexibility didefinisikan sebagai jumlah hari untuk meraih 20 perubahan pesanan yang tidak terencana tanpa biaya pinalti. Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan data produksi pada bulan Januari sampai Juni 2013. Perhitungan production flexibility adalah sebagai berikut: 1 Jumlah Sisa Hari Tersedia PT. XYZ melakukan kegiatan produksi setiap hari selama 24 jam. Proses produksi hanya berhenti pada saat tertentu untuk maintenance mesin dan peralatan produksi yang telah dijadwalkan oleh bagian engineering dan bagian produksi atau disebut dengan scheduled delay. Selain itu, terdapat juga penyebab yang tidak terduga atau disebut unscheduled delay. Perhitungan total hari untuk scheduled delay dan unscheduled delay adalah sebagai berikut: Jam 24 delay d Unschedule + delay Scheduled = Jam 24 Jam 28,27 Jam 20,09  = Jam 24 Jam 48,36 = 2,02 Hari Hasil perhitungan total hari untuk scheduled delay dan unscheduled delay dapat dilihat pada Tabel 5.16. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.16. Hasil Perhitungan Total Hari untuk Scheduled dan Unscheduled Delay Bulan Scheduled Delay Jam Unscheduled Delay Jam Total Scheduled dan Unscheduled Delay Jam Total Scheduled dan Unscheduled Delay Hari Januari 20,09 28,27 48,36 2,02 Februari 13,44 28,22 41,66 1,74 Maret 10,37 33,70 44,06 1,84 April 23,52 38,98 62,50 2,60 Mei 73,30 34,97 108,26 4,51 Juni 18,72 36,00 54,72 2,28 Sumber: Data Sekunder dan Perhitungan Berdasarkan Data Sekunder Scheduled dan unscheduled delay menyebabkan jumlah hari yang tersedia dalam sebulan untuk berproduksi menjadi berkurang. Perhitungan jumlah sisa hari yang tersedia untuk kegiatan produksi adalah sebagai berikut: Jumlah hari dalam sebulan - Total hari scheduled delay dan unscheduled delay = 31 – 2,02 = 28,98 Hari Hasil perhitungan jumlah sisa hari yang tersedia untuk kegiatan produksi dapat dilihat pada Tabel 5.17. Tabel 5.17. Jumlah Sisa Hari Tersedia Data Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jumlah hari dalam sebulan Hari 31 28 31 30 31 30 Scheduled delay dan unscheduled delay Hari 2,02 1,74 1,84 2,60 4,51 2,28 Jumlah sisa hari tersedia Hari 28,98 26,26 29,16 27,4 26,49 27,72 Sumber: Data Sekunder dan Perhitungan Berdasarkan Data Sekunder 2 Jumlah Hari yang Digunakan untuk Produksi Jumlah hari yang digunakan untuk kegiatan produksi dalam sebulan dipengaruhi oleh jumlah pesanan, kapasitas produksi, dan jumlah hari yang Universitas Sumatera Utara tersedia. Untuk memproduksi pesanan sebanyak 417 ton pada bulan Januari dengan kapasitas produksi 18 ton per hari, dibutuhkan waktu selama 24 hari. Perhitungan jumlah waktu yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: produksi Kapasitas pesanan Jumlah = Ton 18 Ton 17 4 = 24 Hari Akan tetapi, pada kenyataannya waktu yang dibutuhkan adalah 28,98 ≈ 29 hari. Pada bulan Februari hingga Juni juga terjadi hal yang sama, dimana jumlah hari untuk produksi lebih banyak daripada yang seharusnya. Bagian produksi mengatakan bahwa hal ini disebabkan oleh penggunaan mesin secara continue yang menyebabkan proses produksi harus terus berjalan. Jika order untuk bulan ini sudah diproduksi semuanya, maka akan langsung dilanjutkan dengan proses produksi untuk order bulan selanjutnya. 3 Sisa Hari yang Tersedia Sisa hari yang tersedia merupakan selisih antara jumlah sisa hari tersedia dengan jumlah hari yang digunakan untuk kegiatan produksi. Dalam hal ini, untuk setiap bulannya tidak terdapat available day dikarenakan seluruh hari yang tersedia digunakan untuk memproduksi order pelanggan. 4 Peningkatan Produksi Peningkatan produksi yang ditetapkan adalah sebesar 20. Perhitungan jumlah peningkatan produksi untuk bulan Januari adalah sebagai berikut: Jumlah pesananorder x 20 = 417 Ton x 20 = 83,40 Ton Maka, pada bulan Februari, jumlah peningkatan produksi adalah sebanyak 76,20 ton, bulan Maret sebanyak 70,40 ton, bulan April sebanyak 68,40 ton, bulan Mei sebanyak 63,40 ton, dan bulan Juni sebanyak 74,40 ton. Universitas Sumatera Utara 5 Jumlah Hari yang Dibutuhkan untuk Penyelesaian Peningkatan Produksi Production Flexibility Jumlah hari yang dibutuhkan untuk penyelesaian peningkatan produksi dipengaruhi oleh kuantitas peningkatan produksi dan kapasitas produksi. Perhitungan jumlah hari yang dibutuhkan untuk penyelesaian peningkatan produksi production flexibility bulan Januari adalah sebagai berikut: produksi Kapasitas produksi n peningkata Jumlah = Ton 18 Ton 83,40 = 4,63 Hari ≈ 5 Hari Maka, jumlah hari yang dibutuhkan production flexibility untuk bulan Januari, Februari, dan Juni adalah sekitar 5 hari, sedangkan bulan Maret sampai Mei adalah sekitar 4 hari. Rekapitulasi hasil perhitungan production flexibility dapat dilihat pada Tabel 5.18. Tabel 5.18. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Production Flexibility Data Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jumlah hari dalam sebulan Hari 31 28 31 30 31 30 Scheduled delay dan unscheduled delay Hari 2,02 1,74 1,84 2,60 4,51 2,28 Jumlah sisa hari tersedia Hari 28,98 26,26 29,16 27,4 26,49 27,72 Total order Ton 417 381 352 342 317 372 Jumlah hari yang digunakan untuk produksi Hari 28,98 26,26 29,16 27,4 26,49 27,72 Sisa hari yang tersedia Hari Jumlah peningkatan produksi sebesar 20 Ton 83,40 76,20 70,40 68,40 63,40 74,4 Production flexibility Hari 5 5 4 4 4 5 Sumber: Data Sekunder dan Perhitungan Berdasarkan Data Sekunder Berdasarkan Tabel 5.18, diketahui bahwa tidak terdapat sisa hari untuk memenuhi 20 perubahan pesanan dari pelanggan. Pihak produksi menyatakan bahwa, sebenarnya pabrik mampu untuk memenuhi hal ini dikarenakan selama Universitas Sumatera Utara bulan Januari sampai Juni 2013 tidak pernah terjadi penambahan order secara tiba-tiba dari pelanggan saat kegiatan produksi untuk order awal sudah dijalankan, sehingga pabrik hanya memproduksi order yang memang telah disepakati dari awal. Jika proses produksi untuk order bulan depan tidak dilakukan terlebih dahulu, maka masih terdapat sisa hari yang tersedia untuk dapat memenuhi peningkatan permintaan tersebut. Perhitungan jumlah hari yang digunakan untuk produksi dengan proses produksi ideal adalah sebagai berikut: produksi Kapasitas pesanan Jumlah order = Ton 8 1 on T 417 = 23,17 Hari Perhitungan sisa hari yang tersedia dengan proses produksi ideal untuk bulan Januari adalah sebagai berikut: Jumlah sisa hari tersedia - Jumlah hari yang digunakan untuk produksi = 28,98 Hari – 23,17 Hari = 5,81 Hari Rekapitulasi hasil perhitungan production flexibility dengan proses produksi yang ideal dapat dilihat pada Tabel 5.19. Tabel 5.19. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Production Flexibility dengan Proses Produksi Ideal Data Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jumlah hari dalam sebulan Hari 31 28 31 30 31 30 Scheduled delay dan unscheduled delay Hari 2,02 1,74 1,84 2,60 4,51 2,28 Jumlah sisa hari tersedia Hari 28,98 26,26 29,16 27,40 26,49 27,72 Total order Ton 417 381 352 342 317 372 Jumlah hari yang digunakan untuk produksi Hari 23,17 21,17 19,56 19,00 17,61 20,67 Universitas Sumatera Utara Tabel 5.19. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Production Flexibility dengan Proses Produksi Ideal Lanjutan Data Jan Feb Mar Apr Mei Jun Sisa hari yang tersedia Hari 5,81 5,09 9,60 8,40 8,88 7,05 Jumlah peningkatan produksi sebesar 20 Ton 83,40 76,20 70,40 68,40 63,40 74,40 Production flexibility Hari 5 5 4 4 4 5 Sumber: Data Sekunder dan Perhitungan Berdasarkan Data Sekunder Berdasarkan penjelasan yang telah diberikan oleh pihak produksi dan perhitungan yang ditunjukkan pada Tabel 5.19, maka dapat disimpulkan bahwa pabrik masih mampu memenuhi 20 order apabila terjadi peningkatan permintaan secara tiba-tiba dari pelanggan, dikarenakan sisa hari yang tersedia lebih banyak daripada jumlah hari yang dibutuhkan untuk penyelesaian peningkatan produksi production flexibility. Maka, metrik kinerja ini sudah mencapai target, sehingga tidak dibutuhkan perbaikan atau evaluasi untuk metrik kinerja ini.

