UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
kepanikan  ekstrim,  yang  kadang  muncul  dari  keyakinan  bahwa pengalaman  yang  menakutkan  tersebut  tidak  akan  pernah  berakhir
Davidson G, 2006. Menurut  Penelitian  Ilmiah  Marijuana  Research  Findings  pada
tahun  1980  mengindikasikan  bahwa  mariyuana  menghambat  banyak fungsi kognitif. Sejumlah tes yang mengganti angka-angka dengan simbol,
tes  waktu  reaksi,  menghapal  serangkaian  deretan  angka  dari  depan  dan dari  belakang,  penghitungan  aritmatik,  tes  pemahaman  bacaan  dan
berbicara,  -mengungkap  kelemahan  intelektual  pada  mereka  yang  berada didalam pengaruh mariyuana Davidson G, 2006.
Mariyuana  juga  memberikan  efek  somatik.  Efek  somatik  jangka pendek  mariyuana  mencakup  mata  yang  memerah  dan  gatal,  mulut  dan
kerongkongan  kering,  nafsu  makan  meningkat,  berkurangnya  tekanan pada mata, dan meningkatkan tekanan darah. Penggunan mariyuana dalam
waktu  lama  secara  serius  merusak  struktur  dan  fungsi  paru-paru  karena mariyuana mengandung zat karsinogen Davidson G, 2006.
d. Morfin
Morfin  merupakan  hasil  olahan  dari  opiumcandu  yang menimbulkan  efek  stimulasi  sistem  saraf  pusat  SSP  seperti  miosis
penciutan pupil mata, mual, muntah-muntah, eksitasi dan konvulsi. Pada pemakaian  yang  teratur,  morfin  dengan  cepat  menimbulkan  toleransi  dan
ketergantungan  yang  cepat.  Morfin  menekan  pusat  pernafasan  yang
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
terletak  pada  batang  otak  sehingga  menyebabkan  pernafasan  terhambat yang menyebabkan kematian Tjah dan Rahaja, 2002.
Sifat  morfin  yang  lainnya  adalah  dapat  menimbulkan  kejang abdominal,  mata  merah,  dan  gatal  terutama  disekitar  hidung  yang
disebabkan  terlepasnya  histamine  dalam  sirkulasi  darah  dan  konstipasi. Pemakai  morfin  akan  merasa  mulutnya  kering,  seluruh  tubuh  hangat,
anggota badan terasa berat, dan euphoria Davidson G, 2006.
e. Kodein
Kodein  termasuk  turunan  dari  candu.  Efek  codein  lebih  lemah daripada  heroin  dan  potensinya  untuk  menimbulkan  ketergantungan
rendah.  Biasanya  dijual  dalam  bentuk  pil  atau  cairan  jernih  dan  cara pemakaiannya ditelan dan disuntikkan.
2. PSIKOTROPIKA a. Amfetamin
Amphetamine
Amfetamin  pada  awal  1930  sebagai  inhaler  untuk  melegakan hidung  tersumbat  dan  kemudian  diresepkan  oleh  para  dokter  untuk
mengendalikan  depresi  ringan.  Amfetamin  seperti  Benzedrin,  Deksedrin, dan  Methedrin  menghasilkan  efeknya  dengan  menyebabkan  pelepasan
norepinefrin  dan  dopamin  dan  menghambat  pengembalian  kedua neorotransmiter  tersebut.  Obat-obatan  tersebut  dapat  ditelan  atau
disuntikkan  dan  dapat  menyebabkan  kecanduan.  Keterjagaan  meningkat, fungsi-fungsi  pencernaan  dihambat,  dan  nafsu  makan  berkurang-oleh
karena  itu  obat  ini  digunakan  untuk  diet.  Denyut  jantung  semakin  cepat, dan  pembuluh  darah  dikulit  serta  selaput  lendir  mengalami  penyempitan.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
Individu  yang  bersangkutan  menjadi  terjaga,  euforik,  dan  bersemangat serta  dirasuki  oleh  energi  yang  seolah  tanpa  batas  dan  rasa  percaya  diri
Davidson G, 2006. Dosis  yang  lebih  besar  dapat  membuat  pengguna  menjadi  gugup,
mudah  terpancing,  dan  bingung  sehingga  ia  dapat  mengalami  gemetar, sakit kepala, pusing dan tidak dapat tidur. Terkadang para pengguna berat
menjadi sangat dipenuhi rasa curiga dan bersikap bermusuhan sehingga ia dapat membahayakan orang lain Davidson G, 2006.
