Pendekatan Pengelolaan Pesisir Terpadu ICM dalam Pengelolaan Ekosistem Lamun
pemanfaatan sumberdaya padang lamun adalah pemerataan equeity, sociopolytical right, pendidikan, kesehatan dan teknologi. Sesuai dengan
penyataan Damayanti 2011 yang menjelaskan pengelolaan ekosistem lamun berbasis ekosistem yang ada di lokasi penelitian dalam sistem ekologi bertujuan
untuk mempertahankan kesehatan, produktivitas perairan dan ketahanan lingkungan yang memberikan jasa ekosistem ecosystem services yang
dibutuhkan oleh nelayan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Sebagai ekosistem pesisir, keberadaan ekosistem lamun sangat penting, akan tetapi ekosistem lamun juga menjadi salah satu ekosistem yang terus
diganggu sehingga mengalami kerusakan. Masalah utama dari kerusakan ekosistem lamun adalah kerusakan akibat aktivitas manusia berupa pengerukan
dan penimbunan yang terus meluas, serta pencemaran air akibat fasilitas produksi minyak, pemasukan pencemaran di sekitar fasilitas industri, dan limbah air panas
dari pembangkit listrik. Berwick 1983 menyebutkan beberapa batasan kegiatan manusia yang berpengaruh dan menimbulkan dampak terhadap ekosistem lamun
yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Batasan Kegiatan Manusia yang Dapat Merusak Ekosistem Lamun
No Kegiatan
Dampak Potensial
1. Pengerukan dan pengurugan yang
berkaitan dengan pembangunan real
estate pinggir laut, pelabuhan, industri
estate pinggir laut, dan pengerukan
saluran navigasi -
Perusakan total padang lamun sebagai habitat di lokasi pengerukan dan pengurugan
- Perusakan habitat di lokasi pembuangan hasil
pengerukan -
Dampak sekunder pada perairan di sekitar lokasi pengurugan berupa : 1 meningkatnya kekeruhan
yang akan mempengaruhi intensitas cahaya dan dengan
demikian akan
menghambat proses
fotosintesis oleh tumbuhan air yang berakibat turunnya produksi primer, 2 terlapisnya insang
berbagai hewan terutama yang hidup menetap di dasar laut seperti karang dan tiram oleh sedimen akan
menghambat atau bahkan menghentikan difusi oksigen terlarut ke dalam insang hewan, sehingga
menyebabkan kematian.
2 Pembuangan sampah organik cair sewage
Penurunan kadar oksigen terlarut dalam kolom air di atas padang lamun yang dapat menggangu penyediaan
oksigen bukan saja bagi lamun, tetapi juga bagi hewan- hewan air yang menggunakan padang lamun sebagai
habitat.
3 Penangkapan ikan Penangkapan ikan dengan alat tidak ramah lingkungan
seperti bom dan pukat dapat merusak habitat lamun
4 Pembuangan sampah
padat -
Penyuburan eutrofikasi kolom air di atas padang lamun
yang mengakibatkan tumbuh suburnya blooming fitoplankton ganggang renik yang hidup
melayang-layang dalam air yang akan meningkatkan
Tabel 11. Lanjutan
No Kegiatan
Dampak Potensial
kekeruhan air dengan demikian menghalangi penetrasi cahaya ke dalam air, selanjutnya akan
menghambat laju fotosintesis lamun yang berakibat terhadap menurunya produktivitas padang lamun.
- Eutrofikasi kolom air di atas padang lamun dapat
pula mengakibatkan tumbuh suburnya ganggang renik bersel tunggal yang hidup melekat di
permukaan daun-daun lamun, sehingga seluruh permukaan daun tertutup oleh ganggang ini, dengan
demikian dapat menghalangi daun dalam menerima cahaya dan berakibat terhadap terhentinya proses
fotosisntesis dan matinya lamun.
5 Pencemaran oleh limbah industri,
terutama logam berat dalam bentuk
senyawa-senyawa organometalik dan
senyawa-senyawa organokhlorid
Lamun melalui proses biological magnification mampu mengkonsentrasikan logam-logam berat misalnya Hg
yang terikat pada senyawa-senyawa organo-metalik, sehingga kadar logam berat dalam lamun jauh lebih
besar daripada kadarnya dalam air, dengan demikian dapat meracuni hewan yang makan lamun atau detritus
yang berasal dari lamun.
6 Pencemaran minyak
Lapisan minyak pada daun lamun menghalagi cahaya untuk sampai ke permukaan daun dan menembusnya,
dan dengan demikian lamun tidak dapat berfotosintesis yang mengakibatkan kematiannya.
