59
4. Bentuk Keempat
Bentuk keempat terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut : Unsur-unsur objektif :
1 Perbuatan : a. menyimpan; b. memasukkan ke Indonesia;
2 Objeknya : a. mata uang Negara atau mata uang bank yang tidak asli atau dipalsu;
b. uang kertas Negara atau uang kertas bank tidak asli atau dipalsu;
3 uang tidak asli atau dipalsu dilakukan oleh orang lain; Unsur subjektif :
4 Kesalahan : a. dengan sengaja; b. yang tidak asli atau dipalsu diketahui pada saat
menerimanya; c. dengan maksud untuk mengedarkannya atau menyuruh
mengedarkannya sebagai uang asli atau tidak dipalsu.
48
Perbuatan “mengedarkan” terdapat pada tindak pidana pasal 245 bentuk pertama dan kedua. Untuk terwujudnya tindak pidana dengan perbuatan
mengedarkan uang tidak asli atau dipalsu, ditandai oleh objek uang sudah tidak Unsur-unsur formal yang tercantum dalam rumusan tindak pidana pasal
245 adalah perkataan yang dicetak miring. Dari rumusan tindak pidana diatas, secara keseluruhan baik unsur objektif dan unsur subjektifnya terdiri dari :
2.1 Perbuatan : Mengedarkan, Menyimpan, Memasukkan Ke Indonesia
48
Adam Chazawi, Ardi Ferdian, Op.cit., hlm 53- 56.
Universitas Sumatera Utara
60 berada di dalam kekuasaannya lagi. Telah berpindah ke dalam kekuasaan pihak
lain. Melepaskan kekuasaan atas uang itu ke dalam kekuasaan pihak lain haruslah dilakukannya dengan sengaja. Sengaja disini ditujukan baik pada perbuatan
mengedarkannya maupun maupun terhadap keadaan tidak asli atau dipalsunya uang yang diedarkannya itu.
Mengedarkan merupakan perbuatan yang dirumuskan secara abstrak, yang bentuk konkretnya bisa bermacam-macam, yang penyelesaiannya ditandai
oleh beralihnya kekuasaan atas uang itu yang semula berada dalam kekuasaan si pengedar ke dalam kekuasaan pihak lain. Wujud konkretnya misalnya :
membelanjakan, memberikan, menyetorkan ke bank, menukarkan, menyerahkan, menghibahkan, mengirimkan bahkan bisa juga dengan cara meninggalkannya di
suatu tempat agar ditemukan dan diambil oleh orang lain. Dengan lepasnya kekuasaan atas uang tidak asli atau dipalsu dari wujud
perbuatan-perbuatan konkret mengedarkan semacam itu, maka selesailah perbuatan mengedarkan, dan selesai sempurna pula tindak pidana pasal 245 ini.
Tidak diperlukan syarat apakah setelah lepasnya kekuasaan atas uang tidak asli atau dipalsu tadi oleh pihak yang menerima menguasainya melakukan perbuatan
lagi dengan melepaskan kekuasaannya lagi kepada pihak lain. Andaikan orang yang semula menerima mengalihkannya lagi kepada pihak lain, maka orang itu
juga melakukan perbuatan mengedarkan yang berdiri sendiri, dan dapat dipidana pula apabila mengetahui bahwa uang yang diterimanya yang kemudian diedarkan
lagi itu sebagai uang tidak asli atau uang dipalsu. Apabila tidak ada pengetahuan seperti itu, orang ini bukan sebagai orang yang dapat dipidana, meskipun
perbuatannya termasuk mengedarkan. Ada dua alasan tidak dipidananya, ialah : •
Dilihat dari sudut pengetahuan terhadap tidak asli atau dipalsunya uang yang diedarkan merupakan salah satu unsur pembentuk Pasal 245. Jika salah satu
unsur tidak ada, maka si pembuat yang perbuatannya tidak memenuhi salah satu unsur tidak ada, maka si pembuat yang perbuatannya tidak memenuhi
salah satu unsur, haruslah dibebaskan, karena tidak melakukan tindak pidana.
Universitas Sumatera Utara
61 •
Dilihat dari sudut alasan peniadaan pidana yang bersumber pada asas hukum yang tidak tertulis “tiada pidana tanpa kesalahan” geen straf zonder schuld.
Berdasarkan asas ini si pengedar tidak dipidana, melainkan diputus lepas dari tuntutan hukum. Karena perbuatannya terbukti, tetapi ada alasan peniadaan
pidana di luar UU, berupa alasan pemaaf.
