Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah klasik yang selalu dihadapi dan terus diupayakan pemecahannya dalam pendidikan matematika adalah rendahnya prestasi belajar matematika. Hanya sebagian kecil saja siswa yang berhasil mencapai prestasi belajar yang memuaskan, selebihnya siswa memiliki prestasi belajar yang masih jauh dari harapan. Kenyataan di lapangan menunjukan prestasi belajar matematika lebih rendah jika dibandingkan dengan pelajaran yang lain. Dengan kata lain, prestasi matematika pada umumnya menempati urutan paling bawah. Terbukti dari hasil nilai UAN untuk pelajaran matematika yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pelajaran yang lain. Berdasarkan data UAN 20082009 SDN di Kecamatan Belitang, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat: nilai pelajaran IPA nilai tertinggi 8,25 dan terendah 4,25, untuk nilai pelajaran IPS nilai tertinggi 8,00 dan terendah 6,16, dan nilai matematika nilai tertinggi 7,50 dan terendah 2,25 sumber data: Departemen pendidikan kec.Belitang, Kab. Sekadau, Kalimantan Barat. Hal ini menunjukkan, peringkat matematika di Kecamatan Belitang, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat masih rendah. Hampir semua siswa beranggapan bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit untuk dipahami. Hal ini tidak mengherankan karena matematika yang konsepnya tersusun secara hierarkhis dari yang mudah atau sederhana meningkat ke yang sulit atau rumit. Dengan demikian jika siswa belum dapat menguasai konsep yang mendasar maka siswa akan mengalami kesulitan commit to user 2 menguasai konsep yang lebih lanjut. Umumnya, dalam mempelajari pelajaran yang dianggap sulit, siswa cenderung menunjukkan minat belajar dan motivasi yang rendah untuk berprestasi. Hal ini didukung oleh pendapat Dienes dalam Herman Hudoyo 1979:108 bahwa belajar matematika melibatkan suatu struktur hirarki dari konsep-konsep tingkat lebih tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya. Jadi, asumsi ini berarti bahwa belajar konsep-konsep matematika tingkat lebih tinggi tidak mungkin dapat berhasil baik bila prasyarat yang mendahului konsep-konsep itu belum dipelajari. Padahal dengan karakteristiknya yang khas, matematika seharusnya menjadi pelajaran yang manantang sehingga menarik minat belajar dan rasa ingin tahu yang besar. Sedangkan motivasi yang kuat untuk berprestasi menyebabkan siswa tidak cepat marasa puas dengan apa yang telah diraihnya. Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pembelajaran ditambah dengan semakin menguatnya isu demokrasi pendidikan, maka dipandang perlu adanya perubahan pendekatan pembelajaran yang semula teacher centered menjadi student centered approach, yang biasanya pembelajaran secara klasikal berubah menjadi pembelajaran kooperatif yang memaksimalkan kerjasama antar siswa dengan latar belakang kemampuan yang heterogen dalam kelompok-kelompok kecil. Sudah saatnya guru mengurangi dominasi dan determinasi di dalam kelas, siswalah yang harus aktif berpartisipasi menemukan dan membentuk sendiri pengetahuannya. Guru bukanlah orang yang bertugas mentransfer ilmu kepada siswa, melainkan orang yang seharusnya memegang peranan penting sebagai fasilitator belajar. Tugas fasilitator adalah menciptakan commit to user 3 situasi dan kondisi yang memungkinkan siswa dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan dan beraktivitas dengan tinggi baik mental, fisik, sosial maupun emosinya. Hal ini didukung oleh pendapat Slavin. 2008:4 yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Ironisnya, pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam pendidikan, walaupun orang Indonesia mengembangkan sifat gotong-ronyong dan bekerjasama dalam menjalankan kehidupan bermasyrakat. Keengganan guru dalam menerapkan sistem kerjasama kelompok dalam pembelajaran kooperatif karena berbagai alasan. Alasan utama adalah kekhawatiran akan terjadinya kekacauan di dalam kelas dan siswa tidak akan belajar secara maksimal jika ditempatkan dalam kelompok. Alasan lainnya adalah timbulnya kesan negatif mengenai kerjasama dalam kelompok belajar. Beberapa siswa menolak bekerjasama dengan temannya disebabkan oleh perasaan khawatir akan hilangnya keunikan pribadi masing-masing siswa karena menyesuaikan diri dengan kelompok. Siswa yang pandai merasa