b. Ecstasy
Ecstasy  pada  tahun  1914  dipasarkan  sebagai  obat  penekan  nafsu makan.  Pada  tahun  1970-an,  obat  ini  digunakan  di  Amerika  Serikat
sebagai obat tambahan pada psikoterapi dan kemudian dilarang pada tahun 1985. Sekarang ini ecstasy banyak digunakan oleh para pecandu di banyak
negara  termasuk  Indonesia  terutama  oleh  para  remaja  dan  kalangan eksekutif di tempat-tempat hiburan sehingga disebut juga  party drug atau
dance drug Tjah  Rahaja, 2002. Ecstasy saat ini dikenal dengan nama lain yaitu: huge drug, yuppie
drug,  essence,  clarity,  butterfly,  dan  lain-lain.  Penggunaan  Ecstasy  dapat menimbulkan  kerusakan  otak  yang  permanen  dan  kematian  Dalami,  dkk
2009. Daya  kerjanya  agak  singkat  4-6  jam  dan  bekerja  berdasarkan
gangguan  re-uptake  dari  serotonin  di  otak  yang  berperan  penting  pada suasana  hati,  proses  berfikir,  makan,  dan  tidur.  Obat-obat  Ecstasy
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
mempunyai efek kerja serotonergik dan dopaminergenik pada sistem saraf pusat  dan  adakalanya  dicampur  dengan  obat-obatan  lain  dengan  tujuan
memperkuat  efeknya  yaitu  rasa senang  yang berlebih  atau eforia Tjah Rahaja, 2002.
Karena ecstasy dibuat dari bahan dasar amfetamin, maka efek yang ditimbulkan  juga  mirip,  seperti  mulut  kering,  jantung  berdenyut  lebih
cepat, berkeringat, mata kabur, demam tinggi, ketakutan, sulit konsentrasi, dan seluruh otot nyeri Sasangka, 2003.
c. Shabu
Nama Shabu adalah nama julukan terhadap zat metamfetamin yang mempunyai  sifat  stimulansia  lebih  kuat  dibanding  turunan  amphetamine
yang  lain.  Nama  lainnya  adalah  Ice,  Crystal,  dan  Crank.  Cara penggunaannya  adalah  dibakar  dengan  menggunakan  kertas  aluminium
foil  dan  asapnya  dihisap,  atau  dibakar  dengan  menggunakan  botol  kaca yang dirancang khusus Ardiani, 2011.
Penggunaan  zat  ini  akan  menimbulkan  perasaan  melayang, semangat  dan  gembira  luar  biasa,  serta  mengakibatkan  insomnia  dan
mengurangi  nafsu  makan.  Perasaan  melayang  dan  semangat  tersebut hanya  bersifat  sementara  yang  kemudian  akan  berangsur-angsur
membangkitkan kegelisahan luar biasa Dalami dkk, 2011. Dalam  pemakaian  jangka  panjang  penggunaan  shabu  akan
menimbulkan  gangguan  serius  pada  kejiwaan,  pembuluh  darah  rusak,
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
rusaknya ujung saraf dan otak, kehilangan berat badan, serta tekanan darah meningkat Dalami dkk, 2011.
d. Sedatif
Sedatif memberikan efek depresiva yaitu mengurangi kegiatan dari Sistem  saraf  pusat  sehingga  dipergunakan  untuk  menenangkan  saraf  atau
membuat  seseorang  mudah  tidur.  Obat  ini  justru  menimbulkan ketergantungan  fisik  maupun  psikis  dan  pada  umumnya  sudah  dapat
timbul setelah 2 minggu penggunaan terus menerus. Sedatif  dengan  golongan  barbiturat  digunakan  sebagai  obat  yang
membantu  seseorang  agar  dapat  tidur  atau  merasa  rileks.  Sedatif  ini melemaskan  otot,  mengurangi  kecemasan  dan  dalam  dosis  rendah
menghasilkan kondisi euforik ringan. Dosis yang berlebihan menyebabkan bicara menjadi tidak jelas dan langkah tidak stabil. Penilaian, konsentrasi,
dan  kemampuan  untuk  bekerja  dapat  sangat  melemah.  Pengguna kehilangan kendali emosional dan dapat menjadi mudah tersinggung serta
agresif  sebelum  akhirnya  tertidur  lelap.  Dosis  yang  sangat  besar  dapat menjadi fatal karena otot diafragma melemas hingga ke kondisi yang dapat
membuat individu kehabisan nafas Davidson G, 2006. Sedatif  dengan  golongan  benzodiazepin  juga  digunakan  sebagai
obat penenang dan obat  tidur. Nama jalanannya adalah :  BK, Dum, Lexo,
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
Mg, Rohyp. Pemakaian benzodiazepine dapat melalui oral, intra vena, dan rectal Ardani, 2011.
