12 intensif dengan melakukan perencanaan dana yang jelas, sedangkan pada
usahatani nanas non SPO masih dilakukan secara sederhana dan belum menganggarkan dana yang jelas, sehingga akan berpengaruh terhadap jumlah
produksi yang dihasilkan dan kualitas buahnya. Kualitas buah akan berpengaruh terhadap harga buah nanas, semakin baik kualitasnya maka semakin tinggi harga
yang diperoleh petani sehingga penerimaan petani pun semakin tinggi. Dalam menggunakan input, pada usahatani nanas non SPO lebih sedikit
dibandingkan usahatani nanas SPO. Hal ini akan berakibat pada total biaya yang dikeluarkan petani, sehingga petani nanas SPO mengeluarkan biaya lebih banyak
dibandingkan petani non SPO. Perbedaan penggunaan input tersebut dikarenakan pola pikir petani non SPO yang masih menggunakan teknik bercocok tanam
secara tradisional sedangkan petani SPO sudah melakukan teknik bercocok tanam dengan pemeliharaan yang optimal.
Penerimaan dan biaya akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh petani. Pendapatan yang diperoleh petani di Desa Cipelang yang
menggunakan SPO lebih tinggi dibandingkan petani non SPO walaupun biaya yang dikeluarkan petani SPO lebih besar. Hal tesebut dikarenakan produk yang
dihasilkan berbeda dalam jumlah maupun kualitas.
2.3. Tinjauan Analisis Usahatani Berdasarkan Luasan Lahan
Penelitian mengenai analisis usahatani yang membandingkan berdasarkan luasan lahan dilakukan oleh Handayani 2006 dan Warsana 2007. Handayani
2006 melakukan analisis usahatani padi sawah berdasarkan luas dan kepemilikan lahan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.
Analisis usahatani dalam penelitian tersebut dibedakan menjadi empat kelompok yaitu petani pemilik lahan sempit, petani pemilik lahan luas, petani sakap lahan
sempit, dan petani sakap lahan luas. Pengelompokkan petani lahan luas dan lahan sempit berdasarkan luasan lahan yang dimiliki. Petani lahan luas adalah petani
yang memiliki lahan lebih dari sama dengan satu hektar ≥ 1 hektar, sedangkan
petani lahan sempit adalah petani yang memiliki lahan kurang dari satu hektar 1 hektar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani milik jauh lebih menguntungkan dibandingkan usahatani sakap. Hal ini dapat dilihat dari nilai RC
13 rasio dan tingkat keuntungannya. Keuntungan yang diperoleh oleh petani milik
dengan lahan sempit adalah Rp 2.468.795,83,00 dengan RC rasio 1,97 dan keuntungan untuk petani milik dengan lahan luas sebesar Rp 2.503.573,51,00
dengan RC rasio 2,12. Sedangkan untuk keuntungan yang diperoleh oleh petani sakap dengan lahan sempit adalah Rp 1.293.314,84 dengan RC rasio 1,36 dan
keuntungan untuk petani sakap dengan lahan luas sebesar Rp 1.051.217,18 dengan RC rasio 1,32. Keuntungan tersebut adalah keuntungan yang didapat
untuk satu kali musim tanam. Penerimaan yang diperoleh petani lahan sempit lebih banyak dibandingkan
dengan petani lahan luas. Hal tersebut dikarenakan produktivitas tanaman padi pada petani lahan sempit lebih tinggi. Petani pada lahan sempit menggunakan
input usahatani yang lebih banyak, seperti dalam penggunaan bibit dan pupuk. Hal ini akan berakibat pada biaya yang dikeluarkan petani. Sehingga biaya yang
dikeluarkan petani pada lahan sempit lebih besar dibandingkan petani lahan luas. Pendapatan dipengaruhi oleh penerimaan dan biaya dalam usahatani. Pendapatan
yang diperoleh petani lahan luas lebih besar dibandingkan lahan sempit, walaupun penerimaan yang diperoleh lebih sedikit pada lahan luas. Hal ini dikarenakan
biaya yang dikeluarkan petani lahan sempit lebih besar dibandingkan petani lahan luas.
Berdasarkan nilai RC yang diperoleh pada seluruh usahatani tersebut baik dengan status kepemilikan lahan milik maupun sakap dan dengan garapan luas
atau sempit menunjukkan bahwa nilai RC lebih dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani padi sawah masih menguntungkan dan memberikan keuntungan
bagi petani. Warsana 2007 melakukan penelitian yang berjudul analisis efisiensi dan
keuntungan usahatani jagung studi di kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora. Analisis ini dilakukan dengan membandingkan usahatani jagung
berdasarkan luasan lahan yang dimilik i petani, yaitu petani kecil ≤ 1,0 hektar
dan petani besar 1,0 hektar. Penggolongan ini berdasarkan buku inventarisasi pajak bumi dan bangunan yang ada di lokasi penelitian. Analisis dilakukan
dengan menggunakan model fungsi keuntungan Cobb-Douglas yang berguna
14 untuk mengetahui hubungan input dan output serta mengukur pengaruh dari
berbagai perubahan harga input terhadap produksi. Penerimaan yang diperoleh petani kecil lebih besar dibandingkan petani
besar karena jumlah jagung yang diproduksi pada petani kecil lebih banyak. Rendahnya produksi jagung pada petani besar disebabkan teknik penanaman yang
digunakan petani lahan besar terlalu jarang sehingga produksi yang diperoleh lebih sedikit. Selain itu juga petani pada lahan besar kurang efisien dalam
menggunakan faktor produksi yang ada, seperti luas lahan, jumlah benih serta pupuk. Hal ini berakibat pada biaya yang dikeluarkan petani, pada petani besar
biaya yang dikeluarkan lebih banyak karena penggunaan faktor produksi yang tidak efisien.
2.4. Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu