Analisis Sistem Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah

anak perempuan atau saudara perempuan nelayan, akan langsung membeli kebutuhan pokok rumah tangga seperti beras, minyak goreng dan lainnya, ketika selesai menjual ikan. Nelayanpun biasanya hanya dibelikan satu 1 atau dua 2 bungkus rokok. 3 Nelayan –Pedagang Pengumpul–Pedagang Pengecer–Konsumen Saluran pemasaran tipe ini banyak kali terjadi dalam pemasaran produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah. Banyak nelayan yang beroperasi dengan alat tangkap purse seine, pole and line dan bagan memilih saluran pemasaran seperti ini, karena alat tangkap seperti ini biasanya menangkap ikan dalam jumlah banyak. Antara nelayan dengan pedagang pengumpul telah terjalin kesepakatan dan kerjasama dalam kurun waktu yang cukup lama. Ketika ketersediaan ikan di pasar dalam jumlah banyak, nelayan tidak perlu cemas akan kemungkinan ikan hasil tangkapannya tidak habis terjual. Pada saat ikan hasil tangkapan nelayan telah dibawa ke pasar, maka tanggungjawab atas ikanpun berpindah dari nelayan ke pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul selanjutnya akan menyalurkan ikan tersebut ke pedagang pengecer untuk kemudian dijual ke konsumen. Apabila jumlah ikan di pasar sudah terlalu banyak dan pedagang pengecer tidak lagi mampu menjualnya, maka ikanpun dibuang ke laut. Hal ini sering kali terjadi pada musim panen ikan. Ketika musim susah ikan, nelayan tetap harus menjual ikan hasil tangkapannya ke pedagang pengumpul tersebut, walaupun mungkin tersedia alternatif lain yang dapat memberikan keuntungan lebih bagi nelayan, seperti menjual ke pedagang pengumpul lainnya. 4 Nelayan –Pedagang Pengumpul–CS–Pedagang Pengecer–Konsumen Setelah ikan dibawa ke pasar, maka tanggung jawab nelayan atas ikan hasil tangkapannya berpindah ke tangan para pedagang pengumpul. Ketersediaan ikan yang banyak di pasar sehingga dapat menurunkan harga jual ikan dan kemampuan para pedagang pengumpul memprediksi harga membuatnya segera menyortir ikan yang memenuhi syarat untuk selanjutnya dijual ke CS. Tujuan utama pembelian ikan oleh CS adalah untuk ekspor, maka hanya jenis, ukuran dengan tingkat mutu tertentu yang diterima. Pada dasarnya nelayan dapat saja langsung menjual ikan hasil tangkapannya ke CS ketika mengetahui ikan yang tersedia di pasar dalam jumlah banyak dan melebihi daya beli konsumen, sehingga harga jualnya sangat rendah. Namun semalaman berada di tengah laut, sering membuat nelayan tidak lagi ingin disibukkan dengan hasil tangkapannya, sehingga lebih memilih untuk menjual hasil tangkapannya kepada pedagang pengumpul. Selanjutnya pada musim ikan susah, pedagang pengecer membeli ikan dari CS untuk kembali dijual kepada konsumen. 5 Nelayan –Pedagang Pengumpul–CS–Pedagang Besar Tujuan utama pembelian ikan oleh CS pada dasarnya adalah dikirim ke Pedagang Besar di Surabaya. Apabila telah mencapai kuota tertentu, selanjutnya ikan diekspor ke luar negeri. Kelebihan dan kekurangan dari setiap saluran pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah dirangkum secara sederhana pada Tabel 21. Tabel 21 Karakteristik, Kelebihan dan Kekurangan Setiap Jenis Saluran Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Tipe Saluran Pemasaran Karakteristik Kelebihan Kekurangan 1 Nelayan – Konsumen 2 Nelayan–Pedagang Pengecer – Konsumen Konsumen biasa- nya tinggal dekat dengan nelayan Tangkapan sedikit. Pedagang pengecer adalah isteri, sauda- ra atau anak perem- puan si nelayan Hasil tangkapan segera terjual Nelayan dan keluarga- nya dapat segera menik- mati penjualan hasil tangkapan. Penjualan hasil tang- kapan, seluruhnya dinik- mati keluarga. Harga murah Waktu kerja isteri ne- layan bertambah. Paceklik, nelayan sulit mendapat bantuan fi- nansial 3 Nelayan–Pedagang Pengumpul – Pedagang Pengecer – Konsumen Hasil tangkapan banyak. Hubungan kerjasa- ma antara nelayan dengan pedagang pengumpul yang te- lah terbangun sejak lama. Setiba di pasar, ikan menjadi tanggungjawab pedagang pengumpul. Ketika musim paceklik, nelayan mendapatkan bantuan finansial dari pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul menentukan harga. Terkadang pembayaran tidak dilaksanakan pada hari tersebut. Musim paceklik, nela- yan tetap harus menjual hasil tangkapannya pa- da pedagang pengumpul tersebut. Lanjutan Tabel 21 Tipe Saluran Pemasaran Karakteristik Kelebihan Kekurangan 4 Nelayan– Pedagang Pengumpul –CS– Pedagang Pengecer – Konsumen Hasil tangkapan banyak. Hubungan kerjasa- ma antara nelayan dengan pedagang pengumpul telah ter- bangun sejak lama. Harga yang ditentu- kan CS, tergantung mutu dan jenis ikan. Ketika musim ikan, pedagang pengecer membeli ikan beku dari CS, untuk selanjutnya menjualnya ke konsumen Setiba di pasar, ikan menjadi tanggungjawab pedagang pengumpul. Ketika musim paceklik, nelayan mendapatkan bantuan finansial dari pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul yang memutuskan, apa- kah ikan dijual di pasar atau di CS. Pedagang pengumpul mengambil 10 dari hasil penjualan di CS. Pada musim paceklik, nelayan tetap harus menjual hasil tangkap- annya pada pedagang pengumpul tersebut. 5 Nelayan– Pedagang Pengumpul –CS– Pedagang Besar Hasil tangkapan banyak. Hubungan kerjasa- ma antara nelayan dengan pedagang pengumpul yang te- lah terbangun sejak lama. Harga yang ditentu- kan CS, tergantung mutu dan jenis ikan. Setiba di pasar, ikan menjadi tanggungjawab pedagang pengumpul. Ketika musim paceklik, nelayan mendapatkan bantuan finansial dari pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul yang memutuskan apa- kah ikan dijual di pasar atau di CS. Pedagang pengumpul mengambil 10 dari hasil penjualan di CS. Pada musim paceklik, nelayan tetap harus menjual hasil tangkap- annya pada pedagang pengumpul tersebut. Sumber : Hasil analisis data primer 2011

5.1.4.2 Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran

Tabel 22 menjelaskan tentang fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran dalam setiap saluran pemasaran produk perikanan yang tercipta di Kawasan Maluku Tengah. Fungsi pertukaran, terutama sub fungsi penjualan dilakukan oleh semua lembaga pemasaran, sedangkan sub fungsi pembelian tidak dilakukan oleh nelayan. Berbeda dengan pada saluran pemasaran lainnya, nelayan pada saluran pemasaran pertama tidak melakukan fungsi pengangkutan. Hal ini terjadi karena hasil tangkapan nelayan hanya sedikit dan pedagang pengecer biasanya adalah isteri, anak perempuan, atau keluarga dekat si nelayan. Pada saluran kedua, pedagang pengumpul tidak melakukan fungsi pengangkutan, karena biasanya nelayanlah yang membawa hasil tangkapannya ke pasar. Nelayan hanya membawa hasil tangkapannya ke pasar dan menyerahkan hasil tangkapan tersebut ke pedagang pengumpul. Dengan memperhatikan kondisi pasar serta jenis dan ukuran ikan, pedagang pengumpul kemudian memutuskan apakah hasil tangkapan nelayan akan dijual di pasar atau ke CS. Ketika pedagang pengumpul memutuskan untuk menjual ikan hasil tangkapan nelayan ke CS, maka biaya pengangkutan ditanggung oleh pedagang pengumpul. Apabila diputuskan Tabel 22 Fungsi-fungsi yang dilakukan lembaga pemasaran ikan segar Saluran dan Lembaga Pemasaran Fungsi-Fungsi Pemasaran Pertukaran Fisik Fasilitas Jual Beli Angkut Simpan Sortasi Risiko Biaya Infor masi Pasar Saluran 1: -Nelayan Saluran 2: -Nelayan -Pedagang Pengecer Saluran 3: -Nelayan -Pedagang Pengumpul -Pedagang Pengecer Saluran 4: -Nelayan -Pedagang Pengumpul -CS -Pedagang Pengecer Saluran 5: -Nelayan -Pedagang Pengumpul -CS Sumber : Hasil analisis data primer 2011 untuk dijual di pasar, maka sambil memperhatikan keadaan pasar, pedagang pengumpul segera menentukan harga dan mendistribusikan ikan hasil tangkapan nelayan kepada pedagang pengecer. Fungsi risikopun beralih dari pedagang pengumpul kepada pedagang pengecer. Ketika pasar berangsur sepi karena pembeli mulai berkurang dan ikan tidak habis terjual, maka pedagang pengecer akan menjual ikan dengan harga lebih murah, atau bahkan di bawah biaya marginal walau harus merugi, daripada dibuang. Namun apabila yang tidak habis terjual adalah ikan cakalang Katsuwonus pelamis, tatihu Thunnus sp atau jenis-jenis ikan karang, maka ikan tersebut akan disimpan dalam kotak-kotak penyimpanan yang berisi es untuk selanjutnya dijual kembali pada keesokan harinya. Pada keesokan harinya para pedagang pengecer tersebut akan datang secepat mungkin untuk kembali menjual ikan yang disimpan, sebelum ikan hasil tangkapan nelayan semalam dibawa di pasar. Pada saat musim ikan dan ikan di pasar terdapat dalam jumlah banyak, tidak jarang ikan harus dibuang ke laut akibat ketidakmampuan masyarakat untuk mengonsumsinya dan sifatnya yang mudah busuk. Pedagang pengumpul harus menanggung risiko atas kondisi tersebut, apabila ikan belum dibeli oleh pedagang pengecer. Pada saat musim ikan, pedagang pengecer hanya mampu menjual 1-2 loyang 30-50 kg, sementara pada musim susah ikan, pedagang pengecer menjual hingga 3-4 loyang 90-120 kg. Hal ini disebabkan karena pada musim ikan, harga ikan cenderung rendah, sehingga pedagang pengecer dapat membeli untuk kemudian menjualnya kembali. Namun ketika musim susah ikan, hanya sejumlah pedagang pengecer yang bermodal kuat saja yang mampu membeli ikan untuk dijual kembali kepada konsumen. Seorang pedagang pengumpul pada saat musim ikan biasanya harus mendistribusikan 50-100 loyang ikan, sementara pada musim susah ikan, paling banyak hanya 50 loyang. Rataan seorang pedagang pengumpul memperoleh pendapatan Rp227 952.50 dengan kisaran Rp89 000 hingga Rp703 500. Berat ikan cakalang yang sering terjual di pasar adalah 2-3.5 kg, artinya dalam satu loyang yang biasanya terdapat 15-20 ekor, maka berat keseluruhannya adalah 40-52.5 kg. Apabila ikan cakalang beratnya ± 1 kgekor, maka satu loyang biasanya berisi 25-30 ekor dan apabila ikan cakalang beratnya 5 kgekor, maka biasanya terdapat 10 ekor dalam satu loyang. Untuk ikan pelagis kecil yang ukuran per kilogramnya terdiri atas 3-5 ekor, maka satu loyang biasanya berisi 100-120 ekor dengan berat keseluruhan 32-40 kg. Sementara apabila 1 kg terdiri atas 6-7 ekor, maka satu loyang biasanya berisi 180-210 ekor dengan berat total 30-35 kg. Ikan yang dibeli oleh CS hanya jenis, ukuran dan mutu tertentu dengan harga yang cenderung stabil. Apabila pedagang pengumpul menjual ikan ke CS, maka fungsi sortasi harus dilakukannya. Fungsi penyimpanan dilakukan CS untuk kemudian akan dibeli oleh pedagang pengumpul ataupun pedagang pengecer ketika nelayan tidak mendapatkan ikan atau diekspor ke luar negeri.

