Arah Kebijakan Umum Cross-cutting

Pedoman Pelaksanaan Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca 30 Lebih lanjut, menerapkan pembangunan berkelanjutan yang rendah karbon dapat memberi kontribusi besar pada mitigasi perubahan iklim, tetapi pelaksanaannya mungkin membutuhkan sumber daya tambahan untuk mengatasi banyaknya tantangan. Tidak hanya itu, perlu adanya peningkatan pemahaman tentang kemungkinan- kemungkinan untuk memilih dan melaksanakan opsi mitigasi di berbagai bidang untuk mempertahankan tingkat sinergi dan menghindari konlik dengan dimensi lain dari pembangunan berkelanjutan. Kebijakan terkait perubahan iklim jarang diterapkan secara terpisah dengan kebijakan lain, melainkan dalam bentuk serangkaian kebijakan dengan kebijakan lain misalnya dengan kebijakan terkait pembangunan. Dalam melakukan aksi mitigasi perubahan iklim, maka satu atau lebih dari instrumen kebijakan harus diterapkan. Berbagai kebijakan dan instrumen nasional tersebut disediakan agar bisa menciptakan insentif bagi aksi mitigasi yang dilakukan, contoh yang dilaksanakan di negara-negara lain, yaitu dukungan pemerintah melalui kontribusi inansial, kredit pajak, penetapan standar dan penciptaan pasar yang penting bagi pengembangan, inovasi serta penggunaan teknologi yang efektif. Akan tetapi, mengingat bahwa kebijakan publik seringkali mengakibatkan efek samping yang tidak diharapkan atau jauh lebih kecil dari yang diharapkan, maka pelaporan menjadi penting untuk integrasi kebijakan perubahan iklim karena dapat meningkatkan akuntabilitas dan pembelajaran. Kondisi yang stabil juga menjamin negara berkembang, seperti Indonesia, mendapatkan bantuan lainnya, contohnya transfer teknologi dan pendanaan. Secara umum, NAMAs dapat menggunakan spektrum besar instrumen kebijakan dari penurunan emisi GRK, seperti: i Kebijakan ekonomi dan iskal, misalnya pajak karbon carbon tax, penghapusan subsidi bahan bakar minyak, atau perdagangan emisi; ii Kebijakan ekonomi dan iskal yang ditargetkan, misalnya subsidi untuk investasi hemat energi, feed-in tariffs untuk teknologi energi yang terbarukan, atau insentif keuangan; iii Standar, misalnya konsumsi bahan bakar kendaraan, aturan dan sertiikasi bangunan, atau standar perangkat dan pelabelan untuk eisiensi energi; iv Informasi transfer pengetahuan dan pendidikan, misalnya kampanye penyadaran publik, analisa energi audit, atau kegiatan demonstrasi dan pelatihan; dan v Riset dan pengembangan teknologi rendah karbon dan energi baru yang lebih layak untuk menghadapi isu perubahan iklim yang harus dikaji di tingkat nasional untuk mengevaluasi penerapannya sebelum tahap pelaksanaan. Pedoman Pelaksanaan Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca 31 Lebih lanjut, dampak dari pelaksanaan instrumen kebijakan yang diusulkan tersebut perlu dikaji keefektifannya untuk mengetahui sejauh mana bisa meningkatkan pembangunan ekonomi rendah karbon. Dengan demikian, terlihat jelas bahwa penerapannya bergantung pada kerangka kerja nasional dan bidang, situasi nasional, dan pemahaman atas interaksi pada skala nasional dan skala internasional. Gambar 