5.1.4. Penentuan Objek Peningkatan Kinerja Rantai Pasokan

Berdasarkan perhitungan yang mengacu pada pendekatan SCOR, dapat diketahui metrik kinerja yang belum mencapai target perusahaan dan benchmark dari SCC saat ini. Rekapitulasi perhitungan kinerja rantai pasokan dengan pendekatan SCOR dapat dilihat pada Tabel 5.20. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.20. Rekapitulasi Perhitungan Kinerja Rantai Pasokan dengan SCOR Metrik Kinerja Target Perusahaan Benchmark Supply Chain Council Pencapaian Rata-rata Keterangan Delivery performance 95 93 86,78 Belum tercapai Perfect order fulfillment 95 92,4 86,50 Belum tercapai Order fulfillment lead time 25 Hari 135 Hari 16 Hari Tercapai Supply chain response time 11 Hari - 19 Hari Belum tercapai Production flexibility 4 Hari - 8 Hari Tercapai Sumber: Perhitungan Atribut Kinerja Berdasarkan Tabel 5.20, diketahui bahwa metrik kinerja yang belum mencapai target perusahaan dan benchmark dari Supply Chain Council adalah metrik kinerja delivery performance, perfect order fulfillment, dan supply chain response time. Akan tetapi, untuk metrik kinerja order fulfillment lead time, perlu dilakukan evaluasi terhadap pencapaian lead time maksimum yang memiliki perbedaan sangat signifikan terhadap target rata-rata lead time. Oleh karena itu, metrik kinerja ini juga termasuk dalam metrik kinerja yang belum mencapai target. Penentuan objek perbaikan adalah sebagai berikut: a. Delivery performance dan perfect order fulfillment merupakan metrik kinerja dari atribut reliability. Reliability merupakan atribut kinerja yang melihat kemampuan rantai pasokan perusahaan dari ketepatan dan pemenuhan pesanan. Hal itu dapat diwujudkan dengan peningkatan ketepatan pengiriman, peningkatan ketepatan produk, dan peningkatan ketepatan pelayanan. Universitas Sumatera Utara b. Order fulfillment lead time merupakan metrik kinerja dari atribut responsiveness. Responsiveness merupakan faktor kritis yang memperhatikan kecepatan pesanan tersedia kepada pelanggan, sehingga faktor perencanaan proses bisnis harus disusun secara seksama dengan memperhatikan lead time masing-masing proses. c. Supply chain response time merupakan metrik kinerja dari atribut flexibility. Pada faktor kriteria ini hal yang terpenting adalah kemampuan perusahaan dalam menghadapi pasar. Banyaknya pesaing membuat perusahaan harus memiliki efisiensi produk dan produksi yang baik. Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat diketahui bahwa objek perbaikan adalah peningkatan ketepatan pengiriman, ketepatan produk, ketepatan pelayanan, penggunaan lead time secara seksama, efisiensi produk, dan produksi yang baik. Sesuai dengan batasan yang telah dibuat, penelitian hanya difokuskan pada kegiatan internal perusahaan. Oleh karena itu, tindakan perbaikan dilakukan terhadap proses internal pada perusahaan. Proses bisnis yang dijalankan oleh perusahaan adalah kegiatan produksi kertas rokok atau cigarette paper. Maka, tindakan perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki proses produksi pada perusahaan, yaitu dengan menghilangkan waste atau kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah. Hal ini akan meningkatkan efisiensi pada proses produksi, sehingga dapat diperoleh kualitas pelayanan dan produk yang lebih baik. Pengurangan waste akan mempengaruhi lead time produksi menjadi lebih singkat. Dengan memperbaiki lead time produksi, maka secara tidak langsung juga akan Universitas Sumatera Utara memperbaiki ketepatan pengiriman, ketepatan produk, ketepatan pelayanan, dan efisiensi proses produksi, sehingga diperoleh kegiatan produksi yang lebih baik.

