Analisis Terjemahan Istilah-istilah Budaya Pada Brosur Pariwisata Berbahasa Inggris Provinsi Sumatera Utara

(1)

ANALISIS TERJEMAHAN ISTILAH-ISTILAH BUDAYA

PADA BROSUR PARIWISATA BERBAHASA INGGRIS

PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

SULAIMAN AHMAD

NIM. 097009028/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

PROGRAM STUDI LINGUISTIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

ANALISIS TERJEMAHAN ISTILAH-ISTILAH BUDAYA

PADA BROSUR PARIWISATA BERBAHASA INGGRIS

PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

SULAIMAN AHMAD

NIM. 097009028/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

PROGRAM STUDI LINGUISTIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : ANALISIS TERJEMAHAN ISTILAH-ISTILAH BUDAYA PADA BROSUR PARIWISATA BERBAHASA INGGRIS PROVINSI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Sulaiman Ahmad NIM : 097009028

Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Syahron Lubis, M.A.) (Drs. Umar Mono, M.Hum.) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.) (Prof. Dr.Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah Diujikan pada Tangggal 18 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. Anggota : 1. Dr. Syahron Lubis, M.A.

2. Drs. Umar Mono, M.Hum. 3. Dr. Roswita Silalahi, M.Hum.


(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

ANALISIS TERJEMAHAN ISTILAH-ISTILAH BUDAYA PADA BROSUR PARIWISATA BERBAHASA INGGRIS, PROVINSI SUMATERA UTARA

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Unversitas Sumatera Utara adalah benat merupakan hasil karya saya sendiri.

Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah saya cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Tesis ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 19 Agustus 2011


(6)

RIWAYAT HIDUP I. Data Pribadi

Nama Lengkap : Sulaiman Ahmad Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl. Lahir : Kw. Simpang, 14 Maret 1963

Alamat : Jl. Setia Budi Gg. H. Latiman No. 4 Tj. Sari Medan

Telp. : (061) 8211758

HP : 08126361358

Agama : Islam

II. Riwayat Pendidikan

SD : SD Islam Persatuan Amal Bakti (PAB), 1975 SMP : SMP PAB Sampali Kec. Percut Sei Tuan, 1979

SMA : SMA Negeri 10 Medan, 1982

S-1 : IKIP Negeri Medan, 1989

Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Pendidikan, Bahasa Dan Sastra (FPBS)

S-2 : S2 Program Studi Linguistik, Sekolah Pascasarjana USU

III. Riwayat Pekerjaan

1. Dosen Honorer pada IAIN Sumut, TBI (Tadris Bahasa Inggris), 1989 – 1991 2. Dosen (PNS) pada Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Medan, 1991 –


(7)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya pada penulis, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul: Analisis Terjemahan Istilah-istilah Budaya Pada Brosur Pariwisata Berbahasa Inggris Provinsi Sumatera Utara.

Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Linguistik pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU).

Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu, penulis berterima kasih kepada semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung memberikan kontribusi dalam penyelesaian tesis ini, yaitu:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM). Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang , MSIE, selaku Direktur Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D., dan Dr. Nurlela, M.Hum., selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Linguistik, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(8)

4. Dr. Syahron Lubis, M.A., dan Drs. Umar Mono, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I dan II yang dengan setulus hati telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

5. Dr. Roswita Silalahi, M.Hum dan Dr. Muhizar Muchtar, M.S., selaku penguji yang telah memberikan koreksi dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Linguistik Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini, yang tidak dapat penulis cantumkan satu persatu.

Secara khusus penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada ayahanda (almarhum) H. Ahmad Shali dan ibunda Sufiah atas segala bantuan moral dan material. Semoga jasa-jasa baik mereka mendapat ganjaran dari Allah SWT. Khusus bagi almarhum ayahanda ditinggikan derajatnya, dan bagi ibunda tetap diberikan kesehatan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada isteri tercinta Dra. Hj. Jamilah dan empat anak tersayang Fadhilah Ilmi, Amd., Ashrafida Rahmah,

Eva Zuhridha, dan Hanna Faradiba yang dengan setia dan sabar mendorong, dan membantu penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa tesis ini belum dapat dikatakan sempurna, oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari


(9)

pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Agustus 2011 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI……….. iv

DAFTAR TABEL ………. x

DAFTAR DIAGRAM ……….. xii

DAFTAR SINGKATAN ……….. xiii

ABSTRAK……… xiv

ABSTRACT……… xv

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian... 1

1.2 Batasan dan Perumusan Masalah………...…………. 3

1.3 Tujuan Penelitian………..……….. 4

1.4 Manfaat Penelitian……….. 4

1.5 Klarifikasi Makna Istilah... 5

BAB II : KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Penerjemahan ……… 7

2.2 Jenis Penerjemahan ……… 9

2.3 Proses Penerjemahan ……….. 10

2.4 Kompetensi Penerjemah ………..……….. 12

2.5 Teknik Penerjemahan ..…….……….. 13

2.5.1 Adaptasi (Adaptation)……….. 13

2.5.2 Amplifikasi (Amplification)………. 13

2.5.3 Peminjaman(Borrowing)………..……… 14

2.5.4 Calque……….. 14

2.5.5 Deskripsi (Description)………...………. 14


(11)

2.5.7 Generalisasi……….. 15

2.5.8 Penerjemahan Harfiah………. 15

2.5.9 Partikularisasi……….. 15

2.5.10 Reduksi (Reduction)……… 15

2.5.11 Penambahan……… 15

2.5.12 Penghilangan (Deletion)...……….. 16

2.5.13 Couplet……… 16

2.6 Pergeseran dalam Penerjemahan (Shifts) ……… 16

2.6.1 Pergeseran Tingkatan (Level Shift)... 17

2.6.2 Pergeseran Kategori (Category Shift)... 17

2.6.2.1 Pergeseran Unit (Unit Shift)... 17

2.6.2.2 Pergeseran Struktur (Structure-Shift)... 17

2.6.2.3 Pergeseran Kelas (Class Shift)... 18

2.6.2.4 Pergeseran Antar- Sistem (Intra-System Shift)... 18

2.7 Kaitan Budaya dengan Penerjemahan ………..…………. 18

2.8 Batasan Istilah Budaya………..……… 19

2.9 Penelitian terdahulu ………..…………. 21

BAB II I : METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian……… 25

3.2 Data dan Sumber Data………..….. 26

3.3 Metode Pengumpulan Data………..………….. 26

3.4 Analisis Data……….………….. 27

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Ekologi/Alam 4.1.1 Batu Gantung……….. 28


(12)

4.2 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Makanan

4.2.1 Rendang……….. 29

4.2.2 Sate………. 29

4.2.3 Roti Jala………. 30

4.2.4 Naniura……….. 30

4.2.5 Natinombur……… 31

4.2.6 Lomok-lomok………. 31

4.2.7 Nani Arsik……….. 31

4.2.8 Perkedel………. 31

4.2.9 Dendeng………. 32

4.2.10 Gado-gado………. 32

4.2.11 Tempe………. 32

4.2.12 Tahu……… 33

4.2.13 Kerupuk……….. 33

4.3 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Benda Budaya ( Artefak) 4.3.1 Meriam Puntung………. 34

4.3.2 Sigale-gale……….. 35

4.4 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Pakaian 4.4.1 Ulos………. 36

