anak  perempuan  atau  saudara  perempuan  nelayan,  akan  langsung  membeli kebutuhan pokok rumah tangga seperti beras, minyak goreng dan lainnya, ketika
selesai  menjual  ikan. Nelayanpun biasanya  hanya dibelikan satu  1 atau dua 2 bungkus rokok.
3 Nelayan
–Pedagang Pengumpul–Pedagang Pengecer–Konsumen
Saluran  pemasaran  tipe  ini  banyak  kali  terjadi  dalam  pemasaran  produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah.  Banyak nelayan yang beroperasi dengan
alat  tangkap  purse  seine,  pole  and  line  dan  bagan  memilih  saluran  pemasaran seperti ini, karena alat tangkap seperti ini biasanya menangkap ikan dalam jumlah
banyak.  Antara  nelayan  dengan  pedagang  pengumpul  telah  terjalin  kesepakatan dan kerjasama dalam kurun waktu yang cukup lama.
Ketika  ketersediaan  ikan  di  pasar  dalam  jumlah  banyak,  nelayan  tidak perlu cemas akan kemungkinan ikan hasil tangkapannya tidak habis terjual. Pada
saat  ikan  hasil  tangkapan  nelayan  telah  dibawa  ke  pasar,  maka  tanggungjawab atas  ikanpun  berpindah  dari  nelayan  ke  pedagang  pengumpul.  Pedagang
pengumpul  selanjutnya  akan  menyalurkan  ikan  tersebut  ke  pedagang  pengecer untuk  kemudian  dijual  ke  konsumen.  Apabila  jumlah  ikan  di  pasar  sudah  terlalu
banyak  dan  pedagang  pengecer  tidak  lagi  mampu  menjualnya,  maka  ikanpun dibuang ke laut. Hal ini sering kali terjadi pada musim panen ikan.
Ketika  musim  susah  ikan,  nelayan  tetap  harus  menjual  ikan  hasil tangkapannya  ke  pedagang  pengumpul  tersebut,  walaupun  mungkin  tersedia
alternatif  lain  yang  dapat  memberikan  keuntungan  lebih  bagi  nelayan,  seperti menjual ke pedagang pengumpul lainnya.
4 Nelayan
–Pedagang Pengumpul–CS–Pedagang Pengecer–Konsumen
Setelah  ikan  dibawa  ke  pasar,  maka  tanggung  jawab  nelayan  atas  ikan hasil tangkapannya berpindah ke tangan para pedagang pengumpul.  Ketersediaan
ikan  yang  banyak  di  pasar  sehingga  dapat  menurunkan  harga  jual  ikan  dan kemampuan  para  pedagang  pengumpul  memprediksi  harga  membuatnya  segera
menyortir  ikan  yang  memenuhi  syarat  untuk  selanjutnya  dijual  ke  CS.    Tujuan utama  pembelian  ikan  oleh  CS  adalah  untuk  ekspor,  maka  hanya  jenis,  ukuran
dengan tingkat mutu tertentu yang diterima.
Pada  dasarnya  nelayan  dapat  saja  langsung  menjual  ikan  hasil tangkapannya ke CS ketika mengetahui ikan yang tersedia di pasar dalam jumlah
banyak dan melebihi daya beli konsumen, sehingga harga jualnya sangat rendah. Namun semalaman berada di tengah laut, sering membuat nelayan tidak lagi ingin
disibukkan  dengan  hasil  tangkapannya,  sehingga  lebih  memilih  untuk  menjual hasil  tangkapannya  kepada  pedagang  pengumpul.  Selanjutnya  pada  musim  ikan
susah,  pedagang  pengecer  membeli  ikan  dari  CS  untuk  kembali  dijual  kepada konsumen.
5 Nelayan
–Pedagang Pengumpul–CS–Pedagang Besar
Tujuan  utama  pembelian  ikan  oleh  CS  pada  dasarnya  adalah  dikirim  ke Pedagang  Besar  di  Surabaya.  Apabila  telah  mencapai  kuota  tertentu,  selanjutnya
ikan  diekspor  ke  luar  negeri.  Kelebihan  dan  kekurangan  dari  setiap  saluran pemasaran  ikan  segar  di  Kawasan  Maluku  Tengah  dirangkum  secara  sederhana
pada Tabel 21. Tabel  21  Karakteristik,  Kelebihan  dan  Kekurangan  Setiap  Jenis  Saluran
Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Tipe Saluran
Pemasaran Karakteristik
Kelebihan Kekurangan
1 Nelayan –
Konsumen 2
Nelayan–Pedagang Pengecer
– Konsumen
Konsumen  biasa- nya  tinggal  dekat
dengan nelayan Tangkapan sedikit.
Pedagang  pengecer adalah isteri, sauda-
ra atau anak perem- puan si nelayan
Hasil  tangkapan  segera terjual
Nelayan  dan  keluarga- nya  dapat  segera  menik-
mati penjualan
hasil tangkapan.
Penjualan  hasil  tang- kapan, seluruhnya dinik-
mati keluarga. Harga murah
Waktu  kerja  isteri  ne- layan bertambah.
Paceklik,  nelayan  sulit mendapat  bantuan  fi-
nansial
3 Nelayan–Pedagang
Pengumpul –
Pedagang Pengecer
– Konsumen
Hasil tangkapan
banyak. Hubungan  kerjasa-
ma  antara  nelayan dengan
pedagang pengumpul yang te-
lah  terbangun  sejak lama.
Setiba  di  pasar,  ikan menjadi  tanggungjawab
pedagang pengumpul. Ketika  musim  paceklik,
nelayan mendapatkan
bantuan  finansial  dari pedagang pengumpul.
Pedagang  pengumpul menentukan harga.
Terkadang  pembayaran tidak  dilaksanakan  pada
hari tersebut. Musim  paceklik,  nela-
yan  tetap  harus  menjual hasil  tangkapannya  pa-
da pedagang pengumpul tersebut.
Lanjutan Tabel 21 Tipe Saluran
Pemasaran Karakteristik
Kelebihan Kekurangan
4 Nelayan–
Pedagang Pengumpul
–CS– Pedagang
Pengecer –
Konsumen Hasil
tangkapan banyak.
Hubungan  kerjasa- ma  antara  nelayan
dengan pedagang
pengumpul telah ter- bangun sejak lama.
Harga  yang  ditentu- kan  CS,  tergantung
mutu dan jenis ikan.
Ketika musim
ikan, pedagang
pengecer  membeli ikan  beku  dari  CS,
untuk  selanjutnya menjualnya
ke konsumen
Setiba  di  pasar,  ikan menjadi  tanggungjawab
pedagang pengumpul. Ketika  musim  paceklik,
nelayan mendapatkan
bantuan  finansial  dari pedagang pengumpul.
Pedagang  pengumpul yang memutuskan, apa-
kah ikan dijual di pasar atau di CS.
Pedagang  pengumpul mengambil  10  dari
hasil penjualan di CS. Pada  musim  paceklik,
nelayan tetap
harus menjual  hasil  tangkap-
annya  pada  pedagang pengumpul tersebut.
5 Nelayan–
Pedagang Pengumpul
–CS– Pedagang Besar
Hasil tangkapan
banyak. Hubungan  kerjasa-
ma  antara  nelayan dengan
pedagang pengumpul  yang  te-
lah  terbangun  sejak lama.
Harga  yang  ditentu- kan  CS,  tergantung
mutu dan jenis ikan. Setiba  di  pasar,  ikan
menjadi  tanggungjawab pedagang pengumpul.
Ketika  musim  paceklik, nelayan
mendapatkan bantuan  finansial  dari
pedagang pengumpul. Pedagang  pengumpul
yang  memutuskan  apa- kah ikan dijual di pasar
atau di CS. Pedagang  pengumpul
mengambil  10  dari hasil penjualan di CS.
Pada  musim  paceklik, nelayan
tetap harus
menjual  hasil  tangkap- annya  pada  pedagang
pengumpul tersebut.
Sumber : Hasil analisis data primer 2011
5.1.4.2 Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran
Tabel  22  menjelaskan  tentang  fungsi-fungsi  pemasaran  yang  dilakukan oleh  masing-masing  lembaga  pemasaran  dalam  setiap  saluran  pemasaran  produk
perikanan yang tercipta di Kawasan Maluku Tengah. Fungsi pertukaran, terutama sub  fungsi  penjualan  dilakukan  oleh  semua  lembaga  pemasaran,  sedangkan  sub
fungsi  pembelian  tidak  dilakukan  oleh  nelayan.  Berbeda  dengan  pada  saluran pemasaran  lainnya,  nelayan  pada  saluran  pemasaran  pertama  tidak  melakukan
fungsi pengangkutan. Hal ini terjadi karena hasil tangkapan nelayan hanya sedikit dan  pedagang  pengecer  biasanya  adalah  isteri,  anak  perempuan,  atau  keluarga
dekat si nelayan.
