128
6.6 Kesesuaian Keterampilan Dalam Penempatan Kerja Pegawai di
Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI
Berdasarkan hasil pengolahan data kuantitatif mengenai kesesuaian keterampilan dalam penempatan pegawai, dapat diketahui bahwa rata-rata
skor tingkat kesetujuan responden terhadap seluruh item pertanyaan untuk variabel kesesuaian keterampilan adalah sebesar 3,09. Angka ini lebih besar
dari angka 3,00 skor untuk pilihan jawaban cocoksetujusesuai, yang menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai di Sekditjen Bina Gizi dan KIA
Kemenkes RI menyatakan setuju terhadap seluruh item pertanyaan yang berkaitan dengan kesesuaian keterampilan yang mereka miliki dalam
penempatan kerja mereka. Namun demikian, masih banyak diantara pegawai yang merasakan adanya ketidaksesuaian antara keterampilan yang mereka
miliki dengan penempatan kerja mereka yaitu sebesar 8,2. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara mendalam kepada seluruh
Kepala Bagian di Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI yang mengatakan bahwa saat ini meskipun sebagian besar pegawai memang
penempatannya sudah sesuai dengan keterampilan yang mereka miliki, namun masih ada juga penempatan pegawai yang belum sesuai dengan
keterampilannya. Seharusnya penempatan kerja seorang pegawai tidak hanya dilihat
sebagai upaya untuk mendistribusikan pegawai pada bidang pekerjaan yang berbeda, akan tetapi juga harus berorientasi pada peningkatan kinerja setiap
pegawai sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap
129
pencapaian tujuan instansi secara keseluruhan. Salah satu faktor yang juga harus diperhatikan dalam menempatkan pegawai adalah kesesuaian
keterampilan yang dimilikinya dengan bidang pekerjaan yang akan ditempatinya.
Keterampilan kerja juga merupakan salah satu faktor yang mendukung peningkatan kinerja pegawai. Keterampilan menunjukkan kesanggupan atau
kecakapan pegawai dalam menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya dalam pekerjaan. Keterampilan yang dimiliki oleh pegawai diharapkan dapat
membantu pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, oleh karena itu pegawai dituntut untuk memiliki keterampilan yang sesuai dengan
pekerjaannya. Mulyasa 2002 mengungkapkan bahwa keterampilan merupakan
kedalaman psikomotorik yang dimiliki oleh seseorang yang dapat membantunya dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan
kepadanya. Menurut Pessiwarissa 2008, keterampilan kerja yang dimiliki pegawai
terdiri dari
keterampilan teknis,
keterampilan hubungan
kemanusiaan, dan keterampilan konseptual. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa masih terdapat
7,1 pegawai yang masih memiliki persepsi bahwa penempatannya belum sesuai dengan keterampilan teknis yang mereka miliki. Padahal, menurut
Mulyasa 2008, dengan keterampilan teknis misalnya dalam memanfaatkan alat bantu, pegawai mampu menyelesaikan tugas yang diberikan secara
efektif dan efissien. Dengan adanya keterampilan teknis dalam mengerjakan
130
pekerjaannya, maka hal tersebut dapat membantu pegawai dalam mencapai kinerja yang optimal dan memuaskan. Berdasarkan hasil penelitian, pegawai
yang dapat merasakan dampak positif seperti kelancaran dalam penyelesaian pekerjaannya karena kesesuaian keterampilan teknis yang dimilikinya dalam
penempatan kerjanya adalah sebesar 92,8. Keterampilan
teknis merupakan
keterampilan menggunakan
pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaannya. Salah satu keterampilan teknis yang saat ini
sangat dibutuhkan adalah keterampilan teknis untuk dapat memenuhi tuntuan dari perkembangan dan kemajuan di bidang teknologi. Berdasarkan hasil
wawancara mendalam, diketahui bahwa saat ini memang kemajuan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat menuntut pegawai untuk dapat
menyesuaikan diri dan tanggap terhadap perkembangan teknologi yang ada. Namun, kesenjangan keterampilan teknis dalam penggunaan teknologi juga
masih dirasakan terkait dengan adanya perbedaan usia pegawai. Pada golongan pegawai yang berusia muda, tidak ada masalah yang
berarti dengan tuntutan perkembangan teknologi. Sedangkan pada golongan pegawai yang sudah tua, perkembangan teknologi merupakan suatu beban
bagi pegawai tersebut karena pengetahuan dan keterampilan mereka yang sangat terbatas dalam menggunakan teknologi. Oleh karena itu, pihak instansi
juga seharusnya berusaha untuk dapat menyetarakan keterampilan teknis seluruh pegawai dengan mengadakan kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi
pegawai yang berusia tua maupun muda agar dapat memiliki keterampilan
131
teknis dalam penggunaan teknologi yang dapat membantunya dalam penyelesaian pekerjaan.
