Efektivitas Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together ( NHT) Dan Student Team Achievement Division (STAD) pada Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Motivasi Berprestasi

(1)

commit to user

Efektivitas Pembelajaran Kooperatif

Tipe Numbered Heads Together ( NHT)

Dan Student Team Achievement Division (STAD)

pada Prestasi Belajar Matematika

Ditinjau dari Motivasi Berprestasi

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh Dita Yuzianah NIM. S850809006

PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET


(2)

(3)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah klasik yang selalu dihadapi dan terus diupayakan pemecahannya dalam pendidikan matematika adalah rendahnya prestasi belajar matematika. Hanya sebagian kecil saja siswa yang berhasil mencapai prestasi belajar yang memuaskan, selebihnya siswa memiliki prestasi belajar yang masih jauh dari harapan. Kenyataan di lapangan menunjukan prestasi belajar matematika lebih rendah jika dibandingkan dengan pelajaran yang lain. Dengan kata lain, prestasi matematika pada umumnya menempati urutan paling bawah. Terbukti dari hasil nilai UAN untuk pelajaran matematika yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pelajaran yang lain. Berdasarkan data UAN 2008/2009 SDN di Kecamatan Belitang, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat: nilai pelajaran IPA nilai tertinggi 8,25 dan terendah 4,25, untuk nilai pelajaran IPS nilai tertinggi 8,00 dan terendah 6,16, dan nilai matematika nilai tertinggi 7,50 dan terendah 2,25 (sumber data: Departemen pendidikan kec.Belitang, Kab. Sekadau, Kalimantan Barat). Hal ini menunjukkan, peringkat matematika di Kecamatan Belitang, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat masih rendah.

Hampir semua siswa beranggapan bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit untuk dipahami. Hal ini tidak mengherankan karena matematika yang konsepnya tersusun secara hierarkhis dari yang mudah atau sederhana meningkat ke yang sulit atau rumit. Dengan demikian jika siswa belum dapat menguasai konsep yang mendasar maka siswa akan mengalami kesulitan


(4)

commit to user

menguasai konsep yang lebih lanjut. Umumnya, dalam mempelajari pelajaran yang dianggap sulit, siswa cenderung menunjukkan minat belajar dan motivasi yang rendah untuk berprestasi. Hal ini didukung oleh pendapat Dienes dalam Herman Hudoyo (1979:108) bahwa belajar matematika melibatkan suatu struktur hirarki dari konsep-konsep tingkat lebih tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya. Jadi, asumsi ini berarti bahwa belajar konsep-konsep matematika tingkat lebih tinggi tidak mungkin dapat berhasil baik bila prasyarat yang mendahului konsep-konsep itu belum dipelajari. Padahal dengan karakteristiknya yang khas, matematika seharusnya menjadi pelajaran yang manantang sehingga menarik minat belajar dan rasa ingin tahu yang besar. Sedangkan motivasi yang kuat untuk berprestasi menyebabkan siswa tidak cepat marasa puas dengan apa yang telah diraihnya.

Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pembelajaran ditambah dengan semakin menguatnya isu demokrasi pendidikan, maka dipandang perlu adanya perubahan pendekatan pembelajaran yang semula

teacher centered menjadi studentcentered approach, yang biasanya pembelajaran

secara klasikal berubah menjadi pembelajaran kooperatif yang memaksimalkan kerjasama antar siswa dengan latar belakang kemampuan yang heterogen dalam kelompok-kelompok kecil. Sudah saatnya guru mengurangi dominasi dan determinasi di dalam kelas, siswalah yang harus aktif berpartisipasi menemukan dan membentuk sendiri pengetahuannya. Guru bukanlah orang yang bertugas mentransfer ilmu kepada siswa, melainkan orang yang seharusnya memegang peranan penting sebagai fasilitator belajar. Tugas fasilitator adalah menciptakan


(5)

commit to user

situasi dan kondisi yang memungkinkan siswa dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan dan beraktivitas dengan tinggi baik mental, fisik, sosial maupun emosinya. Hal ini didukung oleh pendapat Slavin. 2008:4 yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.

Ironisnya, pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam pendidikan, walaupun orang Indonesia mengembangkan sifat gotong-ronyong dan bekerjasama dalam menjalankan kehidupan bermasyrakat. Keengganan guru dalam menerapkan sistem kerjasama kelompok dalam pembelajaran kooperatif karena berbagai alasan. Alasan utama adalah kekhawatiran akan terjadinya kekacauan di dalam kelas dan siswa tidak akan belajar secara maksimal jika ditempatkan dalam kelompok. Alasan lainnya adalah timbulnya kesan negatif mengenai kerjasama dalam kelompok belajar. Beberapa siswa menolak bekerjasama dengan temannya disebabkan oleh perasaan khawatir akan hilangnya keunikan pribadi masing-masing siswa karena menyesuaikan diri dengan kelompok. Siswa yang pandai merasa harus bekerja melebihi siswa lainya dalam kelompok, sedangkan siswa yang kurang pandai dipandang hanya menumpang saja pada hasil jerih payah siswa yang pandai. Sebenarnya hal ini tidak perlu


(6)

commit to user

terjadi jika guru benar-benar melaksanakan pembelajaran kooperatif yang sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.

Penelitian sebelumnya yang terkait dengan pembelajaran kooperatif menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif lebih efektif dari pada pembelajaran tradisional/pembelajaran langsung. Selain itu terdapat perbedaan prestasi belajar siswa yang mempunyai kategori motivasi belajar yang berbeda-beda (Dwi Atmojo Heri: 2002). Oleh karena itu, lebih lanjut penulis tertarik ingin mengkaji pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Student Team Achievement Division (STAD), karena pada model pembelajaran ini siswa menempati posisi sangat dominan dalam proses pembelajaran dan terjadinya kerjasama dalam kelompok. Hal tersebut didukung oleh pendapat Widaningsih, (2008:2) yang mengemukakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini, keterlibatan guru dalam proses belajar mengajar berkurang, guru berperan hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri, serta siswa akan merasa senang berdiskusi dengan kelompoknya, juga berinteraksi dengan teman sebaya dan dengan guru sebagai pembimbingnya dengan ciri utamanya penomoran dengan adanya penomoran maka siswa akan merasa bertanggung jawab atas anggota kelompoknya. Dan menurut pendapat Slavin (2008:143) yang menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggota 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah mengusai pelajaran tersebut. Kemudian, seluruh


(7)

commit to user

siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling membantu, dengan demikian setiap siswa merasa bertanggungjawab terhadap anggota kelompoknya.

Keberhasilan pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan individu yang dimiliki siswa, menurut Gino dkk (2000:21) unsur-unsur dinamis yang terkait dalam proses belajar mengajar adalah: (1) Motivasi dan upaya memotivasi siswa yang berprestasi yaitu faktor internal, (2) bahan belajar dan upaya penyediaannya, (3) alat bantu belajar dan upaya penyediaannya, (4) suasana belajar dan upaya pengembangannya, (5) kondisi subjek yang belajar dan upaya penyiapan serta peneguhannya. Salah satu faktor-faktor yang mempengaruhi faktor belajar adalah motivasi belajar matematika siswa. Faktor ini menjadi sangat penting dalam pembelajaran matematika, karena tanpa adanya motivasi, siswa dalam belajar tidak mempunyai arah dan tujuan untuk berprestasi sehingga pembelajaran menjadi tidak bermakna bagi mereka.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

1. Anggapan bahwa matematika adalah pembelajaran yang sulit telah menyebabkan siswa belajar matematika dengan minat yang rendah dan kurangnya motivasi untuk berprestasi. Apakah siswa yang mempunyai minat belajar dan motivasi berprestasi yang tinggi dapat mencapai prestasi belajar yang lebih baik? Penelitian yang dapat dilakukan adalah dengan


(8)

commit to user

membandingkan prestasi belajar yang dihasilkan dari berbagai macam kategori minat dan motivasi berprestasi.

2. Guru bukanlah orang yang bertugas mentransfer ilmu kepada siswa, melainkan orang yang seharusnya memegang peranan penting sebagai fasilitator belajar. Tugas fasilitator adalah menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan siswa dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan dan beraktivitas dengan tinggi baik mental, fisik, sosial maupun emosinya. Untuk menjawab masalah ini dapat dilakukan penelitian bagaimana merancang suatu model pembelajaran sehingga guru sebagai fasilitator bukan hanya mentransfer ilmu untuk berbagai karakteristik siswa.

3. Banyak guru enggan menerapkan model pembelajaran kooperatif di kelas dengan alasan akan membuat kelas gaduh dan siswa tidak akan belajar dengan maksimal jika ditempatkan dalam kelompok. Siswa yang lebih pandai merasa dirugikan, sementara siswa yang kurang pandai merasa diuntungkan dengan adanya kelompok belajar kooperatif. Penelitian yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan membandingkan beberapa teknik dalam pembelajaran kooperatif dan melihat tipe manakah yang dapat mengurangi kekhawatiran guru dari sistem belajar kelompok secara kooperatif.