e. Halusinogen
Halusinogen disebut juga psikodelika. Pada tahun 1954, A. Hoffer dan H. Osmond memperkenalkan istilah halusinogen untuk memberi nama
pada  zat  tertentu  yang  dalam  jumlah  sedikit  dapat  mengubah  persepsi, pikiran,  dan  perasaan  seseorang  serta  menimbulkan  halusinasi  Davidson
G, 2006. Salah satu zat  yang termasuk dalam golongan halusinogen adalah
LSD Lysergic Acid yang memiliki nama jalanan acid, trips, tabs. Zat ini menyebabkan  distorsi  penglihatan  dan  pendengaran  yang  mampu
menimbulkan efek khayalan, juga menyebabkan ketegangan dan depresi. Bahaya  terbesar  menggunakan  LSD  adalah  dapat  berkembang
menjadi serangan panik yang sempurna dan menimbulkan ketakutan yang disebut dengan bad tripflip Davidson G, 2006.
3. Zat-Zat Adiktif a.Alkohol
Efek  alkohol  bervariasi  tergantung  kadar  konsentrasi  zat  tersebut didalam  aliran  darah  dimana  tergantung  pada  banyaknya  alkohol  yang
dikonsumsi  dalam  satu  kurun  waktu  tertentu,  adanya  makanan  dalam lambung  yang  menahan  alkohol  dan  mengurangi  tingkat  penyerapannya,
dan kemampuan kerja organ hati. Alkohol  memberikan  efek awal  yaitu bersifat  merangsang dimana
peminum  merasakan  suatu  perasaan  sosiabilitas  dan  nyaman  yang
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
ekspansif  seiring  naiknya  kadar  alkohol  dalam  darah.  Namun,  setelah kadar alkohol dalam darah mencapai puncaknya dan mulai turun, alkohol
berfungsi  sebagai  depresan  dimana  berbagai  emosi  negatif  meningkat Davidson G, 2006.
Alkohol  dalam  jumlah  banyak  mengganggu  proses  berfikir kompleks,  koordinasi  motorik,  keseimbangan,  kemampuan  bicara  dan
penglihatan juga melemah. Alkohol juga mampu menghilangkan rasa sakit dan  dalam  dosis  yang  lebih  besar  bersifat  sedatif,  menyebabkan  orang
tertidur bahkan kematian Davidson G, 2006. Kebiasaan  minum  yang  kronis  menimbulkan  kerusakan  biologis
parah selain kemunduran psikologis. Konsumsi alkohol dalam waktu lama memberikan  efek  negatif  bagi  hampir  setiap  jaringan  dan  organ  tubuh
seperti malnutrisi parah. Alkohol tidak mengandung berbagai zat gizi yang penting bagi kesehatan Dalami dkk,2011.
Pada  penyalahgunaan  alkohol  kronis  yang  berusia  lebih  tua, kekurangan  vitamin  B-kompleks  dapat  mengakibatkan  sindrom  amnestik
yaitu suatu sindrom hilangnya memori yang parah atas berbagai peristiwa yang belum lama berselang maupun yang sudah lama terjadi. Kesenjangan
memori ini sering kali diisi dengan menuturkan berbagai kejadian imajiner yang sangat tidak mungkin.