Pada  saluran  kedua,  pedagang  pengumpul  tidak  melakukan  fungsi pengangkutan, karena biasanya nelayanlah yang membawa hasil tangkapannya ke
pasar.  Nelayan  hanya  membawa  hasil  tangkapannya  ke  pasar  dan  menyerahkan hasil tangkapan tersebut ke pedagang pengumpul. Dengan memperhatikan kondisi
pasar serta jenis  dan ukuran  ikan,  pedagang  pengumpul kemudian  memutuskan apakah hasil tangkapan nelayan akan dijual di pasar atau ke CS. Ketika pedagang
pengumpul memutuskan untuk menjual ikan hasil tangkapan nelayan ke CS, maka biaya pengangkutan ditanggung oleh pedagang pengumpul. Apabila diputuskan
Tabel 22 Fungsi-fungsi yang dilakukan lembaga pemasaran ikan segar
Saluran dan Lembaga
Pemasaran Fungsi-Fungsi Pemasaran
Pertukaran Fisik
Fasilitas Jual
Beli  Angkut  Simpan Sortasi  Risiko  Biaya
Infor masi
Pasar
Saluran 1:
-Nelayan
Saluran 2:
-Nelayan -Pedagang
Pengecer
Saluran 3:
-Nelayan -Pedagang
Pengumpul -Pedagang
Pengecer
Saluran 4:
-Nelayan -Pedagang
Pengumpul -CS
-Pedagang Pengecer
Saluran 5:
-Nelayan -Pedagang
Pengumpul -CS
Sumber : Hasil analisis data primer 2011 untuk  dijual  di  pasar,  maka  sambil  memperhatikan  keadaan  pasar,  pedagang
pengumpul  segera  menentukan  harga  dan  mendistribusikan  ikan  hasil  tangkapan
nelayan  kepada  pedagang  pengecer.  Fungsi  risikopun  beralih  dari  pedagang pengumpul kepada pedagang pengecer.
Ketika  pasar  berangsur  sepi  karena  pembeli  mulai  berkurang  dan  ikan tidak  habis  terjual,  maka  pedagang  pengecer  akan  menjual  ikan  dengan  harga
lebih murah, atau bahkan di bawah biaya marginal walau harus merugi, daripada dibuang.  Namun  apabila  yang  tidak  habis  terjual  adalah  ikan  cakalang
Katsuwonus pelamis, tatihu Thunnus sp atau jenis-jenis ikan karang, maka ikan tersebut  akan  disimpan  dalam  kotak-kotak  penyimpanan  yang  berisi  es  untuk
selanjutnya  dijual  kembali  pada  keesokan  harinya.  Pada  keesokan  harinya  para pedagang pengecer tersebut akan datang secepat mungkin untuk kembali menjual
ikan  yang  disimpan,  sebelum  ikan  hasil  tangkapan  nelayan  semalam  dibawa  di pasar.
Pada  saat  musim  ikan  dan  ikan  di  pasar  terdapat  dalam  jumlah  banyak, tidak jarang ikan harus dibuang ke laut akibat ketidakmampuan masyarakat untuk
mengonsumsinya  dan  sifatnya  yang  mudah  busuk.  Pedagang  pengumpul  harus menanggung risiko atas kondisi tersebut, apabila ikan belum dibeli oleh pedagang
pengecer.  Pada  saat  musim  ikan,  pedagang  pengecer  hanya  mampu  menjual  1-2 loyang 30-50 kg, sementara pada musim susah ikan, pedagang pengecer menjual
hingga    3-4  loyang  90-120  kg.  Hal  ini  disebabkan  karena  pada  musim  ikan, harga ikan cenderung  rendah, sehingga pedagang pengecer dapat  membeli untuk
kemudian menjualnya kembali. Namun ketika musim susah ikan, hanya sejumlah pedagang  pengecer  yang  bermodal  kuat  saja  yang  mampu  membeli  ikan  untuk
dijual kembali kepada konsumen. Seorang  pedagang  pengumpul  pada  saat  musim  ikan  biasanya  harus
mendistribusikan  50-100  loyang  ikan,  sementara  pada  musim  susah  ikan,  paling banyak  hanya  50  loyang.  Rataan  seorang  pedagang  pengumpul  memperoleh
pendapatan  Rp227  952.50  dengan  kisaran  Rp89  000  hingga  Rp703  500.    Berat ikan  cakalang  yang  sering  terjual  di  pasar  adalah  2-3.5  kg,  artinya  dalam  satu
loyang  yang  biasanya  terdapat  15-20  ekor,  maka  berat  keseluruhannya  adalah 40-52.5  kg.  Apabila  ikan  cakalang  beratnya  ±  1  kgekor,  maka  satu  loyang
biasanya  berisi  25-30  ekor  dan  apabila  ikan  cakalang  beratnya  5  kgekor,  maka biasanya  terdapat  10  ekor  dalam  satu  loyang.  Untuk  ikan  pelagis  kecil  yang
ukuran  per  kilogramnya  terdiri  atas  3-5  ekor,  maka  satu  loyang  biasanya  berisi 100-120 ekor dengan berat keseluruhan 32-40 kg. Sementara apabila 1 kg terdiri
atas  6-7  ekor,  maka  satu  loyang  biasanya  berisi  180-210  ekor  dengan  berat  total 30-35 kg.
Ikan  yang  dibeli  oleh  CS  hanya  jenis,  ukuran  dan  mutu  tertentu  dengan harga  yang  cenderung  stabil.  Apabila  pedagang  pengumpul  menjual  ikan  ke  CS,
maka fungsi sortasi harus dilakukannya. Fungsi penyimpanan dilakukan CS untuk kemudian  akan  dibeli  oleh  pedagang  pengumpul  ataupun  pedagang  pengecer
ketika nelayan tidak mendapatkan ikan atau diekspor ke luar negeri.
5.1.4.3 Mekanisme Penentuan Harga
Menurut Hanafiah dan Saefuddin  2006, harga suatu  barang adalah nilai pasar nilai tukar dari barang tersebut yang dinyatakan dalam jumlah uang. Harga
merupakan  suatu  hal  yang  penting  dan  menarik  baik  bagi  penjual,  maupun pembeli di pasar. Bagi seorang pedagang, selisih antara harga penjualan dan biaya
akan  menentukan  besarnya  laba  yang  merupakan  dasar  bagi  yang  bekerja  pada setiap transaksi. Sementara melalui harga, seorang konsumen dapat menunjukkan
jenis,  mutu  dan  jumlah  barang  yang  dikehendaki  dan  bersedia  membayarnya dengan mempertimbangkan semua jasa yang diterimanya.
Sekembalinya  nelayan  dari  menangkap  ikan,  maka  pemilik  jaring  akan segera  menghubungi  para  pedagang  pengumpul  dan  menyampaikan  informasi
berupa  jenis  dan  kuantitas  ikan  yang  tertangkap.    Karena  biasanya  nelayan kembali  dari  laut  pada  menjelang  pagi  hari  subuh,  maka  apabila  pedagang
pengumpul telah terhubungi, nelayan akan segera membawa ikan ke pasar dengan mobil  pick  up.  Kegiatan  ini  berlangsung  pada  pukul  3,  atau  4  pagi,  tetapi  dapat
juga  terjadi  ketika  proses  jual  beli  di  pasar  berlangsung,  yaitu  pukul  7  pagi –12
siang,  atau  bahkan  setelah  proses  tersebut  selesai,  tergantung  dari  waktu kembalinya nelayan ke darat setelah melaut. Hampir semua nelayan  purse seine,
pole  and  line  dan  bagan  telah  memiliki  pedagang  pengumpul  di  pasar  dan  di antaranya telah ada kesepakatan, bahwa apabila nelayan membawa ikan ke pasar,
si pedagang pengumpul yang akan menjualnya ke pedagang pengecer, baik dalam kondisi musim ikan banyak ataupun kurang. Di antara nelayan dan pedagang telah
terbangun  suatu  ikatan  kerjasama  selama  puluhan  tahun.  Hubungan  kerjasama yang  tidak  seimbang  ini  mengakibatkan  lemahnya  akses  nelayan  terhadap  pasar,
sehingga dapat berkontribusi pada kurangnya informasi tentang harga, kurangnya kesempatan untuk berhubungan dengan pelaku-pelaku pasar lainnya, distorsi atau
ketidakhadiran  input  dan  output  pasar,  tingginya  biaya  transaksi  dan  pemasaran Bienabe et al., diacu dalam Tita 2011.