Sementara perbuatan menyimpan mengandung ciri-ciri : •
Ada perbuatan awalnya, sebagai penyebab atau asal dari keberadaan benda yang disimpan: a bisa dari perbuatan orang lain, misalnya mengedarkan
seperti membelanjakan uang tidak asli atau dipalsu atau b dari perbuatannya sendiri, misalnya meniru atau memalsu uang sebagaimana perbuatan dalam
pasal 244. •
Terdapatnya hubungan langsung dan sangat erat antara si pembuat yang menyimpan uang dengan benda uang yang disimpannya. Hubungan ini
merupakan hubungan kekuasaan menguasai. Hubungan yang sangat erat ini berhubungan dengan maksud dari penyimpanan itu, yakni untuk diedarkan
atau menyuruh orang mengedarkan. Dari keadaan hubungan kekuasaan inilah dapat dinilai adanya maksud dari penyimpanan seperti itu.
Dari kedua ciri perbuatan menyimpan sebagaimana tersebut di atas dapatlah diketahui bahwa pengertian menyimpan adalah berlawanan dengan
pengertian perbuatan mengedarkan. Mengedarkan melakukan perbuatan terhadap uang yang ada di dalam kekuasaanya, yang menyebabkan kekuasaan atas uang itu
berpindah ke dalam kekuasaan pihak lain. Sebaliknya, menyimpan justru beralihnya kekuasaan atas uang itu dari orang lain ke dalam kekuasaan orang yang
menyimpan. Meskipun dari sifat kedua perbuatan seperti itu, pengertian menyimpan
berlawanan dengan pengertian mengedarkan, menyimpan dapat pula berarti lain. Dalam arti menyimpan tidak selamanya benda yang disimpan diterimanya dari
peralihan kekuasaan dari orang lain, seperti berasal dari perbuatan mengedarkan. Namun bisa juga keberadaan benda yang disimpan tersebut oleh sebab
Universitas Sumatera Utara
62 perbuatannya sendiri. Misalnya meniruatau memalsu uang sebagaimana dimaksud
pasal 244, setelah perbuatan tersebut selesai dilakukan, kemudian menyimpan uang yang dihasilkan oleh perbuatan itu.
Penyebab beralihnya kekuasaan benda uang tidak asli atau dipalsu ke dalam kekuasaan si yang menyimpan bisa oleh sebab perbuatan yang melawan
hukum maupun tidak. Melalui perbuatan yang melawan hukum, misalnya berasal dari perbuatan mengedarkan oleh orang lain. Melalui perbuatan yang tidak
bersifat melawan hukum misalnya uang tidak asli atau dipalsu itu terjatuh di jalan dan ditemukan oleh orang lain yang selanjutnya menyimpannya. Orang yang
kemudian menguasai uang dalam kedua contoh tersebut, hanya dapat dipidana apabila mengetahui bahwa uang yang ada di dalam kekuasaanya itu tidak asli atau
dipalsu, dan dalam hal menyimpan tersebut terkandung maksud untuk diedarkan atau menyuruh orang mengedarkan.
Sebetulnya perbuatan menyimpan tidak perlu dimasukkan ke dalam pasal 245, karena tidak menyebabkan dilanggarnya suatu kepentingan hukum apapun,
misalnya orang yang menemukan uang tidak asli atau dipalsu tersebut di jalan, atau orang yang menerima pembayaran dari orang lain, meskipun kemudian
mengetahui uang itu tidak asli atau palsu. Sehubungan apabila perbuatan itu disertai dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh orang lain
mengedarkan. Sifat melawan hukum subjektif perbuatan menyimpan terletak pada maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan uang tidak asli atau
dipalsu tersebut. Pada perbuatan memasukkan ke Indonesia, menunjukkan bahwa uang
tidak asli atau dipalsu itu berasal dari luar wilayah hukum Indonesia. Dalam hal si pembuat yang membawa atau menguasai uang tidak asli atau dipalsu tersebut
berada di luar wilayah hukum Indonesia, maka telah terwujud perbuatan memasukkan ke Indonesia pada saat ia memasuki wilayah hukum Indonesia.
Sebagaimana diketahui bahwa menurut pasal 3 KUHP, wilayah hukum Indonesia diperluas sampai pada pesawat udara dan kapal Indonesia. Maka terjadi
Universitas Sumatera Utara
63 perbuatan memasukkan ke Indonesia pada saat seseorang yang membawa uang
tidak asli atau dipalsu yang berada di luar negeri masuk ke dalam pesawat atau kapal Indonesia .
49
Objek tindak pidana Pasal 245 adalah objek uang yang dihasilkan oleh perbuatan meniru atau memalsu dalam pasal 244. Artinya objek tindak pidana
pasal 245 adalah berupa objek hasil kejahatan pasal 244 ialah: mata uang Negara; mata uang bank; uang kertas Negara; uang kertas bank yang tidak asli atau
dipalsu. Empat macam objek kejahatan ini dapat disingkat dengan menyebutnya “uang tidak asli atau dipalsu”. Untuk empat macam objek ini telah dibicarakan
sebelumnya dalam bahasan mengenai Pasal 244.
2.2 Mata Uang Negara Atau Bank Atau Uang Kertas Negara Atau Bank Tidak Asli atau Dipalsu