Gambar 9. Tahapan penyusunan model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan.
Komoditas usaha tani adalah jenis-jenis flora dan fauna atau komoditas yang diusahakan oleh para petani dan masyarakat yang dapat memberikan nilai
ekonomi, baik usaha budidaya maupun penanganan pascapanen berupa hasil tanaman hutanhias, ikan, ternak dengan satuan produktivitas tonha dan
produksi ton atau satuan disesuaikan dengan jenis komoditasnya.
Sistem Pengembangan Pertanian Perkotaan
Survei Lapangan
Kondisi Saat Ini peluang dan kendala
Identifikasi Kebutuhan
Stakeholders Penentuan Dimensi
Keberlanjutan, atribut dan Skala
Permasalahan Pengembangan
Pertanian Perkotaan
Analisis Kebutuhan Stakeholder Prospektif
Analisis Keberlanjutan
Analisis Biofisik, Sosial, Ekonomi
Perta. Perkotaan Status Keberlanjutan,
dan Kebutuhan Stakeholders
Faktor Dominan Berpengaruh
Faktor atau Atribut Sensitif
Indeks Keberlanjutan
Karaketeristik Sumberdaya Lahan
dan ruang dan SDM Pert. Perkotaan
Faktor Pengungkit atau Penentu Keberlanjutan
Faktor Kunci Penentu Keberlanjutan
Reference Desk study
Kebijakan Pengembangan Pertanian Perkotaan
Model Kebijakan Pengembangan
Model Kebijakan Pengembangan Pertanian Perkotaan Berkelanjutan
Arahan dan Strategi Implementasi Pengembangan
Strategi Pengembangan
Skenario I Skenario II
Skenario III Skenario Kebijakan
Penggunaan lahan dan ruang adalah pemanfaatan fungsi tanah, ruang dan air untuk usaha tani sesuai dengan potensi sumberdaya pertanian dengan satuan
hektar ha, unit atau disesuaikan dengan daya dukung kondisi di wilayah. Usaha tani berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya pertanian yang
berhasil dan memenuhi kebutuhan masyarakat secara berkesinambungan, mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan kelestarian
sumberdaya alam agro ekosistem di wilayah Reijntjes et al. 1992 Inovasi teknologi usaha tani adalah suatu pembaruan metode penerapan paket
atau komponen teknologi sistem usaha tani dengan mempertimbangkan aspek kelestarian sumberdaya Utomo 1989
Pertanian lahan sempit adalah lahan usaha tani sifatnya terbuka yakni lahan sawah, tegalan, lahan terlantar dan pekarangan di areal lahan sempit 0,5 atau
0,25 ha Simatupang 1995 RTH produktif adalah ruang terbuka hijau pengembangan tanaman produktif
yang sifatnya tahunan. Sistem kebun atap bangunan adalah usaha tani yang dilakukan di atas atau di
ruang konstruksi bangunan atau atap rumah terhadap komoditas pertanian jangka pendek dan menengah.
Sistem vertikultur adalah usaha tani dengan pemanfaatan ruang vertikal secara lebih efisien lahan terhadap komoditas pertanian jangka pendek Sampeliling
2007
Sistem hidroponik adalah usaha tani untuk memperoleh tanaman tumbuh maksimal dengan seragam melalui penggunaan sirkulasi air dan nutrisi
terkontrol terhadap komoditas pertanian jangka pendek.
Sistem “babilonia” adalah usaha tani dengan pemanfaatan tempat atau media tanam sebagai rambatan atau menjalar atau memanjat pada dinding bangunan
atau pagar atau pancangan kayu, bambu dan besi pada komoditas tanaman merambat dan memanjat.
Sistem tanam langsung adalah usaha tani yang dilakukan di lahan pekarangan, berem jalan, taman dan sawah sesuai komoditasnya.
Kebijakan adalah serangkaian keputusan yang diambil oleh seorang aktor atau kelompok aktor yang berkaitan dengan seleksi tujuan dan cara mencapai tujuan
tersebut dalam situasi tertentu, dimana keputusan tersebut berada dalam cakupan wewenang para pembuatnya.
Lahan adalah bagian dari bentang alam landscape yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografirelief, tanah, hidrologi dan vegetasi
alami natural vegetation yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan FAO, 1976 diacu dalam Puslittanak, 2003.
Pengembangan pertanian perkotaan adalah perluasan areal usaha tani dan optimalisasi daya hasil dengan inovasi teknologi moderen di wilayah perkotaan.
IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1. Keberadaan Wilayah DKI Jakarta
Berdasarkan data BPS 2010, bahwa usia kota DKI Jakarta 484 tahun merupakan usia yang tidak lagi muda untuk ukuran sebuah kota, banyak hal telah
dialami sebagai ibukota negara. Provinsi DKI Jakarta, memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus berdasarkan Undang-undang No. 292007. Sebagai
penyandang status khusus, dimana seluruh kebijakan mengenai pemerintahan maupun anggaran ditentukan pada tingkat provinsi karena lembaga legislatif hanya
ada pada tingkat provinsi. Wilayah provinsi dibagi dalam 5 wilayah kota dan 1 kabupaten administrasi yaitu Kepulauan Seribu yang tertera pada Tabel 8.
Tabel. 8. Jumlah wilayah kecamatan dan kelurahan serta luas wilayah provinsi DKI
Jakarta. No.
Wilayah kota dan kabupaten
Luas wilayah km
2
Jumlah kecamatan
Jumlah kelurahan
1. Jakarta Selatan
141,27 10
65 2.
Jakarta Timur 188,03
10 65
3. Jakarta Pusat
48,13 8
44 4.
Jakarta Barat 129,54
8 56
5. Jakarta Utara
146,66 6
31 6.
Kep. Seribu Daratan 8,70
2 6
Jumlah 662,33
44 267
Keterangan : SK Gubernur KDH DKI Jakarta No. 171 Tahun 2007. Sumber : BPS 2010.
4.2. Geografi dan Topografi
Jakarta sebagai ibukota negara republik Indonesia yang berada di dataran rendah pantai Utara bagian Barat Pulau Jawa.
Berdasarkan BPS 2010, bahwa kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata +7 meter diatas
permukaan laut, terletak pada posisi 6°12′ Lintang Selatan dan 106°48′ Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, adalah berupa daratan seluas 662,33 km
2
dan berupa lautan seluas 6.977,5 km
2
. Wilayah DKI memiliki tidak kurang dari 110 buah pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu, dan sekitar 27 buah sungaisalurankanal
yang digunakan sebagai sumber air minum, usaha perikanan, pertanian dan usaha perkotaan lainnya. Berdasarkan bentang alam, maka di sebelah Utara membentang
pantai dari Barat sampai ke Timur sepanjang ±35 km yang menjadi tempat
bermuaranya 9 buah sungai dan 2 buah kanal. Batas wilayah DKI Jakarta yakni di sebelah Selatan dan Timur berbatasan dengan provinsi Jawa Barat, sebelah Barat
berbatasan dengan provinsi Banten, sedangkan di sebelah Utara berbatasan dengan laut Jawa.
Wilayah DKI Jakarta bertopografi bentuk datar dan agak datar dengan kelerengan 0
– 2,5 , 2,5 - 5 , dan 5 - 7 . Wilayah DKI Jakarta merupakan rendah dengan ketinggian tempat berkisar antara 0 - 2,5 - 5 - 7 m dpl. Sebagian
besar 39.13 mempunyai relief datar dengan lereng 1 – 3 .
4.3. Sosial dan Ekonomi 4.3.1. Kondisi Penduduk
Kondisi penduduk DKI Jakarta mengalami pertambahan setiap waktu, menyebabkan tingkat kepadatan penduduk meningkat. Kondisi ini menjadikan kota
sebagai yang terpadat di Indonesia. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2000 dan tahun 2010 terjadi penambahan kepadatan penduduk dari 12.603 jiwa km
2
pada tahun 2000 menjadi 14.476 jiwa km
2
di tahun 2010, berarti penambahan kepadatan adalah sebesar 1.873 jiwakm
2
. Data menunjukkan bahwa sebaran penduduk dan laju pertumbuhan meningkat setiap tahunnya.
Laju pertumbuhan terlihat di wilayah kota Jakarta Timur, mengalami jumlah penduduk tertinggi namun laju pertumbuhannya
rendah dapat dilihat pada Tabel 9 Tabel 9
. Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan per wilayah kota dan kab.
adm. di DKI Jakarta Tahun 2010. No.
Wilayah kota dan kab.adm
Jumlah penduduk Jiwa
Laju pertumbuhan 1.
Jakarta Selatan 2.057.080
1,43 2.
Jakarta Timur 2.687.027
1,36 3.
Jakarta Pusat 898.883
0,27 4.
Jakarta Barat 2.278.825
1,81 5.
Jakarta Utara 1.645.312
1,49 6.