Hidayati  2000  mengemukakan  bahwa  jasa  lembaga  pemasaran  sangat diperlukan dalam proses pemasaran, karena jauhnya jarak tempat produksi dengan
konsumsi. Dengan menjual hasil ke pedagang pengumpul desa, maka harga yang diperoleh  petani  akan  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  jika  menjual  hasil  ke
pedagang  pengumpul  dusun,  namun  sedikitnya  jumlah  produk  yang  dipasarkan membuat  petani  merasa  lebih  efisien,  apabila  menjual  produknya  ke  pedagang
pengumpul  dusun.  Tidak  adanya  alternatif  tempat  meminjam  uang, mengakibatkan  petani  meminjam  uang  untuk  keperluan  modal  dan  kebutuhan
lainnya  kepada  pedagang  pengumpul,  sehingga  terjadi  kesepakatan  yang  bersifat mengikat,  walaupun  tidak  tertulis  bahwa  petani  harus  menjual  produksi  rumput
lautnya ke pedagang pengumpul tersebut. Crona  2010  menyatakan  bahwa  hubungan  antara  pedagang  pengumpul
desa dengan nelayan skala kecil telah terbangun  sejak adanya proses pemasaran. Pedagang perantara menyediakan nelayan skala kecil suatu jaringan menuju pasar
eksternal  yang  pada  akhirnya  mengurangi  waktu  dan  upaya  yang  dibutuhkan untuk  memasarkan  produknya.  Pedagang  perantara  juga  menyediakan  modal
dalam  bentuk  kredit  yang  berfungsi  sebagai  akses  prioritas  pengaman  terhadap produk  ikan  sesaat  setelah  ditangkap,  sehingga  memastikan  pasokan  produk
stabil.  Dalam  bentuk  keterikatan  nelayan  dengan  pedagang,  dikenal  dua  bentuk modal  :  1  modal  yang  dipinjamkan  oleh  pedagang  untuk  proses  produksi,
misalnya bantuan perbaikan, atau pembelian alat tangkap, dan 2 sejumlah uang untuk  menopang  kehidupan  nelayan  ketika  pendapatan  berkurang  akibat  tidak
bisa melaut atau hasil tangkapan berkurang. Walaupun  ikan  yang  akan  dijual  merupakan  hasil  tangkapan  nelayan,
namun  nelayan  tidak  memiliki  hak  sepenuhnya  atas  penetapan  harga,  dan walaupun  ada  negosiasi,  namun  pedagang  pengumpul  lebih  mendominasi  proses
negosiasi  tersebut.  Selama  proses  penurunan  loyang,  pedagang  pengumpul  akan terus  memperhatikan  kondisi  pasar  untuk  selanjutnya  menentukan  harga  jual  ke
pedagang  pengecer.    Ketika  proses  tersebut  selesai  dan  harga,  serta  cara pembayaran  telah  disetujui  oleh  pedagang  pengumpul  dan  pedagang  pengecer,
maka pedagang pengecer akan mengangkut, atau memikul loyang yang berisi ikan ke lapak-lapak penjualannya untuk selanjutnya dijual. Cara pembayaran ikan oleh
pedagang  pengecer  dapat  dilakukan  pada  saat  ikan  diambil  untuk  dijual,  atau setelah ikan habis terjual, tergantung dari kesepakatan bersama. Biaya transportasi
ikan ke pasar ditanggung oleh nelayan, sementara pedagang pengumpul biasanya akan membeli satu-dua bungkus rokok, atau membayarkan segelas teh hangat dan
sepiring nasi untuk nelayan dan anak buahnya yang membawa ikan pada saat itu. Sejumlah pedagang pengumpul lebih suka menjual  ikan hasil  tangkapan nelayan
ke  CS  dari  pada  ke  pedagang  pengecer,  karena  selain  urusannya  lebih  mudah, harganyapun stabil. Akan tetapi  CS biasanya hanya menerima ikan cakalang dan
layang dengan ukuran dan mutu tertentu. Harga ikan di pasar dapat berubah dalam hitungan jam, atau bahkan menit,
tergantung  dari  jumlah  dan  mutu  ikan.  Pengamatan  di  lapangan  menunjukkan ketika  ikan  banyak  di  pasar,  dan  hasil  tangkapan  nelayan  tetap  terus  dibawa  ke
pasar,  maka  harga  ikan  tersebut  hanya  dapat  sama  atau  lebih  rendah  dari  harga sebelumnya,  sekalipun  mutunya  lebih  baik  dari  ikan  yang  ada  di  pasar.  Apalagi
bila ikan di pasar banyak, maka harga ikan yang baru dibawa akan lebih turun. Di  pasar  Mardika  terdapat  kurang  lebih  50  orang  yang  berfungsi  sebagai
pedagang  perantara  dan  hanya  setengahnya  yang  memiliki  ijin  dari  pengelola pasar. Hanya 5-8 orang pedagang pengumpul yang memegang lebih dari lima 5
jaring,  dengan  rata-rata  satu  jaring  menghasilkan  25-30  loyang.    Setengah  dari jumlah  pedagang  pengumpul  tersebut  memegang  3-5  jaring,  sementara  sisanya
tidak sampai tiga 3 jaring. Dalam  setiap  kegiatan  ekonomi,  modal  adalah  unsur  yang  harus  sangat
diperhitungkan,  baik  modal  bergerak,  atau  tidak  bergerak.  Sistem  yang  telah terbangun  sejak  lama  dalam  proses  pemasaran  produk  perikanan  segar
mengakibatkan  peran  pedagang  perantara  tidak  dapat  dilihat  hanya  sebagai
pelengkap,  yang berarti, walau tanpa kehadiran sub sistem ini, proses pemasaran akan tetap berjalan lancar.
Sebagian  besar  pedagang  pengumpul  yang  juga  berfungsi  sebagai pedagang  perantara  pada  awalnya  memulai  fungsinya  ini  sebagai  pedagang
pengecer  juga.  Sebelum  terbangun  sistem  seperti  ini,  para  pedagang  pengecer harus membeli ikan yang nantinya dijual ke nelayan di pinggir pantai. Itu berarti
bahwa pedagang pengecer harus berada di pinggir pantai pada pagi buta. Setelah ikan  dibeli,  pedagang  ikan  harus  segera  ke  pasar  untuk  kemudian  menjual
ikannya. Ikan dapat langsung dibayar pada saat diambil, atau setelah habis terjual, tergantung  kesepakatan  antara  nelayan  dengan  pedagang.  Seiring  dengan
kemajuan  teknologi  komunikasi  dan  transportasi,  saat  ini  setelah  ikan  hasil tangkapan nelayan didaratkan, ikan segera dibawa ke pasar. Pedagang pengumpul
yang  membawahi  nelayan  tersebut,  sebelumnya  telah  berada  di  pasar  untuk kemudian  akan  mengkoordinir  penjualan  ikan-ikan  hasil  tangkapan  nelayan
kepada  pedagang  pengecer.    Pembayaran  dilakukan  sesuai  kesepakatan,  apakah
pada saat pembelian atau setelah ikan habis terjual oleh pedagang pengecer.
Pedagang  pengecer  produk  perikanan  di  Kawasan  Maluku  Tengah mempunyai  beberapa  cara  dan  strategi  untuk  menarik  konsumen  membeli  ikan
yang  dijualnya.  Cara  yang  lazim  digunakan  adalah  dengan  menambah  satu  1, atau  dua  2  ekor  ikan  kepada  konsumen.  Umumnya  ikan  dijual  per  tumpuk
dengan harga Rp5 000 – Rp10 000 ketika ikan banyak dan Rp20 000 ketika ikan
hanya sedikit di pasar.  Menurunkan harga jarang sekali dilakukan pedagang ikan, namun ketika 1-2 ekor ikan ditambahkan kepada konsumen, secara tidak sengaja
pedagang telah menurunkan harga jual ikan. Weisbuch  et  al.  2000  dalam  penelitiannya  tentang  organisasi  pasar  dan
hubungannya  dengan  perdagangan,  menemukan  bahwa  keloyalan  pembeli terhadap pedagang di pasar ikan Marseille terbagi atas dua 2 tipe: pembeli yang
loyal  terhadap  satu  pedagang  dan  pembeli  yang  cenderung  memilih  pedagang secara acak. Gallegati et al. 2011 menunjukkan bahwa tingkat keloyalan tersebut
semakin meningkat apabila pembeli memperoleh ikan bermutu dengan harga yang diinginkan.  Penelitian  yang  dilakukan  oleh  Cirillo  2012  di  Boulogne  Fish
Market menunjukkan  bahwa keloyalan dimiliki baik penjual dan pembeli, akan
tetapi penjual lebih loyal terhadap pembeli daripada sebaliknya. Hal ini mungkin
disebabkan oleh cukup besarnya agen dalam hubungannya dengan kuantitas yang diperdagangkan. Sejumlah pembeli akan secara acak mencari penjual yang dapat
memuaskan keinginannya, walau  ia telah memiliki beberapa pedagang yang telah loyal  kepadanya.  Selanjutnya  disimpulkan  bahwa  keloyalan  turut  memengaruhi
harga, membangkitkan dispersi harga dan diskriminasi antar agen. Gambar 11 dan 12 memperlihatkan strategi  pedagang menarik konsumen
untuk  membeli  ikannya.  Gambar  di  sebelah  kiri  memperlihatkan  ada  dua  2 tumpuk  ikan,  yang  setiap  tumpukannya  dihargai  Rp5  000  oleh  pedagang.
Setumpuk  ikan  telah  dibersihkan  kepala  dan  isi  perut  telah  dibuang,  sementara tumpukan lainnya dijual utuh  lengkap dengan kepala. Ada konsumen  yang lebih
memilih  tumpukan  ikan  yang  telah  bersih,  karena  waktu  yang  digunakan  untuk membersihkan  ikan  dapat  digunakan  untuk  melakukan  pekerjaan  rumah  tangga
lainnya,  namun  ada  juga  konsumen  yang  memilih  ikan  yang  masih  utuh,  karena selain  memang  menyenanginya,  potongan  kepala  ikan  dan  isi  perut  digunakan
untuk makanan ternak. Tumpukan  ikan  yang  disusun  dengan  menggunakan  potongan  bambu
Gambar  12  bertujuan  untuk  menarik  perhatian  konsumen,  karena  umumnya hanya  ikan  yang  benar-benar  segar  saja  yang  dapat  disusun  dengan  bilah-bilah
bambu.  Apabila  ikan  yang  benar-benar  segar  disusun  tidak  menggunakan
Gambar  11  Tumpukkan  ikan  yang  masih utuh,  maupun  yang  telah
dikeluarkan  kepala  dan  isi perutnya.
Gambar  12  Tumpukkan  ikan  yang  disusun dengan  menggunakan  potong-
an bambu.
penyanggah bambu,  maka ikan-ikan tersebut  akan tergelincir, karena licin akibat adanya  lendir  yang  dikeluarkan  dari  dalam  tubuhnya,  sehingga  akhirnya  tidak
tersusun dengan rapi.
