Untuk implementasi konsep ruang tersebut diperlukan prosedur zonasi lanskap yang tepat Rustiadi et al.
2008”.
5. Kerjasama antar stakeholders s; Peningkatan koordinasi, kerja sama dan
keterpaduan dalam implementasi program kegiatan sesuai dengan tupoksi instansi masing-masing, akan meningkat perannya bila ada aturan pertanian perkotaan
sebagai dasar pedoman kegiatan bagi stakeholders dalam upanya pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan. Pola pengembangan pertanian perkotaan yang
dilakukan dapat dikelompokkan dalam 2 bentuk yakni berbentuk kerjasama dan swadaya oleh masyarakat perkotaan dan bentuk pola-pola kemitraan kegiatan
pertanian di wilayah DKI Jakarta. Upaya meningkatkan peran instansi terkait secara efektif dengan program terpadu yang dikoordinasikan oleh Bappeda
sebagai koordinator pembangunan wilayah.
6. Pemberian insentif dan kompensasi pertanian i; Berdasarkan kondisi usaha
tani di wilayah DKI Jakarta pada lahan dan ruang terbatas, baik di pekarangan untuk tanaman RTH produktif kategori kurang menguntungkan, sehingga
sebagian besar masyarakat berkeinginan untuk mendapatkan insentif berupa pemberian saprodi setiap dan pembebasan pajak tanah atau lahan usaha tani dan
kompensasi hasil usaha tani yang tidak menguntungkan lagi. Kenyataan dilapangan sudah ada kebijakan berupa program kegiatan dinas pertanian dalam
menyediakan bibit tanaman produktif, saprodi pada usaha tani sawah, tetapi masih mengalami banyak keterbatasan. Sehubungan dengan kondisi lapangan dan
kebutuhan petani,
maka diperlukan
suatu kebijakan
pemberian insentifkompensasi saprodi dan pembebasan pajak tanah pertanian lahan milik di
wilayah perkotaan. Menurut Nasoetion dan Winoto 1996 konversi lahan sangat sulit
dihindari karena permasalahan faktor-faktor ekonomi yang tercermin dari rendahnya nilai tanahlahan untuk kegiatan pertanian dibandingkan dengan
kegiatan sektor lain. Rasio land rent lahan pertanian adalah 1:500 untuk kawasan industri dan 1:622 untuk kawasan perumahan, sehingga perlu upaya
untuk mempertahankan keberadaan lahan pertanian di perkotaan dengan memberi insentif dan kompensasi terhadap hasil petani.
Adapun penggambaran model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 35.
Gambar 35. Model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan di wilayah DKI Jakarta.
Status Keberlanjutan Pertanian Perkotaan
Aspek Sumberdaya LahanruangSDM :
Ekologi Ekonomi
Sosial Kelembagaan
Teknologi
Kebijakan peraturan perundang-undangan
yang ada sekarang
Arahan Kebijakan Pengembangan Pertanian
Perkotaan Berkelanjutan
Pemberian insentif dan
kompensasi pertanian i
Luas Pekarangan
p Perluasan
ruang usaha tani r
Pengembangan komoditas dan
teknologi ramah lingkungan k
Kerjasama antar
stakeholders s
Penyuluhan dan
kelembagaan pertanian l
Pengembangan lahan dan ruang usaha tani;
pekarangan, ruang terbangun dan lahan kebun spesifik
Pengembangan komoditas pangan dan non pangan
dan penerapan teknologi ramah lingkungan
Pengembangan kelembagaan dan pola
kemitraan pertanian
Model: PK = f p, k. l, r, s. i.