4. Adanya sikap individualisme siswa dalam belajar, yaitu siswa yang berkemampuan tinggi lebih mendominasi kelas dalam belajar, menyebabkan pencapaian keberhasilan belajar tidak merata bagi seluruh


(9)

commit to user

siswa. Penelitian yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan bagaimana merancang suatu model pembelajaran sehingga memungkinkan semua siswa dapat mencapai keberhasilan.

5. Penelitian sebelumnya yang terkait dengan pembelajaran kooperatif menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif lebih efektif dari pada pembelajaran tradisional/pembelajaran langsung. Penelitian yang dapat dilakukan adalah dengan membandingkan dua pembelajaran kooperatif yaitu NHT dan STAD.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas dan adanya keterbatasan waktu, sarana dan prasarana yang tersedia serta agar penelitian lebih terarah, maka penelitian ini dibatasi pada:

1. Model pembelajaran yang dibandingkan adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Berdasarkan penelitian sebelumnya terkait dengan pembelajaran kooperatif menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif lebih efektif dari pada pembelajaran tradisional/pembelajaran langsung.

2. Karakteristik siswa yang dilihat adalah motivasi berprestasi yang dikelompokkan dalam tiga macam kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah.

3. Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti kedua model pembelajaran tersebut.


(10)

commit to user

4. Materi matematika yang diambil pada penelitian ini adalah pokok bahasan bilangan yang merupakan salah satu pokok bahasan di SDN Kelas IV Semester I.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih efektif daripada tipe

STAD?

2. Apakah siswa dengan motivasi berprestasi tinggi mencapai prestasi belajar matematika lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi sedang?. Apakah siswa dengan motivasi berprestasi sedang mencapai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah?. Apakah siswa dengan motivasi berprestasi tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah?

3. Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT, manakah yang memberikan prestasi yang lebih baik, siswa dengan motivasi tinggi, sedang atau rendah?

4. Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD, manakah yang memberikan prestasi yang lebih baik, siswa dengan motivasi tinggi, sedang atau rendah?


(11)

commit to user

5. Pada siswa dengan motivasi berpestasi tinggi, sedang dan rendah manakah yang memberikan prestasi belajar yang baik, model pembelajaran kooperatif tipe NHT atau model pembelajaran kooperatif tipe STAD?

E. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan tipe STAD berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika. Tujuan khusus penelitian adalah untuk mengetahui:

1. Efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe NHT dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

2. Prestasi belajar matematika siswa dengan motivasi tinggi, sedang atau rendah.

3. Efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada siswa dengan motivasi tinggi, sedang atau rendah.

4. Efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa dengan motivasi tinggi, sedang atau rendah.

5. Efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD untuk setiap kategori motivasi.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian dibidang pendidikan diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis terhadap pembelajaran matematika di sekolah.


(12)

commit to user 1. Manfaat teoritis

Secara tidak langsung, hasil penelitian ini dapat menguji kebenaran teori belajar dan hasil penelitian sejenis yang sudah ada sebelumnya. Selain itu, dapat pula digunakan sebagai acuan pelaksanaan penelitian selanjutnya. 2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat secara langsung bagi siswa, guru dan sekolah.

a. Bagi siswa

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan tipe STAD dalam pembelajaran matematika memungkinkan siswa untuk belajar dengan aktivitas yang tinggi baik secara fisik, mental, emosi maupun sosialnya.

b. Bagi guru

Pembelajaran kooperatif tipe NHT dan tipe STAD ini pada kenyataanya belum banyak dilaksanakan oleh para guru matematika di sekolah. Oleh karena itu, temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan guru matematika agar mau dan mampu menerapkan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan tipe STAD dalam rangka memperbaiki kualitas pembelajaran matematika di kelas.

c. Bagi sekolah

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD diharapkan dapat berimplikasi positif terhadap kualitas pembelajaran dan pada


(13)

commit to user

gilirannya akan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika sehingga mampu memperbaiki mutu lulusan sekolah. Pada akhirnya kinerja sekolah akan mendapat penilaian yang baik dalam pandangan masyarakat.


(14)

commit to user

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori

1. Prestasi Belajar Matematika a. Hakekat matematika

Herman Hudoyo (1979:3), menyatakan bahwa, matematika berkenaan dengan ide-ide (gagasan-gagasan), struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur secara logik, sehingga matematika itu berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Matematika adalah: ilmu deduktif yang tidak menerima generalisasi yang didasarkan kepada observasi (induktif) tetapi generalisasi yang didasarkan kepada pembuktian deduktif, ilmu tentang pola keteraturan, ilmu tentang struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah pengetahuan yang tersusun secara hierarkhis terdiri dari ide-ide abstrak, jumlah dan ruang yang timbul karena fikiran-fikiran manusia berdasarkan penalaran yang deduktif.

b. Belajar Matematika

Belajar mempunyai tujuan, yaitu untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. seperti yang diungkapkan Herman Hudoyo (1979:5), bahwa seseorang dikatakan belajar matematika, bila dapat diasumsikan dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan matematika, dimana


(15)

commit to user

tingkah laku itu dapat diamati yang diperoleh dengan adanya usaha orang tersebut.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang dikatakan belajar matematika, jika pada diri orang tersebut terjadi perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan matematika, seperti dari tidak tahu menjadi tahu matematika menjadi tahu tentang matematika, dan ditandai perubahan tingkah laku, yaitu mampu menerapkan pengetahuan matematika dalam menyelesaikan permasalahan matematika, pada mata pelajaran lain dan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Prestasi Belajar Matematika

Setiap individu yang melakukan proses belajar mengajar sudah pasti mempunyai tujuan ingin memperoleh hasil belajar yang optimal. Salah satu hasil belajar tersebut adalah prestasi belajar. Prestasi belajar yang optimal sangat penting bagi keberhasilan pendidikan dan pengajaran. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1989:700), prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru. Sedangkan Syaiful Bahri Djamarah (1994:19) mengatakan bahwa, prestasi adalah hasil dari suatu usaha yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individual maupun kelompok yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Menurut Saifuddin Azwar (2000:9) prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa dalam belajar.


(16)

commit to user

Prestasi belajar merupakan suatu alat untuk mengevaluasi kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut kemudian dapat dilakukan perbaikan terhadap metode pembelajaran, sarana dan prasarana maupun bahan yang akan disampaikan. Prestasi belajar merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan penilaian.

Dari pengertian mengenai prestasi belajar dalam hubunganya dengan belajar matematika, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah proses untuk menilai tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti prooses pembelajaran matematika sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan sebelumnya.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Matematika

Menurut Slameto (2003:54), prestasi belajar seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor internal, meliputi: (1) faktor jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh), (2) faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan, kesiapan), (3) faktor kelelahan dan faktor eksternal, meliputi: (1) keluarga, (2) sekolah, (3) masyarakat.

Sedangkan menurut dimyati dan mudjiyono (1999:238) faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dari dalam (intern), meliputi: 1) sikap siswa terhadap belajar, 2) kreativitas, 3) konsentrasi belajar, 4) kemampuan mengolah bahan ajar, 5) kemampuan menyimpan perolehan hasil belajar, 6) kemampuan menggali hasil belajar yang telah tersimpan, 7) kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar, 8) rasa percaya diri siswa, 9) intelegensi, 10) kebiasaan belajar. Faktor-faktor ekstern yang


(17)

commit to user

mempengaruhi prestasi belajar adalah: 1) guru sebagai pembimbing belajar siswa, 2) sarana dan prasarana belajar, 3) kondisi dan situasi pembelajaran, 4) kebijakan penilaian, 5) kurikulum yang diterapkan, dan 6) lingkungan sosial siswa.

Dari uraian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar di atas jelas bahwa motivasi berprestasi akan mempengaruhi prestasi belajar siswa, baik motivasi yang berasal dari dalam diri siswa (intrinsik), maupun motivasi yang berasal dari luar siswa (ekstrinsik). Motivasi berprestasi yang tinggi akan menyebabkan siswa belajar dengan semangat dan tekun, serta penuh konsentrasi, hal ini akan mengakibatkan hasil belajar yang tinggi pula. Sebaliknya motivasi berprestasi yang rendah, menyebabkan siswa belajar tidak sungguh-sungguh, malas, dan ogah-ogahan yang akan menghasilkan prestasi belajar yang rendah.

2. Belajar dan Pembelajaran a. Belajar

Pemahaman guru terhadap pengertian belajar mengajar akan mempengaruhi perencanaan dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, untuk itu perlu dikemukakan definisi tentang pengertian belajar tersebut. Diharapkan akan muncul berbagai bentuk kegiatan yang mungkin dapat dilakukan baik oleh siswa maupun oleh guru.