Kemudian berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa masih terdapat 1,2 pegawai yang masih memiliki persepsi bahwa penempatannya
belum sesuai dengan keterampilan hubungan kemanusiaan yang mereka miliki. Padahal, dengan adanya keterampilan hubungan kemanusiaan,
karyawan mampu menjalin kerja sama yang baik dengan pegawai lain dalam menyelesaikan pekerjaannya dan dapat memperlancar penyelesaian
pekerjaannya. Dengan adanya keterampilan hubungan kemanusiaan maka apabila pegawai mengalami kesulitan dalam melakukan tugas atau pekerjaan
yang diberikan kepadanya, pegawai tersebut dapat dengan mudah meminta bantuan kepada karyawan lain yang lebih menguasai cara mengerjakan
tugaspekerjaan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, pegawai yang merasakan dampak positif dari kesesuaian keterampilan hubungan
kemanusiaan yang dimiliki dalam penempatannya yang dapat mendukung keberhasilan mereka dalam menyelesaikan setiap pekerjaannya adalah
sebesar 97,7. Kemudian berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa masih
terdapat 10,7 pegawai yang memiliki persepsi bahwa penempatannya belum sesuai dengan keterampilan konseptual yang mereka miliki. Padahal,
dengan adanya keterampilan konseptual yang dimiliki pegawai dapat membuat pegawai memiliki pengetahuan yang dapat meningkatkan kualitas
hasil pekerjaannya.
132
Keterampilan secara konseptual perlu dimiliki karyawan sesuai dengan bidang kerjanya masing-masing. Dengan adanya keterampilan secara
konseptual, karyawan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik melalui strategi-strategi yang kreatif dan hal ini akan berdampak pada
kinerjaprestasi kerja pegawai. Keterampilan konseptual juga dapat membantunya dalam pemecahan masalah yang dihadapinya dengan
mempertajam logika,
menganalisis hubungan
sebab akibat untuk mengembangkan alternatif, menganalisa alternatif, dan memilih pemecahan
yang tepat. Berdasarkan hasil penelitian, pegawai yang merasakan dampak positif dari kesesuaian keterampilan konseptual dalam penempatannya yang
dapat mendukung keberhasilan dalam menyelesaikan setiap pekerjaannya adalah sebesar 94,1.