4.4.2 Batik………. 41

4.4.3 Sarung Songket……… 41

4.4.4 Kebaya………. 42

4.5 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Bangunan(Rumah/tempat Tinggal) 4.5.1 Istana Maimun……… 43


(13)

4.5.2 Masjid Raya………. 43

4.5.3 Siwaluh Jabu……… 44

4.5.4 Seuluh Dua Jabu.………. 44

4.5.5 Rumah Bolon……… 44

4.5.6 Bagas Godang ……… 46

4.6 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Transportasi 4.6.1 Solu Bolon……… 47

4.7 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Komunikasi/Bahasa 4.7.1 Horas ……… 47

4.7.2 Yahowu ………. 48

4.7.3 Njuah-juah ……… 48

4.7.4 Mejuahjuah……… 48

4.8 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Kegiatan (Aktifitas) 4.8.1 Lompat Batu ………...……… 48

4.8.2 Lomba Solu Bolon ……….. 50

4.8.3 Marjalekkat ……… 50

4.8.4 Margala ………. 51

4.8.5 Marsitekka……….. 51

4.8.6 Pesta Bunga dan Buah ……… …… 51

4.8.7 Rondang Bintang ………. . 52

4.8.8 Guro-Guro Aron ……… 52

4.8.9 Erpangir Ku Lau ……… 53

4.8.10 Perumah Begu ……… 53

4.8.11 Erdemu Bayu ………. 54

4.8.12 Mangalahat Horbo ……… 54


(14)

4.9. Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Kemasyarakatan

4.9.1 Sultan ……… 55

4.9.2 Hula-Hula ……… 55

4.9.3 Pariban ……… 55

4.9.4 Dalihan Natolu………. 55

4.9.5 Kalimbubu……… 58

4.9.6 Anak Beru………. 58

4.9.7 Sembuyak……… . 59

4.9.8 Tukur……… 59

4.10 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Agama/Kepercayaan 4.10.1 Mulajadi Nabolon ………..…. 59

4.10.2 Idul Fitri………..………. 60

4.10.3 Sya’ban……… 61

4.11 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Seni 4.11.1 Bohi-bohi………. 61

4.11.2 Boras Pati………..………. 61

4.11.3 Porkis Manangkih Bakar………..…….. 61

4.11.4 Tari Naposo………. 61

4.11.5 Tari Sigale-gale……… 63

4.11.6 Tari Serampang 12……….……… 64

4.11.7 Tari Tor-tor……….…….. 64

4.11.8 Gordang Sembilan……… 66


(15)

4.11.10 Pagar Tringgalum………. 67 4.11.11 Tari Perang……… 67 4.11.12 Gondang……… 67

4.12 Teknik Penerjemahan Istilah-Istilah Budaya

4.12.1 Teknik Penerjemahan Deskripsi………..…………... 80 4.12.2 Teknik Penerjemahan Peminjaman …..……... 80 4.12.3 Teknik Penerjemahan Calque……… 80 4.12.4 Teknik Penerjemahan Generalisasi ………….…….. 81 4.12.5 Teknik Penerjemahan Literal………. 81 4.12.6 Teknik Penerjemahan Couplet……….. 81

4.13. Pergeseran (Shift)

4.13.1 Pergeseran Unit (Unit Shift)………..…… 95 4.13.2 Pergeseran Struktur (Structural Shift).…………...… 95 4.13.3 Pergeseran Antar System (Intra-System Shift)…….. 96

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ……….. 97 5.2 Saran ……… 98


(16)

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1 Teknik Penerjemahan Istilah Budaya yang 68 Berkaitan dengan Ekologi

2 Teknik Penerjemahan Istilah Budaya yang 68 Berkaitan dengan Makanan

3 Teknik Penerjemahan Istilah Budaya yang 69 Berkaitan dengan Benda Budaya

4 Teknik Penerjemahan Istilah Budaya yang 70 Berkaitan dengan Pakaian

5 Teknik Penerjemahan Istilah Budaya yang 70 Berkaitan dengan Bangunan

6 Teknik Penerjemahan Istilah Budaya yang 71 Berkaitan dengan Transportasi

7 Teknik Penerjemahan Istilah Budaya yang 72 Berkaitan dengan Komunikasi/Bahasa

8 Teknik Penerjemahan Istilah Budaya yang 72 Berkaitan dengan Sosial Budaya/Kegiatan


(17)

9 Teknik Penerjemahan Istilah Budaya yang 76 Berkaitan dengan Sosial Budaya/ Kemasyarakatan

10 Teknik Penerjemahan Istilah Budaya yang 77 Berkaitan dengan Agama

11 Teknik Penerjemahan Istilah Budaya yang 77 Berkaitan dengan Seni

12 Jumlah Data Istilah Budaya dan Persentasenya 78

13 Teknik Penerjemahan yang Digunakan 79

dan Persentasenya.

14 Pergeseran pada Terjemahan Istilah Budaya 82 Berkaitan dengan Ekologi

15 Pergeseran pada Terjemahan Istilah Budaya 82 yang Berkaitan dengan Makanan

16 Pergeseran pada Terjemahan Istilah Budaya 84 Berkaitan dengan Benda Budaya

17 Pergeseran pada Terjemahan Istilah Budaya 84 Berkaitan dengan Pakaian

18 Pergeseran pada Terjemahan Istilah Budaya 85 Berkaitan dengan Bangunan

19 Pergeseran pada Terjemahan Istilah Budaya 86 Berkaitan dengan Transportasi


(18)

20 Pergeseran pada Terjemahan Istilah Budaya 87 Berkaitan dengan Komunikasi/Bahasa

21 Pergeseran pada Terjemahan Istilah Budaya 87 Berkaitan dengan Sosial Budaya/Kegiatan

22 Pergeseran pada Terjemahan Istilah Budaya 92 Berkaitan dengan Sosial Budaya/Kemasyarakatan

23 Pergeseran pada Terjemahan Istilah Budaya 93 Berkaitan dengan Agama

24 Pergeseran pada Terjemahan Istilah Budaya 93 Berkaitan denga Seni.


(19)

DAFTAR DIAGRAM

No. Judul Halaman

1 Proses Penerjemahan ( Nida dalam Anwar S Dill, 1975:80) 10


(20)

DAFTAR SINGKATAN

TSu : Teks Sumber TSa : Teks Sasaran BSu : Bahasa Sumber BSa : Bahasa Sasaran

DM : Diterangkan Menerangkan MD : Menerangkan Diterangkan

BSu.In : Bahasa Sumber Bahasa Indonesia BSu.Ar : Bahasa Sumber Bahasa Arab BSu.Ns : Bahasa Sumber Bahasa Nias BSu.Bt : Bahasa Sumber Bahasa Batak BSu.Ml : Bahasa Sumber Bahasa Melayu


(21)

