Pedoman Pelaksanaan Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
11
Penyusunan RAN-GRK ini tidak terlepas dari prinsip pengarus-utamaan pembangunan berkelanjutan yang telah diamanatkan oleh RPJPN 2005-2025
dan RPJMN 2010-2014 Buku 2 Bab 1, di mana kegiatan pembangunan harus memperhatikan tiga pilar prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
yaitu terkait aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek lingkungan hidup.
Gambar 2.
Kedudukan RAN-GRK
dalam Sistem Perencanaan
Pembangunan.
Gambar 3.
Kerangka Waktu Pelaksanaan
RAN-GRK.
RPJN 2005-2025 RP JMN
2010-2014
RP JMD RKP
RKPD APBN
APBD RP JMN
2010-2014
RENSTRA SKPD
RENCANA PEMBANGUNAN RPJP
RPJM RPJM 2
RPJM 3 RPJM 4
RAN - GRK RP JMN
2010-2014
RENJA SKPD
RAN PENURUNAN
EMISI RAD
PENURUNAN EMISI
UNFCCC
RPJPD
2010 2020
2005 2025
2004 2009
2014 2019
2025
Pelaksanaan RAN-GRK 2010-2020 terbagi ke dalam tiga kerangka waktu, yaitu dimulai pada Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah
RPJMN ke-2 tahun 2010-2014, dilanjutkan di RPJMN ke-3 tahun 2015- 2019, kemudian periode RPJMN ke-4 tahun 2020-2024.
Pendanaan untuk pelaksanaan RAN-GRK tahun 2010-2014 telah dialokasikan pada RPJMN 2010-2014. Sementara, untuk tahun selanjutnya, RAN-GRK
akan memberikan arah kebijakan bagi pemerintah dalam penurunan emisi GRK dengan biayaanggaran yang masih bersifat perkiraan lihat gambar 3.
Pedoman Pelaksanaan Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
12
2.4 Permasalahan dan Tantangan
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan memiliki lebih dari 17 ribu pulau besar dan kecil, juga mempunyai garis pantai yang sangat
panjang. Hal tersebut merupakan aset nasional, tetapi di sisi lain menjadi beban, terutama dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim.
Lebih lanjut, Indonesia juga sangat rentan terhadap berbagai bencana alam karena letak geograis dan kondisi geologis. Sementara, sebagian besar
mata pencarian penduduk masih tergantung pada pengelolaan sumber daya alam, khususnya bidang pertanian, yang justru menambah tingkat risiko atas
ancaman dari dampak perubahan iklim.
Dengan kondisi yang telah disebutkan, maka sangat wajar apabila Indonesia, sebagai salah satu negara yang rentan, berada di garis depan dalam upaya-
upaya global untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Selain itu, potensi besar dalam melakukan aksi mitigasi perubahan iklim perlu dijadikan sebagai
pendorong bagi Indonesia untuk mengoptimalkan posisi strategis tersebut dalam berbagai forum internasional, antara lain menjalin kerja sama bilateral
ataupun multilateral untuk menghadapi dampak perubahan iklim.
Upaya untuk mengatasi dampak perubahan iklim merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional, sehingga segala perencanaan
harus sejalan dengan perencanaan pembangunan ekonomi nasional. Dengan demikian, perencanaan untuk aksi mitigasi dan adaptasi perubahan
iklim terintegrasi dengan perencanaan pembangunan nasional dan daerah provinsi, kabupatenkota dan lokal.
Indonesia juga mempunyai potensi besar untuk mengurangi emisi GRK secara signiikan secara kumulatif pada tahun 2020. Oleh karena itu, perlu
diperhitungkan bidang dan program yang menjadi prioritas, biaya abatement cost yang berbeda-beda untuk aksi tiap bidang, juga dibutuhkan pengukuran
untuk menakar dampak ekonomi terhadap capaian atas penurunan emisi GRK; perlu diperhitungkan bahwa jumlah penurunan emisi GRK dapat meningkat
bila skenario yang digunakan berbeda; dan, perlu disusun inventarisasi dan sistem monitoring emisi GRK dari semua bidang.
Bidang kehutanan dan lahan gambut diperkirakan memiliki potensi terbesar untuk menurunkan emisi GRK dengan biaya terendah. Namun, berbagai
kegiatan perlu dijalankan secara tepat agar tidak terjebak dalam skenario BAU dan mendapatkan hasil yang maksimal.
Pedoman Pelaksanaan Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
13
Untuk mencapai penurunan emisi GRK secara signiikan, maka peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan di setiap bidang dan
daerah menjadi sangat penting. Selain itu, isu-isu yang bersifat lintas bidang perlu dikaji secara mendalam, sehingga aksi mitigasi dapat efektif
dan ekonomis. Pemahaman yang tepat atas pengurangan biaya lintas bidang memang menjadi penting, tetapi perlu juga melihat hambatan dalam
pelaksanaan kebijakan setiap bidang secara seksama. Dengan demikian, rangkaian kebijakan yang tepat akan bisa dicapai.
RAN-GRK disusun berdasarkan program dan kegiatan dari Kementerian Lembaga dalam RPJMN 2010-2014 dan RPJPN 2005-2025 yang kemudian
dibahas antar KementerianLembaga. Keseluruhan rencana aksi tersebut diupayakan untuk menurunkan emisi GRK nasional sebesar 26 pada tahun
2020 dari skenario BAU.
Aksi mitigasi perubahan iklim yang menjadi prioritas adalah kegiatan yang menggunakan dana sendiri Unilateral NAMAs, baik berasal dari APBN atau
APBD termasuk pinjaman, swasta dan masyarakat, dan harus memiliki kriteria umum sebagai berikut:
1. Kegiatan tersebut harus sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
2. Efektif dalam penggunaan biaya dengan menerapkan prinsip biaya termurah dalam menurunkan emisi GRK secara terintegrasi.
3. Mudah dalam pelaksanaan dengan mempertimbangkan aspek politik, sosial, dan budaya.
4. Sejalan dengan prioritas pembangunan nasional dan daerah di mana kegiatan tersebut dilaksanakan.
5. Berdasarkan pada asas yang saling menguntungkan dengan
memprioritaskan program pembangunankegiatan yang memberikan kontribusi pada penurunan emisi GRK
Co-Beneit. Untuk memastikan keterlibatan dan rasa kepemilikan RAN-GRK maka
penyusunan rencana aksi dilakukan dengan melibatkan masing-masing KementerianLembaga pemerintahan. Dengan demikian, aksi mitigasi yang
menjadi prioritas pada RAN-GRK akan mereleksikan visi dan prioritas dari masing–masing KementerianLembaga negara. Langkah selanjutnya,
Bappenas melakukan proses analisa dan pengembangan kebijakan untuk diintegrasikan di dalam perencanaan pembangunan nasional.