5.1.4.3 Mekanisme Penentuan Harga

Menurut Hanafiah dan Saefuddin 2006, harga suatu barang adalah nilai pasar nilai tukar dari barang tersebut yang dinyatakan dalam jumlah uang. Harga merupakan suatu hal yang penting dan menarik baik bagi penjual, maupun pembeli di pasar. Bagi seorang pedagang, selisih antara harga penjualan dan biaya akan menentukan besarnya laba yang merupakan dasar bagi yang bekerja pada setiap transaksi. Sementara melalui harga, seorang konsumen dapat menunjukkan jenis, mutu dan jumlah barang yang dikehendaki dan bersedia membayarnya dengan mempertimbangkan semua jasa yang diterimanya. Sekembalinya nelayan dari menangkap ikan, maka pemilik jaring akan segera menghubungi para pedagang pengumpul dan menyampaikan informasi berupa jenis dan kuantitas ikan yang tertangkap. Karena biasanya nelayan kembali dari laut pada menjelang pagi hari subuh, maka apabila pedagang pengumpul telah terhubungi, nelayan akan segera membawa ikan ke pasar dengan mobil pick up. Kegiatan ini berlangsung pada pukul 3, atau 4 pagi, tetapi dapat juga terjadi ketika proses jual beli di pasar berlangsung, yaitu pukul 7 pagi –12 siang, atau bahkan setelah proses tersebut selesai, tergantung dari waktu kembalinya nelayan ke darat setelah melaut. Hampir semua nelayan purse seine, pole and line dan bagan telah memiliki pedagang pengumpul di pasar dan di antaranya telah ada kesepakatan, bahwa apabila nelayan membawa ikan ke pasar, si pedagang pengumpul yang akan menjualnya ke pedagang pengecer, baik dalam kondisi musim ikan banyak ataupun kurang. Di antara nelayan dan pedagang telah terbangun suatu ikatan kerjasama selama puluhan tahun. Hubungan kerjasama yang tidak seimbang ini mengakibatkan lemahnya akses nelayan terhadap pasar, sehingga dapat berkontribusi pada kurangnya informasi tentang harga, kurangnya kesempatan untuk berhubungan dengan pelaku-pelaku pasar lainnya, distorsi atau ketidakhadiran input dan output pasar, tingginya biaya transaksi dan pemasaran Bienabe et al., diacu dalam Tita 2011. Hidayati 2000 mengemukakan bahwa jasa lembaga pemasaran sangat diperlukan dalam proses pemasaran, karena jauhnya jarak tempat produksi dengan konsumsi. Dengan menjual hasil ke pedagang pengumpul desa, maka harga yang diperoleh petani akan lebih tinggi dibandingkan dengan jika menjual hasil ke pedagang pengumpul dusun, namun sedikitnya jumlah produk yang dipasarkan membuat petani merasa lebih efisien, apabila menjual produknya ke pedagang pengumpul dusun. Tidak adanya alternatif tempat meminjam uang, mengakibatkan petani meminjam uang untuk keperluan modal dan kebutuhan lainnya kepada pedagang pengumpul, sehingga terjadi kesepakatan yang bersifat mengikat, walaupun tidak tertulis bahwa petani harus menjual produksi rumput lautnya ke pedagang pengumpul tersebut. Crona 2010 menyatakan bahwa hubungan antara pedagang pengumpul desa dengan nelayan skala kecil telah terbangun sejak adanya proses pemasaran. Pedagang perantara menyediakan nelayan skala kecil suatu jaringan menuju pasar eksternal yang pada akhirnya mengurangi waktu dan upaya yang dibutuhkan untuk memasarkan produknya. Pedagang perantara juga menyediakan modal dalam bentuk kredit yang berfungsi sebagai akses prioritas pengaman terhadap produk ikan sesaat setelah ditangkap, sehingga memastikan pasokan produk stabil. Dalam bentuk keterikatan nelayan dengan pedagang, dikenal dua bentuk modal : 1 modal yang dipinjamkan oleh pedagang untuk proses produksi, misalnya bantuan perbaikan, atau pembelian alat tangkap, dan 2 sejumlah uang untuk menopang kehidupan nelayan ketika pendapatan berkurang akibat tidak bisa melaut atau hasil tangkapan berkurang. Walaupun ikan yang akan dijual merupakan hasil tangkapan nelayan, namun nelayan tidak memiliki hak sepenuhnya atas penetapan harga, dan walaupun ada negosiasi, namun pedagang pengumpul lebih mendominasi proses negosiasi tersebut. Selama proses penurunan loyang, pedagang pengumpul akan terus memperhatikan kondisi pasar untuk selanjutnya menentukan harga jual ke pedagang pengecer. Ketika proses tersebut selesai dan harga, serta cara pembayaran telah disetujui oleh pedagang pengumpul dan pedagang pengecer, maka pedagang pengecer akan mengangkut, atau memikul loyang yang berisi ikan ke lapak-lapak penjualannya untuk selanjutnya dijual. Cara pembayaran ikan oleh pedagang pengecer dapat dilakukan pada saat ikan diambil untuk dijual, atau setelah ikan habis terjual, tergantung dari kesepakatan bersama. Biaya transportasi ikan ke pasar ditanggung oleh nelayan, sementara pedagang pengumpul biasanya akan membeli satu-dua bungkus rokok, atau membayarkan segelas teh hangat dan sepiring nasi untuk nelayan dan anak buahnya yang membawa ikan pada saat itu. Sejumlah pedagang pengumpul lebih suka menjual ikan hasil tangkapan nelayan ke CS dari pada ke pedagang pengecer, karena selain urusannya lebih mudah, harganyapun stabil. Akan tetapi CS biasanya hanya menerima ikan cakalang dan layang dengan ukuran dan mutu tertentu. Harga ikan di pasar dapat berubah dalam hitungan jam, atau bahkan menit, tergantung dari jumlah dan mutu ikan. Pengamatan di lapangan menunjukkan ketika ikan banyak di pasar, dan hasil tangkapan nelayan tetap terus dibawa ke pasar, maka harga ikan tersebut hanya dapat sama atau lebih rendah dari harga sebelumnya, sekalipun mutunya lebih baik dari ikan yang ada di pasar. Apalagi bila ikan di pasar banyak, maka harga ikan yang baru dibawa akan lebih turun. Di pasar Mardika terdapat kurang lebih 50 orang yang berfungsi sebagai pedagang perantara dan hanya setengahnya yang memiliki ijin dari pengelola pasar. Hanya 5-8 orang pedagang pengumpul yang memegang lebih dari lima 5 jaring, dengan rata-rata satu jaring menghasilkan 25-30 loyang. Setengah dari jumlah pedagang pengumpul tersebut memegang 3-5 jaring, sementara sisanya tidak sampai tiga 3 jaring. Dalam setiap kegiatan ekonomi, modal adalah unsur yang harus sangat diperhitungkan, baik modal bergerak, atau tidak bergerak. Sistem yang telah terbangun sejak lama dalam proses pemasaran produk perikanan segar mengakibatkan peran pedagang perantara tidak dapat dilihat hanya sebagai pelengkap, yang berarti, walau tanpa kehadiran sub sistem ini, proses pemasaran akan tetap berjalan lancar. Sebagian besar pedagang pengumpul yang juga berfungsi sebagai pedagang perantara pada awalnya memulai fungsinya ini sebagai pedagang pengecer juga. Sebelum terbangun sistem seperti ini, para pedagang pengecer harus membeli ikan yang nantinya dijual ke nelayan di pinggir pantai. Itu berarti bahwa pedagang pengecer harus berada di pinggir pantai pada pagi buta. Setelah ikan dibeli, pedagang ikan harus segera ke pasar untuk kemudian menjual ikannya. Ikan dapat langsung dibayar pada saat diambil, atau setelah habis terjual, tergantung kesepakatan antara nelayan dengan pedagang. Seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi, saat ini setelah ikan hasil tangkapan nelayan didaratkan, ikan segera dibawa ke pasar. Pedagang pengumpul yang membawahi nelayan tersebut, sebelumnya telah berada di pasar untuk kemudian akan mengkoordinir penjualan ikan-ikan hasil tangkapan nelayan kepada pedagang pengecer. Pembayaran dilakukan sesuai kesepakatan, apakah pada saat pembelian atau setelah ikan habis terjual oleh pedagang pengecer. Pedagang pengecer produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah mempunyai beberapa cara dan strategi untuk menarik konsumen membeli ikan yang dijualnya. Cara yang lazim digunakan adalah dengan menambah satu 1, atau dua 2 ekor ikan kepada konsumen. Umumnya ikan dijual per tumpuk dengan harga Rp5 000 – Rp10 000 ketika ikan banyak dan Rp20 000 ketika ikan hanya sedikit di pasar. Menurunkan harga jarang sekali dilakukan pedagang ikan, namun ketika 1-2 ekor ikan ditambahkan kepada konsumen, secara tidak sengaja pedagang telah menurunkan harga jual ikan. Weisbuch et al. 2000 dalam penelitiannya tentang organisasi pasar dan hubungannya dengan perdagangan, menemukan bahwa keloyalan pembeli terhadap pedagang di pasar ikan Marseille terbagi atas dua 2 tipe: pembeli yang loyal terhadap satu pedagang dan pembeli yang cenderung memilih pedagang secara acak. Gallegati et al. 2011 menunjukkan bahwa tingkat keloyalan tersebut semakin meningkat apabila pembeli memperoleh ikan bermutu dengan harga yang diinginkan. Penelitian yang dilakukan oleh Cirillo 2012 di Boulogne Fish Market menunjukkan bahwa keloyalan dimiliki baik penjual dan pembeli, akan tetapi penjual lebih loyal terhadap pembeli daripada sebaliknya. Hal ini mungkin disebabkan oleh cukup besarnya agen dalam hubungannya dengan kuantitas yang diperdagangkan. Sejumlah pembeli akan secara acak mencari penjual yang dapat memuaskan keinginannya, walau ia telah memiliki beberapa pedagang yang telah loyal kepadanya. Selanjutnya disimpulkan bahwa keloyalan turut memengaruhi harga, membangkitkan dispersi harga dan diskriminasi antar agen. Gambar 11 dan 12 memperlihatkan strategi pedagang menarik konsumen untuk membeli ikannya. Gambar di sebelah kiri memperlihatkan ada dua 2 tumpuk ikan, yang setiap tumpukannya dihargai Rp5 000 oleh pedagang. Setumpuk ikan telah dibersihkan kepala dan isi perut telah dibuang, sementara tumpukan lainnya dijual utuh lengkap dengan kepala. Ada konsumen yang lebih memilih tumpukan ikan yang telah bersih, karena waktu yang digunakan untuk membersihkan ikan dapat digunakan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya, namun ada juga konsumen yang memilih ikan yang masih utuh, karena selain memang menyenanginya, potongan kepala ikan dan isi perut digunakan untuk makanan ternak. Tumpukan ikan yang disusun dengan menggunakan potongan bambu Gambar 12 bertujuan untuk menarik perhatian konsumen, karena umumnya hanya ikan yang benar-benar segar saja yang dapat disusun dengan bilah-bilah bambu. Apabila ikan yang benar-benar segar disusun tidak menggunakan Gambar 11 Tumpukkan ikan yang masih utuh, maupun yang telah dikeluarkan kepala dan isi perutnya. Gambar 12 Tumpukkan ikan yang disusun dengan menggunakan potong- an bambu. penyanggah bambu, maka ikan-ikan tersebut akan tergelincir, karena licin akibat adanya lendir yang dikeluarkan dari dalam tubuhnya, sehingga akhirnya tidak tersusun dengan rapi.