5.1.5  Analisis  Keragaan  Pasar Market  Performance  Ikan  Segar  di
Kawasan Maluku Tengah
Analisis  keragaan  pasar  ikan  segar  di  Kawasan  Maluku  Tengah  diukur berdasarkan efisiensi harga yang meliputi margin pemasaran.
5.1.5.1 Margin Pemasaran
Margin pemasaran adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan  harga  yang  dibayar  kepada  penjual  pertama  dan  harga  yang  dibayar
oleh pembeli terakhir Hanafiah dan Saefuddin, 2006.  Walau dipahami bahwa di Kawasan  Maluku  Tengah  terdapat  lima  5  bentuk  saluran  pemasaran,  namun
empat  4  saluran  pemasaran  pertama  adalah  yang  paling  lazim  digunakan  oleh nelayan   maupun   pedagang   pengumpul.  Hal  ini  disebabkan  karena  CS  yang
berfungsi  sebagai  tempat  pengumpulan  ikan  untuk  dikirim  ke  pedagang  besar  di Surabaya  dan  selanjutnya  diekspor  ke  Luar  Negeri,  hanya  membeli  ikan  dengan
jenis,  ukuran  dan  kualitas  tertentu.  Oleh  karena  itu,  perhitungan  margin  pada Tabel  23  hanya  dijabarkan  berdasarkan    empat  4  bentuk  saluran  pemasaran
pertama. Dari tabel tersebut terlihat bahwa apabila saluran pemasaran pendek, maka
nelayan  akan  menerima  bagian  yang  lebih  besar,  sehingga  margin  pemasaran kecil.  Sebaliknya,  suatu  saluran  pemasaran  yang  panjang  dapat  mengakibatkan
penerimaan nelayan menjadi kecil dan margin pemasaran menjadi besar. Hanafiah dan  Saefuddin  2006  menyatakan  bahwa  panjang  pendeknya  saluran  pemasaran
yang  dilalui  oleh  suatu  hasil  perikanan  tergantung  pada  beberapa  faktor,  antara lain :
Tabel 23 Perhitungan margin pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah
No Uraian
Nelayan Pedagang
Pengumpul CS
Pedagang Pengecer
Konsu- men
Total 1
Saluran 1 -
Harga Beli Rpkg
- -
- -
9 000 -
- Harga
Jual Rp kg 9 000
- -
- -
- -
Margin Pemasaran
- -
- -
- 2
Saluran 2 -
Harga Beli Rpkg
- -
- 10 000
14 000 -
- Harga
Jual Rp kg 10 000
- -
14 000 -
- -
Margin Pemasaran
- -
- 4 000
- 4 000
3 Saluran  3
- Harga
Beli Rpkg -
8 124 -
10 000 14 000
- -
Harga Jual Rp kg
8 124 10 000
- 14 000
- -
- Margin
Pemasaran -
1 876 -
4 000 -
5 876 4
Saluran 4 -
Harga Beli Rpkg
- 8 124
15 000 20 000
25 000 -
- Harga
Jual Rpkg 8 124
12 500 20 000
25 000 -
- -
Margin Pemasaran
- 4 376
5 000 5 000
- 14 000
Sumber : Hasil analisis data primer 2011 a.
Jarak antara produsen dan konsumen. Makin jauh jarak antara produsen dan konsumen  biasanya  makin  panjang  saluran  yang  ditempuh  oleh  produk.
Produsen  dan  pasar  konsumen  produk  perikanan  di  Kawasan  Maluku Tengah ada yang letaknya berdekatan, namun tak sedikit pula yang berjauhan.
b. Cepat  tidaknya  produk  rusak.  Produk  yang  cepat  atau  mudah  rusak  harus
segera  diterima  konsumen,  dengan  demikian  membutuhkan  saluran  pendek dan cepat.
c. Skala produksi. Bila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil, maka
jumlah produk  yang dihasilkan berukuran kecil pula, maka hal  tersebut  tidak menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar.  Dalam keadaan
demikian  kehadiran  pedagang  perantara  diharapkan,  sehingga  saluran pemasaran yang dilalui cenderung menjadi panjang.
d. Posisi  keuangan  pengusaha.  Produsen  yang  posisi  keuangannya  kuat
cenderung  untuk  memperpendek  saluran  tataniaga,  karena  sejumlah  fungsi pemasaran  dapat  dilakukannya  sendiri  dibandingkan  dengan  pedagang  yang
posisi  modalnya  lemah.  Dengan  kata  lain,  pedagang  yang  memiliki  modal kuat cenderung memperpendek saluran pemasaran.
5.2 Analisis
Fisherman’s share
Salah satu indikator yang cukup berguna untuk mengetahui efisiensi pasar produk  perikanan  adalah  membandingkan  bagian  yang  diterima  nelayan
fishermen’s  share  dengan  harga  yang  dibayarkan  oleh  konsumen  akhir  dan sering  dinyatakan  dalam  persentase.  Umumnya,  bagian  yang  diterima  nelayan
akan menjadi lebih sedikit apabila jumlah pedagang perantara bertambah panjang. Tabel 24
Fisherman’s share pemasaran ikan segar
Saluran Pemasaran
Harga di Tingkat
Nelayan Rp Harga di Tingkat
Konsumen
Rp Fishermen’s
Share
Saluran Pemasaran 1 9 000
9 000 100.00
Saluran Pemasaran 2        10 000 14 000
71.43 Saluran Pemasaran 3
8 124 14 500
58.03 Saluran Pemasaran 4
8 124 25 000
32.50 Sumber : Hasil analisis data primer 2011
Perhitungan Fishermen’s  share  bertujuan  untuk  mengetahui  besarnya
bagian  yang  diterima  nelayan  sebagai  produsen  pada  setiap  saluran  pemasaran yang terjadi. Share nelayan terbesar terdapat di saluran pemasaran pertama, yang
terdiri  dari  nelayan,  pedagang  pengecer  dan  konsumen  Tabel  24.  Dengan demikian terlihat bahwa semakin panjang suatu saluran pemasaran, semakin kecil
share yang diperoleh nelayan sebagai produsen. Hanafiah  dan  Saefuddin  2006  menyatakan  bahwa  banyak  orang
berpendapat  terlampau  banyak  pedagang  perantara  yang  bersaing  pada  setiap tindakan  dalam  proses  pemasaran  adalah  pemborosan  dan  tidak  ada  gunanya.
Jumlah  perantara  yang  lebih  sedikit  dianggap  akan  bekerja  dengan  biaya  per satuan  yang  lebih  rendah,  sehingga  mengurangi  biaya  pemasaran  dan
memperbesar  efisiensi.  Akan  tetapi  perlu  disadari  juga  bahwa  pengurangan
pedagang perantara yang bersaing dapat menyebabkan pilihan konsumen terbatas dan mungkin konsumen terpaksa menerima layanan yang lebih buruk dan produk
bermutu  rendah.  Demikian  pula  dengan  anggapan  bahwa  terlampau  banyak pedagang  perantara  yang  bekerja  pada  saluran  pemasaran  secara  vertikal  akan
menambah  biaya  pemasaran  dan  sebaliknya  makin  sedikit  pedagang  perantara makin  cepat,  makin  murah  dan  makin  efisien  suatu  produk  disalurkan  ke
konsumen.  Namun  dengan  sifat  produk  perikanan  yang  banyak  dihasilkan  di daerah terpencar dan jauh dari konsumen sering mengakibatkan banyak pedagang
perantara  yang  diperlukan  untuk  bekerja  pada  tingkat  berbeda  dalam  proses pemasaran.
5.3 Integrasi Pasar Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah
Integrasi pasar merupakan salah satu indikator untuk mengetahui efisiensi pasar  Heytens  diacu  dalam  Adiyoga  et  al.,  2006.  Ketika  pasar  belum
terintegrasi,  sehingga  mengakibatkannya  tidak  efisien,  maka  kebijakan pemerintah  sangat  diperlukan.    Indikasi  ketidakefisienan  suatu  pasar  adalah
perbedaan  harga  yang  masih  relatif  besar  antar  daerah  untuk  harga  di  tingkat produsen, maupun konsumen.
Integrasi harga spasial dapat diartikan sebagai transmisi harga antar pasar, yang  direfleksikan  dalam  perubahan  harga  di  pasar  berbeda  geografis  untuk
komoditi  yang  sama.  Ravallion  1986  mengatakan  bahwa  jika  terjadi perdagangan antara dua 2 wilayah, kemudian harga di wilayah yang mengimpor
komoditi  sama  dengan  harga  di  wilayah  yang  mengekspor  komoditi,  ditambah dengan  biaya  transportasi  yang  timbul  akibat  perpindahan  di  antara  keduanya,
maka dapat dikatakan di antara kedua pasar tersebut terjadi integrasi spasial.
5.3.1  Jenis Ikan yang Dominan Dijual di Pasar di Kawasan Maluku Tengah
Tiga  3  jenis  ikan  dominan  dijual  di  beberapa  pasar  di  Kota  Ambon maupun  Kawasan  Maluku  Tengah  pada  bulan  Mei  hingga  September  2011,
ditunjukkan oleh Gambar 13.  Terlihat bahwa umumnya ikan yang dominan dijual pada  saat  itu  adalah  Selar,  Layang,  Cakalang,  Tongkol  dan  Madidihang,  dengan
rata-rata  harga  per  kg  berturut-turut  Rp17  046,  Rp16  566,  Rp18  833,  Rp16  421 dan  Rp17  109.    Penangkapan  ikan  cakalang  banyak  menggunakan  alat  tangkap
pole  and  line  huhate,  sementara  ikan  Selar,  Layang  dan  Tongkol  ditangkap dengan menggunakan purse seine.