Konsumsi  alkohol  yang  sangat  banyak  semasa  hamil  diketahui merupakan  penyebab  utama  retardasi  mental.  Pertumbuhan  janin
melambat,  dan  terjadi  kelainan  tempurung  kepala,  wajah  serta  anggota
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
tubuh.  Kondisi  tersebut  dikenal  sebagai  sindrom  alkohol  fetal  Davidson G, 2006
b. Inhalansia dan Solvent Pelarut
Zat  yang  digolongkan  dalam  inhalansia  dan  Solvent  pelarut  ini adalah gas atau zat pelarut yang mudah menguap. Zat ini banyak terdapat
pada  alat-alat  keperluan  rumah  tangga  seperti  perekat,  hair  spray, deodorant spray, pelumas mesin, bahan pembersih, dan thinner.
Inhalansia  bekerja  pada  membrane  sel  terutama  sel  saraf  pusat. Gejala  pecandu  inhalansi  antara  lain  :  pusing-pusing,  bicara  tidak  lancer,
berjalan  atau  berdiri  sempoyongan,  euphoria,  halusinasi,  mudah tersinggung,  impulsif,  perilaku  aneh,  dan  luka-luka  atau  peradangan
disekitar mulut dan hidung Davidson G, 2006.
c. Nikotin
Nikotin adalah zat dalam tembakau yang menyebabkan kecanduan. Nikotin  merangsang  pelepasan  dopamin  di  otak.  Dopamin  adalah  zat
dalam  saraf  yang  berperan  menghadirkan  rasa  bahagia.  Nikotin menstimulasi produksi dopamin secara berlebihan, membuat tubuh rileks.
Ketika  konsentrasi  dopamin  menurun,  orang  bisa  merasa  gelisah. Akhirnya  konsumsi  nikotin  lewat  rokok  meningkat  intensitasnya.  Jika
tiba-tiba  menghentikan  konsumsi  rokok,  ia  pasti  akan  mengalami  efek balikan withdrawal effect.
d. Kafein
Kafein  adalah  alkaloida  yang  terdapat  dalam  tanaman  coffee Arabica,  coffea  canephora  yang  berasal  dari  Arab,  Etiopia,  dan  Liberia.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
Selain  kopi,  minuman  lain  yang  banyak  mengandung  kafein  seperti  daun teh teh hitam dan teh hijau, kakao, dan coklat.
Minum kopi terlalu banyak lebih dari 3-4 cangkir per hari dapat meningkatkan resiko terkena penyakit jantung karena memperbesar kadar
hemosistein  darah  terutama  bila  bersamaan  dengan  kebiasaan  merokok Tjah  Raharja, 2002.
Kafein dapat menghilangkan rasa letih, lapar dan mengantuk, juga meningkatkan  konsentrasi.  Kafein  merangsang  otot  jantung  sehingga
kadang-kadang menyebabkan
aritmia jantung,
menyebabkan vasokonstriksi  pembuluh  darah  otak,  meningkatkan  tekanan  darah,dan
iritasi pada lambung. Konsumsi  kafein  terlalu  banyak  mengakibatkan  tangan  gemetar,
perasaan  gelisah,  tidak  tenang,  ingatan  berkurang,  tidak  dapat  tidur, poliuria, mual, otot berkedut,  serta denyut  jantung cepat  dan tidak teratur
Sesangka, 2003.
2.4.2 Gangguan Jiwa Penyalahgunaan NAPZA
Dalam  penggunaan  NAPZA  penyalahgunaan  zat  dan  ketergantungan  zat terjadi dan ditandai oleh berbagai masalah yang berkaitan dengan konsumsi suatu
zat.  Ini  mencakup  penggunaan  zat  yang  lebih  banyak  dari  yang  dimaksudkan, mencoba  untuk  berhenti  namun  tidak  berhasil,  memiliki  berbagai  masalah  fisik
atau  psikologis  yang  semakin  parah  karena  penggunaan  obat  dan  mengalami masalah dalam pekerjaan atau dengan teman-teman.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
Penyalahgunaan NAPZA merupakan suatu pola penggunaan NAPZA yang bersifat  patologik,  paling  sedikit  satu  bulan  lamanya,  sehingga  menimbulkan
gangguan fungsi sosial. Pola penggunaan zat yang bersifat patologik dapat berupa intoksikasi  sepanjang  hari,  terus  menggunakan  zat  tersebut  walaupun  penderita
mengetahui  dirinya  sedang  menderita  sakit  fisik  akibat  zat  tersebut,  atau  adanya kenyataan  bahwa  ia  tidak  dapat  berfungsi  dengan  baik  tanpa  menggunakan  zat
tersebut.  Gangguan  yang  terjadi  tersebut  adalah  gangguan  fungsi  sosial  yang berupa  ketidakmampuan  memenuhi  kewajiban  terhadap  keluarga  atau  teman-
temannya  karena  perilaku  yang  tidak  wajar,  impulsive,  atau  karena  perasaan agresif  yang  tidak  wajar.  Dapat  pula  berupa  pelanggaran  lalu  lintas  dan
kecelakaan  lalu  lintas,  serta  perbuatan  kriminalitas  lainnya  karena  motivasi memperoleh uang Ardiani, 2011.