Arahan dan Strategi Implementasi Pengembangan Pertanian Perkotaan
Pertanian Perkotaan
Skenario Kebijakan Pengembangan Pertanian Perkotaan
VI. SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan
1. Bentuk dan pola sistem pengembangan pertanian perkotaan di DKI Jakarta saat ini adalah pendayagunaan atau pemanfaatan lahan dan ruang terbatas di
pekarangan, kebun spesifik dan ruang terbangun dengan pengembangan komoditas pangan dan non pangan yaitu jenis-jenis sayuran, tanaman hias,
anggrek, tanaman buah tahunan dan padi varietas unggul di lahan sawah. Pengembangan pertanian dilakukan dengan sistem tanam langsung, sistem
vertikultur, sistem pot atau polibek, sistem hidroponik dan sistem “babilonia”. 2. Status keberlanjutan pengembangan pertanian perkotaan di wilayah DKI Jakarta
pada kondisi saat ini menunjukkan nilai indeks sebesar 48,70 tergolong kurang berkelanjutan. Status keberlanjutan masing-masing dimensi adalah:
dimensi ekologi dengan indeks 46,00, dimensi ekonomi dengan indeks 45,72, dimensi sosial dengan indeks 48,83, dimensi kelembagaan dengan
indeks 49,78, semuanya tergolong kurang berkelanjutan, hanya dimensi teknologi yang tergolong cukup berkelanjutan dengan indeks 53,45.
3. Faktor kunci penentu keberlanjutan pengembangan pertanian perkotaan adalah; luas pekarangan, pengembangan komoditas dan teknologi pertanian ramah
lingkungan, penyuluhan dan kelembagaan pertanian, perluasan lahan dan ruang usaha tani, kerjasama antar stakeholders, pemberian insentif dan kompensasi
pertanian. Keenam faktor kunci tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap kinerja sistem pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan di
wilayah DKI Jakarta. 4. Ada tiga skenario kebijakan dalam upaya meningkatkan indeks keberlanjutan
pertanian perkotaan di wilayah DKI Jakarta yaitu skenario I pesimis dengan nilai indeks keberlanjutan 55,06, skenario II moderat dengan nilai indeks
keberlanjutan 63,65 dan skenario III optimis dengan nilai indeks keberlanjutan 76,85. Arahan dan strategi kebijakan adalah pengembangan
ruang usaha tani, pengembangan komoditas dan teknologi ramah lingkungan, sosial dan pengembangan kelembagaan pertanian.
5. Model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan adalah interaksi antara fungsi luas pekarangan p, pengembangan komoditas dan
teknologi ramah lingkungan k, penyuluhan dan kelembagaan pertanian l, perluasan ruang usaha tani r, kerjasama antar stakeholders dan pemberian
insentif dan kompensasi pertanian i yang dirumuskan sebagai pertanian perkotaan PK = f p, k, l, r, s ,i . dengan skenario pesimis, moderat, optimis
yang diwujudkan dalam bentuk arahan dan strategi implementasi kebijakan pengembangan pertanian perkotaan secara berkelanjutan. Untuk meningkatkan
status keberlanjutan wilayah DKI, skenario yang diperoleh adalah skenario II moderat dengan perbaikan secara bertahap.
6.2. Saran
1. Untuk meningkatkan status keberlanjutan pengembangan pertanian perkotaan disarankan perlu intervensi yang kuat dari pemerintah DKI Jakarta dan
stakeholders lainnya dalam memperbaiki kinerja atribut sensitif dan faktor kunci penentu keberlanjutan utamanya pada dimensi ekologi, ekonomi,
kelembagaan dan sosial. 2. Keberadaan kebijakan terkait pengembangan pertanian yang ada baik berupa
undang-undang, peraturan menteri, peraturan daerah maupun implementasinya relatif belum mengakomodasi pengembangan pertanian perkotaan, sehingga
diperlukan aturan khusus tentang pertanian perkotaan berkelanjutan baik dalam bentuk undang-undang maupun peraturan perundangan turunannya.
3. Perlu dukungan kerja sama antar stakeholder terkait dalam mengelola sumberdaya lahan dan ruang di perkotaan secara berkesinambungan.
Dibutuhkan komitmen dan konsistensi pemangku kebijakan dalam mengimplementasi kebijakan inovasi pertanian di perkotaan.