Sumber : Analisis data primer 2011 Gambar  13  Tiga  jenis  ikan  dominan  yang  dijual  di  beberapa  pasar  di  Kawasan
Maluku Tengah pada bulan Mei hingga September 2011.
Dalam  buku  Tahunan  Statistik  Perikanan  Provinsi  Maluku  2009, dinyatakan  bahwa  sepanjang  tahun  2009  di  Provinsi  Maluku,  ikan  Cakalang
diproduksi  terbanyak  35  717.2  ton,  diikuti  Tongkol    32  243.4  ton,  Layang 28 308.1 ton,  Kembung 10 072.5 ton, Madidihang 10 863.3 ton  dan Selar 8 283
ton. Sementara pada tahun  2010, produksi ikan Cakalang masih  yang terbanyak 35 952.4 ton, kemudian Layang sebanyak 27 798.2 ton, Tongkol 23 645.2 ton,
Kembung 14 838.6 ton, Selar 7 554.6 ton dan Madidihang 6 769.9 ton. Ikan Cakalang bukan merupakan satu 1 dari tiga 3 ikan dominan yang
dijual  di  pasar  Leihitu,  walaupun  alat  tangkap  ikan  cakalang  banyak  terdapat  di Leihitu dan sekitarnya, karena mungkin di daerah tersebut terdapat PT Aneka Tata
Bahari yang adalah perusahaan perikanan di bidang penyimpanan Cool Storage, sehingga ikan  Cakalang  lebih  banyak  dijual  ke  perusahaan tersebut.  Ikan yang
berada  di  pasar  Mardika  umumnya  dibawa  dari  sentra-sentra  produksi  seperti Latuhalat  dan  sekitarnya  Kecamatan  Nusaniwe,  Salahutu  dan  Leihitu
20 40
60 80
100 120
140
Pa s
a r
M a
rdik a
Se la
r Cak
a la
ng
Pa s
a r
Pa s
s o
Cak a
la ng
La y
a ng
Pa s
a r
Sa la
hu tu
Sela r
La y
a ng
Pa s
a r
Le ih
itu La
y a
ng To
ng k
ol
Pa s
a r
Bina y
a Se
la r
La y
a ng
Pa s
a r
Piru Cak
a la
ng M
a di
di ha
ng Pa
s a
r Bula
C ak
al an
g
Se la
r
Jum lah ke
mu n
culan d
i p
as ar
Jenis ikan yang dominan dijual di pasar Selar
Layang Cakalang
Tongkol Madidihang
Kabupaten Maluku Tengah, serta daerah Kecamatan Leitimur Selatan. Ikan dari Salahutu  selain  ditangkap  di  perairan  Kecamatan  Salahutu  Desa  Tulehu  dan
Waai, banyak juga dibawa dari pulau-pulau sekitar, seperti Haruku, Saparua, dan Nusalaut. Sementara ikan di daerah Leihitu, selain ditangkap di perairan Leihitu,
sering juga dibawa dari Desa-desa di bagian barat Pulau Seram.
5.3.2  Dinamika Harga Ikan Segar
Gambar 14 menunjukkan dinamika harga produk perikanan selama empat 4 bulan penelitian Mei-September 2011.  Terlihat dari gambar tersebut bahwa
harga ikan di Kawasan Maluku Tengah sangat berfluktuasi. Gambar tersebut juga seakan menegaskan apa yang tertulis di Kompas 5 Desember 2011 bahwa harga
produk  perikanan  di  Maluku  sangat  berfluktuatif.  Dari  hasil  pengamatan  di lapangan,  fluktuasi  harga  produk  perikanan  tersebut  bisa  terjadi  dalam  hitungan
jam, atau menit  tergantung dari banyaknya ikan  yang terdapat   di   pasar, jumlah konsumen    yang    berbelanja,  tidak    diterapkannya  rantai  dingin  pada  produk
selama  proses  berjualan  dan  lamanya  waktu  pedagang  berjualan.  Di  pagi  hari ketika  jumlah  ikan  yang  dijual  di  pasar  masih  sedikit,  harga  biasanya  tinggi.
Namun  dengan  bertambahnya  waktu  dan  semakin  banyak  ikan  yang  dibawa  ke pasar,  maka  harganya  akan  cenderung  turun.  Dengan  sifat  dan  karakteristik  ikan
yang  mudah  busuk,  maka  apabila  dalam  penjualannya,  pedagang  tidak menerapkan  rantai  dingin,  mengakibatkan  semakin  menurun  mutu  ikan  sehingga
turut  menurunkan  harganya.  Hal  ini  akan  diperparah  apabila  pedagang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghabiskan dagangannya, karena
semakin siang, biasanya harga ikan semakin menurun. Di  pasar  tradisional  di  kota  Ambon  maupun  kawasan  Maluku  Tengah,
ikan  tidak  dijual  dalam  satuan  kilogram,  melainkan  dalam  satuan  tumpuk  untuk ikan-ikan  kecil  seperti  Selar  Selaroides  sp,  Layang  Decapterus  sp,  Sardin
Rastrelliger  sp  dan  lainnya.  Sementara  untuk  ikan-ikan  besar  seperti  Cakalang Katsuwonus  pelamis,  Madidihang  Thunnus  sp,  atau  Tongkol  Auxis  thazard
lebih  banyak  dijual  dalam  satuan  ekor.    Namun    tidak    jarang    pula    ditemui pedagang menjual  potongan  ikan  Cakalang, atau  Madidihang  dengan  ukuran
±  5  x  5  cm    dengan  tebal  1.5  cm  sebanyak  8-10  potong  yang  dijual  per  tumpuk
Rp10  000  pada  musim  banyak  ikan  atau  Rp20  000  pada  musim  susah  ikan. Tindakan  ini  merupakan  salah  satu  strategi  pedagang  dalam  menjual  ikan  ketika
harganya dianggap konsumen terlalu mahal.    Harga per tumpuk  ikan  biasanya relatif  stabil, yaitu Rp10 000,  Rp15 000,  hingga Rp20 000, namun jumlah dan
ukuran  ikan  dalam  tumpukan  tersebut  bervariasi  mengikuti  kondisi  pasar  dan mutu  ikan.  Ikan  Cakalang,  atau  Madidihang  juga  sering  dijual  dalam  bentuk
belahan  dua  2  atau  empat  4,  memanjang  dari  kepala  hingga  ekor,  yang harganya tergantung pada ketersediaan ikan di pasar pada saat itu.
Gambar  14  juga  menunjukkan  bahwa  pada  umumnya  trend  kenaikan maupun penurunan harga terjadi hampir secara bersamaan di pasar-pasar tersebut,
walaupun  besar  kenaikan,  maupun  penurunan  tersebut  tidak  sama.  Kondisi terendah  pada  harga  Rp4  966.67  yang  terjadi  pada  hari  ke  56  dan  84,  atau  pada
bulan Juli dan Agustus di pasar Leihitu.  Sementara harga tertinggi terjadi di pasar Salahutu pada hari ke 2 dan 27.
Sumber : Analisis data primer 2011 Gambar  14    Fluktuasi  harga  ikan  segar  di  beberapa  pasar  di  Kawasan  Maluku
Tengah. Pada  pagi  hari  ketika  ikan  di  pasar  hanya  sedikit,  maka  biasanya  ikan
dijual  Rp20  000,  per  tumpuk.  Seiring  dengan  bertambahnya  waktu  dan  semakin banyak  ikan  dibawa  ke  pasar,  harga  dapat  berkurang,  atau  jumlah  ikan  dalam
tumpukan dapat bertambah. Apabila mutu ikan yang dijual mulai menurun, maka
Hari Pengamatan R
at aan
H arga
Ikan R
pK g
pedagang tidak memiliki pilihan selain menambah jumlah ikan dalam tumpukan, sehingga jika dikonversikan ke satuan kilogram, harga ikan akan lebih murah lagi.
Harga rataan ikan di pasar Leihitu berada di bawah pasar lainnya. Ikan  umumnya dijual  dalam  satuan  tumpuk  seharga  Rp5  000
–10  000,  namun  ketika dikonversikan  ke  dalam  satuan  kilogram,  harga  ikan  jauh  lebih  rendah
dibandingkan  dengan  harga  ikan  di  pasar-pasar  lainnya.  Hal  ini  mungkin disebabkan kapasitas penawaran produk perikanan melebihi permintaannya. Dari
Buku  Tahunan  Statistik  Perikanan  Provinsi  Maluku  Tahun  2010  terlihat  bahwa Rumah  Tangga  Perikanan  RTP  terbanyak  di  Provinsi  Maluku  terdapat  di
Kabupaten Maluku Tengah 14 502 unit. Dari jumlah tersebut,  RTP  terbanyak di Kabupaten Maluku Tengah terdapat  di Kecamatan Leihitu 2 714 unit dan 48 unit
di  Kecamatan  Leihitu  Barat,  sementara  jumlah  nelayan  tangkap  masing-masing Kecamatan,  4  365  orang  dan  1  522  orang.  Dengan  kenyataan  tersebut,  maka
bukanlah  suatu  hal  yang  mustahil,  apabila  harga  ikan  di  pasar  Leihitu  berada  di bawah harga rataan ikan di pasar-pasar lainnya.