Menurut Fosnot dalam Paul Suparno (1996:61) belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pemikiran yang baru. Belajar bukanlah suatu


(18)

commit to user

perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang

Sedangkan menurut Olivier dalam Haris Mudjiman (2006: 25) menyatakan bahwa menurut paradigma konstruktivisme, belajar adalah proses, memasukkan pengetahuan, membentuk kembali, atau membentuk pengetahuan baru. Pembentukan pengetahuan baru ini dengan mengunakan pengetahuan yang telah dimiliki. Pengetahuan dan pengalaman yang lama digunakan untuk mengambarkan informasi dan fakta baru dari luar, sehingga tercipta pengetahuan baru. Fakta yang sama sangat mungkin digambarkan secara berbeda oleh dua orang dengan latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang berbeda. Pengetahuan dan pengalaman menjadi semacam kacamata untuk melihat sesuatu fakta baru.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari deengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertianya berkembang.

b. Faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar

Pada dasarnya proses belajar dan hasil belajar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor yang berasal dari dalam individu (internal) dan faktor yang berasal dari lingkungan (eksternal).

Menurut Sutrisno (2007), faktor-faktor internal yang mempengaruhi proses dan hasil belajar antara lain: pemahaman siswa terhadap hasil belajar,


(19)

commit to user

motivasi siswa terhadap hasil belajar, kesehatan siswa, kecakapan siswa dalam pelajaran, kebiasaan belajar, intelegensi, bakat dan penguasaan bahasa. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah faktor yang bersumber dari: sekolah, keluarga dan masyarakat.

c. Pembelajaran

Pembelajaran merupakan istilah baru yang digunakan untuk menunjukan kegiatan guru dan siswa. Sebelumnya, digunakan istilah proses belajar mengajar atau pengajaran. Udin Saripudin Winataputra (2007:19) menyatakan istilah pembelajaran lebih dipilih daripada pengajaran karena pembelajaran mengacu kepada segala kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap proses belajar siswa. Istilah pengajaran hanya terbatas pada konteks tatap muka guru dan siswa di dalam kelas, sehingga interaksi siswa terbatas oleh kehadiran guru secara fisik.

Konsep dasar pembelajaran sebenarnya telah dirumuskan dalam pasal 1 butir 20 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yaitu pembelajaran adalah pola interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada satu lingkungan belajar. Sedangkan menurut Cunningham dan Duffy dalam (Udin Saripudin Winataputra, 2007), pembelajaran dalam pandangan konstruktivisme adalah proses mentransfer struktur berpikir dan pengetahuan bukan proses untuk mengubah pengetahuan.


(20)

commit to user

Pendidikan melibatkan bekerjasama dengan orang lain dan terus menerus berubah berkaitan sistem-sistem yang rumit dan berlatih keahlian sebagai “pembangunan dalam penggunaan”. Seperti yang dikatakan Fullan (2001) dalam allen dave (2003) : Education involves working with and through others in constantly changing, interrelated complex systems to practice our craft as “development in use.”

Slameto (2003:12) mengemukakan hal-hal yang perlu diperhatikan guru dalam mengelola pembelajaran, antara lain: mengusahakan agar setiap siswa dapat berpartisipasai secara aktif, menganalisis struktur materi yang diajarkan, menganalisis sequence pembelajaran dan memberikan penguatan dan umpan balik. Udin Saripudin Winataputra (2007:135) menyatakan bahwa ada tiga aspek yang sangat ditekankan untuk menjadi perhatian dalam menyelenggarakan pembelajaran yaitu pentingnya struktur mata pelajaran, kesiapan untuk belajar, intuisi dan motivasi. Struktur mata pelajaran berisi ide-ide, konsep dasar, hubungan antar konsep dan contoh-contoh. Kesiapan belajar dapat berisi penguasaan kemampuan dan keterampilan sederhana yang memungkinkan siswa untuk mencapai keterampilan yang lebih tinggi. Intuisi adalah teknik-teknik intelektual analisis untuk mengetahui kesahihan penarikan kesimpulan. Motivasi adalah kondisi khusus yang dapat mempengaruhi kemauan untuk belajar.

Dari pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran harus terdapat interaksi antara guru dengan siswa dan


(21)

commit to user

sumber belajar pada lingkungan belajar tertentu yang dirancang untuk menciptakan kondisi belajar pada diri siswa.

3. Motivasi Berprestasi a. Pengertian

Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan mental itu berupa keinginan, perhatian, kemauan, atau cita-cita. Kekuatan mental tersebut dapat tergolong rendah atau tinggi. Ada ahli pendidikan yang menyebutkan kekuatan mental yang mendorong terjadinya belajar tersebut sebagai motivasi berprestasi. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang mengerakan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku individu berprestasi. (Koeswara dalam Dimyati dan Mudjiono:80)

Menurut Bomia et al (1997) dalam Md. Yunus Aida Suraya dan Ali Wan Zah Wan (2009) motivasi mengacu pada: “a student's willingness, need, desire and compulsion to participate in, and besuccessful in the

learning process”. Keinginan siswa, kebutuhan dan keharusan untuk

berpartisipasi dan berhasil dalam proses belajar.

Menurut Echols dan Shadily dalam Gino.dkk (2000:81) motivasi dapat disamakan dengan motif. Keduanya termasuk jenis kata benda yang berarti alasan, sebab, daya batin, dorongan. Sedangkan Marriam Webster dalam Gino.dkk (2000:81) berpendapat bahwa kata motif berasal dari bahasa latin, yaitu matus yang dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat


(22)

commit to user

menyebabkan seseorang bertindak. Motivasi diartikan sebagai tindakan seseorang atau proses memberikan dorongan. Bruno dalam Gino.dkk (2000:81) berpendapat bahwa motif dapat disamakan dengan dorongan, yaitu dorongan yang terdapat dalam diri seseorang atau organisme untuk menentukan suatu pilihan-pilihanya dan perilaku yang berorientasi pada tujuan.

b.Hubungan dengan Motivasi Berprestasi

Motivasi dianggap prasyarat mutlak dalam berprestasi. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:239) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Motivasi berprestasi pada diri siswa dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi, atau tindakan motivasi berprestasi akan melemahkan kegiatan belajar mengajar. Selanjutnya, mutu hasil belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu, motivasi berprestasi pada siswa perlu diperkuat terus menerus.

Motivasi dibedakan menjadi dua bentuk yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik.

1) Motivasi intrinsik

Siswa yang mempunyai motivasi intrinsik memulai dan melanjutkan kegiatan belajar berdasarkan penghayatan suatu kebutuhan dan dorongan yang mutlak berkaitan dengan kegiatan belajar itu. Siswa tersebut meyakini bahwa keberhasilan belajar dan suskses dimasa depan dapat dicapai dengan satu cara yaitu belajar yang giat. Kegiatan


(23)

commit to user

belajar disertai minat dan perasaan senang, karena siswa menyadari bahwa belajar bukan lagi kewajiban melainkan sudah menjadi kebutuhan pokok yang harus terpenuhi.

2) Motivasi ekstrinsik

Siswa yang menpunyai motivasi ekstrinsik memulai dan melanjutkan kegiatan belajar berdasarkan penghayatan suatu kebutuhan dan dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan kegiatan belajar sendiri. Yang termasuk dalam motivasi ekstrinsik antara lain: belajar demi memenuhi kewajiban, belajar demi menghindari hukuman yang akan diberikan, belajar demi hadiah yang dijanjikan, belajar demi meningkatkan gengsi sosial dan belajar demi pujian dari orang lain.

Pada prinsipnya, motivasi intrinsik lebih baik karena terdapat hubungan yang esensial antara kegiatan belajar dan kebutuhan yang akan dipenuhi. Motivasi intrinsik juga akan bertahan lebih lama daripada motivasi ekstrinsik karena didasari oleh perasaan senang dan minat yang besar.

Motivasi berprestasi dapat dimasukkan kedalam motivasi instrisik. Menurut Dimyati (1999:84) kebutuhan untuk berprestasi adalah motivasi intrinsik untuk mencapai prestasi dalam hal tertentu. Sedangkan Winkel 1996 dalam Dimyati (1999:84) menyatakan bahwa motivasi berprestasi dalam rangka belajar di sekolah, merupakan bentuk peningkatan dari motivasi intrinsik. Dengan demikian, motivasi


(24)

commit to user

berprestasi merupakan motivasi tertinggi dalam belajar dan bentuk peningkatan dari motivasi intrinsik.

c. Komponen motivasi berprestasi

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:91), didalam pengertian motivasi berprestasi terkandung beberapa komponen antara lain:

1) Kebutuhan

Kebutuhan dapat muncul bila terdapat ketidak seimbangan antara apa yang dimiliki dan apa yang diharapkan. Mc. Clellend dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:91) membagi kebutuhan menjadi tiga kebutuhan mendasar, yaitu:

a) Kebutuhan akan kekuasaan, yang tampak dalam perilaku untuk mempengaruhi orang lain dan menyebabkan seseorang tidak atau kurang memperhatikan perasaan orang lain.

b) Kebutuhan untuk berafiliasi, yang tercermin dalam situasi persahabatan dengan orang lain dan mengarahkan tingkah laku untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.

c) Kebutuhan untuk berprestasi, yang dapat dilihat dari keberhasilan menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan dan merupakan kebutuhan untuk mencapai sukses yang diukur berdasarkan standar kesempurnaan dalam diri seseorang.

2) Tujuan

Tujuan adalah sasaran akhir yang ingin dicapai oleh seseorang melalui serangkaian proses yang telah dilaluinya. Tujuan yang hendak


(25)

commit to user

diwujudkan dalam motivasi berprestasi adalah untuk mengejar kesuksesan dan menghindari kegagalan.

3) Ciri-ciri motivasi berprestasi

Motivasi berprestasi dalam diri siswa dapat diamati dari kecenderungan berperilaku yang tampak dari aktivitas belajarnya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:239) menjelaskan bahwa motivasi berprestasi seseorang dapat diketahui dari dua komponen antara lain:

a) Intrinsik. b) Ekstrinsik

Menurut Wyner dalam Asri Laksmi Riani (2005:44), ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi berprestasi adalah siswa yang:

a) Menunjukan aktivitas yang berprestasi.

b) Menunjukan ketekunan dan tidak putus asa dalam menghadapi kegagalan.

c) Memilih tugas-tugas tingkat kesulitan yang sedang-sedang.

Menurut McClelland dalam Asri Laksmi Riani (2005:45), dalam risetnya menggambarkan bahwa orang-orang yang berprestasi tinggi dalam masyarakat adalah:

a) Mereka yang memiliki berprestasi tinggi lebih suka menetapkan sendiri tujuan prestasinya.


(26)

commit to user

b) Lebih suka menghindari tujuan prestasi yang mudah dan sukar karena mereka lebih menyukai tujuan yang sesuai dengan kemampuan mereka.

c) Lebih menyukai balikan yang cepat dan efisian mengenai prestasi mereka.

d) Senang dan bertanggungjawab memecahkan setiap masalah.

Sedangkan menurut Skinner dan Belmont (1991) dalam Md. Yunus Aida Suraya dan Ali Wan Zah Wan (2009) menyebutkan ciri-ciri siswa mempunyai motivasi berprestasi tinggi:

“select tasks at the border of their competencies, initiate action when given the opportunity, and exert intense effort and concentration in the implementation of learning tasks; they show generally positive emotions during ongoing action, including enthusiasm, optimism, curiosity, and interest”.

Pilihan tugas sesuai dengan batas kompetensi mereka. memulai tindakan ketika diberi kesempatan, dan mengerahkan upaya intens dan konsentrasi dalam pelaksanaan tugas-tugas belajar, mereka pada umumnya menunjukkan emosi positif selama pemberian tindakan, termasuk, antusiasme, rasa ingin tau optimisme, dan ketertarikan.

Dalam penelitian ini untuk mengetahui motivasi berprestasi mengunakan pendapat Dimyati dan Mudjiono (2006:239) menjelaskan bahwa motivasi berprestasi seseorang dapat diketahui dari dua faktor yaitu: intrinsik dan ekstrinsik. Yang kemudian dikembangkan sebagai berikut:

1. Faktor intrinsik terdiri dari:


(27)

commit to user b. Kemauan siswa:

a) Terdorong untuk belajar terlebih dahulu sebelum diterangkan oleh guru

b) Menyelesaikan tugas/PR dengan sebaik-baiknya c) Tidak mudah putus asa

c. Rasa ingin tahu:

a) Senang melakukan hal-hal baru (bereksperimen dan membaca buku-buku/sumber baru) untuk mendapatkan pengetahuan baru.

b) Bertanya tentang hal yang belum dipahami d. Berusaha untuk mandiri:

a) Mencoba untuk memecahkan masalah sendiri b) Mempunyai rasa percaya diri

e. Perhatian siswa: Memperhatikan pada saat guru menyampaikan pelajaran.

2. Faktor ekstrinsik terdiri dari:

a. Faktor lingkungan: Senang bila hasil ulanganya memuaskan dan mendapat pujian/ hadiah.

4. Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together dan Student Team Achievement Division

a. Pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang di dalamnya mengkondisikan siswa bekerja bersama-sama di dalam


(28)

commit to user

kelompok-kelompok kecil untuk membantu siswa satu sama lainnya dalam belajar. Pembelajaran kooperatif ini mengutamakan kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Okamoto dan Inaba (1997) dalam Lafifi Yacine dan Bensebaa Tahar (2007)

Collaborative learning is a learning strategy where several learners interact with each other in order to achieve their common goals. Its impact on learner’s level is ensured; it is obvious that it is necessary to be interested in

learning group environments instead of individual learning environments.

Belajar kelompok adalah satu strategi belajar di mana beberapa pelajar bekerja sama satu sama lain dalam masalah untuk mencapai tujuan umum. Dampaknya pada level pelajar dipastikan; ia nyata akan tertarik pada pembelajaran lingkungan-lingkungan grup/kelompok daripada pembelajaran perseorangan lingkungan-lingkungan.

Melalui pembelajaran kooperatif, peran guru sebagai pusat dan sumber belajar berubah ke peran guru sebagai pengelola aktivitas siswa dalam kolompok-kelompok kecil. Sehingga peran guru yang selama ini monoton akan berkurang dan siswa akan semakin terlatih untuk menyelesaikan berbagai permasalahan, bahkan permasalahan yang dianggap sulit sekalipun.

Sedangkan menurut Johnson, Johnson and Holubec (1994) dalam Zakaria Effandi dan Ikhsan Zanaton (2006), bahwa ada lima unsur utama dalam pembelajaran kooperatif: (1) Positive interdependence, (2) Promotive interaction, (3) ndividual accountability, (4) Interpersonal and small-group skills. (5) small-group processing


(29)

commit to user

Model pembelajaran kooperatif ini merupakan upaya pemberdayaan teman sejawat, meningkatkan interaksi antar siswa, serta hubungan yang saling menguntungkan antar mereka. Siswa dalam kelompok akan belajar mendengar ide atau gagasan orang lain, berdiskusi, menawarkan, atau menerima kritikan yang membangun, dan siswa merasa tidak terbebani ketika ternyata pekerjaannya salah.

b. Numbered Heads Together (NHT)

Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah suatu tipe pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk lebih aktif dan bertanggung jawab penuh dalam memahami materi pelajaran baik secara kelompok maupun individual. Sesuai dengan pendapat Lie, Anita (2008:59) yang mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagi ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka.

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini, keterlibatan guru dalam proses belajar mengajar berkurang, guru berperan hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri, serta siswa akan merasa senang berdiskusi dengan kelompoknya, juga berinteraksi dengan teman sebaya dan dengan guru sebagai pembimbingnya. (Widaningsih, 2008:2)


(30)

commit to user

Beberapa kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini adalah:

b. Siswa terlibat secara aktif dalam proses belajarnya.

c. Setiap siswa memiliki kebebasan untuk mengemukakan pendapat tanpa harus takut jika pendapatnya salah.

d. Semua siswa berbaur menjadi satu di dalam kelompoknya, jadi tidak tampak lagi mana siswa yang berkemampuan tinggi, sedang maupun kurang.

Ibrahim, et.al. (2000) dalam Widaningsih (2008:1-2) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT guru menggunakan struktur empat langkah sebagai berikut: (1) Penomoran, (2) Mengajukan pertanyaan, (3) Berpikir bersama, (4) Menjawab.

Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

Langkah 1. Persiapan

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Langkah 2. Pembentukan Kelompok

Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang


(31)

commit to user

berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan perpaduan yang ditinjau dari latar belakang sosial, jenis kelamin dan kemampuan belajar.

Sebelum proses belajar mengajar dimulai, guru memperkenalkan keterampilan kooperatif dan menjelaskan aturan dasarnya, yaitu:

a. Siswa tetap berada di dalam kelas.

b. Mengajukan pertanyaan kepada kelompok sebelum mengajukan pertanyaan kepada guru.

c. Menghindari saling mengkritik sesama siswa dalam satu kelompok. d. Bekerja sama dan bertanggung jawab dalam kelompoknya.

Langkah 3. Diskusi masalah

Guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok, setiap siswa berpikir bersama untuk meyakinkan bahwa setiap orang dalam kelompoknya mengetahui dan memahami jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS.

Langkah 4. Memanggil nomor anggota kelompok

Dalam tahap ini, guru mengecek pemahaman siswa dengan memanggil salah satu nomor siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan mempersiapkan jawaban untuk siswa di kelas. Jawaban tersebut merupakan wakil jawaban dari kelompok.

Langkah 5. Memberi kesimpulan

Guru mengarahkan siswa dalam membuat rangkuman, memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang


(32)

commit to user

berhubungan dengan materi yang disajikan. Selanjutnya, guru memberikan tes kepada siswa secara individual.

Langkah 6. Memberikan penghargaan

Pada tahap ini, guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor tes berikutnya (terkini). Atau dengan kata lain, guru memberi nilai yang lebih tinggi kepada kelompok yang hasil diskusi masalahnya/hasil belajarnya lebih baik.

Langkah-langkah penentuan nilai penghargaan kepada kelompok adalah sebagai berikut:

a. Menentukan nilai dasar (awal) masing-masing siswa. Nilai dasar (awal) dapat berupa tes/kuis awal atau menggunakan nilai ulangan sebelumnya.

b. Menentukan nilai tes/kuis yang telah dilaksanakan setelah siswa bekerja dalam kelompok, misal nilai kuis I, nilai kuis II, atau rata-rata nilai kuis I dan kuis II kepada setiap siswa yang kita sebut nilai kuis terkini.

c. Menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan berdasarkan selisih nilai kuis terkini dengan nilai dasar (awal) masing-masing siswa dengan menggunakan kriteria berikut ini:


(33)

commit to user

Tabel 2.1 Kriteria Menentukan Nilai Peningkatan Hasil Belajar

Kriteria Nilai Peningkatan

Nilai kuis/tes terkini turun lebih dari 10 poin di bawah nilai awal

5

Nilai kuis/tes terkini turun 1 sampai dengan 10 poin di bawah nilai awal

10

Nilai kuis/tes terkini sama dengan nilai awal sampai dengan 10 di atas nilai awal

20

Nilai kuis/tes terkini lebih dari 10 di atas nilai awal 30

Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata nilai peningkatan yang diperoleh masing-masing kelompok dengan memberikan predikat cukup, baik, sangat baik dan sempurna.

Kriteria untuk status kelompok yaitu:

a. Cukup, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok kurang dari 15 b. Baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 15 dan 20 c. Sangat baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 20 dan 25

d. Sempurna, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok lebih dari sama dengan 25

Penomoran yang merupakan inti dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini akan menyebabkan setiap siswa harus selalu siap, dalam arti setiap siswa harus mengerti dan memahami pemecahan dari masalah yang diberikan karena jawabannya pada saat presentasi


(34)

commit to user

akan mempengaruhi nilai kelompoknya. Hal tersebut akan membuat tanggung jawab siswa untuk mengerti dan memahami pemecahan masalah yang diberikan menjadi lebih besar.

Tabel 2.2 Sintaks pembelajaran NHT

Fase Peran guru

1. Penomoran

2. Mengajukan pertanyaan

3. Berpikir bersana

4. Menjawab pertanyaan

· Guru membagi siswa kedalam kelompok beranggota 3 – 5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 – 5.

· Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya atau berbentuk arahan.

· Siswa menyatukan pendapatnya terhadap pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam kelompoknya mengetahui jawaban itu.

· Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

c. Student Team Achievement Division (STAD)

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam


(35)

commit to user

pembelajaran ini peserta didik akan belajar bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat sampai lima orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Menurut Slavin (2008: 12) gagasan utama dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah untuk memotivasi peserta didik supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru.

Adapun komponen-komponen dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Slavin (2008: 143-160) dirangkum sebagai berikut:

(1) Presentasi kelas, merupakan pengajaran langsung seperti yang sering dilakukan atau diskusi yang dipimpin oleh guru, atau pengajaran dengan presentasi audiovisual. Sehingga peserta didik akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kerena hal ini akan sangat membantu mereka dalam mengerjakan kuis dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka. (2) Tim, terdiri atas empat atau lima orang yang heterogen. Fungsi utama

dari tim adalah untuk memastikan bahwa semua aggota tim benar-benar belajar, sehingga setiap anggota tim akan siap mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materi, tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan, yang berupa pembahasan masalah, membandingkan jawaban, dan mengoreksi kesalahan pemahaman antar anggota tim.


(36)

commit to user

(3) Kuis, dilakukan setelah satu atau dua periode penyampaian materi dan satu atau dua periode praktikum tim. Peserta didik tidak diperkenankan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis, sehingga tiap peserta didik bertanggungjawab secara individual untuk memahami materinya.

Tabel 2.3

Kriteria Menentukan Nilai Peningkatan Hasil Belajar

Kriteria Nilai Peningkatan

Nilai kuis/tes terkini turun lebih dari 10 poin di bawah nilai awal

5

Nilai kuis/tes terkini turun 1 sampai dengan 10 poin di bawah nilai awal

10

Nilai kuis/tes terkini sama dengan nilai awal sampai dengan 10 di atas nilai awal

20

Nilai kuis/tes terkini lebih dari 10 di atas nilai awal 30

(4) Skor kemajuan individual. Tiap peserta didik dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada kelompoknya dalam sistem skor, sehingga tiap-tiap anggota kelompok harus berusaha memperoleh nilai yang maksimal dari skor kuisnya. Selanjutnya peserta didik akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis dibandingkan dengan skor awal mereka.


(37)

commit to user

(5) Rekognisi Tim. Tujuan dari pemberian skor adalah untuk memberi penghargaan pada tiap-tiap kelompok. Kelompok dengan skor tertinggi mendapatkan penghargaan superteam, kelompok dengan skor menengah mendapatkan penghargaan greatteam dan kelompok dengan skor terendah sebagai kelompok goodteam (Slavin, 2008: 160). Untuk menjadi kelompok dengan predikat/penghargaan

superteam maka sebagian besar anggota kelompok harus memiliki

skor di atas skor awal mereka.

Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

Langkah 1. Persiapan

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Langkah 2. Menyampaikan Tujuan dan Memotivasi Siswa

Dalam tahap ini guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Langkah 3. Menyajikan/menyampaikan informasi

Dalam tahap ini guru menyampaikan materi pembelajaran.

Langkah 4. Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar

Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Guru membagi siswa menjadi


(38)

commit to user

beberapa kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 siswa. Kelompok yang dibentuk merupakan perpaduan yang ditinjau dari latar belakang sosial, jenis kelamin dan kemampuan belajar.

Sebelum proses belajar mengajar dimulai, guru memperkenalkan keterampilan kooperatif dan menjelaskan aturan dasarnya, yaitu:

e. Siswa tetap berada di dalam kelas.

f. Mengajukan pertanyaan kepada kelompok sebelum mengajukan pertanyaan kepada guru.

g. Menghindari saling mengkritik sesama siswa dalam satu kelompok. h. Bekerja sama dan bertanggung jawab dalam kelompoknya.

Langkah 5. Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok, setiap siswa berpikir bersama untuk meyakinkan bahwa setiap orang dalam kelompoknya mengetahui dan memahami jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS.

Langkah 6. Evaluasi

Perwakilan dari masing-masing kelompok maju ke depan untuk mempresentasikan hasil dari diskusi mereka atau hasil dari tugas di LKS. kemudianGuru mengarahkan siswa dalam membuat rangkuman, memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan. Selanjutnya, guru memberikan tes kepada siswa secara individual.


(39)

commit to user

Pada tahap ini, guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor tes berikutnya (terkini). Atau dengan kata lain, guru memberi nilai yang lebih tinggi kepada kelompok yang hasil diskusi masalahnya/hasil belajarnya lebih baik.

Tabel 2.4 Sintaks pembelajaran kooperatif tipe STAD

Fase Kegiatan Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Fase 2 Menyajikan atau menyampaikan informasi Fase 3 Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar. Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Fase 5

Evaluasi

Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan.

Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok


(40)

commit to user

Fase 6

Memberikan penghargaan

Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok.

B. Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan

1) Dwi Atmojo Heri (2002) dalam penelitianya yang berjudul " Pengaruh Pembelajaran kooperatif dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar" hasil studi menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif lebih efektif daripada pembelajaran tradisional. Selain itu, terdapat perbedaan prestasi belajar siswa yang mempunyai motivasi belajar berbeda-beda kategorinya. Ditemukan pula bahwa tidak ada interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar.

2) Rofiq Setyawan (2008) dalam penelitian yang berjudul "Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together pada pokok bahasan Operasi Hitung Campur ditinjau dari motivasi belajar siswa". Hasil penelitian menunjukan bahwa: model pembelajaran Numbered Head Together lebih baik dibandingkan dengan model ceramah. Kesamaan antara penelitian ini adalah sama-sama mengunakan model pembelajaran tipe Numbered Head

Together dan ditinjau dari motivasi belajar siswa. Sedangkan perbedaan

penelitian ini model pembelajarannya yakni model pembelajaran NHT dan STAD sedangkan pada penelitian Rofiq dengan model pembelajaran tipe


(41)

commit to user

3) Aloysius Sutomo (2008) dalam penelitian yang yang berjudul"eksperimentasi model pembelejaran kooperatif tipe STAD pada pokok bahasan fungsi ditinjau dari motivasi belajar siswa kelas VIII SMP Negeri kota Surakarta". Hasil penelitian menunjukan bahwa: model pembelajaran STAD menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional pada pokok bahasan fungsi. Kesamaan antara penelitian ini adalah sama-sama mengunakan model pembelajaran tipe STAD dan ditinjau dari motivasi belajar siswa. Sedangkan perbedaan penelitian ini model pembelajarannya yakni model pembelajaran NHT dan STAD sedangkan pada penelitian Aloysius Sutomo dengan model pembelajaran tipe STAD dan model pembelajaran konvensional.

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD terhadap prestasi

belajar siswa.