10 menggambarkan alur logis integrasi kebijakan perubahan iklim yang merupakan keterkaitan dari unsur-unsur utama untuk mencapai aksi yang utuh di tingkat nasional dalam memenuhi target penurunan emisi GRK di tingkat nasional. Keadaan Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan Program Wajib Peluang Terkait dengan Mitigasi Perubahan Iklim Strategi Kebijakan Instrumen Kebijakan Keluaran Gambar 10. Alur Integrasi Kebijakan Perubahan Iklim. Menurut Konvensi PBB untuk Perubahan Iklim UNFCCC pada pasal 3.4 disebutkan bahwa Para Pihak Parties memiliki hak atas, dan seharusnya, mempromosikan pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, kebijakan dan langkah untuk melindungi dunia dari perubahan iklim terutama yang dipengaruhi manusia seharusnya sesuai dengan kondisi dari setiap masing-masing negara pihak dan terintegrasi dengan program pembangunan nasional, sambil memperhatikan bahwa pembangunan ekonomi sangat penting untuk mengadopsi langkah-langkah dalam menanggapi perubahan iklim. Namun demikian, pertanyaan tentang konsistensi antara sasaran perubahan iklim dan tujuan kebijakan lainnya jarang dibahas di dalam pembuatan strategi umum. Bahkan, ada pula kecenderungan untuk mengabaikan terjadinya inkonsistensi antara isu perubahan iklim dengan isu-isu lainnya, sementara potensi sinergi ditonjolkan dalam kebijakan terkait perubahan iklim. Pedoman Pelaksanaan Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca 32 Beberapa cara untuk mengintegrasikan kebijakan dapat dilakukan berupa integrasi kebijakan lintas bidang atau integrasi kebijakan per bidang di dalam dan di seluruh tingkatan pemerintah lihat Gambar 11. Kebijakan lintas bidang merujuk pada langkah dan prosedur lintas bidang untuk mengarusutamakan suatu integrasi menyeluruh dari strategi perubahan iklim dan aksi mitigasi perubahan iklim ke dalam kebijakan publik yang mencakup strategi perubahan iklim yang luas, persiapanadopsi peraturan- peraturan baru dan anggaran nasional tahunan. Sementara, integrasi bidang di dalam tingkatan pemerintah merujuk pada integrasi kebijakan perubahan iklim ke dalam bidang tertentu oleh berbagai entitas di bawah pengawasan suatu kementerian. Aksi mitigasi perubahan iklim sering dilihat dalam konteks hanya satu tingkat tata pemerintahan atau jika menyangkut beberapa tingkat maka mereka dipandang hanya sebagai hirarki kendali yang atas-bawah top-down. Namun demikian, terlihat jelas bahwa aksi mitigasi menjadi urusan semua tingkatan dari tingkat daerah hingga global dan memiliki sifat interaksi yang kompleks dan multi-arah. Oleh karena itu, strategi mitigasi harus dilaksanakan di dalam strategi dan langkah-langkah per bidang. KEBIJAKAN TRANSPOTASI KEMENTRIAN PERHUBUNGAN GUBERNUR BUPATI DIVISI AGENCY AGENCY DIVISI DIVISI INDUSTRI KEMENTRIAN PERINDUSTRIAN ENERGI KEMENTRIAN ENERGI IN T EG R A SI K EB IJ K A N INTEGRASI KEBIJKAN LINTAS BIDANG TINGKAT NASIONAL TINGKAT PROVINSI TINGKAT KABUPATEN Gambar 11. Integrasi Kebijakan Perubahan Iklim Lintas bidang dan Per Bidang. Pedoman Pelaksanaan Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca 33