5.1.5. Identifikasi Proses Produksi Kertas

Berdasarkan aliran fisik proses produksi, diketahui bahwa proses produksi kertas terbagi atas tiga tahapan, yaitu tahap persiapan bahan, tahap pembuatan kertas di paper machine, dan tahap penyelesaian atau finishing. Setiap tahapan memiliki beberapa pembagian lagi. Sebelum tiba di tempat produksi, terlebih dahulu bahan baku dan bahan penolong dipesan pada supplier dan disimpan di gudang penyimpanan bahan baku. Berikut adalah penjelasan yang lebih rinci mengenai setiap tahapan tersebut. a. Penerimaan bahan baku dan bahan penolong 1 Menerima dokumen order 2 Menyesuaikan purchase order dengan dokumen 3 Periksa kuantitas dan kualitas order 4 Pemberian tanda penerimaan order pada dokumen 5 Proses material receiving report MRR 6 Persetujuan MRR 7 Penyerahan MRR kepada bagian accounting, warehouse admin, procurement, dan user 8 Proses pengangkutan bahan ke gudang penyimpanan bahan baku dengan forklift 9 Penyusunan bahan di gudang penyimpanan bahan baku Universitas Sumatera Utara b. Tahap Persiapan Bahan 1 Penerimaan dan penyesuaian spesifikasi serta jumlah order yang akan diproduksi dari bagian PPIC 2 Proses pengangkutan bahan dari gudang penyimpanan bahan baku ke stasiun persiapan bahan dengan menggunakan forklift 3 Pemeriksaan kualitas bahan secara visual 4 Bahan baku NBKP dimasukkan kedalam hydra pulper secara batch dengan conveyor 5 Pemompaan white water dari bak penampungan kedalam hydra pulper 6 Proses pemotongan dan pelarutan pulp NBKP didalam hydra pulper 7 Pemantauan terhadap proses yang terjadi 8 Bahan baku LBKP dimasukkan kedalam hydra pulper 9 Pemompaan white water dari bak penampungan 10 Proses pelarutan pulp LBKP didalam hydra pulper 11 Pemantauan terhadap proses yang terjadi 12 Pemisahan broke menjadi dry broke dan wet broke 13 Dry broke dimasukkan kedalam sydra pulper 14 Pemompaan air dari bak penampungan 15 Proses pelarutan dry broke di sydra pulper 16 Pemantauan terhadap proses yang terjadi 17 Wet broke dimasukkan kedalam sydra pulper 18 Pemompaan air dari bak penampungan 19 Proses pelarutan wet broke di sydra pulper Universitas Sumatera Utara 20 Dry broke dan wet broke diaduk dalam broke dump chest 21 Pemantauan terhadap proses yang terjadi 22 Kalsium karbonat CaCO 3 dimasukkan kedalam disolving tank 23 Pemompaan air dari bak penampungan 24 Kalsium karbonat dilarutkan pada disolving tank 25 Pemantauan terhadap proses yang terjadi 26 Deformer dimasukkan kedalam tangki mesin pelarutan 27 Air dipompakan kedalam tangki 28 Proses pencampuran dan pengadukan didalam tangki 29 Chemical I dimasukkan kedalam mesin pelarutan 30 Air dipompakan kedalam mesin pelarutan 31 Proses pencampuran dan pengadukan didalam mesin pelarutan 32 Chemical II potasium sitrat dan natrium sitrat dimasukkan kedalam storage tank 33 Air dipompakan kedalam storage tank 34 Proses pencampuran dan pengadukan didalam storage tank 35 Chemical II starch dimasukkan kedalam storage tank 36 Air dipompakan kedalam storage tank 37 Proses pencampuran dan pengadukan didalam storage tank 38 Proses pencampuran dan pengadukan NBKP, LBKP, broke, CaCO 3, deformer, dan chemical I didalam mixing chest 39 Pemantauan terhadap proses yang terjadi Universitas Sumatera Utara c. Tahap Pembuatan Kertas di Paper Machine 1 Pengaturan tekanan vakum secara berkala 2 Proses pembentukan buburan kertas menjadi lembaran sheet 3 Pemantauan terhadap proses yang terjadi 4 Penentuan kadar air yang diinginkan pada proses pengepresan 5 Pengaturan tekanan steam sesuai dengan jenis kertas yang akan diproduksi 6 Pengaturan suhu pada proses pengeringan kertas 7 Pemantauan terhadap proses pengeringan 8 Pengangkutan roll dari lantai produksi ke on reel dengan hoist 9 Pengangkutan core dari gudang material ke on reel dengan forklift 10 Pengangkutan core dari lantai produksi ke on reel dengan hoist 11 Pemasukan core kedalam roll dengan hoist 12 Proses penggulungan lembaran pada core dengan on reel menjadi jumbo roll 13 Pemantauan kualitas hasil produksi melalui software Wintriss 14 Pengangkutan jumbo roll ke stasiun penimbangan dengan hoist 15 Proses penimbangan jumbo roll 16 Pengangkutan jumbo roll ke stasiun pemeriksaan kualitas visual dengan hoist 17 Proses pemeriksaan kualitas jumbo roll secara visual 18 Proses pemisahan broke yang didapatkan dari pemeriksaan kualitas secara visual Universitas Sumatera Utara 19 Pemindahan broke ke stasiun persiapan bahan dengan box beroda 20 Proses pengeluaran roll dari jumbo roll dengan hoist 21 Pengangkutan roll dari stasiun pemeriksaan kualitas visual ke stasiun on reel dengan hoist 22 Pengangkutan jumbo roll dari stasiun pemeriksaan kualitas visual ke stasiun filigrained dengan hoist 23 Proses pemberian logo customer pada jumbo roll dengan filigrained 24 Pemantauan terhadap proses yang terjadi 25 Pengambilan sampel untuk pemeriksaan kualitas oleh bagian QA 26 Sampel dibawa ke ruang pemeriksaan 27 Jika terdapat broke, maka langsung dipisahkan 28 Broke dibawa ke stasiun persiapan bahan dengan box beroda 29 Pengangkutan jumbo roll ke roll slitter dengan hoist 30 Proses pemotongan jumbo roll dengan roll slitter sesuai ukuran yang diinginkan menjadi small roll 31 Pemantauan terhadap proses yang terjadi 32 Proses pemisahan broke yang didapatkan dari sisa pemotongan kertas di roll slitter 33 Pemindahan broke ke stasiun persiapan bahan dengan box beroda d. Tahap Penyelesaian atau Finishing 1 Proses pengangkutan small roll ke stasiun finishing, yaitu ke ream cutter atau bobbin slitter dengan forklift 2 Pemotongan small roll menjadi bentuk ream atau bobbin Universitas Sumatera Utara 3 Pemantauan terhadap proses yang terjadi 4 Proses pemisahan broke yang didapatkan dari sisa pemotongan small roll menjadi bentuk ream atau bobbin 5 Pemeriksaan bentuk dan kualitas kertas secara visual 6 Proses pemisahan broke yang didapatkan dari pemeriksaan bentuk dan kualitas kertas secara visual 7 Pemindahan broke ke stasiun persiapan bahan dengan box beroda 8 Pengangkutan ream atau bobbin ke stasiun pengepakan dengan forklift 9 Pengangkutan pallet, perlengkapan street milling, dan kardus dari tempat penyimpanan ke stasiun pengepakan dengan hand pallet 10 Proses pengepakan ream atau bobbin kedalam pembungkus 11 Pengambilan kertas label dari tempat penyimpanan secara manual 12 Proses pemberian label pada pembungkus produk 13 Pengangkutan produk jadi dari stasiun pengepakan ke gudang produk jadi warehouse dengan forklift 14 Penyesuaian dokumen order dari bagian PPIC dengan bagian produksi oleh pekerja bagian warehouse 15 Penyusunan produk jadi didalam warehouse sesuai dengan nomor dokumen order dari bagian PPIC 16 Pembuatan tanda terima produk jadi antara bagian warehouse dengan produksi Berdasarkan tipe atau jenis aktivitas, diketahui bahwa aktivitas pada proses produksi dapat diklasifikasikan atas tiga, yaitu value added activity, Universitas Sumatera Utara necessary but non value added activity, dan non value added activity. Pembagian aktivitas proses produksi kertas berdasarkan tiga klasifikasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.21. Tabel 5.21. Klasifikasi Aktivitas dalam Proses Produksi Kertas No Proses Tipe Aktivitas VA NBNVA NVA a. Penerimaan Bahan Baku dan Bahan Penolong 1 Menerima dokumen order √ 2 Menyesuaikan purchase order dengan dokumen √ 3 Periksa kuantitas dan kualitas order √ 4 Pemberian tanda penerimaan order pada dokumen √ 5 Proses material receiving report MRR √ 6 Persetujuan MRR √ 7 Penyerahan MRR kepada bagian accounting, warehouse admin, procurement, dan user √ 8 Proses pengangkutan bahan ke gudang penyimpanan bahan baku dengan forklift √ 9 Penyusunan bahan di gudang penyimpanan bahan baku √ b. Tahap Persiapan Bahan 1 Penerimaan dan penyesuaian spesifikasi serta jumlah order yang akan diproduksi dari bagian PPIC √ 2 Proses pengangkutan bahan dari gudang penyimpanan bahan baku ke stasiun persiapan bahan dengan menggunakan forklift √ 3 Pemeriksaan kualitas bahan secara visual √ 4 Bahan baku NBKP dimasukkan kedalam hydra pulper secara batch dengan conveyor √ 5 Pemompaan white water dari bak penampungan kedalam hydra pulper √ 6 Proses pemotongan dan pelarutan pulp NBKP didalam hydra pulper √ 7 Pemantauan terhadap proses yang terjadi √ 8 Bahan baku LBKP dimasukkan kedalam hydra pulper √ 9 Pemompaan white water dari bak penampungan √ 10 Proses pelarutan pulp LBKP didalam hydra pulper √ 11 Pemantauan terhadap proses yang terjadi √ 12 Pemisahan broke menjadi dry broke dan wet broke √ 13 Dry broke dimasukkan kedalam sydra pulper √ 14 Pemompaan air dari bak penampungan √ 15 Proses pelarutan dry broke di sydra pulper √ 16 Pemantauan terhadap proses yang terjadi √ Universitas Sumatera Utara Tabel 5.21. Klasifikasi Aktivitas dalam Proses Produksi Kertas Lanjutan No Proses Tipe Aktivitas VA NBNVA NVA 17 Wet broke dimasukkan kedalam sydra pulper √ 18 Pemompaan air dari bak penampungan √ 19 Proses pelarutan wet broke di sydra pulper √ 20 Dry broke dan wet broke diaduk dalam broke dump chest √ 21 Pemantauan terhadap proses yang terjadi √ 22 Kalsium karbonat CaCO 3 dimasukkan kedalam disolving tank √ 23 Pemompaan air dari bak penampungan √ 24 Kalsium karbonat dilarutkan pada disolving tank √ 25 Pemantauan terhadap proses yang terjadi √ 26 Deformer dimasukkan kedalam tangki mesin pelarutan √ 27 Air dipompakan kedalam tangki √ 28 Proses pencampuran dan pengadukan didalam tangki √ 29 Chemical I dimasukkan kedalam mesin pelarutan √ 30 Air dipompakan kedalam mesin pelarutan √ 31 Proses pencampuran dan pengadukan didalam mesin pelarutan √ 32 Chemical II potasium sitrat dan natrium sitrat dimasukkan kedalam storage tank √ 33 Air dipompakan kedalam storage tank √ 34 Proses pencampuran dan pengadukan didalam storage tank √ 35 Chemical II starch dimasukkan kedalam storage tank √ 36 Air dipompakan kedalam storage tank √ 37 Proses pencampuran dan pengadukan didalam storage tank √ 38 Proses pencampuran dan pengadukan NBKP, LBKP, broke, CaCO 3, deformer, dan chemical I didalam mixing chest √ 39 Pemantauan terhadap proses yang terjadi √ c. Tahap Pembuatan Kertas di Paper Machine 1 Pengaturan tekanan vakum secara berkala √ 2 Proses pembentukan buburan kertas menjadi lembaran sheet √ 3 Pemantauan terhadap proses yang terjadi √ 4 Penentuan kadar air yang diinginkan pada proses pengepresan √ 5 Pengaturan tekanan steam sesuai dengan jenis kertas yang akan diproduksi √ 6 Pengaturan suhu pada proses pengeringan kertas √ 7 Pemantauan terhadap proses pengeringan √ Universitas Sumatera Utara Tabel 5.21. Klasifikasi Aktivitas dalam Proses Produksi Kertas Lanjutan No Proses Tipe Aktivitas VA NBNVA NVA 8 Pengangkutan roll dari lantai produksi ke on reel dengan hoist √ 9 Pengangkutan core dari gudang material ke on reel dengan forklift √ 10 Pengangkutan core dari lantai produksi ke on reel dengan hoist √ 11 Pemasukan core kedalam roll dengan hoist √ 12 Proses penggulungan lembaran pada core dengan on reel menjadi jumbo roll √ 13 Pemantauan kualitas hasil produksi melalui software Wintriss √ 14 Pengangkutan jumbo roll ke stasiun penimbangan dengan hoist √ 15 Proses penimbangan jumbo roll √ 16 Pengangkutan jumbo roll ke stasiun pemeriksaan kualitas visual dengan hoist √ 17 Proses pemeriksaan kualitas jumbo roll secara visual √ 18 Proses pemisahan broke yang didapatkan dari pemeriksaan kualitas secara visual √ 19 Pemindahan broke ke stasiun persiapan bahan dengan box beroda √ 20 Proses pengeluaran roll dari jumbo roll dengan hoist √ 21 Pengangkutan roll dari stasiun pemeriksaan kualitas visual ke stasiun on reel dengan hoist √ 22 Pengangkutan jumbo roll dari stasiun pemeriksaan kualitas visual ke stasiun filigrained dengan hoist √ 23 Proses pemberian logo customer pada jumbo roll dengan filigrained √ 24 Pemantauan terhadap proses yang terjadi √ 25 Pengambilan sampel untuk pemeriksaan kualitas oleh bagian QA √ 26 Sampel dibawa ke ruang pemeriksaan √ 27 Jika terdapat broke, maka langsung dipisahkan √ 28 Broke dibawa ke stasiun persiapan bahan dengan box beroda √ 29 Pengangkutan jumbo roll ke roll slitter dengan hoist √ 30 Proses pemotongan jumbo roll dengan roll slitter sesuai ukuran yang diinginkan menjadi small roll √ 31 Pemantauan terhadap proses yang terjadi √ 32 Proses pemisahan broke yang didapatkan dari sisa pemotongan kertas di roll slitter √ Universitas Sumatera Utara Tabel 5.21. Klasifikasi Aktivitas dalam Proses Produksi Kertas Lanjutan No Proses Tipe Aktivitas VA NBNVA NVA 33 Pemindahan broke ke stasiun persiapan bahan dengan box beroda √ d. Tahap Penyelesaian atau Finishing 1 Proses pengangkutan small roll ke stasiun finishing, yaitu ke ream cutter atau bobbin slitter dengan forklift √ 2 Pemotongan small roll menjadi bentuk ream atau bobbin √ 3 Pemantauan terhadap proses yang terjadi √ 4 Proses pemisahan broke yang didapatkan dari sisa pemotongan small roll menjadi bentuk ream atau bobbin √ 5 Pemeriksaan bentuk dan kualitas kertas secara visual √ 6 Proses pemisahan broke yang didapatkan dari pemeriksaan bentuk dan kualitas kertas secara visual √ 7 Pemindahan broke ke stasiun persiapan bahan dengan box beroda √ 8 Pengangkutan ream atau bobbin ke stasiun pengepakan dengan forklift √ 9 Pengangkutan pallet, perlengkapan street milling, dan kardus dari tempat penyimpanan ke stasiun pengepakan dengan hand pallet √ 10 Proses pengepakan ream atau bobbin kedalam pembungkus √ 11 Pengambilan kertas label dari tempat penyimpanan secara manual √ 12 Proses pemberian label pada pembungkus produk √ 13 Pengangkutan produk jadi dari stasiun pengepakan ke gudang produk jadi warehouse dengan forklift √ 14 Penyesuaian dokumen order dari bagian PPIC dengan bagian produksi oleh pekerja bagian warehouse √ 15 Penyusunan produk jadi didalam warehouse sesuai dengan nomor dokumen order dari bagian PPIC √ 16 Pembuatan tanda terima produk jadi antara bagian warehouse dengan produksi √ Total Aktivitas 28 17 52 Persentase Aktivitas 28,87 17,53 53,61 Sumber: Data Primer Contoh perhitungan persentase aktivitas value added adalah sebagai berikut: aktivitas seluruh Total aktivitas Total added value x 100 = 52 17 28 28   x 100 = 28,87 Universitas Sumatera Utara Keterangan: VA = Value added NBNVA = Necessary but non value added NVA = Non value added Berdasarkan Tabel 5.21, diketahui bahwa persentase aktivitas tertinggi adalah aktivitas non value added, yaitu sebesar 53,61. Sedangkan, persentase terendah adalah aktivitas necessary but non value added, yaitu sebesar 17,53. Aktivitas value added berada diantara keduanya dengan persentase sebesar 28,87. Nilai tersebut menunjukkan bahwa terdapat waste didalam proses produksi kertas dengan persentase yang tinggi. Hal ini berpengaruh terhadap efisiensi dalam kegiatan produksi. Pengurangan waste dapat mengurangi persentase non value added activity, sehingga akan meningkatkan efisiensi dalam kegiatan produksi dan waktu pemenuhan order pelanggan atau lead time produksi dapat diperkecil.

