VII. EFISIENSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG
Rumah sakit ataupun industri dan kegiatan usaha lainnya yang menghasilkan limbah cair diwajibkan untuk membuat IPAL untuk menurunkan
konsentrasi limbah. Namun, sejauh mana pengawasan terhadap hasil olahan IPAL dan bagaimana efisiensi dari pengolahan tersebut belum banyak dipelajari dan
diamati. Penilaian efisiensi pengolahan IPAL perlu dilakukan setidaknya sebagai media pengawasan dan pencegahan terhadap kerusakan lingkungan misal:
perairan yang terjadi akibat tingginya konsentrasi limbah yang dibuang. Tidak menutup kemungkinan masih banyak rumah sakit atau kegiatan yang
menghasilkan limbah yang nilai konsentrasinya di atas standar yang telah ditetapkan. Pengadaan IPAL bisa saja hanya menjadi suatu syarat usaha atau
perizinan. Seharusnya, kemampuan fisik IPAL tetap harus diawasi agar kualitas lingkungan tetap terjaga. Kemampuan fisik IPAL dapat diukur dengan
menggunakan perhitungan efisiensi dan uji statistik dengan menggunakan konsep uji nilai tengah.
7.1. Efisiensi Kemampuan Fisik IPAL RS. Telogorejo
Berdasar pengolahan data dari uji laboratorium terhadap sampel hasil olahan IPAL RS. Telogorejo, nilai BOD sebelum dan sesudah pengolahan
mengalami penurunan. Sebelum dilakukan perhitungan efisiensi, setidaknya dapat diketahui bahwa IPAL RS. Telogorejo dapat menurunkan parameter BOD. Rata-
rata inlet BOD adalah sebesar 53.61 mgl dimana jumlah tersebut berada jauh lebih tinggi daripada standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah
sebesar 30 mgl. Setelah pengolahan, konsentrasi BOD rata-rata turun menjadi 20.36 mgl. Penurunan tersebut secara nyata menempatkan RS. Telogorejo pada
posisi di bawah standar baku mutu atau dengan kata lain air limbah dapat dibuang tanpa membahayakan perairan. Secara grafis, perbandingan inlet, standar baku
mutu dan outlet BOD dapat dilihat di Gambar 6.
Sumber: Data Bagian Sanitasi RS. Telogorejo Semarang 2005-2007
Gambar 6. Perbandingan Konsentrasi Parameter BOD Limbah Cair RS. Telogorejo tahun 2005-2007 dengan Standar Baku Mutu
Penurunan yang terjadi pada parameter COD melebihi apa yang ada pada parameter BOD. Rata-rata inlet COD sebesar 129.58 mgl. Standar baku mutu
yang diberlakukan untuk parameter COD tidak seketat BOD. Besar standar baku mutu untuk COD adalah 80 mgl. Berdasarkan data outlet yang ada di RS.
Telogorejo, didapat perhitungan rata-rata outlet sebesar 42.72 mgl. Jumlah tersebut sangat jauh dari standar baku mutu dan nilainya hampir mencapai
setengah dari standar. Hal ini membuktikan IPAL RS. Telogorejo bekerja dengan baik dalam menurunkan COD. Secara grafis, perbandingan inlet, standar baku
mutu dan outlet COD dapat dilihat di Gambar 7.
Sumber: Data Bagian Sanitasi RS. Telogorejo Semarang 2005-2007
Gambar 7. Perbandingan Konsentrasi Parameter COD Limbah Cair RS. Telogorejo tahun 2005-2007 dengan Standar Baku Mutu
Parameter ketiga yang dinilai dalam penelitian ini adalah TSS. Rata-rata inlet TSS dari limbah RS. Telogorejo adalah 93.33 mgl. setelah dilakukan
pengolahan, besar konsentrasi rata-rata TSS adalah 15.31 mgl. Nilai tersebut berada di bawah standar baku mutu yang telah ditetapkan yaitu sebesar 30 mgl.
Dengan hasil tersebut, TSS limbah RS. Telogorejo tidak membahayakan badan air yang menerimanya. Secara grafis, perbandingan inlet, standar baku mutu dan
outlet TSS dapat dilihat di Gambar 8.