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji penerjemahan istilah-istilah budaya dengan masalah penelitian yaitu, 1) Istilah-istilah budaya apa yang terdapat pada brosur pariwisata berbahasa Inggris Provinsi Sumatera Utara, 2) Teknik penerjemahan apa yang digunakan dalam menerjemahkan istilah- istilah budaya dari bahasa sumber (bahasa Indonesia, Arab, Batak, Nias ,dan Melayu) ke dalam bahasa Inggris, pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia , dan Inggris Provinsi Sumatera Utara, dan 3) Pergeseran apa yang terjadi pada terjemahan istilah-istilah budaya tersebut pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia, dan Inggris Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi istilah-istilah budaya yang terdapat pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia, dan Inggris, Provinsi Sumatera Utara, mengidentifikasi teknik penerjemahan yang digunakan dalam terjemahan istilah-istilah budaya dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran yaitu bahasa Inggris, dan mengidentifikasi pergeseran (shift) yang terjadi pada terjemahan istilah-istilah budaya dimaksud.Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif- kualitatif. Data yang digunakan adalah terjemahan istilah-istilah budaya yang terdapat pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia, dan Inggris Provisnsi Sumatera Utara, yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumetra Utara tahun 2008. Dari hasil penelitian ini ditemukan sebanyak 67data istilah budaya pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia, dan Inggris. Istilah-istilah budaya tersebut berkaitan dengan ekologi sebanyak 1 data (1,49 %), makanan sebanyak 13 data (19,40 %), benda budaya/artefak sebanyak 2 data (2,98 %), pakaian sebanyak 4 data (5,97 %), bangunan sebanyak 6 data (8,96 %), transportasi sebanyak 1data (1,49 %), bahasa sebanyak 4 data (5,97 %), sosial budaya sebanyak 13 data (19,40 %), kemasyarakan sebanyak 8 istilah budaya (11,94 %), agama sebanyak 3 data (4,48 %), dan seni sebanyak 12 data (17,91 %).Teknik terjemahan yang digunakan dalam penerjemahan istilah-istilah budaya tersebut adalah adalah Teknik Penerjemahan Deskripsi sebanyak 25 (37,31 %), Peminjaman sebanyak 21 (31,34 %), Calque sebanyak 12 (17,91 %), Generalisasi 6 (8,96 %), Literal sebanyak 2 (2,99 %), dan couplet sebanyak 1 (1,49 %).Terdapat 44 pergeseran (shift) pada terjemahan istilah-istilah budaya dari bahasa sumber ke dalam bahasa Inggris. Pergeseran (shift) tersebut terdiri atas pergeseran unit (unit shift) sebanyak 28 (63,63 %), pergeseran struktur (structural shift) sebanyak 13 (29,55 %), dan pergeseran dalam (intra-system shift) sebanyak 3 (6,82 %).


(22)

ABSTRACT

This study discussed about the cultural terms translation with the research problems namely, 1) what cultural terms are found in the English tourism brochure of North Sumatera Province, 2) what translation techniques are used in translating the cultural terms, and 3) what shifts arose as a result of the translation of the cultural terms. Based on the problems, this study aimed to identify the cultural terms found in Indonesian, and English tourism brochures of North Sumatera Province, to identify the translation techniques used in English translated cultural terms from the source languages (Indonesian, Arabic, Batak , Nias, and Melayu languages) into the target language i.e. English, and to identify the shift that occurred in translating the cultural terms. The research method used was descriptive-qualitative method. The data used is the cultural terms in the source languages and English translated cultural terms found in the Indonesian, and English tourism brochure of North Sumatera Province, which was published by the Department of Culture and Torism of the North Sumatera Province in 2008. This study found as many as 67 data in English. The cultural terms related to the ecology are as many as 1 data (1.49%), 13 data related to food (19..40%), 2 data related to cultural objects/ artifacts (2.98%), 4 data related to clothes (5.97%), 6 data (8.96%) related to building, 1 data related to transport (1.49%), 4 data related to language (5.97%), 13 data related to social culture (19.40%), 8 data related to society (11.94%), 3 data related to religion/belief (4.48%), and 12 data related to art (17.91%). The translation techniques used in translating the cultural terms into English are Description as many as 25 (37.31%), Borrowing as many as 21 (31.34%), Calque as many as 12 (17.91%), Generalization as many as 6 (8.96%), Literal as many as 2 (2.99%), and Couplet as many as 1 (1.49%). There are 44 shifts of cultural terms translated from the source languages into English. The shifts comprised unit shift were 28 (63.63%), structural shift were 13 (29.55%), and intra-system shifts were 3 (6.82%).


(23)

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji penerjemahan istilah-istilah budaya dengan masalah penelitian yaitu, 1) Istilah-istilah budaya apa yang terdapat pada brosur pariwisata berbahasa Inggris Provinsi Sumatera Utara, 2) Teknik penerjemahan apa yang digunakan dalam menerjemahkan istilah- istilah budaya dari bahasa sumber (bahasa Indonesia, Arab, Batak, Nias ,dan Melayu) ke dalam bahasa Inggris, pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia , dan Inggris Provinsi Sumatera Utara, dan 3) Pergeseran apa yang terjadi pada terjemahan istilah-istilah budaya tersebut pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia, dan Inggris Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi istilah-istilah budaya yang terdapat pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia, dan Inggris, Provinsi Sumatera Utara, mengidentifikasi teknik penerjemahan yang digunakan dalam terjemahan istilah-istilah budaya dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran yaitu bahasa Inggris, dan mengidentifikasi pergeseran (shift) yang terjadi pada terjemahan istilah-istilah budaya dimaksud.Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif- kualitatif. Data yang digunakan adalah terjemahan istilah-istilah budaya yang terdapat pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia, dan Inggris Provisnsi Sumatera Utara, yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumetra Utara tahun 2008. Dari hasil penelitian ini ditemukan sebanyak 67data istilah budaya pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia, dan Inggris. Istilah-istilah budaya tersebut berkaitan dengan ekologi sebanyak 1 data (1,49 %), makanan sebanyak 13 data (19,40 %), benda budaya/artefak sebanyak 2 data (2,98 %), pakaian sebanyak 4 data (5,97 %), bangunan sebanyak 6 data (8,96 %), transportasi sebanyak 1data (1,49 %), bahasa sebanyak 4 data (5,97 %), sosial budaya sebanyak 13 data (19,40 %), kemasyarakan sebanyak 8 istilah budaya (11,94 %), agama sebanyak 3 data (4,48 %), dan seni sebanyak 12 data (17,91 %).Teknik terjemahan yang digunakan dalam penerjemahan istilah-istilah budaya tersebut adalah adalah Teknik Penerjemahan Deskripsi sebanyak 25 (37,31 %), Peminjaman sebanyak 21 (31,34 %), Calque sebanyak 12 (17,91 %), Generalisasi 6 (8,96 %), Literal sebanyak 2 (2,99 %), dan couplet sebanyak 1 (1,49 %).Terdapat 44 pergeseran (shift) pada terjemahan istilah-istilah budaya dari bahasa sumber ke dalam bahasa Inggris. Pergeseran (shift) tersebut terdiri atas pergeseran unit (unit shift) sebanyak 28 (63,63 %), pergeseran struktur (structural shift) sebanyak 13 (29,55 %), dan pergeseran dalam (intra-system shift) sebanyak 3 (6,82 %).


(24)

ABSTRACT

This study discussed about the cultural terms translation with the research problems namely, 1) what cultural terms are found in the English tourism brochure of North Sumatera Province, 2) what translation techniques are used in translating the cultural terms, and 3) what shifts arose as a result of the translation of the cultural terms. Based on the problems, this study aimed to identify the cultural terms found in Indonesian, and English tourism brochures of North Sumatera Province, to identify the translation techniques used in English translated cultural terms from the source languages (Indonesian, Arabic, Batak , Nias, and Melayu languages) into the target language i.e. English, and to identify the shift that occurred in translating the cultural terms. The research method used was descriptive-qualitative method. The data used is the cultural terms in the source languages and English translated cultural terms found in the Indonesian, and English tourism brochure of North Sumatera Province, which was published by the Department of Culture and Torism of the North Sumatera Province in 2008. This study found as many as 67 data in English. The cultural terms related to the ecology are as many as 1 data (1.49%), 13 data related to food (19..40%), 2 data related to cultural objects/ artifacts (2.98%), 4 data related to clothes (5.97%), 6 data (8.96%) related to building, 1 data related to transport (1.49%), 4 data related to language (5.97%), 13 data related to social culture (19.40%), 8 data related to society (11.94%), 3 data related to religion/belief (4.48%), and 12 data related to art (17.91%). The translation techniques used in translating the cultural terms into English are Description as many as 25 (37.31%), Borrowing as many as 21 (31.34%), Calque as many as 12 (17.91%), Generalization as many as 6 (8.96%), Literal as many as 2 (2.99%), and Couplet as many as 1 (1.49%). There are 44 shifts of cultural terms translated from the source languages into English. The shifts comprised unit shift were 28 (63.63%), structural shift were 13 (29.55%), and intra-system shifts were 3 (6.82%).


(25)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Sumatera Utara sebagai salah satu provinsi di Indonesia memiliki potensi pariwisata yang besar untuk dikembangkan. Potensi ini mencakup keindahan alamnya antara lain danaunya yang menawan, hutan-hutan tropis, laut dan pantainya yang berpasir putih, flora dan fauna, kekayaan budaya seperti karya seni, tarian-tarian traditional, dan sebagainya.

Sumatera Utara dengan kekayaan alam dan budayanya memiliki banyak tempat objek wisata yang sangat menakjubkan antara lain kota Parapat dan Danau Toba, Berastagi, Pantai Cermin, Tangkahan, tarian tor-tor, Serampang Dua belas, air terjun Sipiso-piso, dan sebagainya. Masing-masing objek wisata mempunyai daya tarik tersendiri, misalnya bahasa yang digunakan, ungkapan atau istilah-istilah yang berkaitan dengan budaya setempat, dan sebagainya.

Untuk memberikan informasi pariwisata dan meningkatkan minat masyarakat dan turis lokal maupun manca negara untuk berkunjung ke Sumatera Utara, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara telah melakukan berbagai upaya antara lain dengan menerbitkan brosur pariwisata berbahasa Indonesia dan berbahasa Inggris. Untuk itu peneliti ingin mengetahui istilah-istilah budaya apa saja yang tertera pada brosur pariwisata tersebut.


(26)

Pada brosur pariwisata berbahasa Inggris di Provinsi Sumatera Utara, terdapat terjemahan istilah-istilah yang berkaitan dengan budaya setempat antara lain ungkapan dalam bahasa Batak Rumah bolon yang terdapat di Pematang Purba ditulis di brosur wisata berbahasa Inggris great house, the residence of the King and his family. Bolon dalam bahasa Indonesia berarti besar. Lompat batu di Nias Selatan

diterjemahkan menjadi stone jumping, Mesjid Raya di Medan diterjemahkan grand

mosque, ulos menjadi traditional Batak textile.

Dari contoh-contoh terjemahan istilah-istilah budaya tersebut dapat terlihat bahwa istilah budaya diterjemahkan dengan menggunakan teknik penerjemahan yang berbeda, misalnya teknik penerjemahan couplet, misalnya pada terjemahan great

house, the residence of the King and his family. Teknik penerjemahan qalque

misalnya pada terjemahan lompat batu, menjadi stone jumping. Teknik penerjemahan generalisasi misalnya pada kata ulos yang diterjemahkan menjadi traditional Batak textile. Untuk itu peneliti ingin mengetahui lebih lanjut tentang teknik apa lagi yang

diterapkan dalam terjemahan brosur pariwisata tersebut.

Selain hal tersebut di atas pada terjemahan istilah-istilah budaya tersebut tentu terjadi perubahan linguistik atau pergeseran (shift), misalnya kata ulos merupakan kata benda diterjemahkan traditional Batak textile yang merupakan frasa. Peneliti juga ingin mengetahui lebih lanjut tentang pergeseran atau shift yang terjadi akibat penerjemahan dari istilah budaya berbahasa Indonesia atau daerah ke dalam bahasa Inggris.


(27)

Berkaitan dengan istilah-istilah budaya tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai istilah-istilah budaya apa saja yang terdapat pada brosur pariwisata tersebut, bagaimana istilah-istilah tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris yaitu dengan kata lain teknik penerjemahan apa yang digunakan, dan pergeseran-pergeseran apa yang terjadi.

1.2 Batasan dan Perumusan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada terjemahan istilah berkonteks budaya , dan secara spesifik istilah-istilah berkonteks budaya yang terdapat pada brosur pariwisata berbahasa Inggris. Dalam hal ini secara spesifik dipilih brosur pariwisata yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara tahun 2008, sebagai objek penelitian. Brosur tersebut terdiri atas brosur yang berbahasa Indonesia dan Inggris.

Berdasarkan batasan tersebut, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1.2.1 Istilah-istilah budaya apa yang terdapat pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia dan Inggris Provinsi Sumatera Utara?

1.2.2 Teknik penerjemahan apa yang digunakan dalam menerjemahkan istilah- istilah budaya dari bahasa sumber (bahasa Indonesia, Arab, Batak, Nias, dan Melayu) ke dalam bahasa Inggris, pada brosur pariwisata berbahasa Inggris Provinsi Sumatera Utara?


(28)

1.2.3 Pergeseran apa yang terjadi pada terjemahan istilah-istilah budaya tersebut pada brosur pariwisata berbahasa Inggris Provinsi Sumatera Utara?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengidentifikasi istilah-istilah budaya yang terdapat pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia dan Inggris Provinsi Sumatera Utara. 1.3.2 Mengidentifikasi teknik penerjemahan yang digunakan dalam

menerjemahkan istilah-istilah budaya dari bahasa sumber (bahasa Indonesia, Arab, Batak, Nias, dan Melayu) ke dalam bahasa Inggris pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia dan Ingggris Provinsi Sumatera Utara.

1.3.3 Mengidentifikasi pergeseran (shift) yang terjadi pada terjemahan istilah-istilah budaya dari bahasa sumber (bahasa Indonesia, Arab, Batak, Nias, dan Melayu) ke dalam bahasa Inggris pada brosur pariwisata berbahasa Inggris Provinsi Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah manfaat yang dibedakan menjadi manfaat teoritis dan praktis

1.4.1 Manfaat teoritis


(29)

1.4.2 Manfaat praktis

Sebagai acuan agar terjemahan istilah-istilah budaya yeng terdapat pada brosur pariwisata berbahasa Inggris dapat lebih mudah dipahami.

1.5 Klarifikasi Makna Istilah

Untuk menghindari terjadinya kesalah pahaman tentang makna istilah-istilah yang digunakan, istilah-istilah tersebur perlu diklarifikasi sebagai berikut.

1. Terjemahan adalah produk dari suatu penerjemahan.

2. Istilah budaya adalah ungkapan berupa kata, frasa, klausa, atau kalimat yang digunakan pada konteks makna yang berkaitan dengan budaya.

3. Brosur adalah selebaran atau buku kecil yang berisi uraian/petunjuk mengenai sesuatu hal atau masalah.

4. Brosur pariwisata adalah selebaran atau buku kecil berisi uraian mengenai pariwisata.

5. Bahasa sumber (BSu) dan Bahasa sasaran (BSa). Bahasa sumber merujuk pada bahasa yang diterjemahkan yaitu Bahasa Indonesia, Arab, Batak, Nias, dan Melayu, sedangkan bahasa sasaran adalah bahasa yang menjadi tujuan penerjemahan yaitu Bahasa Inggris.

6. Teks sumber (TSu) dan Teks sasaran (TSa). Teks sumber merujuk pada teks yang diterjemahkan yaitu teks berbahasa Indonesia, sedangkan teks sasaran adalah teks yang menjadi tujuan penerjemahan yaitu teks berbahasa Inggris.


(30)

7. Teknik Penerjemahan adalah cara untuk menganalisis dan mengklasifikasikan bagaimana kesepadanan penerjemahan berlangsung dan dapat diterapkan pada satuan lingual (Molina dan Albir, 2002)

8. Pergeseran (shift) adalah perubahan linguistik yang terjadi antara teks sumber (TSu) dan teks target (TSa) dalam penerjemahan.

9. Pariwisata adalah su


(31)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Penerjemahan

Ada beberapa definisi mengenai penerjemahan. Berikut peneliti menyajikan beberapa diantaranya. Newmark (1988:5) mengatakan ’Often, though not by any

means always, it is rendering the meaning of a text into another language in the way the author intended the text’. Terdapat dua kata dan frasa kunci dalam definisi itu

yang perlu diperhatikan, yaitu the meaning, dan in the way the author intended the

text’. Dalam kata kunci pertama meaning dapat disimpulkan bahwa yang menjadi

prioritas utama dalam penerjemahan adalah makna, dan dalam frasa in the way the

author intended the text’ dapat disimpulkan bahwa suatu teks terjemahan harus

memiliki dampak yang sama terhadap pembacanya seperti yang dikendaki oleh penulis aslinya. Misalnya suatu teks memiliki nuansa gembira, maka nuansa itu jugalah yang harus diciptakan dalam terjemahan.

Nida dan Taber (1982 : 12) menyatakan bahwa ‘translating consists in

reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message, first in the term of meaning secondly in the term of style’. Jadi

menurut Nida menerjemahkan berarti menghasilkan pesan yang paling dekat, sepadan dan wajar dari bahasa sumber ke bahasa sasaran, baik dalam hal makna maupun gaya. Penerjemahan melibatkan bidang linguistik kedua bahasa yaitu bahasa sumber (BSu) dan bahasa sasaran (BSa), yang mencakup teori makna (semantik), metode,


(32)

prosedur, dan teknik penerjemahan, dan bidang ilmu teks yang diterjemahkan (Bell, 1991). Dengan demikian penerjemahan dapat melibatkan beberapa pihak terkait sesuai dengan teks yang akan diterjemahkan. Hal ini disebabkan seorang penerjemah tidak akan menguasai semua disiplin ilmu yang terkait dengan penerjemahan, namun bila seorang penerjemah menemui kesulitan dalam menerjemahkan, dia dapat bekerja sama denga pihak lain antara lain dengan cara berkonsultasi dengan pakar bidang ilmu terkait.

Definisi lain berikut ini diberikan oleh Catford (1978:20) yaitu ’ Translation

is the replacement of textual material in one language by equivalent textual material in another language’. Menurut definisi tersebut Catford menyatakan bahwa

menerjemahkan berarti mengganti, yaitu suatu teks diganti dengan padanan teks tersebut.

Brislin (1976:1) memberikan definisi penerjemahan sebagai berikut ’Translation is the general term referring to he transfer of thoughts and ideas from

one language (source) to another (target).’ Menurut Brislin dalam definisi tersebut

menerjemahkan berarti mengalihkan makna, hal tersebut terlihat dari kata ’transfer of

thought and ideas.

Berdasarkan penjelasan mengenai penerjemahan dapat disimpulkan bahwa ”penerjemahan adalah menggantikan makna suatu teks bahasa sumber dengan padanan makna yang sesuai dalam bahasa sasaran”.


(33)

2.2 Jenis Penerjemahan

Besnet dan Guire (1988:14) membagi jenis penerjemahan ke dalam tiga kategori, yaitu (1) penerjemahan dalam bahasa yang sama (intralingual translation atau rewording) yang merupakan interpretasi lambang-lambang verbal dengan menggunakan lambang-lambang lain dalam bahasa yang sama, (2) penerjemahan dari satu bahasa ke dalam bahasa lain (interlingual translation atau translation proper), dan (3) penerjemahan dari bahasa tulisan ke dalam media lain seperti gambar, musik dan lain-lain (intersemiotic translation atau transmutation).

Berkaitan dengan penerjemahan dalam bahasa yang sama (intralingual translation atau rewording) , misalnya pada situasi seorang anak yang sedang belajar berbahasa. Anak tersebut belum menguasai banyak kosa kata, ketika dia mendengar atau menemukan kata yang belum dimengerti, dia akan bertanya kepada orang lain. Misalnya dia akan bertanya kepada orang yang paling dekat dengannya, yaitu ibunya. Kemudian ibunya menjelaskan kata yang dia tidak mengerti dengan menggunakan kata yang sederhana sesuai dengan pola berfikir anaknya sehingga anaknya dapat mengerti. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan penjelasan terhadap kata tersebut, atau memberikan sinonimnya. Sebenarnya ibu tersebut telah melakukan penerjemahan untuk anaknya.

Selanjutnya dapat dijelaskan mengenai penerjemahan dari satu bahasa ke dalam bahasa lain (interlingual translation atau translation proper ), yang merupakan jenis penerjemahan yang lebih dikenal, yaitu menerjemahkan dari Bsu ke dalam Bsa,


(34)

misalnya suatu teks dalam bahasa Indonesia diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Dapat diberikan contoh kata rumah diterjemahkan menjadi house atau home.

Jenis penerjemahan yang ketiga penerjemahan dari bahasa tulisan ke dalam media lain seperti gambar, musik dan lain-lain (intersemiotic translation atau

transmutation), misalnya bahasa Braille diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

2.3 Proses Penerjemahan

Ada beberapa model proses penerjemahan. Nida (dalam Anwar S Dill, 1975:80) menggambarkan bahwa penerjemahan merupakan suatu proses yang terdiri dari tiga tahap, yaitu (1) analisis, (2) transfer, dan (3) restrukturisasi. Adapun diagramnya adalah sebagai berikut :

Bahasa Sumber Bahasa Penerima

Teks Terjemahan

Analisis Restrukturisasi Transfer

Diagram 1 : Proses Penerjemahan ( Nida dalam Anwar S Dill, 1975:80)

(1) Tahap Analisis

Penerjemah manganalisis teks bahasa sumber yang diantaranya melihat bagaimana struktur kalimat dan kata-kata yang digunakan.


(35)

Memory (2) Tahap Transfer

Merupakan proses pengalihan makna dari yang masih dalam bentuk konsep. (3) Tahap Restrukturisasi

Pada tahap ini penerjemah melakukan penyesuaian agar makna yang akan dialihkan menjadi tepat.

Menurut Bell (1991:6) Translation is the replacement of a representation of a

text in one language by a representation of an equivalent text in a second language’.

Dalam bahasa Indonesia dapat dikatakan bahwa terjemahan adalah penggantian sebuah representasi teks yang sama dalam bahasa kedua.

Selanjutnya Bell (1991:21) menggambarkan tahapan-tahapan yang jelas yang dilakukan oleh penerjemah dalam menghasilkan suatu terjemahan, sebagai berikut :

Diagram 2: Proses Penerjemahan (Bell, 1991:21) Analysis

Semantic Representation

Synthesis

Target  Language 

Text  Source

Language Text


(36)

Pada gambar 1 di atas dapat dilihat bahwa dalam suatu proses penerjemahan, pertama sekali penerjemah dihadapkan pada teks bahasa sumber. Selanjutnya penerjemah melakukan analisis terhadap aspek semantik misalnya berupa kata, frasa dan klausa, guna memahami makna yang terkandung dalam teks bahasa sumber. Tahap selanjutnya adalah melakukan proses sintesa yaitu paduan berbagai pengertian atau hal supaya semuanya merupakan kesatuan yang selaras (Poerwadarminta, 1983:952), dan menerjemahkan teks bahasa sumber tersebut ke dalam bahasa sasaran.

2.4 Kompetensi Penerjemah

Untuk dapat melakukan tugasnya dengan baik, seorang penerjemah profesional (secara teknis) harus memiliki kompetensi atau kemampuan di bidangnya. Johnson dan Whitelock (dalam Bell, 1991:36) menyatakan bahwa seorang penerjemah profesional harus memiliki lima jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang bahasa sasaran (Bsa), jenis teks, bahasa sumber (Bsu), subjek yang sedang diterjemahkan, dan perbandingan bahasa (constrastive knowledge). Menurut Bell kelima pengetahuan itu adalah pengetahuan dasar yang diperlukan untuk menjadi seorang penerjemah. Bell (1991:41) menambahkan bahwa selain pengetahuan tersebut, seorang penerjemah harus memiliki kompetensi komnikasi (communicative

competence) yang mencakup grammatical competence yaitu pengetahuan tentang tata

bahasa termasuk kosa kata dan susunan kata (word-formation) , dan pengucapan;

socio linguistics yang merupakan pengetahuan dan kemampuan untuk menghasilkan


(37)

untuk menggabungkan bentuk dan makna untuk menghasilkan teks lisan maupun tulisan yang utuh; strategic competence yaitu penguasaan strategi komunikasi yang dapat digunakan untuk memperlancar komunikasi.

2.5 Teknik Penerjemahan

Teknik Penerjemahan merupakan cara untuk menganalisis dan mengklasifikasikan bagaimana kesepadanan penerjemahan berlangsung dan dapat diterapkan pada satuan lingual (Molina dan Albir, 2002) dalam Silalahi (2009).

2.5.1 Adaptasi (adaptation)

Merupakan salah satu teknik penerjemahan dimana satu kata atau frasa yang mengandung unsur budaya, dapat dipadankan dengan kata atau frasa yang mengandung unsur budaya yang sama dalam bahasa sasaran, dengan catatan bahwa unsur budaya tersebut dikenal baik oleh pemakai bahasa sasaran, misalnya frasa as

white as snow dapat dipadankan dengan seputih kapas, karena kapas dikenal baik di

Indonesia, tidak demikian halnya dengan salju, yang hanya ada di beberapa tempat di Indonesia.

2.5.2 Amplifikasi (amplification)

Teknik penerjemahn ini dilakukan dengan cara memberikan keterangan yang eksplisit atau dengan memparafrase sesuatu yang implisit dalam bahasa sumber. Kata Natal dapat diparafrase menjadi hari kelahiran Yesus.


(38)

2.5.3 Peminjaman (borrowing)

Penerjemah meminjam kata atau ungkapan dari bahasa sumber. Teknik peminjaman terdiri atas dua jenis, yaitu peminjaman murni (pure borrowing), misalnya kata CD writer diterjemahkan dengan CD writer , radio tape diterjemahkan dengan radio tape juga. Jenis peminjaman yang lain adalah peminjaman yang sudah dinaturalisasi (naturalized borrowing), misalnya kata

appreciation diterjemahkan menjadi apresiasi.

2.5.4 Calque

Merupakan suatu teknik yang menerjemahkan kata asing atau frasa ke dalam bahasa sasaran dengan menyesuaikan struktur bahasa sasaran, misalnya water fall, diterjemahkan menjadi air terjun.

2.5.5 Deskripsi (description)

Deskripsi merupakan salah satu teknik penerjemahan dengan menggantikan suatu istilah atau ungkapan dengan memberikan penjelasan, dapat berupa bentuk dan fungsinya. Misalnya samurai (the sword of Japanese aristocracy.)

2.5.6 Kesepadanan lazim (established equivalent)

Kesepadanan lazim adalah teknik penerjemahan yang menggunakan istilah atau ungkapan yang sudah lazim, baik berdasarkan kamus atau karena penggunaan sehari-hari. Misalnya snack lebih dikenal dari pada kudapan, handphone lebih


(39)

2.5.7 Generalisasi (generalization)

Teknik penerjemahan jenis ini diterapkan dengan cara menggunakan istilah atau ungkapan yang lebih umum. Misalnya limousine diterjemahkan dengan

mobil.cara-lebih padat, lebih singkat, dan ringkas.

2.5.8 Penerjemahan harfiah (literal translation)

Teknik penerjemahan ini diterapkan dengan cara penerjemahan kata demi kata. Misalnya I will invite him to the party, diterjemahkan Saya akan

mengundangnya ke pesta itu.

2.5.9 Partikularisasi (particularization)

Teknik penerjemahan jenis ini diterapkan dengan menggunakan padanan yang lebih kongkrit. Misalnya sea transportation, diterjemahkan dengan boat.

2.5.10 Reduksi (reduction)

Dalam teknik penerjemahan ini informasi yang eksplisit dalam bahasa sumber menjadi implisit dalam bahasa sasaran. Misalnya the sword of Japanese aristocrac, diterjemahkan dengan samurai.

2.5.11 Penambahan

Pada teknik penerjemahan jenis ini, penerjemah memberikan penambahan informasi guna lebih memperjelas teks. Misalnya Employees of all industries took


(40)

cabang industri mengambil bagian dalam konferensi tersebut (penambahan kata cabang)

2.5.12 Penghilangan (deletion).

Pada teknik penghilangan, penerjemah menghapus atau menghilangkan informasi yang tidak dibutuhkan. Misalnya:

He gave some money to the beggar with his left hands, diterjemahkan menjadi

Dia memberikan uang kepada pengemis itu.

The proposal was rejected and repudiated diterjemahkan susulnya ditolak.

2.5.13 Couplet

Teknik penerjemahan couplet yaitu penerapan dua teknik penerjemahan, misalnya rumah bolon diterjemahkan menjadi great house (where the king and the

family live).

2.6 Pergeseran dalam Penerjemahan (Shifts)

Hatim dan Munday (2004:26) menjelaskan bahwa perubahan linguistik yang terjadi antara teks sumber dan teks target disebut shift. Catford (1978:73) mengelompokkan pergeseran ini menjadi dua kelompok, yaitu :


(41)

2.6.1 Pergeseran Tingkatan (Level Shift)

Pergeseran Tingkatan (LS) yaitu pergeseran dari satu tataran linguistik ke tataran lainnya.

Misalnya: He is my mother’s friend. Dia (laki-laki) teman ibu saya.

Dalam contoh ini terjadi pergeseran tingkatan yaitu dia (laki-laki).