Penawaran dan permintaan akan suatu produk menentukan, apakah harga produk tersebut berada di atas, atau di bawah harga tingkat umum. Jika penawaran
dari  dan  permintaan  akan  suatu  produk  sama  dengan  penawaran  dari  dan permintaan  akan  keseluruhan  produk,  maka  harga-harga  dari  setiap  produk  akan
mendekati  tingkat  yang  sama  dari  semua  harga.  Namun  jika  penawaran  suatu produk relatif lebih besar dari permintaannya, maka harga barang tersebut secara
relatif  akan  berada  di  bawah  tingkat  harga  umum  dan  sebaliknya  apabila penawaran  dari  suatu  barang  lebih  kecil  dari  permintaannya,  maka  harga  barang
tersebut  secara  relatif  akan  berada  di  atas  tingkat  harga  umum  Hanafiah  dan Saefuddin, 2006.
Ketika  musim  ikan,  jumlah  ikan  yang  ditawarkan  oleh  pedagang  banyak sehingga  harganya  berada  di  bawah  harga  tingkat  umum.  Harga  ikan  Sardin
Rastrelliger sp atau Layang Decapterus sp sebanyak satu 1 tas kresek besar mencapai  Rp5  000.  Padahal  tingkat  kesukaan,  atau  preferensi  seseorang,
kemampuan  konsumsi  yang  terbatas  dan  sifat  karakteristik  ikan  yang  mudah busuk mengakibatkan ikan tidak dapat dibeli banyak, walaupun harganya murah.
5.3.3  Tingkat  Integrasi  Pasar  Produk  Perikanan  di  Kawasan  Maluku Tengah
Hasil  analisis  regresi  pengujian  integrasi  pasar  produk  perikanan  di Kawasan  Maluku  Tengah  ditunjukkan  oleh  Tabel  25  dan  26.  Ketika  Pasar
Mardika  dijadikan  sebagai  pasar  acuan  dan  pasar  Salahutu,  Leihitu,  Passo,  Piru, Binaya dan  Bula dijadikan sebagai  pasar pengikut, terlihat  bahwa nilai  koefisien
1 + b
1
pada rataan harga tiga 3 jenis ikan yang dominan dijual pada pasar-pasar lokal  atau  pengikut  i  tersebut  pada  waktu  t-1  P
3it-1
masing-masing  adalah 0.550,  0.206,  0.250,  0.585,  0.678  dan  0.151.    Hasil  nyata  yang  ditunjukkan
1+b
1
≠  0  mengindikasikan  bahwa  seluruh  pasar  pengikut  tersegmentasi  secara temporal dengan pasar Mardika sebagai pasar acuan.
Tabel  25  Hasil analisis  pengujian integrasi  pasar dengan Pasar Mardika sebagai pasar acuan
Pasar Pengikut
Koefisien Intersep
P
3it-1
P
3t
– P
3t-1
P
3t-1
IMC R
2
Df Pasar acuan : Mardika Ambon
Salahutu 5 874.387
0.550 0.119
0.174 4.122
0.411  106 Leihitu
6 809.358 0.206
0.013 -0.022
5.289 0.049  106
Passo Ambon
17 973.739 0.250
-0.035 -0.141
3.196 0.171  106
SBB 1 676.176
0.585 0.228
0.387 7.657
0.682  106 Binaya
1 028.769 0.678
0.203 0.305
4.498 0.781  106
SBT 16 477.682
0.151 -0.026
0.023 8.992
0.026  106 nyata pada α 0.05
Sumber : Hasil analisis 2011
Selanjutnya  pada  analisis  b
2
yang  merupakan  ukuran  derajat    perubahan harga  di  pasar  acuan  yang  ditransmisi  ke  pasar  regional  P
3t
–  P
3t-1
,  diperoleh bahwa seluruh pasar pengikut menunjukkan hasil yang nyata, karena keseluruhan
nilai b
2
≠1. Itu berarti bahwa seluruh pasar tidak terintegrasi secara spasial dalam jangka  panjang.  Integrasi  harga  spasial  dapat  diartikan  sebagai  transmisi  harga
antar  pasar,  yang  direfleksikan  dalam  perubahan  harga  di  pasar  yang  berbeda secara  geografis  untuk  komoditi  yang  sama.  Menurut  Ravallion  1986,  jika
terjadi  perdagangan  antara  dua  2  wilayah,  kemudian  harga  di  wilayah  yang mengimpor komoditi sama dengan harga di  wilayah  yang mengekspor komoditi,
ditambah dengan biaya yang timbul karena perpindahan di antara keduanya maka dapat dikatakan keduanya terjadi integrasi spasial.
Pengujian  koefisien  b
3
-b
1
untuk  rataan  harga  tiga  3  jenis  ikan  yang dominan  dijual  di  pasar  acuan  pada  waktu  t-1  P
3t-1
menunjukkan  bahwa keseluruhan  pasar  menunjukkan  hasil  yang  nyata,  karena  seluruh  nilai  koefisien
b
3
-b
1
≤ 0. Nilai negatif hasil perhitungan koefisien b
3
-b
1
dari masing-masing pasar, Pasar  Salahutu  -0.376,  pasar  Leihitu  -0.228,  pasar  Passo  -0.391,  pasar  Piru
-0.198,  pasar  Binaya  -0.373  dan  pasar  Bula  -0.128  mengartikan  bahwa seluruh pasar tidak terintegrasi secara spasial dalam jangka pendek.
Ketidakterintegrasi  pasar-pasar  tersebut  menunjukkan  bahwa  tidak terdapatnya aliran informasi flow of  information pasar, meskipun mungkin ada
aliran  produk  flow  of  product  antar  pasar  tersebut.  Ketika  penelitian  ini dilakukan,  hampir  di  seluruh  pelosok  di  Provinsi  Maluku  mengalami  hujan  dan
angin kencang yang mengakibatkan laut bergelombang. Hujan dan angin kencang, ditambah  dengan  terbatasnya  infrastruktur  informasi  pada  saat  itu,  sering
mengakibatkan  terjadinya  gangguan  dalam  berkomunikasi.  Padahal  dengan komunikasi  yang  baik,  pedagang  dapat  memperoleh  informasi  untuk  menunjang
kegiatan  penjualan.  Kesukaan  masyarakat  Maluku  akan  ikan  yang  tingkat kesegarannya tinggi juga turut memengaruhi pedagang untuk hanya menjual ikan
di  pasar-pasar  terdekat.  Apalagi  bila  dalam  proses  penangkapan,  nelayan  tidak menerapkan  rantai  dingin  yang  baik,  sehingga  produk  dengan  cepat  dapat
mengalami kemunduran mutu. Kondisi laut yang bergelombang pada saat itu juga, mengakibatkan  hasil  tangkapan  nelayan  tidak  banyak,  sehingga  hanya  dijual  di
pasar-pasar lokal. Ketidakterintegrasi Pasar Binaya maupun pasar Piru dengan pasar Mardika
juga  diduga  disebabkan  oleh  umur  kedua  pasar  tersebut.  Sebagai  pasar  yang berada di kabupaten yang tertua di Pulau Seram, Binaya telah mempunyai pangsa
pasar  tersendiri.  Peningkatan  jumlah  penduduk  mengakibatkan  daerah-daerah  ini telah  dilihat  sebagai  pasar  potensial  di  Kawasan  Maluku  Tengah.  Peningkatan
jenis  dan  jumlah  transportasi  yang  menghubungkan  Pulau  Seram  dengan  Pulau
Ambon, maupun pulau Ambon dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia juga telah membawa dampak positif bagi pembangunan ekonomi masyarakat di kedua
Kabupaten  tersebut,  yang  pada  akhirnya  juga  turut  meningkatkan  daya  beli masyarakat.
Tidak terintegrasinya pasar-pasar pengikut dengan pasar acuan, dalam hal ini  pasar  Mardika,  mengakibatkan  belum  efisiennya  sistem  pemasaran  di  pasar-
pasar  tersebut.  Pedagang  cenderung  untuk  menentukan  harga  lebih  tinggi,  atau rendah dari harga normal. Rosyidi 2011 menyatakan bahwa harga terjadi karena
dua  2  faktor  yang  terdapat  bersama-sama  dalam  barang,  atau  jasa  yang  dijual, yakni  faktor  manfaat  dan  kelangkaan.  Dari  kedua  faktor  tersebut  muncullah
pengertian  bahwa  harga  terbentuk  karena  seimbangnya  permintaan  dan penawaran.  Berbedanya  pola  permintaan  yang  dihadapi  oleh  produsen
mengakibatkan perbedaan kurva permintaan individual bahkan permintaan pasar. Sifat dan karakteristik produk perikanan yang musiman dan mudah busuk, apalagi
jika  pada  produk  tersebut  tidak  diterapkan  perlakuan  rantai  dingin  yang  pada akhirnya  turut  mempengaruhi  harga  dan  pola  permintaan  seseorang.  Walaupun
jarak  pasar  Passo  dekat  dengan  pasar  Mardika  dibandingkan  jarak  pasar  lainnya dengan  pasar  Mardika,  namun  pasar  ini  juga  tidak  terintegrasi  dengan  pasar
Mardika  lebih  disebabkan  oleh  kosumen  yang  berbelanja  di  pasar  ini  memiliki kelas segmen tersendiri.
Hasil analisis pengujian integrasi pasar dengan pasar Binaya yang terletak di  Kabupaten  Maluku  Tengah  sebagai  pasar  acuan,  ditunjukkan  pada  Tabel  26.