Kep. Seribu daratan 21.071
2,02 Jumlah
9.588.198 8,38
Sumber : BPS 2010 Berdasarkan hasil sensus penduduk sementara 2010, maka jumlah penduduk
dan perbandingan laki-laki dan perempuan wilayah propinsi DKI Jakarta
menunjukkan jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari penduduk laki-laki
pada setiap wilayah kota. Keberadaan penduduk berdasarkan umur, dimana didominasi oleh umur 25
– 35 tahun yang mengindikasikan bahwa wilayah DKI didominasi oleh umur angkatan kerja yang produktif terlihat pada Gambar 10.
a b Gambar 10. Jumlah
penduduk ribu orang menurut wilayah a dan piramida
pertumbuhan berdasarkan umur b di provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan persentase keberadaan penduduk diantara wilayah kota
memperlihatkan bahwa wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Barat mendominasi jumlah penduduk terbanyak yang disusul oleh Jakarta Selatan seperti pada Tabel 10.
Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi pergeseran penduduk seperti Jakarta Pusat jumlah penduduk berkurang, namun di wilayah Jakarta Barat terjadi pertambahan
yang sangat signifikan.
4.3.2. Kondisi Sosial
Kondisi sosial tentang permasalahan lapangan kerja dan masih terdapat masalah penduduk miskin, merupakan hal sangat penting untuk diperhatikan. Data
menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2007 - 2010 telah menunjukkan penurunan. Kondisi tahun 2007 penduduk miskin di DKI Jakarta sebanyak 405,7 ribu jiwa dan
pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 312,2 ribu jiwa. Penurunan penduduk miskin tertinggi terjadi pada periode 2008-2009. Periode tersebut
penduduk miskin turun sebanyak 56,4 ribu jiwa dan angka kemiskinan turun sebanyak 0,67 poin dapat dilihat pada Gambar 11.
Tabel 10. Persentase penduduk menurut wilayah kota dan kab. administrasi
provinsi DKI Jakarta. No Wilayah kota dan
kab. adm. terhadap penduduk
1971 1980
1990 2000
2010 1. Jakarta Selatan
23,12 24,38
23,14 21,37
21,45 2. Jakarta Timur
17,64 22,48
25,07 28,01
28,02 3. Jakarta Pusat
27,72 19,08
13,07 10,65
9,37 4. Jakarta Barat
18,05 19,00
22,12 22,78
23,77 5. Jakarta Utara
13,47 15,06
16,39 17,01
17,16 6. Kep. Seribu
- -
- 0,21
0,22 DKI Jakarta
100,00 100,00
100,00 100,00
100,00 Sumber : BPS 2010.
Gambar 11. Kecenderungan jumlah dan persentase peduduk miskin selang
tahun 2007 – 2010 di wilayah DKI Jakarta
Komposisi penduduk usia 15-64 tahun yang bekerja menurut lapangan pekerjaan dan jenis kelamin pada setiap jenis pekerjaan, memperlihatkan bahwa tenaga
kerja bidang pertanian sangat rendah terlihat pada Tabel 11. Tabel 11. Komposisi lapangan pekerjaan menurut jenis kelamin di DKI Jakarta
No Lapangan pekerjaan
Laki-laki Perempuan
Jumlah ....... .........
1. Pertanian
0,89 0,19
0,63 2.
Industri pengolahan 15,60
17,18 16,19
3. Perdagangan, restoran hotel
33,95 41,34
36,69 4.
Jasa-jasa 27,96
36,45 31,11
5. Lainnya
21,59 4,84
15,38 Jumlah
100,00 100,00
100,00
Sumber : BPS 2010.
Berdasarkan data BPS 2010 kondisi sosial bila dilihat dari lapangan pekerjaan dan tingkat pendidikan masyarakat di wilayah DKI Jakarta, maka
didominasi oleh PNS baik di Pemda DKI maupun pada instansi pemerintah pusat. Kondisi sosial terhadap kesehatan masyarakat, memperlihatkan bahwa penduduk
yang mengalami keluhan kesehatan selama 3 tahun terakhir, cenderung meningkat. Tahun 2007 sebanyak 32,16 , naik menjadi 36,17 , dan tahun 2009 sebesar 36,81
. Keluhan kesehatan utama penduduk adalah penyakit batuk dan pilek serta ISPA infeksi saluran pernapasan akut. Penyakit ini terutama diduga disebabkan oleh
perubahan iklim dan cuaca, peningkatan partikel debu di udara yang cenderung tidak menentu.