2.6.2 Pergeseran Kategori (Category Shift)

Pergeseran Kategori (CS) yang dapat dibedakan menjadi : 2.6.2.1 Pergeseran unit (Unit Shift)

Pergeseran Unit (US) yaitu pergeseran yang terjadi apabila unsur bahasa sumber (BSu) pada suatu unit linguistiknya memiliki padanan yang berbeda unitnya pada bahasa sasaran (BSu).

Misalnya : attractive place, diterjemahkan menjadi ”tempat yang menarik”. Dalam hal ini terjadi pergeseran dari unit kata menjadi unit klausa.

2.6.2.2 Pergeseran Struktur (Structure-Shift)

Pergeseran Struktur (SS) yaitu bila terjadi perubahan yang diakibatkan oleh sistem struktur BS tidak sama dengan sistem struktur BT. Dalam bahasa Inggris misalnya dikenal pola menerangkan-diterangka (DM), sedangkan dalam bahasa Indonesia pola yang berlaku umumnya menerangkan-diterangkan (MD).


(42)

Dalam bahasa Inggris penanda (modifier) posisi kata antique berada sebelum inti (head), sehingga dapat diistilahkan sebagai penanda awal (premodifier). Sebaliknya dalam bahasa Indonesia dimana penanda berada setelah inti yang disebut pasca inti (post modifier).

2.6.2.3 Pergeseran Kelas (Class Shift)

Pergeseran Kelas (CS) yaitu pergeseran yang terjadi misalnya dari kelas kata tertentu dalam BSu menjadi kelas kata yang lain dalam BSa.

Misalnya : pesta tahun diterjemahkan menjadi annual party.

Kata tahun adalah nomina, kata annual mempunyai kelas kata adjektiva. 2.6.2.4 Pergeseran Antar- Sistem (Intra-System Shift)

Pergeseran antar-sistem yaitu pergeseran yang terjadi pada kategori grammatikal yang sama.

Misalnya : Raja kawin dengan Shinta diterjemahkan menjadi The king married

Shinta. Kata kawin dalam bahasa Indonesia adalah verba intransitif, sedangkan kata married dalam bahasa Inggris adalah verba transitif.

2.7 Kaitan Budaya dengan Penerjemahan

Aspek budaya juga perlu diperhatikan dalam penerjemahan, hal ini disebabkan bahasa merupakan bagian dari budaya. Jika teks yang sedang diterjemahkan adalah teks mengenai budaya, seorang penerjemah harus menguasai tentang budaya dari kedua bahasa yaitu BSu dan BSa, sehingga dia dapat membuat terjemahan yang sesuai. Dengan kata lain seorang penerjemah harus menguasai


(43)

pemahaman lintas budaya (cross-culture understanding). Kosa kata dalam sebuah bahasa mencerminkan kekhasan budaya pemakai bahasa tersebut, yang mungkin saja tidak dimiliki oleh bahasa-bahasa lain.

Menurut Larson (1984:3), penerjemahan mencakup pemahaman kosa kata, struktur gramatika, situasi komunikasi, dan konteks budaya bahasa sunber untuk menentukan maknanya dan selanjutnya makna tersebut direkonstruksi dengan mengunakan kosa kata dan struktur gramatika yang sesuai dalam bahasa dan konteks budaya BSa. Menurut Larson (1984:23) sebuah terjemahan yang berhasil adalah bila pembaca terjemahan (BSa) tidak merasakan bahwa teks yang sedang dibacanya adalah sebuah terjemahan.

2.8 Batasan Istilah Budaya

‘Istilah’ adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas di bidang tertentu (Moeliono, dkk., 1988:341). Istilah juga merupakan perkataan yang khusus mengandung arti yang tertentu di lingkungan sesuatu ilmu pengetahuan, pekerjaan, atau kesenian (Poerwadarminta, 1982:388). Soanes (2002:1188) menyatakan bahwa ‘istilah’ adalah kata atau frasa yang digunakan untuk menjelaskan suatu benda atau menyatakan konsep (term is a word or phrase used to describe a thing or to express a

concept, language used on a particular occasion).

Menurut Mulyana dan Rakhmat (2006:25) ‘budaya’ adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan


(44)

dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.

Newmark (1988) mendefinisikan budaya sebagai cara hidup dan manifestasinya yang khas bagi sebuah komunitas yang menggunakan bahasa tertentu sebagai sarana dari "ekspresi”, sehingga mengakui bahwa setiap kelompok bahasa memiliki fitur sendiri dari suatu budaya tertentu.

Peter Newmark juga mengkategorikan kata-kata, istilah atau ungkapan budaya sebagai berikut:

1) Ekologi

Flora, fauna, bukit, angin, dataran, bukit, sawah, hutan tropis. 2) Material budaya

Artefak.

3) Makanan, pakaian, rumah (tempat tinggal), transportasi dan komunikasi. 4) Sosial Budaya

Kerja dan waktu luang. 5) Organisasi (Kelompok)


(45)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan istilah budaya dalam tulisan ini adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan cara hidup dan manifestasinya yang khas bagi sebuah komunitas yang menggunakan bahasa tertentu sebagai sarana ekspresi dari ekologi, material budaya, sosial budaya, organisasi, konsep politik dan admisnistrasi, agama, artistik, dan bahasa tubuh (gestures) dan kebiasaan.

2.9 Penelitian Terdahulu.

Penelitian mengenai terjemahan yang berkaitan dengan budaya telah dilakukan sebelumnya antara lain oleh :

1) Dalam disertasinya Dr. Syahron Lubis, M.A. (2009) yang meneliti Penerjemahan

Teks Mangupa dari Bahasa Mandailing ke dalam Bahasa Indonesia, mengkaji

masalah-masalah penerjemahan dalam teks mangupa, sebuah teks budaya Mandailing ke dalam bahasa Inggris. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa bahasa Mandailing dan bahasa Inggris memiliki lebih perbedaan dari pada persamaan dalam struktur bahasa, dan berbeda dalam aspek kultural. Disebabkan perbedaan struktur kedua bahasa penerjemahan frasa, kata majemuk dan kalimat dari teks sumber ke dalam teks sasaran menghadapi masalah. Selain itu pemakaian banyak kata arkais juga membuat kesulitan penerjemahan, termasuk masalah tenses yang tidak ada dalam bahasa Mandailing. Faktor lain yaitu faktor budaya, disebabakan perbedaan budaya di antara kedua masyarakat Mandailing dan Inggris, sejumlah istilah dan ungkapan budaya Mandailing tidak memiliki padanan dalam bahasa Inggris, dan oleh


(46)

karena itu kata-kata tersebut harus dipinjam (tidak diterjemahkan). Beberapa kata memiliki padanan kata tetapi nuansa budaya yang melekat pada kata-kata tersebut tidak dapat ditransfer ke dalam bahasa Inggris.