5.1.6. Pendefinisian Waste

Pendefinisian waste dilakukan untuk mengidentifikasi kegiatan atau proses yang termasuk dalam kategori waste. Pendefinisian waste ini dilakukan melalui pengamatan langsung serta diskusi dengan supervisor produksi, bagian PPIC, EHS, quality assurance, dan engineering. a. Environmental, Health, and Safety EHS EHS merupakan jenis pemborosan yang terjadi karena kelalaian dalam memerhatikan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip-prinsip EHS di perusahaan. Universitas Sumatera Utara Pada proses produksi, terdapat beberapa jenis pemborosan yang termasuk dalam kategori EHS, diantaranya adalah penggunaan alat pelindung diri atau APD yang tidak konsisten, pengawasan yang kurang terhadap penggunaan APD, dan pekerja yang merokok saat bekerja. Berbagai kelalaian diatas mempunyai potensi yang besar dalam menimbulkan kecelakaan kerja. Jika terjadi kecelakaan kerja, maka akan berdampak pada penurunan efisiensi dalam kegiatan produksi, sehingga berdampak juga pada lead time produksi. Kelalaian-kelalaian ini dapat diklasifikasikan berdasarkan dampak yang ditimbulkannya. Terdapat dua jenis kelalaian, yaitu ringan dan berat. Pembagian kelalaian berdasarkan klasifikasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.22. Tabel 5.22. Jenis Kelalaian EHS Jenis Kelalaian Definisi Kelalaian Dampak Ringan Kelalaian yang berdampak pada individu. Penggunaan APD tidak konsisten. Berpotensi besar terjadi kecelakaan terhadap individu yang tidak menggunakan APD. Berat Kelalaian yang berdampak pada semua pekerja. 1. Pengawasan kurang terhadap penggunaan APD. 2. Pekerja merokok saat bekerja. 1. Pekerja tidak disiplin terhadap penggunaan APD. 2. Mengganggu konsentrasi kerja, berpotensi menimbulkan kebakaran jika rokok masih menyala saat dibuang. Sumber: Data Primer b. Defects Defects merupakan jenis pemborosan yang terjadi karena kecacatan atau kegagalan produk barang dan atau jasa. Sumber produk cacat pada proses produksi kertas dapat berasal dari dua kategori, yaitu direct production defect dan indirect production defect. Universitas Sumatera Utara Direct production defect merupakan kecacatan yang ditemui pada stasiun pemeriksaan kualitas visual dan pemeriksaan kualitas oleh bagian quality assurance, dimana produk sedang dalam proses pemberian logo. Sedangkan, indirect production defect ditemui pada stasiun ream cutter dan bobbin slitter. Pada bulan Januari, terdapat produk defect tambahan dikarenakan adanya produk return dari pelanggan sejumlah 1,53 ton. Adanya defect tentu berpengaruh terhadap lead time produksi kertas. Hal ini tergolong dalam waste karena menyebabkan rework untuk mengganti produk cacat tersebut. Produk yang cacat tidak langsung dibuang karena dapat diproduksi ulang dengan dibuat menjadi bubur kembali. c. Overproduction Overproduction merupakan jenis pemborosan yang terjadi karena produksi berlebih dari kuantitas yang dipesan oleh pelanggan. Jenis produksi pada PT. XYZ adalah make to order, yaitu produksi dilakukan berdasarkan order dari pelanggan. Oleh karena itu, perusahaan tidak menyediakan persediaan produk jadi dalam jumlah yang besar. Produk yang diproduksi sebagai persediaan juga selalu lebih sedikit jumlahnya daripada jumlah peramalan produksi yang dibuat. Supervisor produksi menyatakan bahwa seringkali permintaan melebihi kemampuan produksi, sehingga setiap persediaan yang dibuat selalu habis terjual. Hal ini dikarenakan perusahaan hanya memiliki satu paper machine, sehingga kapasitas produksi juga tidak besar. Oleh karena itu, waste jenis overproduction tidak terdapat pada proses produksi kertas, sehingga waste ini tidak diperhitungkan. Universitas Sumatera Utara d. Waiting Waiting merupakan jenis pemborosan yang terjadi karena menunggu. Waste jenis waiting yang terdapat pada proses produksi kertas adalah pekerja yang menganggur dikarenakan faktor tertentu, seperti scheduled delay dan unscheduled delay . Scheduled delay merupakan jadwal penggantian part mesin dan perawatan atau service mesin yang direncanakan oleh bagian engineering dan produksi untuk setiap stasiun. Pada saat dilakukannya scheduled delay, mesin harus dimatikan sehingga proses produksi terhenti untuk sementara waktu. Secara tidak langsung, para pekerja juga tidak beroperasi karena proses produksi tidak berjalan. Unscheduled delay merupakan kejadian yang tidak terduga saat proses produksi berjalan dan menyebabkan gangguan terhadap proses produksi tersebut. Kejadian yang termasuk dalam unscheduled delay adalah pemadaman listrik secara tiba-tiba dan gangguan mesin secara tiba-tiba pada setiap stasiun. Scheduled delay dan unscheduled delay tidak hanya menyebabkan pekerja yang menganggur, akan tetapi kegiatan produksi juga terhenti sementara, sehingga memperpanjang lead time produksi. Oleh karena itu, hal ini termasuk salah satu waste yang berpengaruh terhadap lead time produksi. e. Not Utilizing Employees Knowledge, Skill, and Abilities NUEKSA Merupakan jenis pemborosan sumber daya manusia SDM yang terjadi karena tidak menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan dari karyawan secara optimal. Hal ini ditandai dengan adanya kegiatan yang dilakukan secara berulang, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama Universitas Sumatera Utara dalam prosesnya. Misalnya, pada tahap inspeksi visual. Pemeriksaan terhadap kualitas produk secara visual dilakukan berulang, pertama pada stasiun pemeriksaan visual, dan kedua pada stasiun pemeriksaan sampel oleh bagian quality assurance. Proses yang berulang ini membutuhkan waktu tambahan untuk melakukannya, sehingga pasti mempengaruhi lead time produksi. Oleh karena itu, hal ini termasuk salah satu waste yang berpengaruh terhadap lead time produksi. f. Transportation Merupakan jenis pemborosan yang terjadi karena transportasi yang berlebihan sepanjang proses value stream. Kegiatan yang termasuk dalam waste ini adalah pemindahan bahan, material, dan berjalan. Kegiatan transportasi mungkin tidak dapat dihilangkan tetapi dapat diminimisasi melalui perencanaan lokasi dan tata letak fasilitas facility layout yang baik Sukaria, 2009. Berdasarkan hal ini, diketahui bahwa perpindahan bahan dan kegiatan berjalan memang diperlukan dalam proses produksi dikarenakan tata letak fasilitas di pabrik tersusun dalam jarak yang tidak dekat. Hal ini dapat diatasi dengan dilakukan perbaikan layout. Akan tetapi, kapasitas pabrik yang terbatas, ukuran mesin yang besar dan berat menyebabkan hal ini sulit untuk dilakukan. Selain itu, supervisor produksi menyatakan bahwa perusahaan belum memiliki rencana untuk memperbaiki layout pabrik. Oleh karena itu, waste yang tergolong dalam jenis ini adalah sisa pemotongan kertas pada stasiun roll slitter, ream cutter, dan bobbin slitter. Sisa pemotongan kertas ini menyebabkan transportasi atau perpindahan yang Universitas Sumatera Utara berlebihan pada operator karena harus mengumpulkan dan memindahkan sisa pemotongan kertas tersebut ke tempat penyimpanan broke. Perpindahan tidak akan terjadi jika tidak terdapat sisa pemotongan kertas. Maka, hal ini termasuk salah satu waste yang berpengaruh terhadap lead time produksi. g. Inventories Inventories merupakan jenis pemborosan yang terjadi karena inventory yang berlebihan. Inventory yang dimiliki oleh perusahaan adalah bahan baku dan bahan penolong. Berdasarkan data yang diperoleh, pada bulan Januari sampai Juni 2013 selalu terdapat inventory bahan yang berlebih pada setiap akhir bulan, namun dalam jumlah yang sedikit. Inventory yang berlebih ini kemudian akan digunakan untuk produksi pada bulan selanjutnya. Kelebihan inventory mengakibatkan lead time produksi bertambah panjang karena dibutuhkan waktu tambahan untuk mengolah inventory tersebut hingga tidak tersisa lagi. Oleh karena itu, hal ini termasuk salah satu waste yang berpengaruh terhadap lead time produksi. h. Motion Motion merupakan jenis pemborosan yang terjadi karena pergerakan yang banyak dari yang seharusnya sepanjang proses value stream. Konsep yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi pemborosan dalam gerakan ialah nilai kerja work content yang didefinisikan sebagai berikut Nicholas, J. 1998: Nilai Kerja = Berdasarkan konsep diatas, maka perhitungan waste jenis ini didasarkan pada waktu operasi mesin dan waktu operator untuk memasukkan bahan. Universitas Sumatera Utara i. Excess Processing Excess processing merupakan jenis pemborosan yang terjadi karena langkah-langkah proses yang panjang dari yang seharusnya sepanjang proses value stream. Jenis pemborosan ini terjadi saat dilakukannya rework, dimana harus dilakukan proses produksi tambahan untuk memproses ulang produk yang mengalami defect, produk return dari pelanggan, dan sisa pemotongan kertas. Proses produksi tambahan ini tidak seharusnya dilakukan jika tidak terdapat masalah-masalah tersebut. Proses produksi tambahan tersebut menyebabkan lead time produksi menjadi lebih panjang dari yang seharusnya.

