diinginkan ideal self, serta memiliki harapan yang realistis sesuai dengan kemampuannya.
Dari pengertian di atas mengenai penerimaan diri, maka definisi yang digunakan peneliti adalah definisi dari Gargiulo 2004 yaitu penerimaan diri
adalah suatu kondisi dimana seseorang dapat menerima keadaan diri atau orang terdekatnya yang tidak sesuai dengan harapannya.
2.1.2 Proses dan dampak penerimaan diri Self Acceptance
Berikut adalah proses penerimaan yang dijelaskan oleh Kubler-Ross berkaitan dengan reaksi atau respon yang diberikan ibu terhadap anak retardasi mental.
Reaksi-reaksi tersebut adalah shock dan tidak percaya; dalam banyak kasus terdapat beberapa orang tua yang kurang siap ketika mengetahui kabar kecacatan
anak mereka. Orang tua terkadang denial menolak kenyataan sebagai bentuk pelarian dari realita bahwa anaknya memiliki kecacatan. Tahap awal ini juga
ditandai dengan kesedihan grief, seperti orang tua yang meratapi kehilangan “anak yang ideal” atau “bayi yang sempurna”. Depresi dan penarikan merupakan
konsekuensi-konsekuensi umum dari proses berduka dalam Gargiulo, 2004. Reaksi awal ini diikuti oleh fase sekunder dibedakan dengan periode
disorganisasi emosional seperti yang disebutkan oleh Blacher dalam Gargiulo, 2004. Hal ini terjadi selama tahapan berlangsung bagi orang tua yang terombang-
ambing antara periode total dedikasi dan pengorbanan diri postur seorang martir serta penolakan dalam hal kasih sayang dan atau kebutuhan fisik. Gargiulo
1985 mengidentifikasi perilaku ini sebagai indikasi ambivalence. Salah satu
perasaan paling umum dan sulit bagi orang tua untuk menangani hal tersebut adalah rasa bersalah guilt - yang bagaimanapun juga mereka dapat berkontribusi
terhadap kecacatan putra atau putri mereka. Rasa bersalah biasanya mengikuti pola “if only” berpikir seperti ini: “kalau saja saya tidak “minum” ketika saya
hami l,” “kalau saja kita pergi ke rumah sakit lebih cepat,” “kalau saja saya
menyimpan obat dalam lemari yang terkunci .” Selama tahapan ini, kerugian yang
banyak pada umumnya, seperti perasaan bersalah orang tua. Umumnya seperti memperlihatkan kemarahan anger dan permusuhan, yang sering diikuti dengan
pertanyaan “mengapa saya?” dimana tidak ada jawaban yang memuaskan untuk pertanyaan itu. Akhirnya, muncul rasa malu dan kecewa shame and
embarrassment merupakan konsekuensi yang khas pada orang tua sebagai hasil dari memiliki anak dengan disabilitas. Beberapa orang tua yang takut bagaimana
keluarga, teman, dan masyarakat pada umumnya akan bereaksi terhadap putra atau putri mereka, dan penarikan sosial merupakan hal yang biasa. Harga diri
untuk orang tua juga dapat terancam Gargiulo, 2004. Tawar menawar bargaining dimulai pada fase tersier, seperti orang tua
berusaha untuk “menyerang kesepakatan” dengan Tuhan, ilmu pengetahuan, atau siapa pun yang mereka percaya mungkin bisa membantu anak mereka. Jarang
terlihat oleh orang luar, itu merupakan salah satu langkah akhir yang berkelanjutan dalam proses penyesuain pada orangtua. Sebuah periode adaptasi
dan reorganisasi adaptation and reorganization juga terjadi, orang tua menjadi semakin nyaman dengan situasi mereka dan mendapatkan kepercayaan diri dalam
kemampuan pengasuhan mereka. Dalam model Gargiulo, seperti pada