Sumber: Data Bagian Sanitasi RS. Telogorejo Semarang 2005-2007
Gambar 8. Perbandingan Konsentrasi Parameter TSS Limbah Cair RS. Telogorejo Tahun 2005-2007 dengan Standar Baku Mutu
Sedangkan untuk parameter NH
3
yang memiliki standar baku mutu yang sangat ketat, yaitu 0.1 mgl, rata-rata inlet NH
3
RS. Telogorejo sebesar 23.37 mgl. Nilai tersebut sangat jauh dari standar. Setelah dilakukan pengolahan, nilai
outlet limbah adalah sebesar 6.18 mgl. Penurunan tersebut menunjukkan IPAL RS. Telogorejo bekerja dengan baik. Namun, hasil outlet dari NH
3
, nilainya masih berada di atas standar yang ditetapkan. Ini artinya, NH
3
dari RS. Telogorejo masih belum aman menurut standar. Secara grafis, perbandingan inlet, standar baku
mutu dan outlet NH
3
dapat dilihat di Gambar 9.
Sumber: Data Bagian Sanitasi RS. Telogorejo Semarang 2005-2007
Gambar 9. Perbandingan Konsentrasi Parameter NH
3
Limbah Cair RS. Telogorejo Tahun 2005-2007 dengan Standar Baku Mutu
Parameter terakhir yang diamati dalam penelitian ini adalah PO4. Rata- rata besar konsentrasi inlet PO4 adalah sebesar 3.53 mgl yang masih berada di
atas standar baku mutu, yaitu 2 mgl. Setelah dilakukan pengolahan, konsentrasi PO4 menurun dan berada di bawah standar baku mutu. Nilai inlet PO4 adalah
sebesar 0.60 mgl. Menurut Odum1971, nilai PO4 atau fosfat yang besarnya lebih dari 0.50 mgl masih harus diwaspadai karena dapat merangsang
pertumbuhan fitoplankton blooming yang tidak terkendali dalam perairan. Blooming tersebut dapat memfiksasi nitrogen secara langsung dari atmosfir
dalam Djunaedi, 2007. Secara grafis, perbandingan inlet, standar baku mutu dan outlet PO
4
dapat dilihat di Gambar 10.
Sumber: Data Bagian Sanitasi RS. Telogorejo Semarang 2005-2007
Gambar 10. Perbandingan Konsentrasi Parameter PO
4
dengan Standar Baku Mutu Kualitas limbah cair akan tergantung pada kemampuan fisik IPAL dan
salah satu cara mengukur hal tersebut adalah dengan menggunakan standar perhitungan efisiensi yaitu penurunan konsentrasi dibanding dengan inlet limbah.
Kemampuan fisik IPAL RS. Telogorejo yang bersistem bioreaktor ini diamati dengan mengambil sampel inlet dan outlet dari parameter BOD, COD, TSS, NH
3
dan PO
4
. Nilai yang dimasukkan dalam perhitungan efisiensi adalah nilai rata-rata inlet dan outlet masing-masing parameter, yaitu sebesar 53.61 mgl dan 20.36
mgl untuk BOD, 129.58 mgl dan 42.72 mgl untuk COD, 93.33 mgl dan 15.31 mgl untuk TSS, 23.37 mgl dan 6.18 mgl untuk NH
3
dan 3.53 mgl dan 0.60 mgl untuk PO
4
. Fluktuasi nilai inlet masing-masing parameter dari waktu ke waktu tidak terlalu signifikan. Hal ini berbeda dengan apa yang ada di outlet.
Nilai outlet berfluktuasi cukup signifikan dari waktu ke waktu. Fluktuasi nilai outlet dipengaruhi oleh debit limbah, kinerja bakteri, oksigen dan nyala listrik
untuk kerja pompa. Apabila debit limbah tinggi, bakteri harus bekerja lebih keras
dalam menurunkan konsentrasi limbah dan pada saat terjadi mati listrik, oksigen yang dibutuhkan bakteri berkurang sehingga kerja bakteri terganggu.