5.2. Measure

Measure merupakan tahap pengukuran untuk mengetahui pencapaian kinerja perusahaan saat ini berdasarkan waste yang terdapat pada proses produksi kertas. Pada tahap ini juga akan diketahui waste yang paling berpengaruh terhadap kinerja proses produksi dan dijadikan prioritas yang akan dieliminasi pada tahap selanjutnya. Pengeliminasian waste akan mengurangi lead time produksi, sehingga kinerja rantai pasokan dapat meningkat.

5.2.1. Pengukuran Waste Berdasarkan Frekuensi Kejadian

Pengukuran waste dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan diskusi dengan pihak-pihak terkait di perusahaan. Sedangkan, data sekunder diperoleh dari Universitas Sumatera Utara dokumen atau arsip yang telah dibuat oleh perusahaan. Pengukuran ini didasarkan pada frekuensi terjadinya waste. Selanjutnya, dilakukan pengurutan dari persentase waste yang terbesar hingga terkecil, dimana waste terbesar merupakan yang berpengaruh signifikan terhadap lead time produksi. Bagian produksi juga turut menentukan dengan cara berdiskusi pada peneliti untuk menentukan waste yang paling berpengaruh tersebut. a. Environmental, Health, and Safety EHS Data yang digunakan untuk pengukuran waste ini adalah data kecelakaan kerja yang terjadi selama bulan Januari hingga Juni 2013. Data ini diperoleh dari pengamatan langsung dan dari bagian EHS. Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab pendefinisian waste, terdapat dua jenis kelalaian terhadap peraturan EHS, yaitu ringan dan berat. Perusahaan memiliki data mengenai kecelakaan kerja yang terjadi pada proses produksi, dimana melalui data tersebut diketahui bahwa selama bulan Januari hingga Juni 2013 tidak pernah terjadi kecelakaan kerja. Oleh karena itu, persentase untuk waste ini adalah 0 dalam mempengaruhi lead time produksi kertas. b. Defects Data yang digunakan untuk pengukuran waste ini adalah data produk cacat selama bulan Januari hingga Juni 2013. Data ini diperoleh dari bagian quality assurance . Pengukuran waste dilakukan dengan membandingkan jumlah produk cacat terhadap total produksi pada bulan Januari hingga Juni 2013. Perhitungan waste jenis defect untuk bulan Januari adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara produksi Total defect production Indirect defect production Direct  x 100 = Ton 417 Ton 9,89 Ton 22,10  x 100 = 7,67 Hasil pengukuran waste jenis defect untuk bulan Januari sampai Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.23. Tabel 5.23. Hasil Pengukuran Waste Jenis Defect Bulan Direct Production Defect Ton Indirect Production Defect Ton Total Produksi Ton Persentase Defect Januari 22,10 9,89 417 7,67 Februari 19,81 8,78 381 7,50 Maret 16,54 7,98 352 6,97 April 24,62 8,00 342 9,54 Mei 16,17 7,77 317 7,55 Juni 23,06 9,09 372 8,64 Rata-rata Persentase Defect 7,98 Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ Berdasarkan Tabel 5.23, diketahui bahwa rata-rata persentase jumlah produk cacat adalah sebesar 7,98 dari total produksi bulan Januari hingga Juni 2013. Maka, persentase waste yang diakibatkan oleh defect adalah sebesar 7,98. c. Waiting Data yang digunakan untuk pengukuran waste ini adalah data scheduled delay dan unscheduled delay. Data ini diperoleh dari bagian engineering. Pengukuran waste jenis waiting dilakukan dengan cara menghitung jumlah jam kerja yang hilang akibat terjadi scheduled delay dan unscheduled delay. Perhitungan waste jenis waiting untuk bulan Januari adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara sebulan dalam kerja Jam sebulan dalam hilang kerja Jam x 100 = Jam 744 Jam 48,36 x 100 = 6,50 Hasil pengukuran waste jenis waiting untuk bulan Januari sampai Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.24. Tabel 5.24. Hasil Pengukuran Waste Jenis Waiting Bulan Jam Kerja dalam Sebulan Jam Jam Kerja Hilang dalam Sebulan Jam Persentase Waiting Januari 744 48,36 6,50 Februari 672 41,66 6,20 Maret 648 44,06 6,80 April 672 62,5 9,30 Mei 744 108,26 14,55 Juni 720 54,72 7,60 Rata-rata Persentase Waiting 8,49 Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ Berdasarkan Tabel 5.24, diketahui bahwa rata-rata persentase jam kerja yang hilang akibat scheduled delay dan unscheduled delay adalah sebesar 8,49. Maka, persentase waste yang diakibatkan oleh waiting adalah sebesar 8,49. d. Not Utilizing Employees Knowledge, Skill, and Abilities NUEKSA Data yang digunakan untuk pengukuran waste ini adalah data produk cacat yang ditemui pada stasiun pemeriksaan visual. Data ini digunakan karena setelah didapatkan produk cacat pada stasiun pemeriksaan visual, kemudian akan diseleksi lagi oleh bagian quality assurance. Berdasarkan pengamatan dan informasi yang diperoleh dari bagian quality assurance, hasil pemeriksaan pada Universitas Sumatera Utara stasiun pemeriksaan visual selalu dapat diterima. Artinya, produk yang digolongkan cacat pada stasiun pemeriksaan visual mendapatkan persepsi yang sama dari bagian quality assurance. Oleh karena itu, pemeriksaan visual ulang oleh bagian quality assurance sebenarnya tidak perlu dilakukan lagi. Maka, waste diukur berdasarkan data produk cacat yang ditemui pada stasiun pemeriksaan visual. Data ini diperoleh dari pengamatan langsung dan dari bagian quality assurance. Pengukuran waste dilakukan dengan cara membandingkan jumlah produk cacat terhadap total produksi. Perhitungan waste jenis NUEKSA untuk bulan Januari adalah sebagai berikut: produksi Total cacat produk Jumlah x 100 = Ton 417 Ton 5,47 1 x 100 = 3,71 Hasil pengukuran waste jenis NUEKSA untuk bulan Januari sampai Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.25. Tabel 5.25. Hasil Pengukuran Waste Jenis NUEKSA Bulan Jumlah Produk Cacat Ton Total Produksi Ton Persentase NUEKSA Januari 15,47 417 3,71 Februari 14,86 381 3,90 Maret 10,75 352 3,05 April 19,45 342 5,69 Mei 10,99 317 3,47 Juni 14,76 372 3,97 Rata-rata Persentase NUEKSA 3,96 Sumber: Data Primer dan Data Sekunder Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Tabel 5.25, diketahui bahwa rata-rata persentase waste pada stasiun pemeriksaan visual adalah sebesar 3,96. Maka, jumlah persentase waste yang diakibatkan oleh not utilizing employees knowledge, skill, and abilities adalah sebesar 3,96. e. Transportation Data yang digunakan untuk pengukuran waste ini adalah data jumlah sisa pemotongan kertas pada stasiun roll slitter, ream cutter, dan bobbin slitter. Data ini diperoleh dari pengamatan langsung dan dari operator bagian pengumpulan broke . Pengukuran waste jenis transportation dilakukan dengan cara membandingkan data jumlah sisa pemotongan kertas terhadap total produksi. Perhitungan waste jenis transportation untuk bulan Januari adalah sebagai berikut: produksi Total kertas pemotongan sisa Jumlah x 100 = Ton 417 Ton 7 6 67, x 100 = 16,23 Hasil pengukuran waste jenis transportation untuk bulan Januari sampai Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.26. Tabel 5.26. Hasil Pengukuran Waste Jenis Transportation Bulan Jumlah Sisa Pemotongan Kertas Ton Total Produksi Ton Persentase Transportation Januari 67,67 417 16,23 Februari 64,37 381 16,90 Maret 64,54 352 18,34 April 53,56 342 15,66 Universitas Sumatera Utara Tabel 5.26. Hasil Pengukuran Waste Jenis Transportation Lanjutan Bulan Jumlah Sisa Pemotongan Kertas Ton Total Produksi Ton Persentase Transportation Mei 47,71 317 15,05 Juni 60,84 372 16,35 Rata-rata Persentase Transportation 16,42 Sumber: Data Primer dan Data Sekunder Berdasarkan Tabel 5.26, diketahui bahwa rata-rata persentase jumlah sisa pemotongan kertas adalah sebesar 16,42. Maka, persentase waste yang diakibatkan oleh transportation adalah sebesar 16,42. f. Inventories Data yang digunakan untuk pengukuran waste ini adalah data jumlah inventory setiap bulannya. Persediaan yang dimiliki oleh perusahaan berupa bahan baku dan bahan penolong. Data ini diperoleh dari pengamatan langsung dan dari bagian PPIC. Menurut Martin W. James 2007, perhitungan inventory yang berlebihan excess inventory adalah sebagai berikut: Excess inventory = Inventory actual – Inventory optimum dimana, Inventory optimum = Inventory average demand during order cycle + Safety stock Jika excess inventory 1, kurangi inventory Jika excess inventory 1, tambah inventory Safety stock merupakan persediaan yang disediakan untuk mengantisipasi fluktuasi jumlah