Dengan masih adanya 7,1 pegawai yang penempatannya belum sesuai dengan
keterampilan teknis
yang dimiliki,
1,2 pegawai
yang penempatannya belum sesuai dengan keterampilan hubungan kemanusiaan
yang dimiliki, dan 10,7 pegawai yang penempatannya belum sesuai dengan keterampilan konseptual yang dimilikinya, maka hal ini seharusnya menjadi
bahan evaluasi bagi pihak instansi untuk dapat menempatkan pegawai sesuai dengan keterampilan teknis, keterampilan hubungan kemanusiaan, dan
keterampilan konseptual yang mereka miliki. Dapat dilihat pula bahwa dampak positif dari kesesuaian keterampilan
yang dimiliki dalam penempatannya yang dirasakan pegawai adalah lebih dari 90. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pegawai memiliki persespsi
133
bahwa penempatan kerja yang sesuai dengan kesesuaian keterampilan yang mereka miliki selama ini, dapat menunjang keproduktifan mereka dalam
bekerja dan dalam mencapai prestasi kerja yang memuaskan. Oleh karena itu, pihak instansi seharusnya lebih memperhatikan masalah ini dan berusaha
untuk dapat menempatkan pegawai sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam, diketahui bahwa meskipun kebijakan penempatan pegawai di instansi tersebut selama ini belum
memperhatikan masalah kesesuaian pengetahuan dan latar belakang pendidikan dalam penempatan pegawai, namun saat ini pihak instansi sedang
berusaha untuk memperbaiki sistem penempatan kerja pegawai di instansi tersebut. Perbaikan sistem penempatan tersebut seiring dengan adanya
reformasi birokrasi yang saat ini sedang dijalankan oleh seluruh instansi pemerintah termasuk Sekditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Dengan
adanya reformasi birokrasi saat ini, maka kebijakan instansi dalam sistem penempatan pegawai menjadi lebih baik dengan adanya perencanaan
kebutuhan yang berdasarkan pada analisis beban kerja dan analisis jabatan yang sesuai dengan kebutuhan instansi.
Dalam melakukan pengadaan pegawai, perencanaan SDM di Sekditjen Bina Gizi dan KIA yang dilakukan telah sesuai dengan kebijakan Permenpan
RI No.24 Tahun 2013 Tentang Kebijakan Tambahan Alokasi Formasi dan Pengadaan CPNS, yaitu dimulai dengan melakukan analisis jabatan dan
analisis beban kerja pada setiap satuan organisasi untuk menghasilkan uraian
134
jabatan, peta jabatan, standar kompetensi dan persyaratan jabatan, serta menghitung jumlah kebutuhan pegawai setiap jabatan sesuai beban kerja
organisasi. Perencanaan kebutuhan PNS akan disesuaikan dengan uraian jabatan dan persyaratan jabatan agar nantinya penempatan pegawai juga akan
sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh pegawai. Penempatan pegawai yang sesuai dengan kompetensi merupakan salah
satu upaya dalam pengembangan SDM aparatur yang berbasis kompetensi dan merupakan suatu keharusan agar organisasi birokrasi dapat
mewujudkan kinerja yang lebih baik dan memberikan pelayanan publik yang terbaik. Selama ini, masalah kurang kompetitifnya SDM aparatur negara
menjadi masalah klasik yang menyebabkan reformasi birokrasi hingga saat ini masih kurang maksimal. Oleh karena itu, sesuai dengan konsep rightsizing
menurut Thoha 2010, dalam penataan pegawai di pemerintahan, analisis beban kerja, analisis jabatan, dan peningkatan kualifikasi jabatan merupakan
upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan penempatan pegawai. Analisis beban kerja dilakukan terhadap aspek-aspek, yaitu norma
waktu, volume kerja, dan jam kerja efektif. Dengan adanya perencanaan yang matang berdasarkan beban kerja suatu unit kerja, maka hal tersebut sangat
membantu dalam pengoptimalan penempatan pegawai di suatu unit kerja. Selain itu, untuk mendukung kesesuaian penempatan pegawai juga perlu
dilakukan analisis jabatan dalam organisasi publik. Hasil analisis jabatan akan menghasilkan klasifikasi jabatan, peta jabatan, uraian jabatan, dan standar
kompetensi jabatan yang dapat digunakan dalam penempatan pegawai.