5.1.5 Analisis Keragaan Pasar Market Performance Ikan Segar di

Kawasan Maluku Tengah Analisis keragaan pasar ikan segar di Kawasan Maluku Tengah diukur berdasarkan efisiensi harga yang meliputi margin pemasaran.

5.1.5.1 Margin Pemasaran

Margin pemasaran adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang dibayar kepada penjual pertama dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir Hanafiah dan Saefuddin, 2006. Walau dipahami bahwa di Kawasan Maluku Tengah terdapat lima 5 bentuk saluran pemasaran, namun empat 4 saluran pemasaran pertama adalah yang paling lazim digunakan oleh nelayan maupun pedagang pengumpul. Hal ini disebabkan karena CS yang berfungsi sebagai tempat pengumpulan ikan untuk dikirim ke pedagang besar di Surabaya dan selanjutnya diekspor ke Luar Negeri, hanya membeli ikan dengan jenis, ukuran dan kualitas tertentu. Oleh karena itu, perhitungan margin pada Tabel 23 hanya dijabarkan berdasarkan empat 4 bentuk saluran pemasaran pertama. Dari tabel tersebut terlihat bahwa apabila saluran pemasaran pendek, maka nelayan akan menerima bagian yang lebih besar, sehingga margin pemasaran kecil. Sebaliknya, suatu saluran pemasaran yang panjang dapat mengakibatkan penerimaan nelayan menjadi kecil dan margin pemasaran menjadi besar. Hanafiah dan Saefuddin 2006 menyatakan bahwa panjang pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu hasil perikanan tergantung pada beberapa faktor, antara lain : Tabel 23 Perhitungan margin pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah No Uraian Nelayan Pedagang Pengumpul CS Pedagang Pengecer Konsu- men Total 1 Saluran 1 - Harga Beli Rpkg - - - - 9 000 - - Harga Jual Rp kg 9 000 - - - - - - Margin Pemasaran - - - - - 2 Saluran 2 - Harga Beli Rpkg - - - 10 000 14 000 - - Harga Jual Rp kg 10 000 - - 14 000 - - - Margin Pemasaran - - - 4 000 - 4 000 3 Saluran 3 - Harga Beli Rpkg - 8 124 - 10 000 14 000 - - Harga Jual Rp kg 8 124 10 000 - 14 000 - - - Margin Pemasaran - 1 876 - 4 000 - 5 876 4 Saluran 4 - Harga Beli Rpkg - 8 124 15 000 20 000 25 000 - - Harga Jual Rpkg 8 124 12 500 20 000 25 000 - - - Margin Pemasaran - 4 376 5 000 5 000 - 14 000 Sumber : Hasil analisis data primer 2011 a. Jarak antara produsen dan konsumen. Makin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh produk. Produsen dan pasar konsumen produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah ada yang letaknya berdekatan, namun tak sedikit pula yang berjauhan. b. Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak harus segera diterima konsumen, dengan demikian membutuhkan saluran pendek dan cepat. c. Skala produksi. Bila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil, maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, maka hal tersebut tidak menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar. Dalam keadaan demikian kehadiran pedagang perantara diharapkan, sehingga saluran pemasaran yang dilalui cenderung menjadi panjang. d. Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung untuk memperpendek saluran tataniaga, karena sejumlah fungsi pemasaran dapat dilakukannya sendiri dibandingkan dengan pedagang yang posisi modalnya lemah. Dengan kata lain, pedagang yang memiliki modal kuat cenderung memperpendek saluran pemasaran.

5.2 Analisis

Fisherman’s share Salah satu indikator yang cukup berguna untuk mengetahui efisiensi pasar produk perikanan adalah membandingkan bagian yang diterima nelayan fishermen’s share dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir dan sering dinyatakan dalam persentase. Umumnya, bagian yang diterima nelayan akan menjadi lebih sedikit apabila jumlah pedagang perantara bertambah panjang. Tabel 24 Fisherman’s share pemasaran ikan segar Saluran Pemasaran Harga di Tingkat Nelayan Rp Harga di Tingkat Konsumen Rp Fishermen’s Share Saluran Pemasaran 1 9 000 9 000 100.00 Saluran Pemasaran 2 10 000 14 000 71.43 Saluran Pemasaran 3 8 124 14 500 58.03 Saluran Pemasaran 4 8 124 25 000 32.50 Sumber : Hasil analisis data primer 2011 Perhitungan Fishermen’s share bertujuan untuk mengetahui besarnya bagian yang diterima nelayan sebagai produsen pada setiap saluran pemasaran yang terjadi. Share nelayan terbesar terdapat di saluran pemasaran pertama, yang terdiri dari nelayan, pedagang pengecer dan konsumen Tabel 24. Dengan demikian terlihat bahwa semakin panjang suatu saluran pemasaran, semakin kecil share yang diperoleh nelayan sebagai produsen. Hanafiah dan Saefuddin 2006 menyatakan bahwa banyak orang berpendapat terlampau banyak pedagang perantara yang bersaing pada setiap tindakan dalam proses pemasaran adalah pemborosan dan tidak ada gunanya. Jumlah perantara yang lebih sedikit dianggap akan bekerja dengan biaya per satuan yang lebih rendah, sehingga mengurangi biaya pemasaran dan memperbesar efisiensi. Akan tetapi perlu disadari juga bahwa pengurangan pedagang perantara yang bersaing dapat menyebabkan pilihan konsumen terbatas dan mungkin konsumen terpaksa menerima layanan yang lebih buruk dan produk bermutu rendah. Demikian pula dengan anggapan bahwa terlampau banyak pedagang perantara yang bekerja pada saluran pemasaran secara vertikal akan menambah biaya pemasaran dan sebaliknya makin sedikit pedagang perantara makin cepat, makin murah dan makin efisien suatu produk disalurkan ke konsumen. Namun dengan sifat produk perikanan yang banyak dihasilkan di daerah terpencar dan jauh dari konsumen sering mengakibatkan banyak pedagang perantara yang diperlukan untuk bekerja pada tingkat berbeda dalam proses pemasaran.

5.3 Integrasi Pasar Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah

Integrasi pasar merupakan salah satu indikator untuk mengetahui efisiensi pasar Heytens diacu dalam Adiyoga et al., 2006. Ketika pasar belum terintegrasi, sehingga mengakibatkannya tidak efisien, maka kebijakan pemerintah sangat diperlukan. Indikasi ketidakefisienan suatu pasar adalah perbedaan harga yang masih relatif besar antar daerah untuk harga di tingkat produsen, maupun konsumen. Integrasi harga spasial dapat diartikan sebagai transmisi harga antar pasar, yang direfleksikan dalam perubahan harga di pasar berbeda geografis untuk komoditi yang sama. Ravallion 1986 mengatakan bahwa jika terjadi perdagangan antara dua 2 wilayah, kemudian harga di wilayah yang mengimpor komoditi sama dengan harga di wilayah yang mengekspor komoditi, ditambah dengan biaya transportasi yang timbul akibat perpindahan di antara keduanya, maka dapat dikatakan di antara kedua pasar tersebut terjadi integrasi spasial.