Pembelajaran kooperatif sangat sesuai untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika karena kegiatan belajar matematika lebih diarahkan pada kegiatan yang mendorong siswa aktif. Pembelajaran matematika mengunakan model pembelajaran yang sama yaitu kooperatif tetapi melalui dua tipe yang berbeda yaitu NHT dan STAD. Dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT, penomoran yang merupakan inti dari model pembelajaran kooperatif


(42)

commit to user

tipe NHT ini akan menyebabkan setiap siswa harus selalu siap, dalam arti setiap siswa harus mengerti dan memahami pemecahan dari masalah yang diberikan karena jawabannya pada saat presentasi akan mempengaruhi nilai kelompoknya. Hal tersebut juga akan membuat tanggung jawab siswa untuk mengerti dan memahami pemecahan masalah yang diberikan menjadi lebih besar. Sedangkan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, dalam model pembelajaran ini, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok heterogen dengan kemampuan akademik yang bervariasi. Hal ini dilakukan supaya siswa yang berkemampuan kurang dapat terbantu oleh siswa yang berkemampuan tinggi. Kemudian setiap kelompok diberi tanggung jawab untuk memecahkan masalah atau soal yang telah diberikan oleh guru. Ketika memecahkan masalah, setiap siswa diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat tanpa harus takut jika pendapatnya salah. Penggunaan metode pengajaran yang berbeda akan memberikan para siswa cara pembelajaran matematika yang berbeda untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika yang telah ditetapkan. Jika cara untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika tersebut berbeda dimungkinkan adanya perbedaan tingkat tercapainya tujuan pembelajaran matematika. Kedua tipe pembelajaran yang diterapkan dengan pembelajaran kooperatif tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. 2. Pengaruh perbedaan tingkat motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar.

Berdasarkan tinjauan pustaka, bahwa motivasi berprestasi dalam rangka belajar di sekolah, merupakan bentuk peningkatan dari motivasi intrinsik. Dengan demikian, motivasi berprestasi merupakan motivasi tertinggi dalam


(43)

commit to user

belajar dan bentuk peningkatan dari motivasi intrinsik. Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi dalam belajar tidak akan cepat merasa puas dengan apa yang dicapainya. Proses belajarpun dilalui oleh siswa dengan suasana yang menyenangkan karena siswa beraktivitas dengan tinggi baik mental, fisik, sosial maupun emosinya. Sedangkan bagi siswa yang rendah motivasi berprestasinya tidak demikian halnya. Dengan demikian prestasi belajar matematika yang dicapai oleh siswa yang tinggi motivasi berprestasinya lebih baik dibanding siswa yang sedang dan rendah motivasi berprestasinya dan siswa dengan motivasi berprestasi sedang akan lebih baik dari siswa yang rendah motivasi berprestasinya.

3. Perbandingan prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ditinjau dari motivasi berprestasi

Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi akan mempunyai sifat: tekun, rajin ulet, ingin mendalami materi dan ingin mencapai prestasi yang lebih baik dan pada pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa dan setiap siswa diberi nomor agar mempunyai sifat tanggungjawab maka siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan mempunyai prestasi yang lebih baik daripada anak yang mempunyai motivasi berprestasi sedang dan rendah.

4. Perbandingan prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari motivasi berprestasi

Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi akan mempunyai sifat: tekun, rajin ulet, ingin mendalami materi dan ingin mencapai prestasi yang lebih baik


(44)

commit to user

dan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa maka siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan mempunyai prestasi yang lebih baik daripada anak yang mempunyai motivasi berprestasi sedang dan rendah.

5. Perbandingan prestasi belajar siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi, sedang dan rendah pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Karena model pembelajaran kooperatif tipe NHT mengunakan penomoran sehingga setiap siswa mempunyai tanggungjawab terhadap kelompoknya sehingga siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi dan sedang akan lebih aktif untuk memahami materi sehingga prestasi belajarnya juga akan lebih baik.

Untuk motivasi berprestasi rendah karena model pembelajaran kooperatif tipe NHT mengunakan penomoran sehingga setiap siswa mempunyai tanggungjawab terhadap kelompoknya sehingga siswa yang mempunyai motivasi berprestasi rendah akan terpengaruh oleh teman yang lain untuk memahami materi sehingga prestasi belajarnya mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT maupun mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sama baiknya.

D. Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(45)

commit to user

1. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih efektif dibanding model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

2. Prestasi belajar matematika siswa dengan motivasi berprestasi tinggi lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi sedang. Siswa dengan motivasi berprestasi sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah. Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah.

3. Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT Prestasi belajar matematika siswa dengan motivasi berprestasi tinggi lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi sedang. Siswa dengan motivasi berprestasi sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah. Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah.

4. Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD Prestasi belajar matematika siswa dengan motivasi berprestasi tinggi lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi sedang. Siswa denga motivasi berprestasi sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah. Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah.


(46)

commit to user

5. Pada siswa dengan motivasi berprestasi tinggi dan sedang, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan prestasi yang lebih baik dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, sedangkan pada siswa dengan motivasi berprestasi rendah, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan prestasi yang sama baik dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.


(47)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) dalam wilayah Kecamatan Belitang, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 pada semester I tahun pelajaran 2010/2011

B.Jenis Penelitian

Jenis penelitian di bidang pendidikan ini adalah penelitian eksperimental semu, karena penelitian tidak mungkin untuk mengontrol semua variabel yang relevan. Dalam penelitian ini ada dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas yang pertama adalah penerapan pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Heads Together (NHT) sebagai kelompok eksperimen I dan model

pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) sebagai kelompok eksperimen II. Variabel bebas yang kedua adalah motivasi berprestasi yang dibedakan menjadi tiga yaitu tinggi, sedang dan rendah. Sedangkan variabel terikatnya adalah prestasi belajar matematika

C.Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi

Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh siswa kelas IV se- Kecamatan Belitang, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat tahun ajaran 2010/2011. Dengan mengelompokkan sekolah menjadi tiga kelompok yaitu


(48)

commit to user

kelompok tinggi, sedang dan rendah. Dasar pengelompokan ini adalah nilai rata-rata UAS SDN Kecamatan Belitang, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat.

Tabel 3.1 Data Nilai Rata-Rata UAS Kecamatan Belitang, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat

No NAMA SEKOLAH STATUS NILAI KEL 1 SDN NO.10 TRANS SP.VI NANGA ANSAR N 7, 82 T 2 SDN NO.13 TRANS SP.XII SETUNTUNG N 7,50 T 3 SDN NO.8 TRANS SP.IV SETUNTUNG N 6,73 T 4 SDN NO.9 TRANS SP.V PADAK N 6,70 T 5 SDN NO.2 DESA BELITANG II N 6, 62 S 6 SDN NO.12 TRANS SP.IX MUNTIK N 6,51 S 7 SDN NO.4 DESA PADAK N 6, 44 S 8 SDN NO.1 BELITANG I N 6, 03 S 9 SDN NO.11 TRANS SP.I BELITANG N 5, 84 R 10 SDN NO.7 TRANS SP.II SUNGAI MABOH N 5,78 R 11 SDN NO.3 DESA NANGA ANSAR N 5, 65 R 12 SDN NO.6 DUKUH SUNGAI MABOH DESA

PADAK

N 5,52 R

Sumber data di atas diperoleh dari Dinas Pendidikan dan olahraga Kecamatan Belitang, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat.


(49)

commit to user

2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling yang digunakan adalah stratified and clustered

random sampling. Berdasarkan jumlah nilai ujian nasional tahun 2009, sekolah

dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu kelas atas (peringkat 1-4), peringkat sedang (peringkat 5-8) dan kelompok bawah (peringkat 9-12). Dari tiap kelompok tersebut diambil secara acak dua sekolah. Selanjutnya diambil satu kelas secara acak dari masing-masing sekolah terpilih. Secara acak ditentukan satu kelas ditetapkan sebagai kelas eksperimen I dan satu kelas lagi sebagai kelas eksperimen II.

Dari hasil pengundian terpilih enam sekolah yaitu:

1. SDN No.10 Trans SP VI Desa Nanga Angsar kategori tinggi sebagai kelas eksperimen II.

2. SDN No.13 Trans SP XII Setunung kategori tinggi sebagai kelas eksperimen I.

3. SDN No.02 Belitang kategori sedang sebagai kelas eksperimen I 4. SDN No.04 Padak kategori sedang sebagai kelas eksperimen II. 5. SDN No.06 Sungai Maboh kategori rendah sebagai kelas eksperimen I 6. SDN No.07 Trans SP II Sungai Maboh kategori rendah sebagai kelas


(50)

commit to user

D.Teknik Pengumpulan Data 1. Variabel Penelitian

Data-data yang ingin dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data dari variabel-variabel sebagai berikut.

a. Variabel Bebas

1) Model pembelajaran

a) Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman perancang pembelajaran dan pembelajar dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran.

b) Indikator yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada kelas eksperimen I dan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas eksperimen II.

c) Skala pengukuran mengunakan skala nominal. d) Symbol: V

2) Motivasi berprestasi siswa

a) Motivasi berprestasi adalah dorongan dalam diri siswa untuk mencapai prestasi setinggi mungkin demi penghargaan pada diri sendiri dengan berkompetensi dengan siswa lain atau melebihi apa yang telah diraih sebelumnya.


(51)

commit to user

b) Indikator yang digunakan adalah skor angket motivasi berprestasi. Skala pengukuran mengunakan skala interval yang diubah ke dalam skala ordinal yang terdiri dari tiga kategori.

· Rendah jika skor angket <V −

· Sedang jikaV − ≤ skor angket V+ .

· Tinggi jika skor angket >V+ .

Dengan V adalah rata-rata dan s adalah simpangan baku. c) Symbol: V

b. Variable terikat

1) Prestasi belajar matematika adalah nilai tes hasil belajar siswa kelas IV Semester I pada pokok bahasan bilangan.

2) Indikator yang digunakan adalah skor tes prestasi belajar matematika. 3) Skala pengukuran mengunakan skala interval.

4) Symbol: Y

2. Metode ngumpulan Data

Pengumpulan data kuantitatif dalam penelitian ini mengunakan teknik tes, angket, dan dokumentasi.

a. Tes

Dalam teknik ini digunakan butir-butir soal untuk mengumpulkan data mengenai prestasi belajar matematika. Soal tes yang digunakan berbentuk pilihan ganda. Setiap butir soal mempunyai empat alternatif jawaban. Jawaban yang benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah memperoleh skor 0.


(52)

commit to user b. Angket

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai motivasi berprestasi. Jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis angket langsung, tertutup dan berbentuk rating scale yang mengunakan skala Likert dengan item pernyataan yang mempunyai lima alternatif jawaban. Pernyataan dalam angket terdiri dari item positif dan negatif.

Pemberian skor untuk butir positif adalah jika menjawab SS diberi skor 5, S diberi skor 4, R diberi skor 3, TS diberi skor 2 dan STS diberi skor 1 serta tidak menjawab diberi skor 0, sedang untuk butir negatif berlaku sebaliknya. c. Dokumentasi

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data yang lengkap, cepat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Data yang dikumpulkan dengan teknik dokumentasi adalah nilai ulangan umum semester II tahun ajaran 2009/2010 yang digunakan untuk menguji keseimbangan rata-rata kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II.

3. Analisis Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes dalam bentuk tes obyektif dengan empat alternatif jawaban untuk memperoleh data tentang prestasi belajar matematika dan angket motivasi berprestasi untuk memperoleh data tentang motivasi berprestasi yang dimiliki siswa.


(53)

commit to user a. Tahap Penyusunan Instrumen

1) Menyususn kisi-kisi instrumen yaitu kisi-kisi pada materi pokok bahasan bilangan untuk instrumen tes dan kisi-kisi motivasi berprestasi untuk instrumen angket motivasi berprestasi.

2) Menyusun butir-butir soal instrumen tes yang berupa tes obyektif dengan empat alternatif jawaban dan butir-butir soal motivasi berprestasi dengan lima alternatif jawaban.

b. Tahap Uji Coba Instrumen

Sebelum dikenakan pada sampel penelitian, instrumen yang telah disusun diujicobakan terlebih dahulu. Uji coba ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah instrumen tes yang telah disusun memenuhi syarat-syarat instrumen yang baik. Syarat-syarat tersebut antara lain sebagai berikut.

1) Instrumen Tes

a) Analisis Instrumen (1) Uji Validitas Isi

Validitas instrumen tes dalam penelitian ini mengunakan validitas isi. Dengan demikian, instrumen tes dikatakan valid apabila telah merupakan sampel yang representatif dari keseluruhan isi dari hal yang hendak diukur. Validitas isi instrumen tes dapat diketahui melalui penilaian yang dilakukan oleh pakar dibidangnya (experts judgment). Subject matter experts akan melihat apakah kisi-kisi yang telah disusun oleh pengembang tes telah mewakili substansi yang akan diukur. Selanjutnya


(54)

commit to user

dilakukan relevance ratings, yaitu penilaian terhadap relevansi atau kesesuaian antara masing-masing butir tes dengan klasifikasi kisi-kisi yang telah ditentukan. Empat langkah yang bisa dilakukan dalam menentukan validitas isi antara lain:

1) Mendefinisikan domain kerja yang akan diukur, dapat berupa tujuan pembelajaran yang dikembangkan melalui kisi-kisi. 2) Membentuk panel-panel yang qualified dalam domain-domain

tersebut.

3) Menyediakan kerangka struktur untuk proses pencocokan butir-butir soal dengan domain performance yang terkait.

4) Menganalisa dan menarik kesimpulan data yang diperoleh dari proses pencocokan.

(Budiyono, 2003:60)

Butir soal tes dinyatakan valid menurut validitas isi jika telah memenuhi semua kriteria yang tersedia dalam lembar telaah validitas yang mencakup materi, konstruksi dan bahasa.

(2) Uji Reliabilitas

Instrumen dikatakan reliabel berarti dapat memberikan hasil yang relatif sama pada saat dilakukan pengukuran lagi pada responden yang sama pada waktu yang berlainan. Reliabel tes hasil belajar diuji dengan rumus KR-20 yaitu:

11=

1

2 2


(55)

commit to user dengan:

r11 : indeks reliabilitas instrumen n : banyaknya butir instrumen

pi : proporsi cacah subyek yang menjawab benar pada butir

ke-i

qi : 1 pi, i:1,2,....n

st2 : variansi total

(Budiyono, 2003: 69) Dalam penelitian ini instrumen dikatakan reliabel jika r11≥ 0.70.

b) Analisis Butir Soal (1) Daya Pembeda

Sebuah instrumen terdiri dari sejumlah butir-butir instrumen. Kesemua butir tersebut harus mengukur hal yang sama dan menunjukkan kecenderungan yang sama pula. Ini berarti harus ada korelasi positif antara skor masing butir-butir tersebut dengan skor totalnya. Biasanya untuk menghitung daya pembeda butir ke-i, rumus yang digunakan adalah rumus korelasi produk momen dari Karl Pearson berikut.

= ∑V − ∑V ∑

∑V2 V 2 2 2

dengan:

rxy : indeks daya pembeda untuk butir ke-i


(56)

commit to user

X : skor butir ke-i (dari subjek uji coba) Y : skor total (dari subjek uji coba)

Butir soal disebut mempunyai daya pembeda baik jikarxy ³ 0.3

(Budiyono, 2003: 65) Dalam penelitian ini jika indeks daya pembeda untuk butir ke-i kurang dari 0.3 maka butir tersebut harus dibuang.

(2) Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang mempunyai tingkat kesukaran yang memadai, artinya tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Untuk menghitung tingkat kesukaran setiap butir soal digunakan rumus sebagai berikut.

P JBJS

dengan:

P = indeks kesukaran

JB = banyaknya subjek yang menjawab benar JS = banyaknya seluruh subjek.

Butir soal yang digunakan untuk menghimpun data penelitian ini mempunyai interval tingkat kesukaran 0,3≤P≤0,7.

2) Instrumen Angket motivasi berprestasi

Angket tipe kecerdasan majemuk digunakan untuk mengetahui motivasi berprestasi yang dimiliki siswa. Angket motivasi berprestasi dikatakan baik jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.


(57)

commit to user a) Analisis Instrumen

(1) Uji Validitas Isi

Supaya angket motivasi berprestasi mempunyai validitas isi, maka harus diperhatikan syarat-syarat sebagai berikut.

(a) Butir-butir angket sudah sesuai dengan kisi-kisi angket. (b) Kesesuain kalimat dengan Ejaan Yang Disempurnakan.

(c) Kalimat pada butir-butir angket mudah dipahami siswa sebagai responden.

(d) Ketetapan dan kejelasan perumusan petunjuk pengisian angket. Untuk menilai apakah instrumen angket motivasi berprestasi tersebut mempunyai validitas isi, penilaian ini dilakukan oleh para pakar atau validator (experts judgment) dan semua kriteria disetujui. Jika ada salah satu yang tidak disetujui maka instrumen tersebut belum valid, artinya butir yang tidak disetujui tersebut harus direvisi atau dibuang. (2) Uji Reliabilitas

Dalam penelitian ini untuk uji reliabilitas digunakan rumus Alpha, sebab skor butir angket bukan 0 dan 1. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto (2002: 192) yang menyatakan bahwa, “Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya angket atau soal bentuk uraian”. Adapun rumus Alpha yang dimaksud adalah sebagai berikut.

r11= n

n1 1

si2 st2


(58)

commit to user dengan:

r11 = indeks reliabilitas instrumen n = banyaknya butir instrumen si2 = variansi butir ke-i, i = 1,2,...,n

st2 = variansi skor total yang diperoleh subyek uji coba

(Budiyono, 2003: 72) Interpretasi indeks reliabilitas instrumen angket sama dengan interpretasi indeks reliabilitas instrumen tes, instrumen angket dikatakan reliabel jika indeks reliabilitasnya lebih dari 0.7 atau r11Ģ 0.7.

b) Analisis Butir Instrumen (1) Konsistensi Internal

Untuk mengetahui konsistensi internal butir soal angket digunakan rumus korelasi produk momen Karl Pearson sebagai berikut.

rxy=

n∑XY– ∑X ∑Y

n∑X2X 2 nY2Y 2

dengan:

rxy : indeks konsistensi internal untuk butir ke-i

n : banyaknya subyek yang dikenai tes (instrumen) X : skor butir ke-i (dari subjek uji coba)

Y : skor total (dari subjek uji coba)

Butir soal disebut mempunyai daya pembeda baik jika rxy ³ 0.3


(59)

commit to user

Dalam penelitian ini jika indeks konsistensi internal untuk butir ke-i kurang dari 0.3 maka butir tersebut harus dibuang.

c. Tahap Penetapan Instrumen

Butir-butir instrumen yang memenuhi syarat-syarat instrumen yang baik ditetapkan sebagai instrumen penelitian. Sedangkan yang tidak memenuhi syarat, tidak digunakan.