Dari data laboratorium mengenai uji limbah, diperoleh rata-rata nilai efisiensi 60 persen untuk kelima parameter yang diuji. Hal ini menunjukkan
kemampuan fisik IPAL yang baik dan efisien dari IPAL RS. Telogorejo. Nilai efisiensi terendah adalah penurunan parameter BOD, yaitu sebesar 62.03 persen
yang berarti IPAL RS. Telogorejo efisien menurunkan konsentrasi BOD 62.03 persen atau sebesar 33.25 mgl. Efisiensi tertinggi adalah pada parameter TSS,
yaitu sebesar 83.60 persen yang berarti IPAL RS. Telogorejo sangat efisien dalam menurunkan konsentrasi TSS 83.60 persen atau sebesar 78.03 mgl. Sedangkan
nilai efisiensi untuk parameter lain adalah sebesar 67.03 persen atau penurunan sebesar 86.06 mgl untuk parameter COD, 73.56 persen atau 17.19 mgl untuk
NH
3
dan 83.03 persen atau sebesar 2.93 mgl untuk PO
4
. Secara rinci terdapat dua parameter limbah yang sangat efisien diolah dengan IPAL, yaitu TSS dan PO
4
. Sedangkan ketiga parameter lainnya, yaitu BOD, COD dan NH
3
diolah secara efisien dengan menggunakan IPAL.
Berdasarkan kategori efisiensi Metcalf Eddy 1991 untuk parameter BOD, COD dan TSS, RS. Telogorejo yang menggunakan media lumpur aktif
dikatakan efisien dalam menurunkan atau mengolah parameter TSS saja. Efisiensi untuk TSS menurut Metcalf Eddy adalah 10-25 persen. Sedangkan nilai
efisiensi untuk TSS pada penelitian ini adalah sebesar 83.60 persen. Nilai tersebut berada di atas nilai efisiensi yang disyaratkan. Dengan kata lain, IPAL RS.
Telogorejo sangat efisien menurunkan atau mengolah TSS. Sedangkan untuk
kedua parameter lain, yakni BOD dan COD, nilai efisiensi yang ada belum memenuhi nilai efisiensi Metcalf Eddy sebesar 80-95 persen.
Kapasitas pengolahan limbah juga dapat diperkirakan dari data inlet dan outlet yang ada. Kapasitas pengolahan limbah menunjukkan sampai seberapa
besar daya tampung IPAL dalam mengolah limbah pada masing-masing parameter. Kapasitas untuk masing-masing parameter ditentukan dengan
mengalikan penurunan konsentrasi parameter dengan debit limbah. Data debit limbah yang digunakan dalam penelitian ini hanya berupa nilai rata-rata debit
limbah RS. Telogorejo pada setiap harinya, yaitu sebesar 300 m
3
. Rata-rata kapasitas pengolahan yang paling besar adalah pada parameter
COD yaitu sebesar 26.06 kghari. Sedangkan yang terkecil adalah rata-rata kapasitas pengolahan pada parameter PO
4
yang sebesar 0.88 kghari. Rata-rata kapasitas pengolahan pada parameter TSS, BOD dan NH
3
, masing-masing sebesar 23.41 kghari, 9.98 kghari dan 5.16 kghari. Perhitungan ini diharapkan dapat
memberi informasi kepada pihak terkait mengenai daya tampung IPAL dalam mengolah setiap parameter yang ada dalam limbah.
Nilai yang perlu ditafsirkan dari pengolahan limbah selain efisiensi dan kapasitas adalah beban pencemaran atau beban limbah nyata. Nilai ini
menunjukkan berapa besar nilai masing-masing parameter limbah setiap harinya. Nilai beban pencemaran diperoleh dengan mengalikan konsentrasi outlet dengan
debit limbah. Berdasarkan data yang ada, nilai rata-rata beban pencemaran yang tertinggi adalah COD yang sebesar 12.81 kghari. Nilai rata-rata beban
pencemaran yang terendah adalah PO
4
, yaitu sebesar 0.18 kghari. Sedangkan nilai rata-rata beban pencemaran untuk BOD, TSS dan NH
3
adalah sebesar 6.11
kghari, 4.59 kghari dan 1.85 kghari. Dengan adanya nilai beban pencemaran, dapat pula diketahui apakah beban pencemaran masing-masing parameter masih
dapat diterima oleh lingkungan atau sesuai dengan standar baku mutu yang ada. Berdasarkan standar baku mutu limbah cair rumah sakit yang ada dalam
Perda Prov.