harus bekerja melebihi siswa lainya dalam kelompok, sedangkan siswa yang kurang pandai dipandang hanya menumpang saja pada hasil jerih payah siswa yang pandai. Sebenarnya hal ini tidak perlu commit to user 4 terjadi jika guru benar-benar melaksanakan pembelajaran kooperatif yang sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Penelitian sebelumnya yang terkait dengan pembelajaran kooperatif menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif lebih efektif dari pada pembelajaran tradisionalpembelajaran langsung. Selain itu terdapat perbedaan prestasi belajar siswa yang mempunyai kategori motivasi belajar yang berbeda- beda Dwi Atmojo Heri: 2002. Oleh karena itu, lebih lanjut penulis tertarik ingin mengkaji pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together NHT dan Student Team Achievement Division STAD, karena pada model pembelajaran ini siswa menempati posisi sangat dominan dalam proses pembelajaran dan terjadinya kerjasama dalam kelompok. Hal tersebut didukung oleh pendapat Widaningsih, 2008:2 yang mengemukakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini, keterlibatan guru dalam proses belajar mengajar berkurang, guru berperan hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri, serta siswa akan merasa senang berdiskusi dengan kelompoknya, juga berinteraksi dengan teman sebaya dan dengan guru sebagai pembimbingnya dengan ciri utamanya penomoran dengan adanya penomoran maka siswa akan merasa bertanggung jawab atas anggota kelompoknya. Dan menurut pendapat Slavin 2008:143 yang menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggota 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah mengusai pelajaran tersebut. Kemudian, seluruh commit to user 5 siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling membantu, dengan demikian setiap siswa merasa bertanggungjawab terhadap anggota kelompoknya. Keberhasilan pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan individu yang dimiliki siswa, menurut Gino dkk 2000:21 unsur-unsur dinamis yang terkait dalam proses belajar mengajar adalah: 1 Motivasi dan upaya memotivasi siswa yang berprestasi yaitu faktor internal, 2 bahan belajar dan upaya penyediaannya, 3 alat bantu belajar dan upaya penyediaannya, 4 suasana belajar dan upaya pengembangannya, 5 kondisi subjek yang belajar dan upaya penyiapan serta peneguhannya. Salah satu faktor-faktor yang mempengaruhi faktor belajar adalah motivasi belajar matematika siswa. Faktor ini menjadi sangat penting dalam pembelajaran matematika, karena tanpa adanya motivasi, siswa dalam belajar tidak mempunyai arah dan tujuan untuk berprestasi sehingga pembelajaran menjadi tidak bermakna bagi mereka.

B. Identifikasi Masalah

Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar biologi siswa antara pembelajaran kooperatif tipe stad dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem terintegrasi nilai: penelitian quasi eksperimen di SMA at-Taqwa Tangerang

0 10 192

Peningkatan Hasil Belajar Biologi Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Konsep Jaringan Tumbuhan (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI IPA MA Jamiyyah Islamiyah Pondok Aren Tangerang Tahun Ajaran 2012-2013)

1 6 287

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (Student Team Achievement Divisions) STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD

1 6 165

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

Perbedaan Hasil Belajar Biologi Antara Siswa yang Diajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan TGT (Penelitian Kuasi EKsperimen di SMAN 1 Bekasi))

0 42 0

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together terhadap Hasil Belajar Fiqih dalam pokok bahasan Riba, Bank, dan Asuransi. (Kuasi Eksperimen di MA Annida Al Islamy, Jakarata Barat)

0 13 150

Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan student team achievement division(stad) ditinjau dari Gaya belajar dan motivasi berprestasi

0 3 167

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DITINJAU DARI TINGKAT KEAKTIFAN SISWA TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA SUB

0 6 110

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA METODE KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN METODE KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA

4 18 99