Kebijakan, Aksi Mitigasi dan Instrumen untuk Bidang Limbah

Pedoman Pelaksanaan Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca 81 3. Menentukan proyeksi untuk perencanaan ke depan bidang limbah, misalnya proyeksi infrastruktur, data makro seperti populasi, GDP, proyeksi komposisi limbah, dan proyeksi teknologi. 4. Menyetujui asumsi yang digunakan untuk mengembangkan skenario baseline. 5. Menentukan alat atau metodologi perhitungan untuk mendukung pengembangan baseline. 6. Mengidentiikasi skenario potensi aksi mitigasi. 7. Mengusulkan kebijakan, dan pendanaan untuk mendukung skenario mitigasi. 8. Mengajukan rencana aksi mitigasi daerah untuk bidang limbah dari tingkat daerah ke koordinator di tingkat nasional, yang dicantumkan melalui RAD- GRK. 9. Menyusun mekanisme MRV untuk pengembangan NAMAs di bidang limbah. Pedoman Pelaksanaan Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca 82

5. PENDANAAN

Komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi GRK sebesar 26 persen dari baseline pada tahun 2020 tidak terlepas dari kemampuan pemerintah untuk memobilisasi sumber pendanaan dalam negeri. Tidak hanya itu, pencapaian komitmen tambahan pengurangan emisi GRK hingga 41 persen dari baseline juga memerlukan mobilisasi pendanaan yang bersumber dari luar negeri. Mobilisasi sumber pendanaan dalam negeri dan luar negeri tersebut didasarkan pada kebutuhan pembiayaan program-program penurunan emisi GRK sebagaimana telah diidentiikasi pada bab sebelumnya. Bab 5 ini akan membahas kebijakan umum mengenai sumber pendanaan dan mekanisme pembiayaan kegiatan penurunan emisi GRK.

5.1 Sumber Pendanaan

Pendanaan untuk mendukung kegiatan penurunan emisi GRK dapat bersumber dari pendanaan dalam negeri maupun dari luar negeri. Pendanaan dalam negeri dapat bersumber dari APBN dan APBD serta peran serta sektor swasta. Sedangkan pendanaan luar negeri dapat bersumber dari kerjasama bilateral, multilateral, dan pasar karbon. Berikut ini dijelaskan secara singkat mengenai sumber-sumber pendanaan tersebut.

5.1.1 Sumber Pendanaan Dalam Negeri

Kebijakan pendanaan untuk mendukung komitmen penurunan emisi GRK secara sukarela merupakan bagian dari kebijakan yang telah ditetapkan di dalam RPJMN 2010-2014. Dengan demikian, isu perubahan iklim telah mendapatkan prioritas pendanaan melalui mekanisme APBN. Program- program penurunan emisi GRK merupakan bagian yang tak terpisahkan dari program pembangunan nasional dengan penyesuaian untuk menghadapi dampak dari perubahan iklim, sehingga tidak bersifat eksklusif. Sebagian besar kegiatan penurunan emisi GRK akan dilaksanakan oleh daerah, oleh karena itu pembiayaannya harus diintegrasikan dengan program-progam pemerintah daerah yang dibiayai melalui APBD. Selain itu pendanaan kegiatan penurunan emisi GRK dapat bersumber dari sektor swasta. Sumber pendanaan APBN dapat berupa rupiah murni maupun Pinjaman dan Hibah Luar Negeri PHLN. Berdasarkan RPJM 2010-2014, perkiraan resource envelope untuk rentang waktu tersebut terkait penurunan emisi Pedoman Pelaksanaan Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca 83 GRK dianggarkan sekitar Rp37,889 triliun Buku 2 Bab I Lintas Bidang Perubahan Iklim Kelompok Mitigasi, RPJM 2010-2014. Pada periode 2015-2020, pemerintah perlu menyediakan resource envelope yang cukup untuk membiayai program-program selanjutnya sehingga dapat mencapai penurunan emisi GRK sebesar 26 persen. Pembiayaan program-program penurunan emisi GRK yang dilaksanakan oleh daerah pada dasarnya dilakukan melalui APBD. Program-program penurunan emisi GRK tidak sepenuhnya merupakan program khusus yang baru, namun juga bisa merupakan program-program pemerintah daerah yang sudah ada dengan penyesuaian sehingga dapat berkontribusi pada penurunan emisi GRK. Oleh karena itu pembiayaannya sedapat mungkin dapat menggunakan APBD yang sudah ada. Mengingat kemampuan keuangan daerah yang terbatas tidak tertutup kemungkinan penyaluran dana dari APBN ke APBD. Sumber dana potensial lain untuk menangani perubahan iklim adalah hibah dalam negeri dari sektor swasta dan masyarakat yang dikelola oleh pemerintah. Pemerintah akan membuat pengaturan dan mekanisme yang memudahkan pemberi hibah dalam menyalurkan dana tersebut. Beberapa sumber dana swasta dalam negeri yang diharapkan dapat membiayai kegiatan penurunan emisi GRK berasal dari perbankan, non- perbankan dan Corporate Social Responsibility CSR. Sumber dana yang berasal dari perbankan bank umum dan bank syariah maupun non perbankan pasar modal dalam negeri, asuransi, lembaga pembiayaan, lembaga dana pensiun, dll dapat dimobilisasi untuk membiayai investasi swasta dengan inancial returns yang menguntungkan. Oleh karena itu, perlu ada kebijakan insentif dari pemerintah bagi lembaga perbankan dan non perbankan yang memberikan pinjaman lunak kepada industri yang menerapkan teknologi hijau atau mendukung penurunan emisi GRK. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan koordinasi antara pemerintah dan Bank Indonesia dalam menyusun kebijakan strategis perbankan dan non perbankan. CSR adalah suatu kegiatan sukarela badan usaha untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat sekitarnya, sehingga terbuka peluang untuk dimanfaatkan membiayai kegiatan-kegiatan yang terkait dengan upaya-upaya penurunan emisi GRK. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan kampanye teknologi hijau green technology maka di masa yang akan datang potensi dana yang bersumber dari CSR diperkirakan akan cukup besar.