Sumber: Berwick 1983 dalam Kordi 2011. Oleh karena itu, kebijakan pengelolaan kawasan ekosistem lamun tidak
terlepas dari proses-proses ekologis dan biologis yang berlangsung di dalamnya. Kebijakan yang diambil diharapkan dapat menjaga keutuhan segenap komponen
biofisik, baik biotanya maupun habitat dan lingkungannya. Akan tetapi dalam melakukan pengelolaan pesisir terpadu pada ekosistem lamun selain melihat dari
segi ekologi juga mempertimbangkan segi sosial, ekonomi, dan kelembagaannya sehingga dapat terjalin keterpaduan dalam pengelolaan ekosistem lamun secara
terpadu. Hal ini dikarenakan pengelolaan ekosistem lamun juga untuk kepentingan manusia, sehingga juga harus dipertimbangkan juga faktor yang lain.
Pengelolaan Adaptif dengan Pendekatan Sistem Sosial-Ekologi Adaptive Social-Ecological System Management Approach
Pengelolaan pesisir terpadu dalam pengelolaan adaptif ekosistem lamun dapat dilakukan pendekatan sistem sosial-ekologi. Konektivitas sosial-ekologi
selain memberikan dampak positif juga dapat memberikan dampak negatif. Permasalahan yang dapat mempengaruhi dampak negatif terhadap ekosistem
lamun dalam konteks sistem sosial-ekologi berdasarkan konsep Anderies et al. 2004 berupa kerusakan yang diakibatkan oleh sistem sosial dan sistem ekologi.
Gangguan dalam sistem ekologi berupa gangguan biofisik seperti blooming algae, gempa bumi, abrasi pantai, dan perubahan iklim yang dapat mempengaruhi
sumberdaya ekosistem lamun dan infrastruktur sumberdaya lamun. Dalam sistem sosial: peningkatan penduduk, pencemaran air akibat kegiatan masyarakat pesisir,
perubahan ekonomi, dan perubahan arah politik seperti pengerukan dan penimbunan untuk pembangunan pelabuhan dan industri yang berdampak pada
pengguna sumberdaya ekosistem lamun dan penyedia infrastruktur ekosistem lamun.
Ekosistem lamun merupakan bagian integral dari sumberdaya pesisir dan lautan, sehingga pembuatan kebijakan pengelolaannya tidak terlepas satu kesatuan
pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu. Oleh karena itu, desain kebijakan pengelolaan ekosistem lamun dalam konteks konektivitas sistem sosial-ekologi
yang mengacu pada konsep Anderies et al. 2004 menyatakan ada empat 4 entitas utama yang berperan, antara lain:
A
: Sumberdaya yaitu ekosistem lamun
B :
Pemanfaat sumberdaya yaitu nelayan skala kecil
C :
Penyedia infrastruktur publik yaitu stakeholder yang berasal dari dinas dan lembaga yang terkait ekosistem lamun
D :
infrastruktur publik yaitu peraturan daerah perlindungan dan lainnya. Entitas sumberdaya yaitu ekologi lamun merupakan komponen utama dari
sumberdaya alam yang perlu dikelola dengan baik. Arahan kebijakan dalam sistem ekologi biofisik dalam studi ini ditekankan pada keinginan untuk
menjaga padang lamun agar tetap memberikan manfaat ekologis kepada seluruh biota yang terasosiasi dengan keberadaan ekosistem ini. Entitas selanjutnya yang
berkaitan sosial yaitu pemanfaat sumberdaya nelayan dan penyedia infrastruktur yang merupakan komponen penunjang dalam memberikan nilai penting dari
komponen ekologi. Aktivitas sosial dapat memberikan pengaruh negatif maupun pengaruh positif terhadap sumberdaya alam. Entitas yang berkaitan dengan
komponen sosial politik adalah infrastruktur publik yang mempunyai peranan penting dalam melaksanakan kebijakan pengelolaan. Komponen ini merupakan
perangkat untuk memberikan rambu-rambu atau pedoman kepada semua komponen dalam pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem lamun agar berjalan
serasi dan tidak saling mengganggu. Arahan kebijakan sosial politik dalam studi ini ditekankan pada keinginan untuk menjaga ekosistem lamun agar tetap
memberikan manfaat ekologis dan ekonomis.
Berikut ini adalah keterkaitan entitas sistem sosial-ekologi yang juga dapat berdampak negatif terhadap ekosistem lamun dan dapat mata pencaharian
manusia tersaji pada Tabel 12 diadopsi dari konsep Anderies et al., 2004.
