Permasalahan dalam Implementasi Fungsi Penyimpanan

d. Permasalahan dalam Implementasi Fungsi Penyimpanan

Pelaksanaan penyimpanan barang mempunyai pengaruh yang besar terhadap ketersediaan perbekalan. Informan III dalam wawancara 23 April 2012 mengatakan, “Penyimpanan peralatan maupun mesin-mesin secara

umum tidak ada masalah mbak soalnya kan disimpan sendiri oleh bagian

commit to user

digunakan sehingga perawatan juga sering dilakukan”. Keterangan tersebut menunjukkan kalau dalam penyimpanan peralatan (barang tidak habis pakai) tidak ada masalah. Dalam wawancara 1 Juni 2012 informan VII mengatakan,

Penyimpanan peralatan didukung dengan adanya daftar inventaris ruangan mbak, sehingga kalau ada barang yang kira-kira tidak ada di tempat kan ketahuan dan segera dicari. Tapi kalau masalah penyimpanan peralatan tidak ada masalah mbak apalagi kalau disini kan peralatan terutama berhubungan dengan medis kan besar-besar dan dipakai terus.

Pernyataan tersebut juga menyebutkan bahwa tidak ada masalah dalam penyimpanan peralatan (tidak habis pakai) karena sebagian besar peralatan sering digunakan.

Apabila penyimpanan barang tidak habis pakai tidak ada masalah, lain halnya dengan penyimpanan barang habis pakai, terutama yang dilaksanakan di gudang Logistik. Permasalahan utama dalam penyimpanan barang adalah terbatasnya jumlah sumber daya manusia sie Logistik dan Inventaris. Sumber daya manusia sie Logistik dan Inventaris hanya terdiri dari dua orang dan tugasnya melaksanakan semua aktivitas penyimpanan, mulai dari penerimaan, penyimpanan, sampai pengeluaran barang dari dalam gudang. Hal tersebut tercermin dalam pernyataan Informan II dalam wawancara 30 Mei 2012 yang mengatakan, “Kalau tidak ada yang

membantu begini susah mbak. La gimana, saya harus mengurus barang mulai dari penerimaan sampai mengeluarkan. Padahal saya juga harus membuat laporan-lapora n”. Pernyataan tersebut menunjukkan beberapa masalah diantaranya terbatasnya jumlah sumber daya manusia dan kewalahan karena sie Logistik dan Inventaris bertugas dalam penerimaan hingga pengeluaran barang serta ditambah dengan banyaknya laporan yang harus dibuat dalam aktivitas penyimpanan barang. Hal tersebut didukung dengan pernyataan informan II yang dikatakan kembali pada 31 Mei 2012

commit to user

“Saya men-stok kalau tidak ada yang membantu susah mbak, soalnya barangnya banyak. Kalau ada yang membantu kan satu orang menghitung

dan satunya lagi mencatat. Saya juga mudah untuk cross check dengan stok di buku”. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa sumber daya manusia

yang dimiliki terbatas sehingga menyebabkan kewalahan dalam menghitung persediaan barang. Melalui pernyataan tersebut diketahui pula bahwa informan menyadari perlunya penambahan sumber daya manusia. Pernyataan-pernyataan tersebut diatas sesuai dengan hasil pengamatan peneliti selama magang dimana memang benar bahwa sie Logistik dan Inventaris hanya terdiri dari dua orang dan salah satu tugasnya adalah melaksanakan penyimpanan barang, mulai dari penerimaan, penyimpanan, hingga mengeluarkan barang dari gudang. Hal tersebut didukung pula dengan adanya dokumen PMI Kota Surakarta No. Ba.c.001/PKS/PMI/IX/07 yang menyebutkan bahwa pengaturan penyimpanan barang inventaris dilaksanakan oleh Kasi dan staf Logistik dan Inventaris.

