Fungsi Inventarisasi

5) Fungsi Inventarisasi

Salah satu aktivitas dalam pengelolaan perbekalan adalah inventarisasi. Dalam Mugianti (2007), Dwiantara dan Sumarto (2005) menyatakan,

Inventarisasi logistik merupakan kegiatan untuk memperoleh data atas seluruh logistik yang dimiliki atau dikuasai atau diurus oleh organisasi, baik yang diperoleh dari usaha pembuatan sendiri, pembelian, pertukaran, hadiah, maupun hibah, baik berkaitan dengan jenis dan spesifikasinya, jumlah, sumber; waktu pengadaan, harga, tempat,dan kondisi serta perubahan-perubahan yang terjadi guna mendukung proses pengendalian dan pengawasan logistik serta mendukung efektivitas dan efisiensi dalam upaya pencapaian tujuan organisasi (hlm.3).

Menurut Sanderson (2000) inventarisasi memiliki beberapa manfaat sebagai berikut:

a. Mencatat dan menghimpun data aset yang dikuasahi unit organisasi/ departemen.

commit to user

pertanggungjawaban atas penguasaan dan pengelolaan aset organisasi/ negara.

c. Menyiapkan dan menyediakan bahan acuan untuk pengawasan aset organisasi atau negara.

d. Menyediakan informasi mengenai aset organisasi /negara yang dikuasahi departemen sebagai bahan untuk perencanaan kebutuhan,

pengadaan dan pengelolaan perlengkapan

departemen.

e. Menyediakan informasi tentang aset yang dikuasai departemen untuk menunjang perencanaan dan pelaksanaan tugas departemen (Mugianti, 2007: 3).

Pada dasarnya kegiatan inventarisasi meliputi beberapa kegiatan seperti yang diungkapkan dalam suatu sumber, yaitu kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan dan pembuatan kode barang perlengkapan, serta kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan laporan (Bafadal, 2003: 56).

a) Kegiatan Pencatatan

Untuk mempermudah inventarisasi maka perlu dilakukan penggolongan barang-barang yang ada dalam suatu instansi. Bagi kantor-kantor pemerintah dapat menggunakan penggolongan barang- barang menurut pasal 505 BW kemudian melanjutkan pembagian barang-barang tersebut disesuaikan dengan keadaan barang-barang

yang dimilikinya. “Menurut pasal 505 BW barang-barang dapat dibedakan atas barang-barang yang dalam pemakaiannya akan musnah

dan atau akan tetap ada (verbruikbare dan onverbruikbare zaken)” (Wagimin, 2009: 30). Baik barang verbruikbare zaken maupun

onverbruikbare zaken, masing-masing barang harus dibuatkan kartu inventaris (satu barang satu kartu inventaris).

Sumber lain menyebutkan bahwa barang perlengkapan dibedakan menjadi dua yaitu barang inventaris dan barang bukan inventaris. Barang inventaris merupakan keseluruhan perlengkapan yang dapat digunakan secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama. Sedangkan barang bukan inventaris adalah semua barang yang

commit to user

Ada barang

baru

Pencatatan di

dalam Buku

Penerimaan

Pengelompok

an barang

baru

pencatatan di

dalam Buku

Induk Inventaris

pencatatan di

dalam Buku

Golongan Inventaris

pencatatan di

dalam Buku Induk Bukan

Inventaris

pencatatan di

dalam Kartu Stok Barang

2003). Bafadal (2003) menyebutkan bahwa untuk keteraturan dan ketertiban kegiatan inventarisasi diperlukan paling tidak enam buku antara lain buku penerimaan barang, buku pembelian barang, buku induk inventaris, buku golongan inventaris, buku bukan inventaris, dan buku / kartu stok barang. Berikut ini contoh tata cara pencatatan perlengkapan, yaitu pencatatan perlengkapan sekolah :

Gambar 2.2 Contoh Tata Cara Pencatatan Perlengkapan (Sumber: Bafadal, 2003: 57)

b) Pembuatan Kode Barang

Kode barang adalah sebuah tanda yang menunjukkan pemilikan barang. Kode tersebut ditulis pada barang yang sekiranya mudah dilihat dan dibaca. Tujuan pembuatan dan penulisan kode adalah untuk memudahkan semua pihak dalam mengenal kembali semua perbekalan baik ditinjau dari kepemilikan, penanggung jawab, maupun jenis dan golongannya. Biasanya kode barang dibuat dalam bentuk angka/numeric yang ukurannya disesuaikan dengan ukuran

commit to user

mudah dibaca. Adapun cara pemberian dan penulisan nomor inventaris barang tersebut adalah dengan urutan sebagai berikut: nomor jenis barang,nomor kelompok barang, nomor urut barang/ kode unit kerja/ kode institusi/ tahun inventarisasi .

c) Pelaporan Perlengkapan/Perbekalan

Bafadal (2003:61) mengatakan bahwa semua perbekalan atau barang inventaris harus dilaporkan kepada departemennya atau yayasannya. Laporan ini sering disebut dengan istilah laporan mutasi barang, yang dilakukan sekali dalam setiap triwulan atau setiap semester. Dalam Modul 5 (2007) disebutkan, “Laporan mutasi barang merupakan pencatatan barang bertambah dan/atau berkurang selama 6 (enam) bulan untuk dilaporkan kepada Kepala Daerah melalui pengelola” (hlm.44). Sedangkan Hendrato (2005) menyebutkan bahwa lembar mutasi barang berisi perubahan atas kuantitas barang inventaris pada setiap triwulan. Sehingga dapat dikatakan bahwa laporan mutasi barang merupakan laporan atas perubahan jumlah barang dalam periode tertentu.

Dalam Modul 5 (2007) digambarkan bahwa dalam laporan mutasi barang terdapat kolom-kolom antara lain nomor urut, kode barang, register, nama/ jenis barang, merk/ tipe, nomor sertifikat/ nomor pabrik/ nomor mesin, bahan, asal/ cara perolehan barang, tahun perolehan, ukuran barang, satuan, kondisi, jumlah awal (barang dan harga), mutasi/ perubahan (berkurang (jumlah dan harga) dan bertambah (jumlah dan harga)), jumlah akhir (barang dan harga), serta keterangan. Laporan mutasi barang ditandatangani oleh pengurus barang dan diketahui oleh pimpinannya.