order selama waktu siklus pemesanan order cycle. Untuk menghindari opportunity cost, maka safety stock didasarkan pada kapasitas Universitas Sumatera Utara maksimum produksi setiap bulannya Ari Primantara, 2010. Oleh karena itu perhitungan inventory optimum menjadi: Inventory optimum = Inventory maximum demand during order cycle Kapasitas produksi PT. XYZ setiap harinya adalah 18 ton, atau sebanding dengan 540 tonbulan diasumsikan 1 bulan = 30 hari. Perhitungan kapasitas penggunaan bahan baku maksimum per bulan inventory optimum untuk bahan baku adalah sebagai berikut: Kapasitas penggunaan maksimum per hari x Jumlah hari dalam sebulan = 18 Ton x 30 Hari = 540 Ton Maka, perhitungan inventory optimum untuk bahan baku dan bahan penolong dapat dilihat pada Tabel 5.27. Tabel 5.27. Inventory Optimum untuk Bahan Baku dan Bahan Penolong Inventory Kapasitas Penggunaan Maksimum per Hari Kapasitas Penggunaan Maksimum per Bulan Bahan Baku Pulp 18 Ton 540 Ton CaCO 3 450 Kg 13.500 Kg Chemical I 36 Kg 1.080 Kg Deformer 12 Ltr 360 Ltr Chemical II Potasium Natrium Sitrat 250 Kg 7.500 Kg Chemical II Starch 125 Kg 3.750 Kg Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ Berdasarkan Tabel 5.27, diketahui bahwa inventory optimum bahan baku pulp selama satu bulan adalah 540 ton. Jumlah ini merupakan kapasitas maksimum penggunaan inventory selama satu bulan sesuai dengan kapasitas produksi, begitu juga untuk inventory bahan penolong. Data pembelian bahan Universitas Sumatera Utara baku dan bahan penolong pada bulan Januari sampai Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.28. Tabel 5.28. Data Pembelian Bahan Baku dan Bahan Penolong Inventory Jan Feb Mar Apr Mei Jun Bahan baku Pulp Ton 430 390 360 370 326 400 CaCO 3 Kg 11.400 10.800 10.600 10.450 10.700 10.500 Chemical I Kg 928 832 928 896 928 896 Deformer Ltr 348 312 320 336 348 336 Chemical II Potasium Natrium Sitrat Kg 6.400 6.100 5.800 5.500 5.800 6.000 Chemical II Starch Kg 3.625 3.250 3.200 3.200 3.300 3.400 Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ Maka, perhitungan excess inventory adalah sebagai berikut: Excess Inventory Bahan Baku = Inventory actual – Inventory optimum = 430 ton – 540 ton = -110 ton Perhitungan waste jenis inventory dilakukan dengan membandingkan excess inventory dan inventory optimum. Perhitungan waste inventory adalah sebagai berikut: Waste Inventories = Excess inventory Inventory optimum = -110 ton 540 ton = -0,20 Tanda minus yang ditunjukkan oleh hasil perhitungan menunjukkan bahwa persediaan bahan baku yang dimiliki perusahaan tidak dalam jumlah yang berlebihan jika dibandingkan dengan jumlah inventory optimum. Maka, perhitungan waste dilakukan dengan membandingkan jumlah pembelian bahan baku dan bahan penolong dengan jumlah yang digunakan setiap bulannya. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hal tersebut, yang termasuk kedalam waste adalah sisa bahan baku dan bahan penolong yang tidak habis terpakai dalam sebulan. Data penggunaan bahan baku dan bahan penolong dapat dilihat pada Tabel 5.29. Tabel 5.29. Data Penggunaan Bahan Baku dan Bahan Penolong Inventory Jan Feb Mar Apr Mei Jun Bahan baku Pulp Ton 417 381 352 342 317 372 CaCO 3 Kg 10.425 9.710 9.500 9.050 9.157 9.169 Chemical I Kg 873 799 888 871 890 876 Deformer Ltr 317 291 294 316 318 310 Chemical II Potasium Natrium Sitrat Kg 6.285 5.999 5.702 5.401 5.697 5.903 Chemical II Starch Kg 3.499 3.133 3.098 3.106 3.184 3.300 Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ Data persediaan akhir bahan baku dan bahan penolong dapat dilihat pada Tabel 5.30. Tabel 5.30. Data Persediaan Akhir Bahan Baku dan Bahan Penolong Inventory Jan Feb Mar Apr Mei Jun Bahan baku Pulp Ton 13 9 8 28 9 28 CaCO 3 Kg 975 1090 1.100 1.400 1.543 1.331 Chemical I Kg 55 33 40 25 38 20 Deformer Ltr 31 21 26 20 30 26 Chemical II Potasium Natrium Sitrat Kg 115 101 98 99 103 97 Chemical II Starch Kg 126 117 102 94 116 100 Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ Perhitungan waste jenis inventories untuk bahan baku pada bulan Januari adalah sebagai berikut: pembelian Jumlah akhir persediaan Jumlah x 100 Universitas Sumatera Utara = Ton 430 Ton 3 1 x 100 = 3,02 Hasil pengukuran waste jenis inventories untuk bulan Januari sampai Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.31. Tabel 5.31. Hasil Pengukuran Waste Jenis Inventories Inventory Jan Feb Mar Apr Mei Jun Rata-rata Bahan baku Pulp 3,02 2,31 2,22 7,57 2,76 7,00 4,15 CaCO 3 8,55 10,09 10,38 13,40 14,42 12,68 11,59 Chemical I 5,93 3,97 4,31 2,79 4,09 2,23 3,89 Deformer 8,91 6,73 8,13 5,95 8,62 7,74 7,68 Chemical II Potasium Natrium Sitrat 1,80 1,66 1,69 1,80 1,78 1,62 1,72 Chemical II Starch 3,48 3,60 3,19 2,94 3,52 2,94 3,28 Rata-rata Persentase Inventories 5,39 Sumber: Perhitungan Berdasarkan Data Sekunder Berdasarkan Tabel 5.31, diketahui bahwa rata-rata persentase waste jenis inventories adalah sebesar 5,39. Maka, jumlah persentase waste yang diakibatkan oleh inventories adalah sebesar 5,39. g. Motion Data yang digunakan untuk pengukuran waste ini adalah data primer. Konsep untuk mengidentifikasi waste jenis motion ini adalah dengan konsep nilai kerja work content yang didefinisikan sebagai berikut Nicholas, J. 1998: Nilai Kerja = Kerja didefinisikan sebagai kegiatan permesinan machining, yaitu pengubahan bentuk fisik dari benda kerja. Sedangkan, gerakan adalah waktu penyelesaian pekerjaan. Terdapat beberapa kegiatan permesinan dalam proses Universitas Sumatera Utara produksi kertas dengan motion yang jelas. Waktu mesin diperoleh berdasarkan waktu operasi mesin. Selama pengamatan dilakukan, diasumsikan tidak terjadi gangguan pada mesin, sehingga waktu yang digunakan merupakan waktu operasi mesin yang sesungguhnya. Pengukuran waktu operator dilakukan sebanyak 15 kali pengamatan untuk masing-masing proses permesinan. Alat ukur yang digunakan adalah stopwatch. Pengamatan dilakukan pada bulan Juli 2013. Data pengukuran waktu operator dapat dilihat pada Lampiran. Perhitungan waste jenis motion untuk proses pembentukan lembaran sheet adalah sebagai berikut: 100 ─ Gerakan Kerja x 100 = 100 ─ Menit 8,78 Menit 93,33 Menit 93,33  x 100 = 100 ─ 91,40 = 8,60 Hasil pengukuran waste jenis motion untuk proses pembentukan lembaran sheet dan pemotongan jumbo roll dapat dilihat pada Tabel 5.32. Tabel 5.32. Hasil Pengukuran Waste Jenis Motion Stasiun Nama Mesin Waktu Mesin Waktu Operator Persentase Nilai Kerja Persentase Motion Proses pembentukan lembaran sheet Four drinerPaper machine 93,33 Menit 8,78 Menit 91,40 8,60 Proses pemotongan jumbo roll Roll slitter 120 Menit 5,50 Menit 95,62 4,38 Rata-rata Persentase Motion 6,49 Sumber: Data Primer dan Data Sekunder Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Tabel 5.32, diketahui bahwa rata-rata persentase motion adalah sebesar 6,49. Maka, jumlah persentase waste yang diakibatkan oleh motion adalah sebesar 6,49. h. Excess Processing Data yang digunakan untuk pengukuran waste ini adalah data total produk rework selama periode Januari sampai Juni 2013. Data ini diperoleh dari pengamatan langsung dan dari bagian quality assurance, serta bagian pengumpulan broke. Pengukuran waste excess processing dilakukan dengan cara membandingkan total produk rework terhadap total produksi pada setiap bulannya. Perhitungan waste jenis excess processing untuk bulan Januari adalah sebagai berikut: produksi Total produk Total rework x 100 = Ton 417 Ton 01,19 1 x 100 = 24,27 Hasil pengukuran waste jenis excess processing untuk bulan Januari sampai Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.33. Tabel 5.33. Hasil Pengukuran Waste Jenis Excess Processing Bulan Total Produk Rework Ton Total Produksi Ton Persentase Excess Processing Januari 101,19 417 24,27 Februari 92,96 381 24,40 Maret 89,06 352 25,30 April 86,18 342 25,20 Mei 71,64 317 22,60 Tabel 5.33. Hasil Pengukuran Waste Jenis Excess Processing Lanjutan Universitas Sumatera Utara Bulan Total Produk Rework Ton Total Produksi Ton Persentase Excess Processing Juni 93,00 372 25,00 Rata-rata Persentase Excess Processing 24,46 Sumber: Data Primer dan Data Sekunder Berdasarkan Tabel 5.33, diketahui bahwa rata-rata persentase total produk rework adalah sebesar 24,46. Maka, jumlah persentase waste yang diakibatkan oleh excess processing adalah sebesar 24,46.