Permasalahan lain dalam penyimpanan barang muncul pada saat salah satu karyawan Logistik dan Inventaris melaksanakan tugas lain. Informan II dalam wawancara 25 April 2012 mengatakan,

Biasanya karyawan tidak ada di kantor selain karena cuti juga karena ada MU dan penjagaan mbak, selain itu kan biasanya staf membantu tugas Rumah Tangga kalau ada yang rusak, menyiapkan ruang dan keperluan kegiatan, dan mengurus keperluan Griya Peduli. Jadi bisa membantu saya ya kalau tugas-tugas tersebut sudah selesai. Kalau pas banyak bon dan MU tentu saja kewalahan. Tapi bagaimana lagi, tugas lain tersebut juga penting dan harus segera dilaksanakan demi kelancaran aktivitas PMI.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa adanya tugas lain yang dilakukan karyawan membuat kewalahan karena mengurangi SDM sehingga apabila banyak permintaan barang dan penyediaan keperluan mobil unit membuat kewalahan dalam pengeluaran barang.

commit to user

dilaksanakan terutama dalam fungsi penyimpanan menyebabkan kerja karyawan Logistik menjadi kewalahan. Permasalahan yang muncul karena permasalahan tersebut adalah pengelolaan gudang tidak dilaksanakan dengan baik. Berdasarkan pengamatan peneliti, pada saat tidak ada SDM yang diperbantukan di gudang Logistik, Kasi dan staf Logistik dan Inventaris tidak sempat menata kembali barang-barang di gudang setelah mengeluarkan barang. Informan II dalam wawancara 30 Mei 2012

mengatakan, “Kalau tidak ada yang membantu apalagi tidak ada yang PKL gudangnya ya berantakan seperti ini mbak. Saya mau merapikan tapi mbak

tahu sendiri kan setiap hari kegiatannya banyak sekali, jadi biar seperti itu dulu, belum sempat merapikan”. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa

informan II mengalami kesulitan karena tidak adanya SDM yang diperbantukan sehingga gudang tidak menjadi berantakan setelah melakukan pengeluaran barang.

Dalam wawancara 31 Mei 2012, informan II mengatakan, “Seperti ini lo mbak, kadang kalau mengeluarkan barang kurang memperhatikan

tanggal/ kodenya dulu. Ada kode A dan B tidak diperhatikan atau dijadikan satu”. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dalam penyimpanan barang

timbul masalah dengan tidak diperhatikannya kode barang pada saat mengeluarkan barang.

Kurang terkelolanya gudang dengan baik juga nampak dari kerusakan yang tidak segera ditangani. Berdasarkan pengamatan peneliti, terjadi kerusakan pada atap gudang sehingga air selalu masuk dalam gudang setiap hujan turun. Sementara ditangani dengan disediakannya penampungan air. Namun upaya tersebut belum dapat mengatasi masalah karena peneliti pernah menjumpai bahwa air dalam penampungan meluap dan menumpahi barang di bawahnya. Informan II dalam wawancara 19 April 2012 mengatakan, “Atapnya bocor mbak, tapi katanya belum bisa

diperbaiki, jadi setiap hujan selalu was-was. Sering sampai penampung air hujannya meluap. Sekarang barang-barang di rak agak tak tengahin supaya

commit to user

oleh informan IX dalam wawancara 23 April 2012 yang mengatakan, “Disini setiap hujan kalau hujannya lama pasti atapnya bocor mbak”.

Permasalahan lain nampak dari hasil pengamatan dan pengukuran yang dilakukan oleh peneliti dimana ruang Logistik yang luasnya ± hanya 4,8 m x 7,8 m digunakan sebagai kantor dua Kasi sekaligus sebagai gudang Logistik. Hal tersebut jelas menunjukkan bahwa ruang Logistik terlalu sempit bila digunakan sebagai gudang. Aktivitas kantor juga akan terganggu bila dilaksanakan pada saat yang sama dengan aktivitas gudang. Permasalahan tersebut nampak dari pernyataan informan IX dalam wawancara 13 April yang menyata kan, “Kalau barang datang kantornya ya penuh seperti ini mbak soalnya gudangnya disini”.

Berdasarkan data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa permasalahan dalam pelaksanaan fungsi penyimpanan terdiri dari terbatasnya sumber daya manusia sie Logistik dan Inventaris, seluruh aktivitas penyimpanan barang logistik dilakukan oleh sie Logistik dan Inventaris (penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran), adanya tugas lain yang dilaksanakan karyawan Logistik dan Inventaris, dan gudang menjadi tidak terkelola dengan baik. Tidak dikelolanya gudang dengan baik nampak dari gudang yang memang sempit dan letaknya satu ruang dengan kantor, Kasi dan staf Logistik dan Inventaris yang tidak sempat menata gudang setelah mengeluarkan barang, pengeluaran barang yang tidak sesuai dengan metode yang telah ditetapkan, serta adanya kerusakan pada atap gudang yang tidak segera ditangani.