Tabel 12. Keterkaitan Entitas dalam Sistem Sosial-Ekologi Lamun dan Perikanan Skala Kecil
Sistem Sosial-Ekologi Kegiatan
Potensial Masalah Tactical Decision
1 Antara sumberdaya lamun dan pengguna
sumberdaya lamun
nelayan a. Eksploitasi
gong-gong Strombus minimus berlebih
tanpa menghiraukan kondisi lamun
b. Pencemaran minyak dari kapal dan alat tangkap bagan
apung yang
digunakan nelayan saat di tepikan
a. Ketersediaan biota akan berkurang, dan cara pengambilan biota dengan menginjak lamun
dapat merusak lamun pengambilan pada saat kondisi perairan surut
b. Lapisan minyak dapat menempel pada daun lamun yang dapat menghalangi cahaya ke
permukaan daun
dan tidak
dapat berfotosintesis
yang mengakibatkan
kematiannya
Mengatur pemanfaatan sumberdaya hayati
ekosistem lamun
yang mencakup jumlah individu, ukuran,
dan frekuensi penangkapan
Memberikan penyuluhan
dan pelatihan kepada masyarakat dalam
pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang mengedepankan prinsip-prinsip
kelestarian
2 Antara infrastruktur publik
dan sumberdaya lamun
a. Pengerukan dan reklamasi untuk pembangunan hotel,
restoran, dan industri a. Pengerukan sedimen dengan menggunakan
kapal keruk
merupakan sumber
pencemaran, dimana
material hasil
pengerukan tersebut dapat tercemar oleh sampah bahan organik, dan sisa buangan
industri termasuk logam berat dan minyak yang dapat merusak lamun
Mencegah kerusakan fisik lamun
dari kegiatan
pengerukan dan
pengurugan.
Memberi pengertian
kepada masyarakat dan pengusaha tentang
pentingnya fungsi lamun sebagai habitat sumberdaya hayati laut
3 Antara infrastruktur publik dan dinamika
sumberdaya lamun a. Adanya
pembangunan pelabuhan internaional dan
dermaga a. Terjadi pencemaran limbah dan minyak,
sehingga terjadi degradasi habitat yang juga dapat berpengaruh terhadap sumberdaya
perikanan
Membuat ketentuan hukum yang mengatur
pengolahan dan
pembuangan limbah ke laut.
Menjaga kualitas perairan lamun dari pencemaran pelabuhandermaga
4 Antara pengguna
sumberdaya lamun
dan infrastruktur
publik a. Penjagaan terhadap kawasan
perlindungan lamun a. Konflik daerah penangkapan antar nelayan
karena adanya perlindungan lamun
Membuat peraturan yang mengawasi kegiatan di ekosistem lamun.
Menentukan nilai kompensasi pada
perusakan habitat lamun. Sumber: Hasil Penelitian Diolah 2014 diadopsi dari Anderies et al. 2004
61
Keterpaduan dalam Pengelolaan Ekosistem Lamun di Kabupaten Bintan
Strategi dalam menetapkan kebijakan pengelolaan, diperlukan suatu pendekatan yang dapat di terapkan secara optimal dan berkelanjutan. Pendekatan
pengelolaan pesisir dalam penelitian ini adalah pengeloalaan ekosistem lamun secara terpadu dan berkelanjutan. pengelolaan secara terpadu adalah pengelolaan
yang memanfaatkan jasa dari keberadaan sumberdaya alam dengan tetap menjaga kelestarian dan keberlanjutan dari sumberdaya alam tersebut. Pengelolaan
ekosistem lamun secara terpadu ini mencakup: keterpaduan sistem system integration, keterpaduan dalam kebijakan policy integration, dan keterpaduan
fungsional functional integration.
Keterpaduan Sistem System Integration
Pendekatan pengelolaan ekosistem lamun terpadu ini salah satunya dapat dilakukan dengan melihat keterpaduan sistem pada ekosistem lamun. Pada
Gambar 27 telah dijelaskan terdapat jaringan sosial-ekologi lamun dengan perikanan skala kecil. Keterpaduan sistem ini mencakup sistem ekologis dan
sistem sosial yang saling terkait satu dengan yang lainnya. Dalam sistem ekologis keberadaan ekosistem lamun sangat penting bagi biota dan ikan-ikan yang hidup
didalamnya, dimana habitat dari ekosistem lamun tersebut kaya akan nutrient dan dapat dijadikan tempat mencari makanan bagi biota dan jenis ikan yang hidup di
lamun. Keberadaan jenis ikan yang berasosiasi dengan ekosistem lamun tersebut dalam sistem sosial tejadi aktivitas pemanfaatan oleh nelayan dalam menunjang
mata pencahariannya.