5.3.1 Jenis Ikan yang Dominan Dijual di Pasar di Kawasan Maluku Tengah

Tiga 3 jenis ikan dominan dijual di beberapa pasar di Kota Ambon maupun Kawasan Maluku Tengah pada bulan Mei hingga September 2011, ditunjukkan oleh Gambar 13. Terlihat bahwa umumnya ikan yang dominan dijual pada saat itu adalah Selar, Layang, Cakalang, Tongkol dan Madidihang, dengan rata-rata harga per kg berturut-turut Rp17 046, Rp16 566, Rp18 833, Rp16 421 dan Rp17 109. Penangkapan ikan cakalang banyak menggunakan alat tangkap pole and line huhate, sementara ikan Selar, Layang dan Tongkol ditangkap dengan menggunakan purse seine. Sumber : Analisis data primer 2011 Gambar 13 Tiga jenis ikan dominan yang dijual di beberapa pasar di Kawasan Maluku Tengah pada bulan Mei hingga September 2011. Dalam buku Tahunan Statistik Perikanan Provinsi Maluku 2009, dinyatakan bahwa sepanjang tahun 2009 di Provinsi Maluku, ikan Cakalang diproduksi terbanyak 35 717.2 ton, diikuti Tongkol 32 243.4 ton, Layang 28 308.1 ton, Kembung 10 072.5 ton, Madidihang 10 863.3 ton dan Selar 8 283 ton. Sementara pada tahun 2010, produksi ikan Cakalang masih yang terbanyak 35 952.4 ton, kemudian Layang sebanyak 27 798.2 ton, Tongkol 23 645.2 ton, Kembung 14 838.6 ton, Selar 7 554.6 ton dan Madidihang 6 769.9 ton. Ikan Cakalang bukan merupakan satu 1 dari tiga 3 ikan dominan yang dijual di pasar Leihitu, walaupun alat tangkap ikan cakalang banyak terdapat di Leihitu dan sekitarnya, karena mungkin di daerah tersebut terdapat PT Aneka Tata Bahari yang adalah perusahaan perikanan di bidang penyimpanan Cool Storage, sehingga ikan Cakalang lebih banyak dijual ke perusahaan tersebut. Ikan yang berada di pasar Mardika umumnya dibawa dari sentra-sentra produksi seperti Latuhalat dan sekitarnya Kecamatan Nusaniwe, Salahutu dan Leihitu 20 40 60 80 100 120 140 Pa s a r M a rdik a Se la r Cak a la ng Pa s a r Pa s s o Cak a la ng La y a ng Pa s a r Sa la hu tu Sela r La y a ng Pa s a r Le ih itu La y a ng To ng k ol Pa s a r Bina y a Se la r La y a ng Pa s a r Piru Cak a la ng M a di di ha ng Pa s a r Bula C ak al an g Se la r Jum lah ke mu n culan d i p as ar Jenis ikan yang dominan dijual di pasar Selar Layang Cakalang Tongkol Madidihang Kabupaten Maluku Tengah, serta daerah Kecamatan Leitimur Selatan. Ikan dari Salahutu selain ditangkap di perairan Kecamatan Salahutu Desa Tulehu dan Waai, banyak juga dibawa dari pulau-pulau sekitar, seperti Haruku, Saparua, dan Nusalaut. Sementara ikan di daerah Leihitu, selain ditangkap di perairan Leihitu, sering juga dibawa dari Desa-desa di bagian barat Pulau Seram.

5.3.2 Dinamika Harga Ikan Segar

Gambar 14 menunjukkan dinamika harga produk perikanan selama empat 4 bulan penelitian Mei-September 2011. Terlihat dari gambar tersebut bahwa harga ikan di Kawasan Maluku Tengah sangat berfluktuasi. Gambar tersebut juga seakan menegaskan apa yang tertulis di Kompas 5 Desember 2011 bahwa harga produk perikanan di Maluku sangat berfluktuatif. Dari hasil pengamatan di lapangan, fluktuasi harga produk perikanan tersebut bisa terjadi dalam hitungan jam, atau menit tergantung dari banyaknya ikan yang terdapat di pasar, jumlah konsumen yang berbelanja, tidak diterapkannya rantai dingin pada produk selama proses berjualan dan lamanya waktu pedagang berjualan. Di pagi hari ketika jumlah ikan yang dijual di pasar masih sedikit, harga biasanya tinggi. Namun dengan bertambahnya waktu dan semakin banyak ikan yang dibawa ke pasar, maka harganya akan cenderung turun. Dengan sifat dan karakteristik ikan yang mudah busuk, maka apabila dalam penjualannya, pedagang tidak menerapkan rantai dingin, mengakibatkan semakin menurun mutu ikan sehingga turut menurunkan harganya. Hal ini akan diperparah apabila pedagang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghabiskan dagangannya, karena semakin siang, biasanya harga ikan semakin menurun. Di pasar tradisional di kota Ambon maupun kawasan Maluku Tengah, ikan tidak dijual dalam satuan kilogram, melainkan dalam satuan tumpuk untuk ikan-ikan kecil seperti Selar Selaroides sp, Layang Decapterus sp, Sardin Rastrelliger sp dan lainnya. Sementara untuk ikan-ikan besar seperti Cakalang Katsuwonus pelamis, Madidihang Thunnus sp, atau Tongkol Auxis thazard lebih banyak dijual dalam satuan ekor. Namun tidak jarang pula ditemui pedagang menjual potongan ikan Cakalang, atau Madidihang dengan ukuran ± 5 x 5 cm dengan tebal 1.5 cm sebanyak 8-10 potong yang dijual per tumpuk Rp10 000 pada musim banyak ikan atau Rp20 000 pada musim susah ikan. Tindakan ini merupakan salah satu strategi pedagang dalam menjual ikan ketika harganya dianggap konsumen terlalu mahal. Harga per tumpuk ikan biasanya relatif stabil, yaitu Rp10 000, Rp15 000, hingga Rp20 000, namun jumlah dan ukuran ikan dalam tumpukan tersebut bervariasi mengikuti kondisi pasar dan mutu ikan. Ikan Cakalang, atau Madidihang juga sering dijual dalam bentuk belahan dua 2 atau empat 4, memanjang dari kepala hingga ekor, yang harganya tergantung pada ketersediaan ikan di pasar pada saat itu. Gambar 14 juga menunjukkan bahwa pada umumnya trend kenaikan maupun penurunan harga terjadi hampir secara bersamaan di pasar-pasar tersebut, walaupun besar kenaikan, maupun penurunan tersebut tidak sama. Kondisi terendah pada harga Rp4 966.67 yang terjadi pada hari ke 56 dan 84, atau pada bulan Juli dan Agustus di pasar Leihitu. Sementara harga tertinggi terjadi di pasar Salahutu pada hari ke 2 dan 27. Sumber : Analisis data primer 2011 Gambar 14 Fluktuasi harga ikan segar di beberapa pasar di Kawasan Maluku Tengah. Pada pagi hari ketika ikan di pasar hanya sedikit, maka biasanya ikan dijual Rp20 000, per tumpuk. Seiring dengan bertambahnya waktu dan semakin banyak ikan dibawa ke pasar, harga dapat berkurang, atau jumlah ikan dalam tumpukan dapat bertambah. Apabila mutu ikan yang dijual mulai menurun, maka Hari Pengamatan R at aan H arga Ikan R pK g pedagang tidak memiliki pilihan selain menambah jumlah ikan dalam tumpukan, sehingga jika dikonversikan ke satuan kilogram, harga ikan akan lebih murah lagi. Harga rataan ikan di pasar Leihitu berada di bawah pasar lainnya. Ikan umumnya dijual dalam satuan tumpuk seharga Rp5 000 –10 000, namun ketika dikonversikan ke dalam satuan kilogram, harga ikan jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga ikan di pasar-pasar lainnya. Hal ini mungkin disebabkan kapasitas penawaran produk perikanan melebihi permintaannya. Dari Buku Tahunan Statistik Perikanan Provinsi Maluku Tahun 2010 terlihat bahwa Rumah Tangga Perikanan RTP terbanyak di Provinsi Maluku terdapat di Kabupaten Maluku Tengah 14 502 unit. Dari jumlah tersebut, RTP terbanyak di Kabupaten Maluku Tengah terdapat di Kecamatan Leihitu 2 714 unit dan 48 unit di Kecamatan Leihitu Barat, sementara jumlah nelayan tangkap masing-masing Kecamatan, 4 365 orang dan 1 522 orang. Dengan kenyataan tersebut, maka bukanlah suatu hal yang mustahil, apabila harga ikan di pasar Leihitu berada di bawah harga rataan ikan di pasar-pasar lainnya. Penawaran dan permintaan akan suatu produk menentukan, apakah harga produk tersebut berada di atas, atau di bawah harga tingkat umum. Jika penawaran dari dan permintaan akan suatu produk sama dengan penawaran dari dan permintaan akan keseluruhan produk, maka harga-harga dari setiap produk akan mendekati tingkat yang sama dari semua harga. Namun jika penawaran suatu produk relatif lebih besar dari permintaannya, maka harga barang tersebut secara relatif akan berada di bawah tingkat harga umum dan sebaliknya apabila penawaran dari suatu barang lebih kecil dari permintaannya, maka harga barang tersebut secara relatif akan berada di atas tingkat harga umum Hanafiah dan Saefuddin, 2006. Ketika musim ikan, jumlah ikan yang ditawarkan oleh pedagang banyak sehingga harganya berada di bawah harga tingkat umum. Harga ikan Sardin Rastrelliger sp atau Layang Decapterus sp sebanyak satu 1 tas kresek besar mencapai Rp5 000. Padahal tingkat kesukaan, atau preferensi seseorang, kemampuan konsumsi yang terbatas dan sifat karakteristik ikan yang mudah busuk mengakibatkan ikan tidak dapat dibeli banyak, walaupun harganya murah.