Pasar Salahutu dan Leihitu secara geografis yang terletak di Pulau Ambon, namun secara administratif tergabung dengan Kabupaten Maluku Tengah yang terletak di
Pulau  Seram,  bersama  pasar  Piru  di  Kabupaten  Seram  Bagian  Barat  dan  pasar Bula di Kabupaten Seram Bagian Timur, dijadikan pasar lokal atau pengikut i.
Koefisien 1 + b
1
pada rataan harga tiga 3 jenis ikan yang dominan dijual di pasar-pasar lokal atau pengikut i tersebut pada waktu t-1 P
3it-1
menunjukkan hasil  yang  nyata,  dimana  1  +  b
1
≠  0  yang  berarti  bahwa  pasar  Binaya  sebagai pasar  acuan  dengan  masing-masing  pasar  pengikut  tersebut  tidak  terintegrasi
secara  temporal.    Analisis  koefisien  b
2
yang  menunjukkan  transmisi  perubahan harga  antara  pasar  acuan  dengan  pasar  regional  P
3t
–  P
3t-1
menghasilkan  nilai
yang nyata dan berada di antara angka 0 dan 1. Nilai koefisien b
2
dari Pasar Piru 1,090 mengartikan bahwa pasar ini lebih terintegrasi secara spasial dalam jangka
panjang  dengan  pasar  Binaya  dibandingkan  dengan  pasar  lain,  dimana  pasar Binaya sebagai pasar acuan. Sementara pasar Salahutu menunjukkan angka 0.034,
pasar  Leihitu  0.067  dan  Bula  0.202  menggambarkan  bahwa  transmisi  perubahan harga  antara  pasar  Binaya  di  Kabupaten  Maluku  Tengah  dengan  pasar  Piru  di
Kabupaten  Seram  Bagian  Barat  lebih  cepat  dibandingkan  dengan  pasar-pasar pengikut lainnya.
Tabel  26    Hasil  analisis  pengujian  integrasi  pasar  dengan  Pasar  Binaya  sebagai acuan
Pasar Pengikut
Koefisien Intersep
P
3it-1
P
3t
– P
3t-1
P
3t-1
IMC R
2
Df Pasar acuan : Binaya Maluku Tengah
Salahutu 5 578.491
0.541 0.034
0.175 4.210
0.423  106 Leihitu
6 321.945 0.209
0.067 0.005
5.926 0.055  106
SBB 23.843
0.114 1.090
0.911 0.317
0.948  106 SBT
16 252.852 0.150
0.202 0.035
10.000 0.051  106
nyata pada α 0.05 Sumber : Hasil analisis 2011
Pengujian  koefisien  b
3
-b
1
untuk  rataan  harga  tiga  3  jenis  ikan  yang dominan  dijual  di  pasar  acuan  pada  waktu  t-1  P
3t-1
menunjukkan  bahwa keseluruhan pasar menunjukkan hasil nyata, karena seluruh nilai koefisien b
3
-b
1
≠ 0 dan b
3
-b
1
0. Koefisien b
3
-b
1
menunjukkan nilai negatif pasar Salahutu -0.366, Leihitu  -0.204  dan  Bula  -0.015  mengartikan  bahwa  seluruh  pasar  tersegmentasi
dalam  jangka  pendek.  Pasar  Piru  yang  menunjukkan  nilai  0.797  mengartikan bahwa  Pasar  Piru  lebih  terintegrasi  dengan  pasar  Binaya  dalam  jangka  pendek
dibandingkan dengan pasar-pasar pengikut lainnya dengan pasar Binaya. Ketika  Pasar  Mardika  dijadikan  sebagai  pasar  acuan,  maka  nilai
Integration Market Coeficient IMC pasar Salahutu, Leihitu, Passo, SBB, Binaya dan  SBT  yang  merupakan  pasar  pengikut  reference  market  menunjukkan
angka  1 Tabel 25. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tidak terjadi integrasi jangka  pendek  antara  harga  ikan  di  pasar  acuan  Mardika  dengan  pasar-pasar
lainnya    sebagai    pasar    pengikut.  Nilai  IMC  yang    jauh    lebih  kecil  dari  0 menunjukkan derajat integrasi lemah, atau bahkan tidak ada sama sekali. Dengan
demikian,  perubahan  harga  yang  terjadi  di  pasar  Mardika  tidak  dapat ditransmisikan dengan baik ke seluruh pasar pengikut.
Untuk  tiba  di  pasar  Mardika  yang  terletak  di  pusat  Kota  Ambon,  produk perikanan  hasil  tangkapan  nelayan  Kecamatan  Salahutu  dan  sekitarnya,  nelayan
Kecamatan  Leihitu  dan  sekitarnya,  nelayan  Kecamatan  Leitimur  Selatan  dan sekitarnya  harus  melewati  sejumlah  pasar,  termasuk  pasar-pasar  yang  menjadi
lokasi penelitian ini. Sejumlah ikan akan diturunkan terlebih dahulu di pasar-pasar tersebut  untuk  memenuhi  kebutuhan  konsumen  yang  tinggal  danatau  berbelanja
di pasar tersebut. Karenanya perubahan harga yang terjadi di pasar Mardika tidak dapat tertransmisikan dengan baik ke pasar-pasar pengikut tersebut.
Hanafiah  dan  Saefuddin  2006  menyatakan  bahwa  harga  terbentuk  dari hasil  kerjasama  banyak  faktor,  yang  digolongkan  ke  dalam  kekuatan  penawaran
dan permintaan yang besarnya tidak tetap, tetapi berubah-ubah baik dalam jangka pendek  maupun  panjang.  Perubahan  permintaan  dalam  jangka  pendek  biasanya
disebabkan  oleh  perubahan  dalam  harga  barang  pengganti,  perubahan  dalam preferensi  dan  taste  konsumen  dan  dalam  jangka  panjang  terjadi  karena
pertambahan  penduduk,  perubahan  pendapatan  per  kapita  dan  perubahan kebiasaan  membeli  dari  konsumen.  Sementara  perubahan  penawaran  dalam
jangka  pendek  sering  tergantung  pada  kebutuhan  penjual  akan  uang,  biaya penyimpanan  dan  perkiraan  tentang  harga-harga  mendatang,  sedangkan  dalam
jangka  panjang  sangat  tergantung  pada  kesediaan  produsen  untuk  memproduksi barangnya. Selain itu, tingkat harga suatu barang di pasaran turut ditentukan oleh
tingkat  harga  umum.  Apabila  tingkat  harga  umum  rendah,  maka  harga  produk tersebut  cenderung  rendah,  sebaliknya  bila  tingkat  harga  umum  tinggi,  maka
harga produk tersebut cenderung tinggi pula. Ketika pasar Binaya  yang terdapat di Masohi Maluku Tengah dijadikan
pasar acuan bagi pasar Salahutu, Leihitu, Piru dan Bula, hanya nilai IMC di  pasar Piru  yang  memberikan  nilai  positif  dan  mendekati  nilai  0  Tabel  26.  Pasar
Salahutu  dan  Leihitu  yang  walau  terletak  di  pulau  Ambon,  namun  secara administratif  merupakan  pasar  tingkat  Kecamatan  pada  Kabupaten  Maluku
Tengah.  Hal  ini  mengakibatkan  nelayan-nelayan  yang  ada  di  sentra  produksi Leihitu  dan  Salahutu  lebih  mudah  mendistribusikan  hasil  tangkapannya  ke  Kota
Ambon dibandingkan ke Masohi sebagai pusat Kabupaten Maluku Tengah, akibat ketersediaan  sarana  transportasi  yang  lebih  mudah  dengan  harga  lebih  murah.
Jumlah  penduduk  di  Kota  Ambon  yang  lebih  banyak  dari  Kabupaten  Maluku Tengah,  sementara  produksi  perikanan  Kabupaten  Maluku  Tengah  yang  lebih
besar  dari  Kota  Ambon,  juga  turut  mengakibatkan  nelayan-nelayan  yang  ada  di Leihitu  dan  Salahutu  lebih  memilih  untuk  memasok  produksi  tangkapannya  ke
pasar-pasar di Kota Ambon dari pada dibawa ke pusat Kabupaten Maluku Tengah Masohi.
Tabel  27    Rangkuman  hasil  pengujian  integrasi  pasar  ikan  segar  di  Kawasan Maluku Tengah
Pasar Acuan : Mardika Pasar pengikut
Terintegrasi temporal
Terintegrasi spasial jangka
panjang Terintegrasi
spasial jangka pendek
Ya Tidak
Ya Tidak
Ya Tidak
Passo Salahutu
Leihitu Piru
Binaya Bula
Pasar Acuan : Binaya Pasar pengikut
Terintegrasi temporal
Terintegrasi spasial jangka
panjang Terintegrasi
spasial jangka pendek
Ya Tidak
Ya Tidak
Ya Tidak
Salahutu Leihitu
Piru Bula
Sumber : Hasil analisis 2011 Pengujian  terhadap  ketiga  pasar  lainnya  seperti  pasar  Piru,  Binaya  dan
Bula yang terletak di pulau Seram menunjukkan nilai negatif dan menjauhi angka 0.  Secara  umum,  IMC  yang  bernilai  mendekati  0  menunjukkan  derajat  integrasi
pasar  yang  tinggi.  Ini  berarti  bahwa  perubahan  harga  di  pasar  Binaya ditransmisikan  dengan  baik  ke  pasar  Piru.  Rangkuman  hasil  analisis  integrasi
pasar  Mardika,  maupun  pasar  Binaya  dengan  pasar-pasar  pengikut  yang  ada  di Kawasan Maluku Tengah disajikan pada Tabel 27.