135
Menurut UU Aparatur Sipil Negara Tahun 2014 pasal 68, bahwa setiap jabatan tertentu dikelompokkan dalam klasifikasi jabatan PNS yang
menunjukkan kesamaan karakteristik, mekanisme, dan pola kerja. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa sebelum menentukan pengangkatan pegawai
dalam jabatan tertentu maka perlu disusun sebuah pedoman tentang klasifikasi jabatan yang disesuaikan dengan karakteristik, mekanisme dan
pola kerja. Sedangkan peta jabatan dapat berfungsi untuk mengetahui kebutuhan pemenuhan jabatan di suatu unit kerja dan kompetensi apa yang
dibutuhkan dalam jabatan tersebut. Uraian jabatan berfungsi untuk mengetahui deskripsi pekerjaan, uraian tugas, hasil kerja, persyaratan jabatan,
evaluasi jabatan dan asesmen individu. Kompetensi merupakan hal yang sangat penting sebagai bahan
pertimbangan dalam melakukan penempatan kerja. Oleh karena itu, perlu adanya standar kompetensi jabatan yang memuat persyaratan minimal yang
harus dimiliki seseorang dalam melakukan pekerjaan tertentu agar yang bersangkutan mempunyai kemampuan melaksanakan pekerjaan dengan hasil
baik. Selain menyusun standar kompetensi jabatan, maka instansi juga harus melakukan assesmentpenilaian kompetensi untuk setiap individu pegawai
dalam organisasi itu. Tahap ini wajib dilakukan, sebab setelah instansi memiliki direktori kompetensi beserta dengan kebutuhan kompetensi per
posisi, maka instansi juga perlu mengetahui dimana level kompetensi para pegawai dan dari sini juga instansi bisa memahami gap antara level
136
kompetensi yang dipersyaratkan dengan level yang dimiliki oleh karyawan saat ini.
Assessment Center merupakan evaluasi perilaku dengan menggunakan suatu standar tertentu berdasarkan beberapa tools dan beberapa masukan.
Metode ini menggunakan berbagai teknik assessment multiple assessment seperti tes, wawancara, kuesioner, maupun simulasi. Metode assessment
center dapat dimanfaatkan untuk menjawab kebutuhan organisasi dalam melakukan
proses evaluasi
untuk keperluan
rekrutmen, seleksi,
pengembangan, promosi, hingga mempersiapkan jalur suksesi. Assessment Center AC diartikan sebagai proses sistematis untuk
menilai ketrampilan, pengetahuan dan kemampuan individu yang dianggap kritikal bagi keberhasilan kinerja yang unggul. Tujuan umumnya adalah agar
organisasi mempunyai orang-orang yang siap menjalankan pekerjannya hingga level kompetensi tertinggi, dengan kata lain tujuan dari assesment
center adalah terciptanya kesesuaian antara apa yang dibutuhkan dan dapat ditawarkan organisasi dengan apa yang dibutuhkan dan ditawarkan
karyawannya. Dengan adanya strategi tersebut seiring dengan adanya reformasi
birokrasi maka dengan hal tersebut dapat mengoptimalkan sistem penempatan kerja di area birokrasi pemerintahan. Hal tersebut sangat baik, karena
kesesuaian dalam penempatan kerja pegawai merupakan syarat utama bagi terciptanya kondisi yang kondusif bagi pegawai untuk mengeluarkan segala
137
kemampuannya dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan Murad,2012. Dengan adanya penempatan yang sesuai dan tepat, maka gairah kerja, mental
kerja, dan prestasi kerja mencapai hasil yang optimal bahkan kreativitas serta prakarsa karyawan dapat berkembang. Penempatan yang sesuai dan tepat
merupakan motivasi yang akan menimbulkan antusias dan semangat kerja yang tinggi bagi seseorang dalam mengerjakan pekerjaan itu dan merupakan
salah satu kunci untuk memperoleh kinerja yang optimal dari setiap karyawan Hasibuan, 2006.