NAPZA  memberikan  pengaruh  pada  susunan  saraf  pusat  dan menimbulkan  berbagai  efek  kognitif  dan  perilaku  maladaptif.  Ketergantungan
obat  dibedakan  atas  ketergantungan  fisik  dan  ketergantungan  psikis.  Arti  adiksi dipersempit  menjadi  ketergantungan  fisik  dan  ketergantungan  psikis  disebut
habituasi. Beberapa ahli memberi arti adiksi sebagai bentuk ketergantungan yang berat  pada  hard  drug  heroin,  morfin,  sedangkan  habituasi  sebagai  bentuk
ketergantungan  ringan  yaitu  pada  soft  drug  seperti  marijuana  dan  sedatif. Ardiana, 2011.
Untuk  memperoleh  khasiat  seperti  semula  dari  zat  yang  dipakai  berulang kali, diperlukan jumlah yang makin lama makin banyak. Keadaan yang demikian
disebut  toleransi.  Toleransi  diindikasikan  oleh  salah  satu  dari  :  dosis  zat  yang
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
dibutuhkan untuk menghasilkan efek yang didingginkan lebih besar atau efek obat menjadi  sangat  berkurang  jika  mengonsumsi  obat  dalam  dosis  yang  biasa
Davidson G, 2006. Gejala  putus  zat  atau  gejala  lepas  zat  Withdrawal  syndrome  merupakan
gejala  yang  timbul  bila  seseorang  yang  ketergantungan  pasa  suatu  zat  kemudian dihentikan atau dikurangi Ardiani, 2011.
2.5 EPIDEMIOLOGI 2.5.1 Distribusi dan Frekuensi Menurut Orang
a. Variasi Usia
Berdasarkan  Data  World  Drug  Report  2014,  Pada  tahun  2012  kelompok umur  penyalahgunaan  NAPZA  paling  banyak  yaitu  pada  kelompok  umur  15-64
tahun sebanyak 324 juta orang dengan pemakaian marijuana, opium, kokain , dan amfetamin.
Menurut  Data  Rekapitulasi  data  Morbiditas  pasien  rawat  jalan  dan  rawat inap  di  Rumah  sakit  Indonesia  tahun  2010,  kategori  umur  gangguan  jiwa
penyalahgunaan  NAPZA  tertinggi  terdapat  pada  kelompok  usia  25-44  tahun sebanyak  46,1,  diikuti  dengan  26,7    dari  kelompok  usia  15-24  tahun,  dan
19,6  dari  kelompok  usia  45-64  tahun.  Adapun  jumlah  pasien  sebanyak  3.064 dengan rekapitulasi data dari 1.523 rumah sakit.
b.Variasi Jenis Kelamin
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
Menurut  Data  Rekapitulasi  data  Morbiditas  pasien  rawat  jalan  dan  rawat inap  di  Rumah  sakit  Indonesia  tahun  2010,  gangguan  jiwa  penyalahgunaan
NAPZA terdapat pada laki-laki 2 kali lebih banyak dari perempuan.
2.5.2 Distribusi dan frekuensi Menurut Tempat
Selama tiga tahun berturut dari 2011, 2012, 2013, jumlah penyalahgunaan NAPZA  terdapat  paling  banyak  di  Jawa  Timur.  Kasus-kasus  penyalahgunaan
NAPZA umumnya terjadi di kota-kota besar seperti Surabaya, Jakarta, Bandung, Medan, dll.