Ketika  dua  pasar  dinyatakan  tidak  terintegrasi,  itu  berarti  pasar  pengikut tidak dapat dengan cepat melakukan penyesuaian terhadap perubahan harga yang
terjadi  di  pasar  acuan.  Hal  ini  disebabkan  oleh  tidak  tersedianya  sarana komunikasi  yang  cukup  sehingga  informasi  tentang  kondisi  pasar  tidak
tersampaikan  dengan  baik.  Padahal  komunikasi  merupakan  salah  satu  faktor penentu  integrasi  pasar,  selain  transportasi  dan  karakteristik  produk  tersebut
Munir  1997.  Selain  itu,  penjualan  ikan  dalam  satuan  tumpuk  turut mengakibatkan  adanya  perbedaan  harga  yang  cukup  besar,  ketika  harga  ikan
dikonversikan  ke  dalam  satuan  kilogram.  Walaupun  kelihatannya  harga  ikan  di setiap  pasar  mirip,  namun  perbedaan  jumlah  dan  berat  ikan  yang  dijual
mengakibatkan adanya perbedaan harga antar pasar. Dengan  demikian,  dapat  disimpulkan  bahwa  selama  efisiensi  pemasaran
tidak    terjadi  di  pasar-pasar  yang  diuji,  kecuali  antara  pasar  Piru  SBB  dengan pasar Binaya Maluku Tengah. Hal ini mungkin disebabkan karena faktor-faktor
pembentuk harga, karakteristik dan daya beli masyarakat di kedua daerah ini lebih mirip dibandingkan dengan faktor-faktor tersebut di pasar-pasar lainnya. Purwoto
2001  menyatakan,  saat  pasar  belum  berjalan  efisien,  kebijakan  pemerintah sangat diperlukan agar harga bahan pangan terjangkau oleh daya beli masyarakat
dan ketahanan pangan rumahtangga dapat terwujud.
5.4 Analisis Faktor Pembentukkan Harga Ikan Segar
Pengujian  integrasi  pasar  produk  perikanan  yang  didasarkan  pada  model Ravallion  1986  menunjukkan  bahwa  harga  rataan  tiga  3  jenis  ikan  yang
dominan  dijual,  atau  didaratkan  pada  pasar  lokal  atau  pengikut  i  pada  waktu  t P
3it
,  dipengaruhi  oleh  harga  rata-rata  tiga  3  jenis  ikan  yang  dominan  dijual, atau didaratkan pada pasar lokal atau pengikut i pada waktu t-1 P
3it-1
, lag harga rata-rata tiga 3 jenis ikan  yang dominan dijual  di  pasar acuan P
3t
- P
3t-1
, serta harga  rata-rata  tiga  3  jenis  ikan  yang  dominan  dijual  pada  waktu  t-1  di  pasar
acuan  P
3t-1
.  Berdasarkan  hasil  analisis  pengujian  integrasi  pasar  pada  Tabel  25
dan 26, maka pembentukkan harga ikan segar di pasar-pasar di Kawasan Maluku Tengah dipengaruhi oleh :
1. Apabila Pasar Mardika Ambon adalah pasar acuan, maka harga ikan di pasar
ini adalah P
A
, sedangkan harga ikan di masing-masing pasar pengikut  adalah Pasar Passo P
PS
, Salahutu P
S
, Leihitu P
L
, Piru P
SBB
, Binaya P
MT
,  dan Bula P
SBT
, sehingga model persamaannya sebagai berikut :
a. Pasar Passo P
PS
= 17 973.74 + 0.250 1+b
1
– 0.035 b
2
– 0.141 b
3
- b
1
Peubah b
2
, atau lag harga rataan tiga 3 jenis ikan yang dominan dijual di pasar  Mardika  P
3At
-  P
3At-1
dan  peubah  b
3
-b
1
P
3At-1
menunjukkan  nilai  negatif -.  Hal  ini  mengartikan  bahwa  setiap  penambahan  satu  satuan  lag  harga  rataan
tiga 3 jenis ikan yang dominan dipasarkan di Pasar Mardika P
3At
- P
3At-1
akan mengurangi  harga  ikan  di  Pasar  Passo  0.035  ceterius  paribus  dan  setiap
penambahan nilai satu satuan harga rataan tiga 3 jenis ikan yang dominan dijual pada  waktu  t-1  atau  hari  sebelumnya  di  pasar  Mardika  P
3At-1
akan  mengurangi harga ikan di pasar Passo 0.141 ceterius paribus.
Berdasarkan  persamaan  di  atas,  maka  harga  ikan  segar  di  Pasar  Passo P
PSt
pada  hari  t  ditentukan  oleh  harga  ikan  segar  di  Pasar  tersebut  pada  hari sebelumnya  P
PSt-1
dan  harga  ikan  di  Pasar  Mardika  sebagai  pasar  acuan  pada hari sebelumnya P
Mt-1
.
b. Pasar Salahutu P
S
= 5 874.39 + 0.5501+b
1
+ 0.119 b
2
+ 0.174b
3
-b
1
Bersama dengan Pasar Leihitu, Pasar Salahutu secara geografis terletak di Pulau  Ambon,  walau  secara  administratif  keduanya  berada  di  bawah  Kabupaten
Maluku Tengah yang terletak di Pulau Seram.  Itu berarti bahwa transportasi dari Kecamatan  Leihitu  dan  Salahutu  ke  Kota  Ambon  lebih  mudah  dan  murah
dibandingkan  dengan  transportasi  dari  kedua  Kecamatan  tersebut  ke  Kabupaten Maluku  Tengah.  Kebutuhan  masyarakat  Kota  Ambon  akan  produk  perikanan
yang  lebih  banyak  dari  Kabupaten  lainnya  juga  mengakibatkan  produk  hasil tangkapan nelayan di kedua Kecamatan ini dipasok ke Kota Ambon.
Persamaan b di atas memperlihatkan bahwa nilai  1+b
1
yang merupakan koefisien  rataan  harga  tiga  3  jenis  ikan  dominan  yang  dipasarkan  di  pasar
Salahutu  pada  hari  sebelumnya  P
3St-1
,  b
2
adalah  koefisien  lag  rataan  harga tiga  3  jenis  ikan  yang  dominan  dipasarkan  di  pasar  Mardika  P
3At
-  P
3At-1
dan
b
3
-b
1
yang  adalah  koefisien  rataan  harga  tiga  3  jenis  ikan  dominan  yang dipasarkan pada hari sebelumnya di pasar acuan P
3At-1
menunjukkan nilai positif +.  Masing-masing  variabel  pada  persamaan  b  tersebut  secara  berturut-turut
adalah  0.550,  0.119  dan  0.174.  Ini  mengartikan  bahwa  setiap  penambahan  satu satuan harga ikan di pasar Salahutu pada hari sebelumnya, akan menaikkan harga
ikan  di  pasar  tersebut  0.550  ceterius  paribus.  Penambahan  satu  satuan  nilai  b
2
yang  adalah  koefisien  lag  harga  rata-rata  tiga  3  jenis  ikan  yang  dominan dipasarkan  di  pasar  Mardika  P
3At
-  P
3At-1
akan  menaikkan  harga  ikan  di  pasar Salahutu  0.119  ceterius  paribus,  sementara  penambahan  satu  satuan  nilai  b
3
-b
1
yang  adalah  koefisien  rataan  harga  tiga  3  jenis  ikan  dominan  yang  dipasarkan pada  hari  sebelumnya  di  pasar  MardikaP
3At-1
akan  meningkatkan  harga  ikan  di pasar Salahutu pada hari tersebut sebesar 0.174 ceterius paribus.
Berdasarkan  persamaan  di  atas,  maka  harga  ikan  segar  di  Pasar  Passo P
PSt
pada  hari  ini  ditentukan  oleh  harga  ikan  segar  di  Pasar  tersebut  pada  hari sebelumnya  P
PSt-1
dan  harga  ikan  di  Pasar  Mardika  sebagai  pasar  acuan  P
Mt-1
pada hari sebelumnya.
c. Pasar Leihitu P
L
= 6 809.36 + 0.206 1+b
1
+ 0.013 b
2
– 0.022 b
3
- b
1
Persamaan  c  menunjukkan  bahwa  nilai  b
3
-b
1
yang  adalah  koefisien rataan harga tiga 3 jenis ikan dominan yang dipasarkan pada hari sebelumnya di
pasar  Mardika  P
3At-1
menunjukkan  nilai  -0.022  yang  berarti  bahwa  setiap penambahan satu satuan rataan harga tiga 3 jenis ikan dominan yang dipasarkan
pada hari sebelumnya di pasar Mardika  P
3At-1
akan menurunkan harga di  pasar Leihitu  pada  saat  itu  sebesar  0.022  ceterius  paribus.  Pembentukkan  harga  ikan
segar di Pasar  Leihitu  hanya dipengaruhi oleh harga ikan segar di pasar  tersebut pada hari sebelumnya.
d. Pasar Piru P
SBB
= 1 676.18 + 0.585 1+b
1
+ 0.228 b
2
+ 0.387 b
3
- b
1
e. Pasar Binaya P
MT
= 1 028.77 + 0.678 1+b
1
+ 0.203 b
2
+ 0.305          b
3
- b
1
f. Pasar Bula P
SBT
= 16 477.68 + 0.151 1+b
1
– 0.026 b
2
+ 0.023 b
3
- b
1
Dari  persamaan  pembentukkan  harga  di  pasar  Piru  d,  Binaya  e  dan Bula f, terlihat bahwa hampir semua peubah bernilai positif +, kecuali peubah