5.2.2. Penentuan Waste yang Berpengaruh Signifikan terhadap Lead Time

Produksi Kertas Penentuan waste yang berpengaruh signifikan didasarkan pada urutan persentase waste dari yang terbesar hingga terkecil, dimana waste terbesar merupakan yang berpengaruh signifikan terhadap lead time produksi kertas. Rekapitulasi pengukuran waste berdasarkan frekuensi kejadian pada proses produksi kertas dapat dilihat pada Tabel 5.34. Tabel 5.34. Rekapitulasi Pengukuran Waste Waste Frekuensi Peringkat Excess Processing 24,46 1 Transportation 16,42 2 Waiting 8,49 3 Defects 7,98 4 Motion 6,49 5 Inventories 5,39 6 Not Utilizing Employees Knowledge, Skill, and Abilities 3,96 7 Environmental, Health, and Safety EHS 0 8 Overproduction 0 9 Sumber: Pengukuran Waste Berdasarkan Frekuensi Kejadian Berdasarkan Tabel 5.34, diketahui bahwa waste dengan peringkat tertinggi dicapai oleh excess processing. Sedangkan, waste dengan peringkat Universitas Sumatera Utara terendah adalah environmental, health, and safety EHS dan overproduction dengan persentase sebesar 0. Hal ini menunjukkan bahwa kedua waste tersebut tidak memberikan pengaruh terhadap lead time produksi kertas. Maka, tidak akan dilakukan analisis lebih lanjut terhadap EHS dan overproduction. Waste jenis excess processing merupakan penggabungan dari waste jenis defects, not utilizing employees knowledge, skill, and abilities, dan transportation. Oleh karena itu, analisis lebih lanjut hanya dilakukan terhadap waste jenis excess processing karena dengan menghilangkan waste jenis ini, maka juga akan menghilangkan waste jenis defects, not utilizing employees knowledge, skill, and abilities, dan transportation. Berdasarkan hal diatas, maka dapat disimpulkan bahwa waste yang berpengaruh signifikan terhadap lead time produksi kertas adalah excess processing, motion, waiting, dan inventories. Keempat waste ini akan melalui tahap selanjutnya, yaitu tahap analyze dan improve.

5.2.3. Identifikasi Critical to Quality CTQ

CTQ merupakan atribut-atribut dari sebuah produk yang berhubungan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Jika atribut ini muncul, maka kinerja rantai pasokan perusahaan akan menurun. Universitas Sumatera Utara

5.2.3.1. C

W defect, p sumber w Tabel B menggun sumber w Gamb Sumber: Critical to Q Waste jenis produk retur waste ini da

5.35. Perba S

Produ Produ Sisa p Sumber Berdasarkan nakan diag waste jenis ar 5.6. Diag : Pengolahan Quality CT excess pro rn, dan sisa apat dilihat p andingan J Sumber Wa uk defect uk return pemotongan r: Data Prime n Tabel 5.3 gram Pareto excess proc gram Paret dengan Minit TQ Excess ocessing be a pemotong pada Tabel Jumlah Sum Waste n kertas er dan Sekund 35, dapat d o. Diagram cessing dapa to Perband Excess Pro tab 15 Processing erasal dari an kertas. P 5.35. mber Waste Jumlah W 172 1, 358 der digambarkan m Pareto un at dilihat pa dingan Jum ocessing g tiga sumbe Perbandinga e Jenis Exc Waste Ton 2,29 ,53 8,69 n perbandin ntuk perba ada Gambar mlah Sumbe er, yaitu pr an jumlah k cess Process ngannya de andingan ju r 5.6. er Waste Je roduk ketiga sing engan umlah enis Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Gambar 5.6, diketahui bahwa CTQ untuk waste jenis excess processing adalah sisa pemotongan kertas. Hal ini sesuai dengan prinsip Pareto 8020. Maka, sisa pemotongan kertas menjadi prioritas perbaikan pada tahap analyze .

5.2.3.2. Critical to Quality CTQ Waiting

Waste jenis waiting berasal dari dua sumber, yaitu scheduled delay dan unscheduled delay . Perbandingan jumlah kedua sumber waste ini dapat dilihat pada Tabel 5.36. Tabel 5.36. Perbandingan Jumlah Sumber Waste Jenis Waiting Sumber Waste Jumlah Waste Jam Scheduled delay 159,43 Unscheduled delay 200,14 Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ Berdasarkan Tabel 5.36, diketahui bahwa perbandingannya tidak dapat digambarkan dengan diagram Pareto karena hanya memiliki dua jenis sumber waste . Maka, CTQ untuk waste jenis waiting adalah scheduled delay dan unscheduled delay yang akan menjadi prioritas perbaikan pada tahap analyze.

5.2.3.3. Critical to Quality CTQ Inventories

Waste jenis inventories berasal dari enam sumber, yaitu bahan baku pulp, CaCO 3, chemical I, deformer, dan chemical II potasium dan natrium sitrat, serta starch. Perbandingan persentase keenam sumber waste ini dapat dilihat pada Tabel 5.37. Universitas Sumatera Utara Tabe Ba Ca Ch De Ch Ch Sum B menggun sumber w Gambar Sumber: P B inventori el 5.37. Per S ahan baku aCO 3 hemical I eformer hemical II hemical II mber: Perhitun Berdasarkan nakan diagr waste jenis r 5.7. Diagr Pengolahan de Berdasarkan ies adalah s rbandingan Sumber Wa Pulp Potasium Starch ngan Berdasa n Tabel 5.3 ram Pareto. inventories ram Pareto engan Minitab n Gambar sisa bahan C n Persentas Waste Natrium S arkan Data Se 37, dapat d . Diagram dapat dilih o Perbandin Invento b 15 5.7, diketa CaCO 3, defo e Sumber W Pe Sitrat kunder digambarkan Pareto untu at pada Gam ngan Perse ories ahui bahwa former, dan Waste Jenis rsentase W 24,88 69,52 23,32 46,08 10,35 19,67 n perbandin uk perbandi mbar 5.7. entase Sum a CTQ unt bahan baku s Inventorie Waste 8 2 2 8 5 7 ngannya de ingan perse mber Waste ntuk waste ku pulp. H es engan entase Jenis jenis Hal ini Universitas Sumatera Utara sesuai dengan prinsip Pareto 8020. Maka, ketiga CTQ tersebut menjadi prioritas perbaikan pada tahap analyze.

5.2.3.4. Critical to Quality CTQ Motion

Waste jenis motion berasal dari dua sumber. Perbandingan persentase kedua sumber waste ini dapat dilihat pada Tabel 5.38. Tabel 5.38. Perbandingan Persentase Sumber Waste Jenis Motion Sumber Waste Total Waste Proses pembentukan lembaran sheet 8,60 Proses pemotongan jumbo roll 4,38 Sumber: Perhitungan Berdasarkan Data Primer dan Data Sekunder Waste jenis motion hanya memiliki dua jenis sumber waste, sehingga tidak dapat digambarkan perbandingannya dengan diagram Pareto. Oleh karena itu, CTQ untuk waste jenis motion adalah gerakan operator yang tidak perlu pada stasiun proses pembentukan lembaran sheet dan pemotongan jumbo roll. Maka, kedua CTQ tersebut menjadi prioritas perbaikan pada tahap analyze.