Penempatan kerja yang sesuai dengan keterampilan yang dimiliki pegawai sangat penting dalam kelancaran pelaksanaaan pekerjaan yang
dibebankan kepadanya. Dengan masih adanya penempatan pegawai yang tidak sesuai dengan keterampilan yang dimilikinya yaitu sebanyak 8,2
pegawai, pihak instansi berusaha untuk mengatasi kesenjangan keterampilan yang dimiliki pegawai dengan melakukan program-program peningkatan
kemampuan pegawai seperti pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam kepada seluruh Kepala Bagian, dapat diketahui bahwa
selama ini pihak instansi mengantisipasi kesenjangan keterampilan pegawai dengan melakukan pendidikan dan pelatihantraining kepada setiap
pegawainya untuk meningkatkan keterampilan pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.
Selain pelatihan resmi, adapula pelatihan sehari-hari yang diberikan oleh seniorpegawai yang masa kerjanya lebih lama dan lebih berpengalaman
kepada pegawai baru untuk dapat meningkatkan pengetahuan akan pekerjaan
138
dan keterampilan pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya. Sehingga dengan adanya pelatihan yang diberikan, mereka mampu menyesuaikan diri
dengan pekerjaannya dan memiliki kemampuan yang baik untuk dapat mencapai kinerja yang optimal.
Seiring dengan adanya kebijakan reformasi birokrasi dari Permenpan, maka pendidikan dan pelatihan yang dilakukan di lingkungan Sekditjen Bina
Gizi dan KIA adalah diklat berbasis kompetensi. Diklat berbasis kompetensi merupakan tindak lanjut dari Assessment Center, yang dilaksanakan untuk
menutup kesenjangan GAP antara level kompetensi yang dimiliki hasil Assessment Center dan level kompetensi yang dibutuhkan dalam jabatan
Standar Kompetensi Jabatan Kemenkes, 2013. Pada instansi pemerintah, masalah yang sering ditemui dalam pengadaan SDM adalah ketidaksesuaian
antara formasi yang direncanakan dengan formasi yang diberikan. Dengan adanya diklat berbasis kompetensi ini, maka dapat menjadi salah satu upaya
untuk mengatasi masalah ketidaksesuaian kompetensi PNS dalam penempatan kerjanya.
Pendidikan dan Pelatihan Diklat Berbasis Kompetensi merupakan suatu proses pendidikan dan pelatihan yang dirancang untuk mengembangkan
kemampuan dan ketrampilan secara khusus, untuk mencapai hasil kerja yang berbasis target kinerja performance target yang telah ditetapkan. Penerapan
kebijakan ini memang berimplikasi langsung pada keharusan adanya standar kompetensi untuk setiap jabatan, baik jabatan struktural, fungsional
tertentu, maupun fungsional umum. Diklat berbasis kompetensi bagi PNS
139
bukan diklat yang sekedar membentuk kompetensi, tetapi kompetensi tersebut harus relevan dengan tugas dan jabatannya. Dengan kata lain,
kompetensi itu secara langsung dapat membantu di dalam melaksanakan tugas dan jabatan.
Menurut Arep 2003 dalam Lucky 2008, pelatihan merupakan salah satu usaha untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama dalam hal
pengetahuan, kemampuan, keahlian, dan sikap. Hal tersebut didukung pula oleh pendapat menurut Dessler 1984 bahwa pelatihan memberikan pegawai
keterampilan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan pekerjaan. Ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya pendidikan dan pelatihan,
diantaranya yaitu pegawai dapat membuat keputusan dan pemecahan masalah secara lebih baik; internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja, prestasi,
tanggung jawab dan kemajuan; mempertinggi rasa percaya diri dan pengembangan diri; serta dapat membantu untuk mengurangi rasa takut
dalam menghadapi tugas-tugas baru Sirait, 2006 dalam Yuliastuti, 2007. Namun, masih ada beberapa kendala yang dirasakan terkait dengan
kegiatan pendidikan dan pelatihan yang dilakukan, yaitu keterbatasan anggaran yang tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh pegawai untuk
meningkatkan kemampuannya melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu Kabag, diketahui bahwa saat
ini memang ada program diklat gratis yang dianggarkan untuk setiap instansi, namun kuotanya sangat terbatas. Kepala Bagian tersebut mengantisipasinya
dengan membuat anggaran sendiri untuk dapat mengirimkan karyawannya
140
dalam kegiatan diklat tersebut, namun anggaran yang dimiliki pun tebatas sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh pegawai.