Jateng102004 yang
lebih ketat
daripada KepMen
58MenLH121995, dapat dihitung beban pencemaran maksimum. Hasil perhitungan beban pencemaran limbah RS. Telogorejo, dalam hal ini disebut
dengan beban pencemaran aktual BPA dapat dibandingkan dengan beban pencemaran berdasar standar baku mutu limbah cair yang disebut dengan beban
pencemaran maksimum BPM. BPM dapat dihitung dengan mengalikan standar baku mutu masing-masing parameter dengan debit limbah. Berdasar standar baku
mutu limbah cair yang ditetapkan pada Perda Prov. Jateng102004, BPM untuk masing-masing parameter serta perbandingan antara BPM dan BPA dapat dilihat
pada Tabel 9. Tabel 9. Penentuan Beban Pencemar Limbah RS. Telogorejo Semarang
Parameter BPM kghari
BPA kghari Keterangan
BOD 9
6.11 tidak mencemari
COD 24
12.81 tidak mencemari
TSS 9
4.59 tidak mencemari
NH
3
0.03 1.85
mencemari PO
4
0.6 0.18
tidak mencemari Hasil perhitungan yang ada, konsentrasi dari parameter-parameter limbah
yang disyaratkan dalam Perda Prov. Jateng102004 hampir keseluruhan dapat dikatakan tidak mencemari lingkungan atau berada di bawah BPM. Parameter-
parameter tersebut adalah BOD, COD, TSS dan PO
4
. Sedangkan parameter NH
3
tidak memenuhi persyaratan karena berada di atas BPM. Namun, penurunan
konsentrasi NH3 untuk menuju nilai di bawah BPM adalah hal yang sulit karena standar baku mutu yang ditetapkan untuk NH3 sebesar 0.1 mgl merupakan
standar yang terlalu tinggi. Nilai 0.1 mgl untuk NH3 sama halnya dengan persyaratan air minum.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengolahan IPAL bukan hanya beban pencemarannya melainkan juga pencapaian target baku mutu limbah cair
BMLC. Nilai ini menunjukkan seberapa besar pencapaian target untuk disesuaikan dengan baku mutu pada masing-masing parameter limbah. Nilai
pencapaian target BMLC dapat dihitung dengan mengurangkan nilai dua kali baku mutu dengan konsentrasi outlet dan dibagi dengan baku mutu parameter
serta dinyatakan dalam persentase. Berdasar perhitungan yang telah dilakukan, nilai BMLC RS. Telogorejo
tidak ada yang tepat sama dengan baku mutu. Berbanding lurus dengan nilai rata- rata BPA dimana terdapat satu parameter yang tidak memenuhi target pencapaian
atau berada di atas standar baku mutu yang telah ditetapkan, yaitu parameter NH
3
yang nilai BMLCnya sebesar -5978.53 persen. Sedangkan parameter BOD, COD, TSS dan PO
4
memenuhi target pencapaian BMLC atau berada di bawah baku mutu karena nilainya berkisar antara 101 persen sampai dengan 200 persen.
Pencapaian target BMLC untuk masing-masing parameter BOD, COD, TSS dan PO4 adalah 132.15 persen, 146.60 persen, 148.98 persen dan 170.02 persen.
Keseluruhan hasil perhitungan nilai rata-rata efisiensi, kapasitas, beban pencemaran aktual dan pencapaian target BMLC serta informasi mengenai
rincian standar baku mutu per parameter, debit limbah rata-rata per hari, rata-rata inlet dan rata-rata outlet dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Nilai Rata-rata Efisiensi, Kapasitas, Beban Pencemaran Aktual dan Pencapaian Baku Mutu Limbah Cair pada IPAL RS. Telogorejo
Tahun 2005-2007
Par Std
BM Debit
rata- rata Inlet
rata- rata Outlet
rata- rata Efisiensi
rata-rata Kapasitas
rata-rata BPA
rata-rata BMLC
rata-rata mgl
m
3
hari mgl
mgl persen
kghari kghari
persen BOD
30 53.61
20.36 62.03
9.98 6.11
132.15 COD
80 129.58
42.72 67.03
26.06 12.81
146.60 TSS
30 300
93.33 15.31
83.60 23.41
4.59 148.98
NH
3
0.1 23.37
6.18 73.56
5.16 1.85
-5978.53 PO
4
2 3.53
0.60 83.03
0.88 0.18
170.02
7.2. Uji Statistik Kemampuan Fisik IPAL RS. Telogorejo Semarang