5.2.4. Pengukuran Kapabilitas Proses Produksi Kertas

Pengukuran kapabilitas bertujuan untuk mengetahui kemampuan suatu proses dalam menyelesaikan target sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Nilai kapabilitas ini menginformasikan kepada perusahaan mengenai kinerja perusahaan saat ini terhadap target yang ingin dicapai. Pengukuran kapabilitas dilakukan dengan menggunakan software Sigma Calculator. Selain itu, pengukuran juga dapat dilakukan secara manual. Rumus untuk pengukuran kapabilitas secara manual adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara DPMO = 1.000.000 x jumlah cacat defect jenis kemungkinan cacat CTQ Kapabilitas Sigma = 0,8406 + 9, 7 , x Ln DPMO Keterangan: DPMO = Defect per Million Opportunities 5.2.4.1.Pengukuran Kapabilitas Excess Processing Pengukuran kapabilitas excess processing dilakukan dengan cara membandingkan total produk rework terhadap total produksi pada setiap bulannya. Adapun input pengukuran kapabilitas excess processing dengan software Sigma Calculator dapat dilihat pada Tabel 5.39. Tabel 5.39. Input Pengukuran Kapabilitas Excess Processing Jenis Input Input Jumlah Ton Defects Total produk rework 534,03 Opportunities Total produksi 2.181 Sumber: Data Primer dan Data Sekunder Hasil pengukuran kapabilitas berdasarkan input yang ditunjukkan pada Tabel 5.39 dapat dilihat pada Gambar 5.8. Universitas Sumatera Utara Gam Sumber B processin 5.2.4.2.P P konversi dan unsc produksi waste je mbar 5.8. Ha r: Pengukuran Berdasarkan ng adalah se Pengukuran Pengukuran i terhadap j cheduled de i yang hilan nis waiting asil Penguk n dengan Sigm n Gambar 5 ebesar 2,19 n Kapabilit kapabilita umlah jam lay . Jumlah ng atau yan g, sesuai den kuran Kap Sigma Cal ma Calculator 5.8, diketah 9. tas Waiting as waiting kerja yang h jam kerja y ng seharusn ngan kapas abilitas Ex lculator r hui bahwa p g dilakukan g hilang aki yang hilang nya dapat d sitas produk xcess Proces process sigm dengan c ibat terjadi g dikonversi diproduksi j ksi sebesar ssing denga ma untuk e cara melak scheduled i menjadi ju jika tidak te 18 ton per an excess kukan delay umlah erjadi r hari. Universitas Sumatera Utara Perhitungan jumlah produksi yang hilang untuk bulan Januari adalah sebagai berikut: Jumlah hari kerja yang hilang x kapasitas produksi per hari = 2,02 Hari x 18 Ton = 36,36 Ton Perhitungan jumlah produksi yang hilang untuk bulan Januari sampai Juni 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.40. Tabel 5.40. Konversi Waste Jenis Waiting Menjadi Jumlah Produksi yang Hilang Bulan Jumlah Jam Kerja yang Hilang Jam Jumlah Hari Kerja yang Hilang Hari Jumlah Produksi yang Hilang Ton Total Produksi Ton Januari 48,36 2,02 36,36 417 Februari 41,66 1,74 31,32 381 Maret 44,06 1,84 33,12 352 April 62,50 2,60 46,80 342 Mei 108,26 4,51 81,18 317 Juni 54,72 2,28 41,04 372 Total 359,56 14,99 269,82 2.181 Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ Adapun input pengukuran kapabilitas waiting dengan software Sigma Calculator dapat dilihat pada Tabel 5.41. Tabel 5.41. Input Pengukuran Kapabilitas Waiting Jenis Input Input Jumlah Ton Defects Total produksi yang hilang 269,82 Opportunities Total produksi aktual 2.181 Sumber: Data Sekunder dari PT. XYZ Hasil pengukuran kapabilitas berdasarkan input yang ditunjukkan pada Tabel 5.41 dapat dilihat pada Gambar 5.9. Universitas Sumatera Utara Gam Sumb B adalah se 5.2.4.3.P P memban terhadap kapabilit Tabel 5.4 Jen D mbar 5.9. H ber: Pengukur Berdasarkan ebesar 2,66 Pengukuran Pengukuran ndingkan tot p total pemb tas inventor 42. Tabel 5 nis Input Defects Hasil Pengu ran dengan Sig n Gambar 5 . n Kapabilit kapabili tal bahan ba belian baha ries dengan

5.42. Input P

Sisa baha Sisa CaCO Sisa chem Sisa defor ukuran Ka Calcula gma Calculat .9, diketahu tas Invento itas inven aku dan bah an baku da n software Pengukura In an baku pul O 3 Kg mical I Kg rmer Ltr apabilitas W ator tor ui bahwa pr ories ntories d han penolon an bahan pe Sigma Ca an Kapabili nput lp Ton Waiting den rocess sigm dilakukan ng yang tida enolong. In lculator dap itas Invento ngan Sigma ma untuk wa dengan ak habis ter nput penguk apat dilihat ories Jumlah 95 7.439 211 154 a aiting cara rpakai kuran pada h Universitas Sumatera Utara Ta Jen D Oppo Sumber: P inventory kapabilit dapat dil Gambar Sumber: P abel 5.42. In nis Input Defects ortunities : Data Sekund Pengukuran y karena s tas berdasar lihat pada G r 5.10. Has Pengukuran de nput Pengu Sisa chem sitrat Kg Sisa chem Pembelian Pembelian Pembelian Pembelian Pembelian natrium s Pembelian der dari PT. X kapabilita satuan inve rkan input Gambar 5.10 il Penguku engan Sigma C ukuran Kap In mical II g mical II sta n bahan bak n CaCO 3 K n chemical n deformer n chemica itrat Kg n chemical XYZ as dilakuk entory terse bahan bak 0. uran Kapab Sigma Cal Calculator pabilitas In nput potasium rch Kg ku pulp T Kg I Kg Ltr al II po II starch kan terhad ebut berbed ku yang dit bilitas Inven lculator nventories L natrium Ton tasium Kg dap masin da-beda. Ha tunjukkan p ntory Baha Lanjutan Jumlah m 613 655 2.276 64.450 5.408 2.000 35.600 19.975 ng-masing asil penguk pada Tabel an Baku de h 5 jenis kuran 5.42 ngan Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Gambar 5.10, diketahui bahwa process sigma untuk inventory bahan baku adalah sebesar 3,23. Rekapitulasi hasil pengukuran kapabilitas inventories dengan software Sigma Calculator dapat dilihat pada Tabel 5.43. Tabel 5.43. Rekapitulasi Hasil Pengukuran Kapabilitas Inventories Input DPMO Defects Yield Process Sigma CaCO 3 Kg 115.423 11,54 88,46 2,70 Chemical I Kg 39.016 3,90 96,10 3,26 Deformer Ltr 77.000 7,70 92,30 2,93 Chemical II potasium natrium sitrat Kg 17.219 1,72 98,28 3,61 Chemical II starch Kg 32.791 3,28 96,72 3,34 Sumber: Perhitungan dengan Software Sigma Calculator 5.2.4.4.Pengukuran Kapabilitas Motion Pengukuran kapabilitas motion dilakukan dengan cara membandingkan waktu operator dengan waktu gerakan. Adapun input pengukuran kapabilitas motion dengan software Sigma Calculator dapat dilihat pada Tabel 5.44. Tabel 5.44. Input Pengukuran Kapabilitas Motion Jenis Input Input Jumlah Defects Proses pembentukan lembaran sheet 8,78 Menit Proses pemotongan jumbo roll 5,50 Menit Opportunities Proses pembentukan lembaran sheet 102,11 Menit Proses pemotongan jumbo roll 125,50 Menit Sumber: Data Primer dan Data Sekunder Pengukuran kapabilitas dilakukan terhadap masing-masing proses untuk mendapatkan nilai kapabilitas yang lebih spesifik. Hasil pengukuran kapabilitas Universitas Sumatera Utara berdasar pada Tab Ga Su B pembent penguku pada Tab T Proses pem lembaran s Proses pem roll Sumber: P kan input p bel 5.44 dap ambar 5.11 Pembentu umber: Penguk Berdasarkan tukan lemb uran kapabil bel 5.45. Tabel 5.45. R Input mbentukan sheet motongan jum Perhitungan de pada proses pat dilihat p

1. Hasil Pen ukan Lemb

kuran dengan n Gambar 5 baran she litas motion Rekapitula D 8 mbo 4 engan Softwar pembentuk pada Gamba ngukuran K baran Shee n Sigma Calcu .11, diketah eet adalah n dengan so asi Hasil Pe DPMO D 85.986 43.825 re Sigma Calc kan lembara ar 5.11. Kapabilitas et dengan S ulator hui bahwa p h sebesar oftware Sigm engukuran Defects 8,60 4,38 culator an sheet y s Motion pa Sigma Calc process sigm 2,87. Rek ma Calcula Kapabilita Yield 91,40 95,62 yang ditunju ada Proses culator gma untuk p ekapitulasi ator dapat d as Motion Process 2, 3, ukkan proses hasil dilihat s Sigma ,87 ,21 Universitas Sumatera Utara

5.3. Analyze