Penyalahgunaan  NAPZA  tidak  hanya  marak  di  perkotaan,  tetapi  juga  di pedesaan. Jika kita melihat faktor penyebab dari penyalahgunaan NAPZA dimana
kondisi  individualis,  mobilitas  dan  aktivitas  orang  tua  yang  tinggi  sehingga kurang  komunikasi  dengan  anak,  dan  gaya  hidup  life  style  dimana  tempat
hiburan yang menjadi lokasi strategis untuk peredaran NAPZA juga lebih banyak didaerah  perkotaan,  dan  diikuti  dengan  rasa  kesepian  tinggi,  maka  daerah
perkotaan  lebih  berisiko  untuk  terjadi  penyalahgunaan  NAPZA.  Dimana gangguan jiwa juga lebih sering terjadi didaerah perkotaan.
2.5.3 Penyebab atau Determinan
Adapun  penyebab  atau  determinan  gangguan  jiwa  penyalahgunaan  NAPZA adala sebagai berikut:
1. Faktor Individu
Kebanyakan  penyalahgunaan  NAPZA  dimulai  atau  terdapat  pada masa  remaja,  sebab  remaja  yang  sedang  mengalami  perubahan  biologik,
psikologik  maupun  sosial  yang  pesat.  Perubahan  yang  cepat  kadang-
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
kadang  menimbulkan  ketegangan,  keresahan,  kebingungan,  perasaan tertekan, rasa tidak aman dan tidak jarang menjadi depresi Ardiani, 2011
Jenis  Kelamin  Juga  memberikan  kontribusi  dalam  mempengaruhi terjadinya gangguan penyalahgunaan NAPZA. Ada kecenderungan bahwa
laki-laki  harus  selalu  berprestasi  dan  menerima  tanggung  jawab  dalam keluarga.  Tekanan  tersebut  menimbulkan  ketegangan  dan  untuk
mengatasinya  seseorang  akan  memberontak  yang  salah  satunya  dengan menggunakan NAPZA Badan Narkotika Nasional
. Keingintahuan  yang  besar  untuk  mencoba,  mudah  merasa  bosan
dan  jenuh,  keinginan  untuk  mengikuti  mode  life  style  juga  termasuk dalam faktor individu.
2. Faktor Lingkungan Sosial
a.  Lingkungan keluarga Hubungan  ayah  dan  ibu  yang  retak,  komunikasi  yang  kurang  efektif
antara  orang  tua  dan  anak,  orang  tua  yang  serba  membolehkan permisif, kurangnya rasa hormat antar anggota keluarga, dan adanya
orangtua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahguna NAPZA. b.  Lingkungan sekolah
Sekolah  yang  kurang  disiplin,  sekolah  yang  terletak  dekat  dengan tempat hiburan dan penjual NAPZA, sekolah yang kurang memberikan
kesempatan pada siswa  untuk  mengembangkan diri secara kreatif dan positif, dan adanya murid pengguna NAPZA.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
c.  Lingkungan Teman Sebaya Adanya  kebutuhan  akan  pergaulan  teman  sebaya  mendorong  remaja
untuk  dapat  diterima  sepenuhnya  dalam  kelompoknya.  Penggunaan NAPZA  sering  dijadikan  syarat  atau  tuntutan  agar  diterima  di
kelompok untuk membuktikan rasa solidaritas pertemanan. d.  Lingkungan MasyarakatSosial
Lemahnya  pengegakan  hukum,  situasi  politik,  sosial,  dan  ekonomi yang kurang mendukung justru mendorong untuk mencari kesenangan
dalam penyalahgunaan NAPZA.
3. Faktor NAPZA
Mudahnya NAPZA
didapat dimana-mana
dengan harga
“terjangkau”,  banyaknya  iklan  minuman  beralkohol  dan  rokok  yang menimbulkan  daya  tarik  untuk  dicoba,  dan  khasiat  farakologik  NAPZA
yang  menenangkan,  menghilangkan  nyeri,  membuat  euphoria,  fly,  high, stone menjadi faktor penyalahgunaan NAPZA Ardiani, 2011.
2.6  Pencegahan
Upaya pencegahan meliputi tiga hal berikut.