Selama ini Pemda DKI Jakarta terus melakukan upaya untuk menyusun tata ruang perkotaan yang tepat dan memikirkan bagaimana memberi ruang hidup,
makanan, air bersih, pelayanan kesehatan, obat-obatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan dan prasarana transportasi serta berbagai kebutuhan lainnya kepada
penduduk DKI Jakarta. Sementara upaya transmigrasi penduduk juga terus-menerus dilakukan. Pada tahun 2009 sebanyak 100 kk atau sekitar 369 jiwa diberangkatkan
ke provinsi Kalimantan Selatan, Bengkulu, Sumatera Utara, dan Sulawesi Tenggara dengan alokasi berturut-turut 25 kk, 28 kk, 25 kk, dan 22 kk.
4.3.3. Kondisi Ekonomi Pertumbuhan ekonomi
; Perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2009 tumbuh sebesar 5,01, angka ini lebih lambat bila dibandingkan dengan keadaan
tahun 2008 yang tumbuh 6,22. Sektor-sektor yang menunjukkan pertumbuhan tinggi pada periode tersebut adalah sektor pengangkutan dan komunikasi 15,63 ,
sektor jasa 6,49 , dan sektor bangunan 7,67 BPS 2010. Sementara dari sisi pengeluaran pada tahun 2009, konsumsi rumah tangga masih mampu tumbuh 6,15
dan konsumsi pemerintah bahkan terakselerasi hingga 10,24. Seiring dengan membaiknya perekonomian global, perekonomian Jakarta dalam tahun 2010,
menunjukkan kinerja ke arah yang positif. Semester I tahun 2010 perekonomian Jakarta kembali tumbuh 6,35. Perekonomian yang bergerak lebih cepat ini dipicu
oleh meningkatnya laju pertumbuhan komponen ekspor dan impor yang terakselerasi hingga 3,73 dan 4,09. Dari sisi produksi pada semester I2010 pertumbuhan
tercepat dicapai oleh sektor pengangkutan dan komunikasi, yaitu sebesar 14,80.
Setelah itu diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, restoran yang tumbuh 6,95 dan sektor jasa yang tumbuh 6,68 .
Struktur ekonomi lapangan usaha; Pada tahun 2008 PDRB atas dasar
harga berlaku mencapai Rp.677,41 triliun dan pada tahun 2009 nilainya mencapai Rp.757,02 triliun. Sektor-sektor dengan kontribusi terbesar dalam pembentukan
PDRB tahun 2009 adalah sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan 28,18, sektor perdagangan, hotel dan restoran 20,62, serta sektor industry
pengolahan 15,65. Dominasi ketiga sektor tersebut masih berlanjut hingga semester awal tahun 2010 dengan kontribusi 27,72 dari sector keuangan, real
estate, dan jasa perusahaan, kemudian 20,72 dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta 15,76 dari sektor industri pengolahan BPS 2010.
Perkembangan PDRB menurut komponen penggunaan ; Berdasarkan
data BPS 2010, ditinjau dari sisi penggunaan pada tahun 2009, sebanyak 55,37 PDRB DKI Jakarta digunakan untuk konsumsi rumah tangga, kemudian yang
digunakan untuk pembentukan modal tetap bruto sebanyak 34,80 , dan untuk konsumsi pemerintah sebanyak 8,19. Pada awal semester pertama 2010, kontribusi
konsumsi rumah tangga meningkat menjadi 56,85, sedangkan komponen PMTB sedikit menurun menjadi 34,40, dan konsumsi pemerintah sedikit bertambah
menjadi 8,27 .
Perkembangan PDRB dan pendapatan regional per kapita ; Berdasarkan
BPS 2010, bahwa PDRB per kapita secara tidak langsung bisa dijadikan salah satu indikator untuk mengukur kemakmuran suatu wilayah. Angka yang dihasilkan disini
sifatnya makro karena hanya tergantung dari nilai PDRB dan penduduk pertengahan tahun tanpa memperhitungkan kepemilikan dari nilai tambah setiap sektor ekonomi
yang tercipta. Data pada tahun 2009 PDRB per kapita penduduk DKI Jakarta atas dasar harga berlaku naik sebesar 10,62 dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
yakni dari sebesar Rp.74,20 juta menjadi Rp 82,08 juta. Namun demikian nilai PDRB per kapita riil DKI Jakarta adalah dengan melihat nilai PDRB per kapita
berdasarkan harga konstan 2000, dimana nilainya meningkat dari Rp 38,74 juta pada tahun 2008 menjadi Rp 40,27 juta pada tahun 2009.