Oleh karena itu, Kepala Bagian tersebut menerapkan sistem sharing ilmu dari pegawai yang berkesempatan mengikuti diklat kepada pegawai
yang belum berkesempatan mengikuti diklat. Hal ini sangat baik dan pastinya akan bermanfaat untuk kesetaraan peningkatan kemampuan seluruh pegawai.
Hal ini dapat menjadi masukan bagi Kepala Bagian yang lainnya bahwa untuk dapat mengatasi masalah adanya keterbatasan anggaran dan
keterbatasan kuota peserta diklat dapat dilakukan dengan cara menerapkan sistem sharing ilmuberbagi ilmu yang dimiliki antar pegawai guna
menunjang keproduktifan kerja seluruh pegawai yang ada. Pelaksanaan kegiatan diklat juga harus rutin untuk dapat memperlancar
tugas. Memang hal tersebut merupakan kenyataan bahwa anggaran yang harus disediakan untuk membiayai kegiatan pendidikan dan pelatihan
merupakan beban bagi organisasi. Oleh karena itu, perlu adanya penentuan kebutuhan untuk mengadakan pendidikan dan pelatihan agar anggaran yang
dikeluarkan betul-betul bermanfaat, artinya pendidikan dan pelatihan diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan pegawai. Penentuan kebutuhan
mengungkapkan gambaran kekurangan kompetensi dalam melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, sehingga pendidikan dan
pelatihan dapat bermanfaat untuk menunjang pekerjaan pegawai. Penentuan kebutuhan pegawai terhadap kegiatan diklat, dapat
diadaptasi dari salah satu sistem manajemen kepegawaian di negara
141
Singapura. Dalam memanajemen pegawai di negara tersebut, diterapkan berbagai sistem yang sistematis, terintegrasi, dan berorientasi terhadap
peningkatan kualitas SDM. Salah satu sistem yang dapat menjadi contoh adalah sistem penilaian kinerja pegawai. Dalam sistem penilaian kinerja,
terhadap dua aspek yang dipertimbangkan yaitu review terhadap pencapaian kinerja dan penilaian potensi yang dimiliki karyawan. Salah satu tujuan dari
review pencapaian kinerja pegawai adalah untuk membuat rekomendasi pemenuhan peningkatan kemampuan pegawai dengan kegiatan diklat. Jika
hasil review menunjukan bahwa kinerja pegawai kurang baik, maka atasan dapat menuliskan rekomendasi untuk peningkatan kemampuan pegawai
dengan kegiatan diklat. Sistem tersebut dapat menghasilkan perencanaan kebutuhan diklat yang tepat sasaran, sesuai dengan kebutuhan pegawai dan
kebutuhan instansi yang sesungguhnya. Dengan adanya penentuan kebutuhan pegawai dan organisasi ini akan
menunjang keberhasilan
organisasi dalam
meningkatkan kualitas
penyelenggaraan diklat. Kebutuhan diklat harus selalu diprogramkan, direncanakan secara matang dengan mempertimbangkan kebutuhan
organisasi, kebutuhan jabatan dan kemampuan masing-masing pegawai serta kebutuhan jenis diklat, biaya, dan pegawai yang mengikutinya. Selain itu,
evaluasi terhadap efektivitas penyelenggaraan diklat juga harus dilakukan dengan mellihat peningkatan kinerja pegawai.
142
6.7 Kesesuaian Sikap Dalam Penempatan Kerja Pegawai di Sekditjen Bina