1. Pencegahan primer
Upaya  ini  terutama  dilakukan  untuk  mengenali  kelompok  yang mempunyai resiko tinggi untuk menyalahgunakan NAPZA, setelah itu melakukan
intervensi terhadap mereka agar tidak menggunakan NAPZA. Upaya pencegahan ini  ada  baiknya  dilakukan  sejak  anak  berusia  dini  agar  faktor  yang  dapat
menghambat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
Masyarakat  umum  secara  keseluruhan  menjadi  target  dari  pencegahan primer.  Pelaksanaan  pencegahan  primer  dilakukan  dengan  berbagai  bentuk
penyuluhan  tatap  muka  ceramah,  diskusi,  seminar,  penyuluhan  melalui  media cetak  surat  kabar,  pamphlet,brosur,  buletin,  dan lain-lain.  Kegiatan  penyuluhan
maupun  pendidikan  memiliki  konten  tentang  NAPZA  dan  bahayanya  bagi  fisik dan mental Ardiani, 2011.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan  ini  ditujukan  kepada  penyalahguna  pada  tahap  coba-coba menggunakan
NAPZA serta
komponen masyarakat
yang berpotensi
menyalahgunakan NAPZA. Kegaitan  yang  dilakukan  pada  pencegahan  ini  antara  lain  :  Deteksi  dini
penyalahguna  NAPZA,  bimbingan  sosial  melalui  kunjungan  rumah,  pelayanan konseling  perorangan  atau  keluarga  bermasalah  penyalahgunaan  narkoba,  serta
penerangan dan pendidikan pengembangan individu Ardiani, 2011. Didalam
pencegahan sekunder
penanganan secepatnya
atau pengobatan  juga  dilakukan.  Adapun  penanganan  secepatnya  adalah  sebagai
berikut: 1.  Farmakoterapi
Farmakoterapi  disebut  juga  obat  psikotropik  atau  lebih  tepat  obat yang  memiliki  khasiat  psikoterapik  mempengaruhi  fungsi-fungsi
dari  otak.  Adapun  obat-obat  psikotropika  yang  sering  digunakan dalam  pelayanan  kesehatan  jiwa  adalah  sebagai  berikut  Ikawati,
2014
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
a.  Obat  Antipsikotik  Anatensol,  Clozapil,  Largactil,  Mellerril, haloperidol
b.  Obat  Anti  Depresan  Asendin,  Anafranil,  Antiprestin, Ludiomil
c.  Obat Anti Insomnia Mogadon, Esilgan 2.  Psikoterapi
Psikoterapi  adalah  suatu  cara  pengobatan  terhadap  masalah emosional seseorang yang terlatih dalam hubungan professional secara
sukarela,  dengan  maksud  hendak  menghilangkan,  mengubah  dan menghambat  gejala-gejala  yang  ada,  mengkoreksi  perilaku  yang
terganggu  dan  mengembangkan  pertumbuhan  kepribadian  secara positif.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan  tersier  ini  dilakukan  kepada  residivisme  atau  mereka  yang merupakan bekas korban penyalahgunaan NAPZA, melalui peran polisi dan agen
lain  dalam  sistem  peradilan  pidana.  Tujuan  dari  pencegahan  tersier  ini  untuk mencegah  jangan  sampai  para  penyalahgunan  NAPZA  tersebut  kambuhrelaps
dan  terjerumus  kembali  dalam  penyalahgunaan  NAPZA.  Pencegahan  tersier dilakukan  dalam  bentuk  bimbingan  sosial  dan  konseling  terhadap  yang
bersangkutan  atau  keluarganya,  penciptaan  lingkungan  sosial  dan  pengawasan
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
sosial  yang  menguntukkan  eks  korban  dalam  memantapkan  kesembuhannya, pengembangan minat, bakat, dan keterampilan bekerja dan berusaha.