E.Teknik Analisis Data 1. Uji Keseimbangan

Uji keseimbangan digunakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian ini memiliki kemampuan awal yang sama. Data yang digunakan untuk menguji keseimbangan diambil dari dokumentasi nilai ujian semester 2 kelas IV SDN dalam wilayah kecamatan belitang tahun pelajaran 2010/2011 pada mata pelajaran matematika yang terdiri dari kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II. Di dalam uji keseimbangan membutuhkan asumsi normalitas dan homogenitas. Karena itu dalam bagian ini akan dituliskan masing-masing uji prasyarat analisis yang dibutuhkan untuk uji t, yaitu:

a. Uji Normalitas

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas ini digunakan metode Lilliefors dengan prosedur.

1) Hipotesis

H : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1: Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal


(60)

commit to user 2) Taraf Signifikansi α = 0.05

3) Statistik Uji = max | −

zi=

Xi–X

s dengan:

= ≤ untuk ~ 0,1

S zi = proporsi cacah Z≤zi terhadap seluruh cacah zi Xi = skor responden

4) Daerah Kritik DK LL Ģ Lα;n ;n adalah ukuran sampel

5) Keputusan Uji

H diterima jika Lhitung tidak terletak di daerah kritik 6) Kesimpulan

Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

(Budiyono, 2009: 170)

b. Uji Homogenitas Variansi Populasi

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah populasi penelitian mempunyai variansi yang sama atau tidak. Untuk menguji homogenitas ini digunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi kuadrat dengan prosedur sebagai berikut.

1) Hipotesis

H : σ12=σ22 (populasi-populasi homogen) H1: σ12≠ σ22 (populasi-populasi tidak homogen) 2) Taraf Signifikansi α = 0.05


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mempunyai motivasi berprestasi rendah akan terpengaruh oleh teman yang lain untuk memahami materi sehingga prestasi belajarnya mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT maupun mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sama baiknya.

D.Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan pada penelitian ini dapat diungkap sebagai berikut:

1. Data prestasi belajar yang digunakan untuk membahas prestasi belajar matematika bagi siswa yang diberi pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD hanya terbatas pada pokok bahasan bilangan untuk penyempurnaan lebih lanjut penelitian ini perlu diujicobakan pada pokok bahasan yang lain.

2. Pada uji keseimbangan peneliti hanya mengambil data dari nilai ujian akhir semester. Sebaiknya, untuk menyempurnakan lebih lanjut pada penelitian ini perlu dikembangkan instrumen tersendiri agar data yang diperoleh untuk mengetahui keseimbangan kemampuan kedua kelompok sebelum eksperimen dilakukan.


(2)

commit to user

93

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan landasan teori dan didukung adanya analisis serta mengacu pada perumusan masalah yang diuraikan di depan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) sama dengan prestasi belajar siswa dengan mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD).

2. Prestasi belajar matematika siswa dengan motivasi berprestasi tinggi lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi sedang. Siswa dengan motivasi berprestasi sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah. Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah.

3. Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT Prestasi belajar matematika siswa dengan motivasi berprestasi tinggi lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi sedang. Siswa dengan motivasi berprestasi sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah.


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah.

4. Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD Prestasi belajar matematika siswa dengan motivasi berprestasi tinggi lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi sedang. Siswa denga motivasi berprestasi sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah. Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah.

5. Pada siswa dengan motivasi berprestasi tinggi, sedang dan rendah

penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan

prestasi yang sama baik dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

B. Implikasi

1. Implikasi Teoritis

Implikasi teoritis dari kesimpulan penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk mengembangkan pembelajaran yang lebih menarik dan inovatif serta untuk memperluas pengetahuan mengenai factor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, khususnya yang berkaitan dengan pengunaan model-model pembelajaran kooperatif yang tepat untuk dapat diterapkan di kelas.


(4)

commit to user

Faktor yang menentukan prestasi belajar siswa salah satunya adalah motivasi siswa. Penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa motivasi siswa berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa sehingga dapat dijadikan pedoman dalam memahami karakteristik siswa khususnya motivasi berprestasi.

2. Implikasi praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan khusus bagi pendidik dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran. Guru dapat memilih model pembelajaran yang lebih efektif dan efisien yang sesuai dengan pokok bahasan pembelajaran kooperatif dengan memperhatikan

faktor-faktor yang mungkin ikut berpengaruh terhadap proses

pembelajaran sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Misalnya memahami karakteristik siswa yang bermacam-macam.

C. Saran

Dalam rangka turut mengembangkan pemikiran tentang

peningkatan prestasi belajar matematika siswa dan berdasarkan implikasi hasil penelitian di atas maka disarankan:

1. Bagi pemegang kebijakan dalam pendidikan

Seorang pemegang kebijakan dalam bidang pendidikan, diharapkan dapat lebih intensif dalam memantau dan mengarahkan unsur-unsur yang terkait dalam bidang pendidikan, terutama para guru sebagai ujung tombak keberhasilan pendidikan. Seorang guru perlu dipacu untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan proses pembelajaran,


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

hal ini dapat dicapai jika pemegang kebijakan pendidikan sering mengajak guru mengenal lebih luas tentang model pembelajaran yang tepat dan

dapat digunakan melalui pelatihan-pelatihan secara rutin dan

berkesinambungan.

2. Bagi siswa:

a. Sebaiknya siswa melakukan persiapan belajar lebih baik dalam mengikuti pelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT maupun STAD.

b. Sebaiknya siswa selalu aktif dan bersungguh-sungguh dalam

mengikuti pelajaran.

c. Sebaiknya siswa selalu kompak dan bisa bekerja sama serta tidak sungkan bertanya jika ada kesukaran materi.

3. Bagi Guru

a. Seorang guru diharapkan dapat meningkatkan pemahamannya tentang

model pembelajaran yang semakin berkembang, sehingga guru dapat

memilih model pembelajaran yang tepat dalam proses

pembelajarannya.

b. Seorang guru hendaknya memperhatikan aspek-aspek yang dapat

meningkatkan keberhasilan siswa dalam belajar salah satunya aspek motivasi berprestasi yang dimiliki oleh siswa. Ada baiknya seorang guru mengetahui motivasi berprestasi yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran sehingga dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki oleh siswa.


(6)

commit to user

c. Seorang guru hendaknya dapat membuat rencana pelaksanaan

pembelajaran dengan baik sebelum pelaksanaan pembelajaran, sehingga pembelajaran yang berlangsung akan lebih terarah dan mencapai tujuan yang ditetapkan.

4. Saran bagi peneliti/calon peneliti

Diharapkan dapat mengembangkan hasil penelitian ini dalam lingkup yang lebih luas. Penulis berharap, para peneliti/calon peneliti dapat meneruskan atau mengembangkan penelitian ini untuk variabel-variabel lain yang sejenis atau model pembelajaran yang lebih inovatif, sehingga dapat menambah wawasan dan dapat lebih meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya dan pendidikan pada umumnya.


Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar biologi siswa antara pembelajaran kooperatif tipe stad dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem terintegrasi nilai: penelitian quasi eksperimen di SMA at-Taqwa Tangerang

0 10 192

Peningkatan Hasil Belajar Biologi Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Konsep Jaringan Tumbuhan (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI IPA MA Jamiyyah Islamiyah Pondok Aren Tangerang Tahun Ajaran 2012-2013)

1 6 287

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (Student Team Achievement Divisions) STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD

1 6 165

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

Perbedaan Hasil Belajar Biologi Antara Siswa yang Diajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan TGT (Penelitian Kuasi EKsperimen di SMAN 1 Bekasi))

0 42 0

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together terhadap Hasil Belajar Fiqih dalam pokok bahasan Riba, Bank, dan Asuransi. (Kuasi Eksperimen di MA Annida Al Islamy, Jakarata Barat)

0 13 150

Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan student team achievement division(stad) ditinjau dari Gaya belajar dan motivasi berprestasi

0 3 167

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DITINJAU DARI TINGKAT KEAKTIFAN SISWA TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA SUB

0 6 110

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA METODE KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN METODE KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA

4 18 99