Keterpaduan sistem sosial-ekologi yang dibangun secara bekelanjutan akan berdampak positif pada nelayan dan kelestarian ekosistem lamun. Oleh karena itu
beberapa pihak yang terlibat seperti pemerintah, stakeholder, dan nelayan harus melakukan penyusunan dan perencanaan dalam dalam pengelolaan ekosistem
yang terpadu dan tetap menjaga kelestarian ekosistem lamun dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyudin
2011 yang menjelaskan bahwa dalam pengelolaan pesisir secara terpadu harus memperhatikan keterpaduan ekologis, sektoral, dan stakeholder sehingga dapat
tercipta pengelolaan pesisir yang terpadu dan berkelanjutan.
Keterpaduan dalam Kebijakan Policy Integration
Keterpaduan dalam pengambilan kebijakan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengelolaan ekosistem lamun secara terpadu. Sebagai
konsukuensi dalam menjaga ekosistem lamun agar tetap lestari dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan maka keterpaduan pengambilan kebijakan
harus dilakukan secara optimal. Keterpaduan kebijakan Policy integration harus mengikutsertakan adanya lembaga pemerintahan dari desa sampai ke pemerintah
pusat. Hal ini dilakukan untuk mengintegrasikan kebijakan yang dibuat dan diatur sedemikian rupa sebagai komitmen untuk memanfaatkan sumberdaya lamun
secara terpadu. Berikut ini adalah keterpaduan dalam kebijakan Policy Integration Networks pengelolaan ekosistem lamun di lokasi penelitian tersaji
pada Gambar 34.
Gambar 34.Keterpaduan Kebijakan Policy Integration dalam Pengelolaan Ekosistem Lamun di Lokasi Penenlitian.
Gambar diatas menjelaskan bahwa terdapat keterpaduan kebijakan policy integration antara pemerintah Bintan dan pemerintah pusat. Keterpaduan
kebijakan dalam pengelolaan ekosistem lamun dalam pemerintah Bintan meliputi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Bappeda Kabupaten Bintan,
Kepala Desa, dan nelayan yang langsung sebagai aktor dalam pemanfaatan sumberdaya ekosistem lamun. Sedangkan pada pemerintah pusat dibawah LIPI
dan Kementerian Kelautan dan Peikanan Pusat. Keterpaduan tersebut diharapkan dapat berjalan optimal sehingga dapat tersusun suatu pola pembangunan yang
sangat baik dalam pengelolaan ekosistem lamun secara terpadu. Senhingga para nelayan dapat memanfaatkan sumberdaya lamun dengan tetap menjaga kelestarian
dari ekosistem lamun itu sendiri.
Keterpaduan Fungsional Functional Integration
Keterpaduan fungsional dalam pengelolaan ekosistem lamun ini didasarkan pada beberapa lembaga yang terkait dan berpartisipasi secara langsung dalam
pengelolaan ekosistem lamun. Dengan adanya keterpaduan fungsional dalam lembaga ini dapat dijadikan bukti komitmen yang kuat terhadap keberadaan
lamun yang dapat dikelola secara lestari dan berkelanjutan. Berikut ini keterpaduan fungsional Functional Integration yang terjadi dalam pengelolaan
ekosistem lamun secara terpadu di lokasi penelitian daat dilihat pada Gambar 35.
Gambar 35. Keterpaduan Fungsional Functional Integration dalam Pengelolaan Ekosistem Lamun di Lokasi Penelitian.
Beberapa lembaga yang terbentuk dalam jaringan tersebut bertugas dalam mengkoordinasi segala bentuk kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan
ekosistem lamun di Kabupaten Bintan. Semua lembaga yang terintegrasi dalam melakukan kegiatan untuk pembangunan pengelolaan ekosistem lamun secara
terpadu ini bertanggung jawab kepada Pemerintah Daerah Bintan yaitu Bupati Bintan dan sekretarisnya, hal ini dikarenakan anggaran yang digunakan dalam
pengelolaan dimasukkan dalam APBD kabupaten Bintan. Terbentuknya jaringan keterpaduan tersebut diharapkan berjalan dengan baik dalam pembanunan
pengelolaan ekosistem lamun secara terpadu khususnya di Kabupten Bintan.