Kegiatan  Pelayanan  dan  rehabilitasi  sosial  bagi  korban  penyalahguna NAPZA  dilaksanakan  sesuai  Standard  Minimal  dan  Pedoman  Pelayanan  dan
Rehabilitasi Sosial Penyalahgunaan NAPZA yang disusun BNN, meliputi: 1.  Pendekatan Awal
Pendekatan  Awal  adalah  kegiatan  yang  mengawali  keseluruhan  proses pelayanan  dan  rehabilitasi  sosial  yang  dilaksanakan  dengan  penyampaian
informasi program  kepada masyarakat,  instansi  terkait, dan organisasi  sosial lain guna memperoleh dukungan dan data awal calon klien residen dengan persyaratan
yang telah ditentukan. 2.  Penerimaan
Pada tahap ini dilakukan kegiatan  administrasi  untuk  menentukan apakah diterima atau tidak dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a.  Pengurusan  administrasi  surat  menyurat  yang  diperlukan  untuk persyaratan  masuk  panti  seperti  surat  keterangan  medical  check  up,
test urin negative, dan sebagainya. b.  Pengisian formulir dan wawancara dan penentuan persyaratan menjadi
residen c.  Pencatatan residen dalam buku registrasi
3. Assesment
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
Assesment  merupakan  kegiatan  penelaahan  dan  pengungkapan  masalah untuk  mengetahui  seluruh  permasalahan  residen,  menetapkan  rencana  dan
pelaksanaan intervensi. Kegiatan assessment  meliputi :
a.  Menelusuri dan mengungkapkan latar belakang dan keadaan residen b.  Melaksanakan diagnosa permasalahan
c.  Menentukan langkah-langkah rehabilitasi d.  Menentukan dukungan pelatihan yang diperlukan
e.  Menempatkan residen dalam proses rehabilitasi 4.
Bimbingan Fisik Kegiatan  ini  ditujukan  untuk  memulihkan  kondisi  fisik  residen,  meliputi
pelayanan kesehatan, peningkatan gizi, baris berbaris, dan olahraga. 5.
Bimbingan Mental dan Sosial Bimbingan  mental  dan  sosial  meliputi  bidang  keagaamanspiritual,  budi
pekerti individual dan sosialkelompok dan motivasi residen psikologis.
6. Bimbingan Orang Tua dan Keluarga
Bimbingan bagi orang tuakeluarga dimaksudkan agar orang tua keluarga dapat  menerima  keadaan  residen,  memberi  dukungan,  dan  menerima  residen
kembali dirumah pada saat rehabilitasi telah selesai. 7.
Bimbingan Keterampilan Bimbingan  Keterampilan  berupa  pelatihan  vokalisasi  atau  keterampilan
usaha survival skill sesuai dengan kebutuhan residen.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
8. ResosialisasiReintegrasi
Kegiatan  ini  merupakan  komponen  pelayanan  dan  rehabilitasi  yang diarahkan untuk menyiapkan kondisi residen yang akan kembali kepada keluarga
dan masyarakat. Kegiatan ini meliputi :
a.  Pendekatan  kepada  residen  untuk  kesiapan  kembali  ke  lingkungan keluarga dan masyarakat tempat tinggalnya
b.  Menghubungi  dan  memotivasi  keluarga  residen  serta  lingkungan masyarakat untuk menerima kembali residen
c.  Menghubungi  lembaga  pendidikan  bagi  klien  yang  akan  melanjutkan sekolah
9. Penyaluran dan Bimbingan Lanjut Aftercare
Dalam  penyaluran  dilakukan  pemulangan  residen  kepada  orang  tuawali, disalurkan  ke  sekolah  maupun  instansi  perusahaan  dalam  rangka  penempatan
kerja,  Bimbingan  lanjut  dilakukan  secara  berkala  dalam  rangka  pencegahan kambuhrelapse dengan kegiatan konseling, kelompok dan sebagainya.
10. Terminasi
Kegiatan  ini  berupa  pengakhiran  pemutusan  program  pelayanan  dan rehabilitasi bagi residen yang telah mencapai target program clean and sober.
2.7 Kerangka Konsep
Berdasarkan  studi  kepustakaan  yang  diperoleh,  maka  kerangka  konsep penelitian tentang karakteristik penderita gangguan jiwa penyalahgunaan NAPZA
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
di    Panti  Sosial  Pamardi  Putra  Insyaf  Sumatera  Utara  tahun  2014  sebagai berikut:
Karakteristik Penderita Gangguan Jiwa Penyalahgunaan NAPZA 1.  Sosiodemografi
Umur Jenis Kelamin
Suku Pendidikan
Pekerjaan Status perkawinan
2.  Gejala Awal 3.  Jenis Zat yang dipakai
4.  Alasan memakai NAPZA 5.  Lama Pemakaian
6.  Pengobatan 7.  Lama Perawatan
8.  Keadaan Sewaktu Pulang
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
BAB 3 METODE PENELITIAN