4.2 Arah Kebijakan dan Rencana Aksi Per Bidang

4.2.1 Pelaksanaan RAN-GRK menuju NAMAs di Bidang Berbasis Lahan Bidang Kehutanan, Lahan gambut, Pertanian, dan lainnya

4.2.1.1 Situasi Saat ini dan Pengelolaan Sumberdaya Lahan di Masa Depan

Sumbangan emisi GRK dari bidang berbasis lahan dari kegiatan perubahan tata guna lahan dan kehutanan-LUCF, termasuk lahan gambut dan pertanian, adalah sekitar 67 dari emisi total nasional. Persentase tersebut merupakan yang terbesar jika dibandingkan dengan bidang lain SNC, 2010. Meski demikian, bidang berbasis lahan, termasuk pertanian dan kehutanan, juga memberikan sumbangan sebesar 15 dari total Produk Domestik Bruto PDB nasional BPS, 2010. Gambar 12. dibawah menunjukkan kontribusi bidang-bidang berbasis lahan terhadap emisi nasional serta PDB. Selain itu, bidang-bidang berbasis lahan ini juga membantu pemulihan ekonomi Indonesia setelah krisis pada tahun 1997-1998 melalui peningkatan substansial dalam ekspor dan memberikan kesempatan kerja Siregar, 2008. Namun, pemanfaatan sumberdaya lahan di Indonesia pada saat ini relatif tidak eisien karena sumberdaya ini telah dieksploitasi dengan sangat cepat tanpa diikuti oleh investasi yang baik dalam peningkatan sumberdaya manusia dan pengelolaan serta pemasaran dari produk-produk yang dihasilkan. Dengan demikian, rencana penurunan emisi GRK dari bidang berbasis lahan dengan cara mengelola sumberdaya lahan secara berkelanjutan akan menjadi sangat penting bagi Indonesia. Tidak hanya dalam hal isu perubahan iklim tetapi juga untuk meningkatkan penggunaan sumber daya lahan yang lebih eisien. Gambar 12. Emisi Indonesia dan PDB menurut bidang. Kebakaran Gambut 26 Energi 22 Industri 2 Pertanian 5 Limbah 9 Perubahan Lahan Kehutanan LUCF 36 Emisi Indonesia 2004 KLH, 2010 Pedoman Pelaksanaan Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca 34 Selama empat dekade terakhir, hutan alam permanen telah berkurang dalam skala yang sangat besar. Tidak hanya itu, kawasan hutan dengan “kondisi kritis” juga meluas dengan sangat cepat, termasuk meluasnya kawasan hutan tanpa tutupan hutan sama sekali. Lahan kritis ini pun menjadi tantangan yang cukup besar untuk dikelola serta merupakan kawasan rawan kebakaran terutama pada setiap musim kemarau. Perubahan dan dinamika perubahan lahan di Indonesia didorong oleh kegiatan-kegiatan: pemanenan kayu, perluasan lahan pertanian, dan kebakaran hutan khususnya di lahan gambut yang juga merupakan isu yang sangat penting dalam pengelolaan sumberdaya lahan. Oleh sebab itu, perumusan kebijakan yang konsisten dari semua level pemerintahan dan bagi semua pemangku kepentingan terkait dengan bidang- bidang lahan sangat penting bagi keberhasilan penyusunan strategi mitigasi dan pelaksanaan aksi-aksi penurunan emisi GRK di bidang berbasis lahan. Perlu dicatat bahwa bagian terbesar dari sumberdaya lahan, yang mewakili sekitar 70 dari seluruh wilayah daratan Indonesia, berada di bawah otoritas bidang kehutanan, baik di pemerintah pusat maupun daerah.

4.2.1.2 Deinisi dan Ruang Lingkup NAMAs untuk Bidang-bidang Berbasis Lahan

Penyusunan RAN-GRK menuju NAMAs untuk bidang berbasis lahan mengacu pada satu set kebijakan dan aksi mitigasi untuk menurunkan emisi GRK dari semua tipe penggunaan lahan yang berpengaruh terhadap penutupan lahan dan cadangan karbon. Keuangan, Real Estate, Jasa Perusahaan 7 Pengangkutan Komunikasi 6 Perdagangan, Hotel, Restoran 13 Konstruksi 10 Pertambangan Penggalian 27 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan 27 Jasa-jasa 10 Industri Pengolahan 27 Listrik, Gas, Air Bersih 1 PDB Indonesia per sektor 2009 BPS, 2010