94
OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2016
6.5 Bauran Energi Baru dan Terbarukan
New and Renewable Energy Mix
Perbedaan proyeksi kebutuhan biomassa dan EBT pada sektor industri berdampak pada konstribusi EBT terhadap
bauran energi primer. Konsumsi biomassa pada sektor industri yang jumlahnya terbatas sesuai data HEESI yang
diterbitkan oleh KESDM hanya menghasilkan bauran energi primer EBT yang mencapai 7,5 pada tahun 2014 lalu naik
menjadi 12,5 pada tahun 2025 dan 13,4 pada tahun 2050.
Sebaliknya, dengan mempertimbangkan penggunaan EBT pada industri terpilih CPO, pulp dan kertas, gula tebu,
dan semen sesuai kasus industri hijau berkonstribusi signiikan dalam meningkatkan bauran EBT nasional. Dari
hasil analisis konsumsi EBT pada keempat industri terpilih tersebut beserta dengan proyeksinya menghasilkan bauran
EBT yang mencapai 10 pada tahun 2014 kemudian naik menjadi 19,3 pada tahun 2025 dan pangsanya meningkat
2 kali lipat pada tahun 2050 terhadap bauran EBT tahun 2025.
Informasi ini sangat berharga dan dapat mengurangi perdebatan yang panjang tentang upaya memenuhi
sasaran bauran EBT yang ditetapkan dalam Kebijakan Energi Nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 79 Tahun 2014. Seperti diketahui bahwa untuk memenuhi bauran EBT minimal sebanyak 23 pada tahun
2025 KESDM sedang menyusun berbagai opsi pemanfaatan EBT untuk pembangkit listrik dan pemanfaatan BBN. Oleh
karena sulit tercapai maka diprogramkan pemanfaatan EBT yang justru akan meningkatkan biaya produksi pembangkit
listrik. Sebagai konsekwensinya adalah meningkatnya jumlah subsidi listrik oleh pemerintah dan atau dibebankan
ke masyarakat melalui perubahan tarif listrik yang dijual ke pelanggan. Seperti diketahui bahwa terdapat 12 golongan
tarif pelanggan listrik yang sudah tidak disubsidi lagi oleh pemerintah termasuk golongan tarif pelanggan R-1TR
dengan daya tersambung 1.300 VA, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 Tahun 2014.
Differences in projected demand of biomass and NRE in industrial sector impacts on NRE contribution to primary
energy mix. Biomass consumption of industrial sectors in HEESI published by MEMR only contributed to NRE share
7.5 in primary energy mix and will rise to 12.5 in 2025 and 13.4 in 2050.
On the other hand, taking into account the NRE use in selected industries CPO, pulp and paper, sugar, and cement
as in green industry case contributes to a signiicant increase of NRE share in national primary energy mix. From the
analysis, share of NRE in primary energy mix reached 10 in 2014 and then will rise to 19.3 in 2025 and increases
two-fold in 2050.
This information is very valuable and can cease the long- standing debate about efforts in carrying out the NRE share
goals set out in National Energy Policy as stipulated in Government Regulation No. 79 Year 2014. To meet the NRE
share of at least 23 by 2025, MEMR are putting together a variety of NRE utilization options for electricity generation
and biofuel utilization. These will lead to an increase in electricity production cost. As a consequence, amount of
electricity subsidy by the government will also increase and or will be charged to the public through changes in customer
electricity rates. There are 12 types of electricity rates that are no longer subsidized by the government including R-1
TR type with 1300 VA, as stipulated in the Regulation of Minister MEMR No. 31 year 2014.
95
2016 INDONESIA ENERGY OUTLOOK
Gambar 6.4 Pasokan EBT untuk skenario dasar dan kasus industri hijau Figure 6.4 NRE supply of base scenario and green industry case
7.5 12.5
13.4 10.0
19.3 38.5
5 10
15 20
25 30
35 40
45
2014 2020
2025 2030
2035 2040
2045 2050
P a
n gs
a S
h a
re
Skenario Dasar Base Scenario Skenario Tinggi High Scenario
Kasus Industri Hijau Dasar Green Industry Base Case Kasus Industri Hijau Tinggi Green Industry High Case