Bentuk Perilaku Menyimpang Faktor Penyebab Berperilaku Menyimpang

emosional, yang kemudian menstimulir anak-anak remaja dan adolesens menjadi kriminal. 52 Dari faktor-faktor yang disebutkan di atas bisa jadi semuanya memberikan andil dalam munculnya perilaku yang menyimpang. “Jarang sekali penyebabnya hanya satu faktor saja, sebaliknya pada umumnya sebabnya merupakan kombinasi dari beberapa faktor.” 53 Oleh karena itu dibutuhkan langkah-langkah untuk merespon faktor-faktor tersebut.

4. Langkah-langkah Dasar Pencegahan terhadap Perilaku Menyimpang.

Dalam menghadapi remaja ada beberapa hal yang harus selalu diingat, yaitu bahwa jiwa remaja adalah jiwa yang penuh gejolak. Lingkungan sosial remaja yang ditandai dengan perubahan sosial yang cepat yang mengakibatkan kesimpangsiuran norma. Kondisi intern dan ekstern yang sama-sama bergejolak inilah yang menyebabkan masa remaja memang lebih rawan dari pada tahap-tahap lain dalam perkembangan jiwa manusia. Maka dari itu agar tidak terjadi penyimpangan perilaku atau kenakalan remaja perlunya pencegahan dan penanganan terhadap para remaja. Tindakan pencegahan yang pertama yaitu menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga dengan sebaik-baiknya, karena keadaan keluarga yang ditandai dengan hubungan suami istri yang harmonis akan lebih menjamin remaja yang bisa melewati masa transisinya dengan mulus dari 52 Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja Jakarta: Rajawali, 1992, cet. Ke-2, h. 94. 53 Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja Jakarta: Rajawali, 1992, cet. Ke-2, h. 93. pada jika hubungan suami istri terganggu. Dalam kondisi rumah tanggga dengan adanya orangtua dan saudara-saudara akan lebih menjamin kesejahteraan jiwa remaja daripada asrama atau lembaga pemasyarakatan anak. Selanjutnya, tindakan pencegahan perilaku menyimpang remaja dengan menjaga keutuhan keharmonisan keluarga sebagaimana disebutkan di atas meniscayakan kematangannya dalam aspek sosial sebagaimana diuraikan Sudarsono berikut ini. “Ditinjau dari aspek sosiologis, anak remaja dituntut secara moral memiliki rasa solidaritas sosial yang tebal sehingga mereka merasa ikut memiliki kehidupan sosial dan ikut bertanggung jawab atas keamanan, ketertiban, ketentraman dan kedamaian dalam kelangsungan hidup kelompok sosialnya. Pencapaian kondisi ini penting sekali terutama dalam rangka upaya dasar melakukan pencegahan dan penanggulangan perilaku menyimpang. 54 Aspek sosial inilah yang menjadi perhatian banyak pihak. Oleh karena tindak delinkuen anak remaja itu banyak menimbulkan kerugian materiil dan kesengsaraan batin baik pada subjek pelaku sendiri maupun pada para korbannya, “maka masyarakat dan pemerintah dipaksa untuk melakukan tindak-tindak preventif dan penanggulangan secara kuratif.” 55 Tindakan preventif sebagaimana yang disinggung di atas dilakukan antara lain sebagaimana ditegaskan oleh Kartono dengan: a. Meningkatkan kesejahteraan keluarga b. Menyelenggarakan diskusi kelompok dan bimbingan kelompok untuk membangun kontak manusiawi diantara para remaja 54 Sudarsono, Kenakalan Remaja Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995, cet. Ke-3, h. 5-7. 55 Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja Jakarta: Rajawali, 1992, cet. Ke-2, h. 96. delinkuen dengan masyarakat luar, diskusi tersebut akan sangat bermanfaat bagi pemahaman kita mengenai jenis kesulitan dan gangguan pada diri para remaja. c. Mendirikan tempat latihan untuk menyalurkan kreativitas para remaja delinkuen dan yang nondelinkuen. Misalnya berupa latihan vokasional, latihan hidup bermasyarakat, dan lain-lain.” 56 Tentu tindakan-tindakan preventif di atas tidaklah memadai jika perilaku menyimpang sudah terjadi, maka dibutuhkan tindakan kuratif bagi usaha penyembuhan anak remaja delinkuen sebagaimana diuraikan oleh Kartono antara lain dengan : a. Menghilangkan semua sebab-musabab timbulnya kejahatan remaja, baik yang berupa pribadi, keluarga, sosial-ekonomis dan kultural b. Melakukan perubahan lingkungan dengan jalan memberikan fasilitas yang diperlukan bagi perkembangan jasmani dan rohani yang sehat bagi anak-anak remaja, c. Memberikan latihan bagi para remaja untuk hidup teratur, tertib dan berdisiplin.” 57 Tindakan preventif dan kuratif sebagai pengendalian sosial ini sangatlah penting dan dibutuhkan guna meyakinkan masyarakat tentang kebaikan norma dan mempertebal kebaikan norma, khususnya terhadap perilaku yang 56 Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja Jakarta: Rajawali, 1992, cet. Ke-2, h. 98. 57 Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja Jakarta: Rajawali, 1992, cet. Ke-2, h. 98. menyimpang demi keseimbangan sosial. Tindakan preventif dan kuratif sebagaimana uraian di atas sangat berperan penting dalam mengatasi penyalahgunaan narkoba sebagaimana yang akan diuraikan berikut ini.

D. Penyalahgunaan Narkoba sebagai Bentuk Perilaku Menyimpang

1. Pengertian Narkoba

Narkoba sebagaimana dijelaskan oleh Martono dan Joewana adalah, “Obat, bahan, atau zat dan bukan tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan atau disuntikkan, berpengaruh terutama pada kerja otak susunan saraf pusat, dan sering menyebabkan ketergantungan. Akibatnya, kerja otak berubah meningkat atau menurun, demikian pula fungsi vital organ tubuh lain jantung, peredaran darah, pernapasan, dan lain-lain.” 58 Adapun menurut FA Purwoko, istilah narkoba adalah, “Singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif. ini diperjelas dalam UU No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman ataupun bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan dan perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi hingga menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan keputusan menteri kesehatan.” 59 Sedangkan penyalahgunaan narkoba sebagaimana yang dijelaskan oleh Martono dan Joewana adalah, “penggunaan narkoba yang dilakukan tidak untuk maksud pengobatan, tetapi karena ingin menikmati pengaruhnya dalam jumlah berlebih, secara lebih kurang teratur, dan berlangsung cukup lama, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, mental, dan kehidupan sosialnya. 60 58 Lydia Harlina Martono dan Satya Joewana, Peran Orang Tua dalam Mencegah dan Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba Jakarta: Balai Pustaka, 2008, h. 2. 59 Badan Narkoba Nasional, Efektifitas Penanggulangan Narkoba Melalui Sistem Plug In dalam Materi Pembelajaran pada Lembaga Pendidikan Formal Jakarta: BNN RI, 2005, h. 28. 60 Lydia Harlina Martono dan Satya Joewana, Peran Orang Tua dalam Mencegah dan Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba Jakarta: Balai Pustaka, 2008, h. 11.