5.3.3 Tingkat Integrasi Pasar Produk Perikanan di Kawasan Maluku Tengah

Hasil analisis regresi pengujian integrasi pasar produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah ditunjukkan oleh Tabel 25 dan 26. Ketika Pasar Mardika dijadikan sebagai pasar acuan dan pasar Salahutu, Leihitu, Passo, Piru, Binaya dan Bula dijadikan sebagai pasar pengikut, terlihat bahwa nilai koefisien 1 + b 1 pada rataan harga tiga 3 jenis ikan yang dominan dijual pada pasar-pasar lokal atau pengikut i tersebut pada waktu t-1 P 3it-1 masing-masing adalah 0.550, 0.206, 0.250, 0.585, 0.678 dan 0.151. Hasil nyata yang ditunjukkan 1+b 1 ≠ 0 mengindikasikan bahwa seluruh pasar pengikut tersegmentasi secara temporal dengan pasar Mardika sebagai pasar acuan. Tabel 25 Hasil analisis pengujian integrasi pasar dengan Pasar Mardika sebagai pasar acuan Pasar Pengikut Koefisien Intersep P 3it-1 P 3t – P 3t-1 P 3t-1 IMC R 2 Df Pasar acuan : Mardika Ambon Salahutu 5 874.387 0.550 0.119 0.174 4.122 0.411 106 Leihitu 6 809.358 0.206 0.013 -0.022 5.289 0.049 106 Passo Ambon 17 973.739 0.250 -0.035 -0.141 3.196 0.171 106 SBB 1 676.176 0.585 0.228 0.387 7.657 0.682 106 Binaya 1 028.769 0.678 0.203 0.305 4.498 0.781 106 SBT 16 477.682 0.151 -0.026 0.023 8.992 0.026 106 nyata pada α 0.05 Sumber : Hasil analisis 2011 Selanjutnya pada analisis b 2 yang merupakan ukuran derajat perubahan harga di pasar acuan yang ditransmisi ke pasar regional P 3t – P 3t-1 , diperoleh bahwa seluruh pasar pengikut menunjukkan hasil yang nyata, karena keseluruhan nilai b 2 ≠1. Itu berarti bahwa seluruh pasar tidak terintegrasi secara spasial dalam jangka panjang. Integrasi harga spasial dapat diartikan sebagai transmisi harga antar pasar, yang direfleksikan dalam perubahan harga di pasar yang berbeda secara geografis untuk komoditi yang sama. Menurut Ravallion 1986, jika terjadi perdagangan antara dua 2 wilayah, kemudian harga di wilayah yang mengimpor komoditi sama dengan harga di wilayah yang mengekspor komoditi, ditambah dengan biaya yang timbul karena perpindahan di antara keduanya maka dapat dikatakan keduanya terjadi integrasi spasial. Pengujian koefisien b 3 -b 1 untuk rataan harga tiga 3 jenis ikan yang dominan dijual di pasar acuan pada waktu t-1 P 3t-1 menunjukkan bahwa keseluruhan pasar menunjukkan hasil yang nyata, karena seluruh nilai koefisien b 3 -b 1 ≤ 0. Nilai negatif hasil perhitungan koefisien b 3 -b 1 dari masing-masing pasar, Pasar Salahutu -0.376, pasar Leihitu -0.228, pasar Passo -0.391, pasar Piru -0.198, pasar Binaya -0.373 dan pasar Bula -0.128 mengartikan bahwa seluruh pasar tidak terintegrasi secara spasial dalam jangka pendek. Ketidakterintegrasi pasar-pasar tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapatnya aliran informasi flow of information pasar, meskipun mungkin ada aliran produk flow of product antar pasar tersebut. Ketika penelitian ini dilakukan, hampir di seluruh pelosok di Provinsi Maluku mengalami hujan dan angin kencang yang mengakibatkan laut bergelombang. Hujan dan angin kencang, ditambah dengan terbatasnya infrastruktur informasi pada saat itu, sering mengakibatkan terjadinya gangguan dalam berkomunikasi. Padahal dengan komunikasi yang baik, pedagang dapat memperoleh informasi untuk menunjang kegiatan penjualan. Kesukaan masyarakat Maluku akan ikan yang tingkat kesegarannya tinggi juga turut memengaruhi pedagang untuk hanya menjual ikan di pasar-pasar terdekat. Apalagi bila dalam proses penangkapan, nelayan tidak menerapkan rantai dingin yang baik, sehingga produk dengan cepat dapat mengalami kemunduran mutu. Kondisi laut yang bergelombang pada saat itu juga, mengakibatkan hasil tangkapan nelayan tidak banyak, sehingga hanya dijual di pasar-pasar lokal. Ketidakterintegrasi Pasar Binaya maupun pasar Piru dengan pasar Mardika juga diduga disebabkan oleh umur kedua pasar tersebut. Sebagai pasar yang berada di kabupaten yang tertua di Pulau Seram, Binaya telah mempunyai pangsa pasar tersendiri. Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan daerah-daerah ini telah dilihat sebagai pasar potensial di Kawasan Maluku Tengah. Peningkatan jenis dan jumlah transportasi yang menghubungkan Pulau Seram dengan Pulau Ambon, maupun pulau Ambon dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia juga telah membawa dampak positif bagi pembangunan ekonomi masyarakat di kedua Kabupaten tersebut, yang pada akhirnya juga turut meningkatkan daya beli masyarakat. Tidak terintegrasinya pasar-pasar pengikut dengan pasar acuan, dalam hal ini pasar Mardika, mengakibatkan belum efisiennya sistem pemasaran di pasar- pasar tersebut. Pedagang cenderung untuk menentukan harga lebih tinggi, atau rendah dari harga normal. Rosyidi 2011 menyatakan bahwa harga terjadi karena dua 2 faktor yang terdapat bersama-sama dalam barang, atau jasa yang dijual, yakni faktor manfaat dan kelangkaan. Dari kedua faktor tersebut muncullah pengertian bahwa harga terbentuk karena seimbangnya permintaan dan penawaran. Berbedanya pola permintaan yang dihadapi oleh produsen mengakibatkan perbedaan kurva permintaan individual bahkan permintaan pasar. Sifat dan karakteristik produk perikanan yang musiman dan mudah busuk, apalagi jika pada produk tersebut tidak diterapkan perlakuan rantai dingin yang pada akhirnya turut mempengaruhi harga dan pola permintaan seseorang. Walaupun jarak pasar Passo dekat dengan pasar Mardika dibandingkan jarak pasar lainnya dengan pasar Mardika, namun pasar ini juga tidak terintegrasi dengan pasar Mardika lebih disebabkan oleh kosumen yang berbelanja di pasar ini memiliki kelas segmen tersendiri. Hasil analisis pengujian integrasi pasar dengan pasar Binaya yang terletak di Kabupaten Maluku Tengah sebagai pasar acuan, ditunjukkan pada Tabel 26. Pasar Salahutu dan Leihitu secara geografis yang terletak di Pulau Ambon, namun secara administratif tergabung dengan Kabupaten Maluku Tengah yang terletak di Pulau Seram, bersama pasar Piru di Kabupaten Seram Bagian Barat dan pasar Bula di Kabupaten Seram Bagian Timur, dijadikan pasar lokal atau pengikut i. Koefisien 1 + b 1 pada rataan harga tiga 3 jenis ikan yang dominan dijual di pasar-pasar lokal atau pengikut i tersebut pada waktu t-1 P 3it-1 menunjukkan hasil yang nyata, dimana 1 + b 1 ≠ 0 yang berarti bahwa pasar Binaya sebagai pasar acuan dengan masing-masing pasar pengikut tersebut tidak terintegrasi secara temporal. Analisis koefisien b 2 yang menunjukkan transmisi perubahan harga antara pasar acuan dengan pasar regional P 3t – P 3t-1 menghasilkan nilai yang nyata dan berada di antara angka 0 dan 1. Nilai koefisien b 2 dari Pasar Piru 1,090 mengartikan bahwa pasar ini lebih terintegrasi secara spasial dalam jangka panjang dengan pasar Binaya dibandingkan dengan pasar lain, dimana pasar Binaya sebagai pasar acuan. Sementara pasar Salahutu menunjukkan angka 0.034, pasar Leihitu 0.067 dan Bula 0.202 menggambarkan bahwa transmisi perubahan harga antara pasar Binaya di Kabupaten Maluku Tengah dengan pasar Piru di Kabupaten Seram Bagian Barat lebih cepat dibandingkan dengan pasar-pasar pengikut lainnya. Tabel 26 Hasil analisis pengujian integrasi pasar dengan Pasar Binaya sebagai acuan Pasar Pengikut Koefisien Intersep P 3it-1 P 3t – P 3t-1 P 3t-1 IMC R 2 Df Pasar acuan : Binaya Maluku Tengah Salahutu 5 578.491 0.541 0.034 0.175 4.210 0.423 106 Leihitu 6 321.945 0.209 0.067 0.005 5.926 0.055 106 SBB 23.843 0.114 1.090 0.911 0.317 0.948 106 SBT 16 252.852 0.150 0.202 0.035 10.000 0.051 106 nyata pada α 0.05 Sumber : Hasil analisis 2011 Pengujian koefisien b 3 -b 1 untuk rataan harga tiga 3 jenis ikan yang dominan dijual di pasar acuan pada waktu t-1 P 3t-1 menunjukkan bahwa keseluruhan pasar menunjukkan hasil nyata, karena seluruh nilai koefisien b 3 -b 1 ≠ 0 dan b 3 -b 1 0. Koefisien b 3 -b 1 menunjukkan nilai negatif pasar Salahutu -0.366, Leihitu -0.204 dan Bula -0.015 mengartikan bahwa seluruh pasar tersegmentasi dalam jangka pendek. Pasar Piru yang menunjukkan nilai 0.797 mengartikan bahwa Pasar Piru lebih terintegrasi dengan pasar Binaya dalam jangka pendek dibandingkan dengan pasar-pasar pengikut lainnya dengan pasar Binaya. Ketika Pasar Mardika dijadikan sebagai pasar acuan, maka nilai Integration Market Coeficient IMC pasar Salahutu, Leihitu, Passo, SBB, Binaya dan SBT yang merupakan pasar pengikut reference market menunjukkan angka 1 Tabel 25. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tidak terjadi integrasi jangka pendek antara harga ikan di pasar acuan Mardika dengan pasar-pasar lainnya sebagai pasar pengikut. Nilai IMC yang jauh lebih kecil dari 0 menunjukkan derajat integrasi lemah, atau bahkan tidak ada sama sekali. Dengan demikian, perubahan harga yang terjadi di pasar Mardika tidak dapat ditransmisikan dengan baik ke seluruh pasar pengikut. Untuk tiba di pasar Mardika yang terletak di pusat Kota Ambon, produk perikanan hasil tangkapan nelayan Kecamatan Salahutu dan sekitarnya, nelayan Kecamatan Leihitu dan sekitarnya, nelayan Kecamatan Leitimur Selatan dan sekitarnya harus melewati sejumlah pasar, termasuk pasar-pasar yang menjadi lokasi penelitian ini. Sejumlah ikan akan diturunkan terlebih dahulu di pasar-pasar tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang tinggal danatau berbelanja di pasar tersebut. Karenanya perubahan harga yang terjadi di pasar Mardika tidak dapat tertransmisikan dengan baik ke pasar-pasar pengikut tersebut. Hanafiah dan Saefuddin 2006 menyatakan bahwa harga terbentuk dari hasil kerjasama banyak faktor, yang digolongkan ke dalam kekuatan penawaran dan permintaan yang besarnya tidak tetap, tetapi berubah-ubah baik dalam jangka pendek maupun panjang. Perubahan permintaan dalam jangka pendek biasanya disebabkan oleh perubahan dalam harga barang pengganti, perubahan dalam preferensi dan taste konsumen dan dalam jangka panjang terjadi karena pertambahan penduduk, perubahan pendapatan per kapita dan perubahan kebiasaan membeli dari konsumen. Sementara perubahan penawaran dalam jangka pendek sering tergantung pada kebutuhan penjual akan uang, biaya penyimpanan dan perkiraan tentang harga-harga mendatang, sedangkan dalam jangka panjang sangat tergantung pada kesediaan produsen untuk memproduksi barangnya. Selain itu, tingkat harga suatu barang di pasaran turut ditentukan oleh tingkat harga umum. Apabila tingkat harga umum rendah, maka harga produk tersebut cenderung rendah, sebaliknya bila tingkat harga umum tinggi, maka harga produk tersebut cenderung tinggi pula. Ketika pasar Binaya yang terdapat di Masohi Maluku Tengah dijadikan pasar acuan bagi pasar Salahutu, Leihitu, Piru dan Bula, hanya nilai IMC di pasar Piru yang memberikan nilai positif dan mendekati nilai 0 Tabel 26. Pasar Salahutu dan Leihitu yang walau terletak di pulau Ambon, namun secara administratif merupakan pasar tingkat Kecamatan pada Kabupaten Maluku Tengah. Hal ini mengakibatkan nelayan-nelayan yang ada di sentra produksi Leihitu dan Salahutu lebih mudah mendistribusikan hasil tangkapannya ke Kota Ambon dibandingkan ke Masohi sebagai pusat Kabupaten Maluku Tengah, akibat ketersediaan sarana transportasi yang lebih mudah dengan harga lebih murah. Jumlah penduduk di Kota Ambon yang lebih banyak dari Kabupaten Maluku Tengah, sementara produksi perikanan Kabupaten Maluku Tengah yang lebih besar dari Kota Ambon, juga turut mengakibatkan nelayan-nelayan yang ada di Leihitu dan Salahutu lebih memilih untuk memasok produksi tangkapannya ke pasar-pasar di Kota Ambon dari pada dibawa ke pusat Kabupaten Maluku Tengah Masohi. Tabel 27 Rangkuman hasil pengujian integrasi pasar ikan segar di Kawasan Maluku Tengah Pasar Acuan : Mardika Pasar pengikut Terintegrasi temporal Terintegrasi spasial jangka panjang Terintegrasi spasial jangka pendek Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Passo Salahutu Leihitu Piru Binaya Bula Pasar Acuan : Binaya Pasar pengikut Terintegrasi temporal Terintegrasi spasial jangka panjang Terintegrasi spasial jangka pendek Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Salahutu Leihitu Piru Bula Sumber : Hasil analisis 2011 Pengujian terhadap ketiga pasar lainnya seperti pasar Piru, Binaya dan Bula yang terletak di pulau Seram menunjukkan nilai negatif dan menjauhi angka 0. Secara umum, IMC yang bernilai mendekati 0 menunjukkan derajat integrasi pasar yang tinggi. Ini berarti bahwa perubahan harga di pasar Binaya ditransmisikan dengan baik ke pasar Piru. Rangkuman hasil analisis integrasi pasar Mardika, maupun pasar Binaya dengan pasar-pasar pengikut yang ada di Kawasan Maluku Tengah disajikan pada Tabel 27. Ketika dua pasar dinyatakan tidak terintegrasi, itu berarti pasar pengikut tidak dapat dengan cepat melakukan penyesuaian terhadap perubahan harga yang terjadi di pasar acuan. Hal ini disebabkan oleh tidak tersedianya sarana komunikasi yang cukup sehingga informasi tentang kondisi pasar tidak tersampaikan dengan baik. Padahal komunikasi merupakan salah satu faktor penentu integrasi pasar, selain transportasi dan karakteristik produk tersebut Munir 1997. Selain itu, penjualan ikan dalam satuan tumpuk turut mengakibatkan adanya perbedaan harga yang cukup besar, ketika harga ikan dikonversikan ke dalam satuan kilogram. Walaupun kelihatannya harga ikan di setiap pasar mirip, namun perbedaan jumlah dan berat ikan yang dijual mengakibatkan adanya perbedaan harga antar pasar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa selama efisiensi pemasaran tidak terjadi di pasar-pasar yang diuji, kecuali antara pasar Piru SBB dengan pasar Binaya Maluku Tengah. Hal ini mungkin disebabkan karena faktor-faktor pembentuk harga, karakteristik dan daya beli masyarakat di kedua daerah ini lebih mirip dibandingkan dengan faktor-faktor tersebut di pasar-pasar lainnya. Purwoto 2001 menyatakan, saat pasar belum berjalan efisien, kebijakan pemerintah sangat diperlukan agar harga bahan pangan terjangkau oleh daya beli masyarakat dan ketahanan pangan rumahtangga dapat terwujud.

5.4 Analisis Faktor Pembentukkan Harga Ikan Segar

Pengujian integrasi pasar produk perikanan yang didasarkan pada model Ravallion 1986 menunjukkan bahwa harga rataan tiga 3 jenis ikan yang dominan dijual, atau didaratkan pada pasar lokal atau pengikut i pada waktu t P 3it , dipengaruhi oleh harga rata-rata tiga 3 jenis ikan yang dominan dijual, atau didaratkan pada pasar lokal atau pengikut i pada waktu t-1 P 3it-1 , lag harga rata-rata tiga 3 jenis ikan yang dominan dijual di pasar acuan P 3t - P 3t-1 , serta harga rata-rata tiga 3 jenis ikan yang dominan dijual pada waktu t-1 di pasar acuan P 3t-1 . Berdasarkan hasil analisis pengujian integrasi pasar pada Tabel 25 dan 26, maka pembentukkan harga ikan segar di pasar-pasar di Kawasan Maluku Tengah dipengaruhi oleh : 1. Apabila Pasar Mardika Ambon adalah pasar acuan, maka harga ikan di pasar ini adalah P A , sedangkan harga ikan di masing-masing pasar pengikut adalah Pasar Passo P PS , Salahutu P S , Leihitu P L , Piru P SBB , Binaya P MT , dan Bula P SBT , sehingga model persamaannya sebagai berikut :

a. Pasar Passo P

PS = 17 973.74 + 0.250 1+b 1 – 0.035 b 2 – 0.141 b 3 - b 1 Peubah b 2 , atau lag harga rataan tiga 3 jenis ikan yang dominan dijual di pasar Mardika P 3At - P 3At-1 dan peubah b 3 -b 1 P 3At-1 menunjukkan nilai negatif -. Hal ini mengartikan bahwa setiap penambahan satu satuan lag harga rataan tiga 3 jenis ikan yang dominan dipasarkan di Pasar Mardika P 3At - P 3At-1 akan mengurangi harga ikan di Pasar Passo 0.035 ceterius paribus dan setiap penambahan nilai satu satuan harga rataan tiga 3 jenis ikan yang dominan dijual pada waktu t-1 atau hari sebelumnya di pasar Mardika P 3At-1 akan mengurangi harga ikan di pasar Passo 0.141 ceterius paribus. Berdasarkan persamaan di atas, maka harga ikan segar di Pasar Passo P PSt pada hari t ditentukan oleh harga ikan segar di Pasar tersebut pada hari sebelumnya P PSt-1 dan harga ikan di Pasar Mardika sebagai pasar acuan pada hari sebelumnya P Mt-1 .

b. Pasar Salahutu P

S = 5 874.39 + 0.5501+b 1 + 0.119 b 2 + 0.174b 3 -b 1 Bersama dengan Pasar Leihitu, Pasar Salahutu secara geografis terletak di Pulau Ambon, walau secara administratif keduanya berada di bawah Kabupaten Maluku Tengah yang terletak di Pulau Seram. Itu berarti bahwa transportasi dari Kecamatan Leihitu dan Salahutu ke Kota Ambon lebih mudah dan murah dibandingkan dengan transportasi dari kedua Kecamatan tersebut ke Kabupaten Maluku Tengah. Kebutuhan masyarakat Kota Ambon akan produk perikanan yang lebih banyak dari Kabupaten lainnya juga mengakibatkan produk hasil tangkapan nelayan di kedua Kecamatan ini dipasok ke Kota Ambon. Persamaan b di atas memperlihatkan bahwa nilai 1+b 1 yang merupakan koefisien rataan harga tiga 3 jenis ikan dominan yang dipasarkan di pasar Salahutu pada hari sebelumnya P 3St-1 , b 2 adalah koefisien lag rataan harga tiga 3 jenis ikan yang dominan dipasarkan di pasar Mardika P 3At - P 3At-1 dan b 3 -b 1 yang adalah koefisien rataan harga tiga 3 jenis ikan dominan yang dipasarkan pada hari sebelumnya di pasar acuan P 3At-1 menunjukkan nilai positif +. Masing-masing variabel pada persamaan b tersebut secara berturut-turut adalah 0.550, 0.119 dan 0.174. Ini mengartikan bahwa setiap penambahan satu satuan harga ikan di pasar Salahutu pada hari sebelumnya, akan menaikkan harga ikan di pasar tersebut 0.550 ceterius paribus. Penambahan satu satuan nilai b 2 yang adalah koefisien lag harga rata-rata tiga 3 jenis ikan yang dominan dipasarkan di pasar Mardika P 3At - P 3At-1 akan menaikkan harga ikan di pasar Salahutu 0.119 ceterius paribus, sementara penambahan satu satuan nilai b 3 -b 1 yang adalah koefisien rataan harga tiga 3 jenis ikan dominan yang dipasarkan pada hari sebelumnya di pasar MardikaP 3At-1 akan meningkatkan harga ikan di pasar Salahutu pada hari tersebut sebesar 0.174 ceterius paribus. Berdasarkan persamaan di atas, maka harga ikan segar di Pasar Passo P PSt pada hari ini ditentukan oleh harga ikan segar di Pasar tersebut pada hari sebelumnya P PSt-1 dan harga ikan di Pasar Mardika sebagai pasar acuan P Mt-1 pada hari sebelumnya.

c. Pasar Leihitu P

L = 6 809.36 + 0.206 1+b 1 + 0.013 b 2 – 0.022 b 3 - b 1 Persamaan c menunjukkan bahwa nilai b 3 -b 1 yang adalah koefisien rataan harga tiga 3 jenis ikan dominan yang dipasarkan pada hari sebelumnya di pasar Mardika P 3At-1 menunjukkan nilai -0.022 yang berarti bahwa setiap penambahan satu satuan rataan harga tiga 3 jenis ikan dominan yang dipasarkan pada hari sebelumnya di pasar Mardika P 3At-1 akan menurunkan harga di pasar Leihitu pada saat itu sebesar 0.022 ceterius paribus. Pembentukkan harga ikan segar di Pasar Leihitu hanya dipengaruhi oleh harga ikan segar di pasar tersebut pada hari sebelumnya.

d. Pasar Piru P

SBB = 1 676.18 + 0.585 1+b 1 + 0.228 b 2 + 0.387 b 3 - b 1

e. Pasar Binaya P

MT = 1 028.77 + 0.678 1+b 1 + 0.203 b 2 + 0.305 b 3 - b 1

f. Pasar Bula P

SBT = 16 477.68 + 0.151 1+b 1 – 0.026 b 2 + 0.023 b 3 - b 1 Dari persamaan pembentukkan harga di pasar Piru d, Binaya e dan Bula f, terlihat bahwa hampir semua peubah bernilai positif +, kecuali peubah