2) Fatukhna’imah Rhina Zuliani (2010), dalam tesisnya Kajian Teknik

Penerjemahan dan Kualitas Penerjemahan Ungkapan Budaya dalam Novel The Kite Runner Karya Khaled Hosseini Runner, mengkaji teknik penerjemahan yang digunakan, dan menunjukkan kualitas

penerjemahan, kaitannya dengan teknik penerjemahan yang digunakan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif terpancang. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam novel The Kite Runner terdapat 139 ungkapan budaya. Ungkapan budaya tersebut diklasifikasi berdasarkan klasifikasi budaya Koentjaraningrat yaitu bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian. Hasil lengkap klasifikasi budaya tersebut adalah sebagai berikut: bahasa 44 data (32%), sistem pengetahuan 3 data (2%), organisasi sosial 6 data (4%), sistem peralatan hidup dan teknologi 46 data (33%), sistem mata pencaharian hidup 5 data (4%), sistem religi 27 data (19%), dan kesenian 8 data (6%). Dari kajian yang dilakukan terhadap teknik penerjemahan, teridentifikasi teknik yang digunakan dalam menerjemahkan ungkapan budaya adalah sebagai berikut: peminjaman murni 75 data (54%), peminjaman alamiah 27 data (19,4%), calque 7 data (5%), amplifikasi 8 data (5,8%), deskripsi 2 data (1,4%),


(47)

literal 7 data (5%), dan established equivalent 13 data (9,4%). Dalam menerjemahkan ungkapan budaya, penerjemah lebih banyak menggunakan peminjaman murni dengan mempertahankan bentuk asli ungkapan BSu. Adapun kualitas penerjemahan kaitannya dengan teknik penerjemahan yang digunakan adalah sebagai berikut: terjemahan akurat pada 60 data(43%) paling banyak dihasilkan dengan teknik peminjaman alamiah yaitu 23 data (16,5%), terjemahan kurang akurat pada 39 data (28%) dan tidak akurat 40 data (29%) paling banyak dihasilkan dengan teknik peminjaman murni. Terjemahan ungkapan budaya yang berterima sebanyak 57 data (41%) paling banyak dihasilkan dengan teknik peminjaman alamiah, yaitu 23 data (16,5%), kurang berterima 42 data (30%), dan tidak berterima 40 data (29%) paling banyak dihasilkan dengan teknik peminjaman murni. Rater pembaca sepakat menilai 54 data (39%) memiliki keterbacaan mudah, 41 data (29%) keterbacaan agak sulit, dan 44 data (32%) memiliki keterbacaan sulit. Adapun teknik yang paling banyak menghasilkan keterbacaan mudah adalah teknik peminjaman alamiah (16,6%), keterbacaan agak sulit dengan peminjaman murni (15,8), dan keterbacaan sulit dengan peminjaman murni (26,6%). Dari temuan tersebut dapat dilihat bahwa teknik peminjaman alamiah menghasilkan lebih banyak terjemahan yang akurat, berterima, dan memiliki keterbacaan mudah karena digunakannya ungkapan budaya yang tepat dan familier. Sebaliknya, teknik peminjaman murni menghasilkan lebih banyak terjemahan yang tidak akurat, tidak berterima, dan memiliki keterbacaan sulit karena digunakannya ungkapan budaya BSu yang masih asing dalam BSa.


(48)

2) Yusnia Sakti Nurlaili (2010), The Translation of Proper names and Cultural

Terms from Indonesia to English in Suluh Magazine. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa dalam menerjemahkan proper nouns dan cultural terms, dianjurkan untuk menggunakan descriptive equivalents, dan terjemahan literal karena istilah-istilah tersebut tidak terdapat dalam budaya Inggris, dan tidak terdapat sinonimnya, misalnya ‘Padepokan Gunung Kidul’ diterjemahkan menjadi ‘Gunung Kidul Site’.


(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif yang menjawab masalah penerjemahan TSu ke dalam TSar secara kualitatif, baik yang disebabkan oleh kesenjangan aspek budaya, maupun karena terjadinya pergeseran (shifts).

Selanjutnya peneliti melakukan langkah-langkah guna mengungkap teknik penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan TSu ke dalam TSa. Adapun langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut (1) perbandingan lintas budaya (2) teknik penerjemahan, (3) analisis pergeseran yang terjadi.

Perbandingan lintas budaya dilakukan untuk mengetahui sejauh mana istilah-istilah budaya dan ungkapan terikat budaya dalam TSu dapat atau tidak dapat diterjemahkan atau ditransfer ke dalam TSa yang dilatar belakangi budaya yang berbeda, karena bahasa tidak dapat dimengerti dengan baik jika kita tidak mengenal budaya asal dari bahasa tersebut.

Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya bahwa penelitian ini berorientasi pada produk terjemahan, yaitu penelitian yang memusatkan perhatiannya pada hasil terjemahan bukan proses terjemahan (Toury, 1980). Dalam penelitian ini tataran yang dikaji berupa kata dan frasa yang berkaitan dengan budaya.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. yaitu data diperoleh melalui membaca, menyimak, mengidentifikasi, dan mengklasifikasi istilah-istilah


(50)

budaya yang terdapat dalam brosur pariwisata Sumatera Utara. Data tersebut kemudian dianalisis untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian ini.

3.2 Data dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dokumen berupa brosur pariwisata Provinsi Sumatera Utara yang berbahasa Indonesia dan Inggris yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara tahun 2008. Dokumen tersebut digunakan sebagai sumber data objektif. Data objektif dalam penelitian ini berupa istilah-istilah budaya dalam BSu yaitu bahasa Indonesia dan yang dipinjam dari bahasa Batak, Arab, Nias dan Melayu, dan terjemahan istilah-istilah budaya tersebut dalam BSa (Bahasa Inggris).

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitianb ini adalah mengkaji dokumen yaitu dengan cara membaca dan mencatat (content analysis), yaitu dengan cara :

1) Membaca teks secara keseluruhan,

2) Memberikan tanda yaitu memberikan warna merah pada terjemahan istilah-istilah budaya yang terdapat pada teks Bsu dan Bsa.

3) Mencatat istilah-istilah budaya tersebut

4) Mengklasifikasi terjemahan istilah-istilah budaya tersebut menurut katergori Newmark (1988).


(51)

3.4 Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan mempunyai empat karakteristik (Sutopo, 2002:86-87), yaitu :

1) Bersifat induktif yaitu penelitian diawali dengan pengumpulan data

2) Menganalisis data untuk menemukan teknik penerjemahan yang digunakan, dan pergeseran yang terjadi daklam penerjemahan tersebut.

3) Menyajikan data yang telah dianalisis

Data disajikan dalam bentuk tabel, persentase, dan deskripsi. 4) Penarikan simpulan


(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Istilah-istilah budaya yang terdapat pada brosur pariwisata berbahasa Inggris Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut.

4.1 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Ekologi/Alam

Istilah budaya yang bekaitan dengan ekologi/alam yang tertera pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia dan Inggris adalah:

4.1.1 Batu Gantung

Masyarakat di sekitar Danau Toba dan Parapat mempercayai bahwa batu gantung tersebut merupakan penjelmaan Seruni yang terhimpit batu cadas di dalam lubang ketika ia hendak bunuh diri dengan cara terjun ke Danau Toba. Tiba-tiba lubangnya merapat dan menghimpit tubuh Seruni. Kemudian Seruni menjelma menjadi batu yang tergantung. Masyarakat setempat menyebutnya “Batu Gantung”.

4.2 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Makanan

Adapun istilah-istilah budaya yang berkaitan dengan makanan yang terdapat pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia dan Inggris adalah sebagai berikut.


(53)

4.2.1 Rendang

Rendang adalah makanan khas Sumatera Barat dengan rasa yang pada

umumnya pedas. Akan tetapi tingkat kepedasan tersebut tergantung oleh racikan sang juru masak. Untuk mencapai warna yang coklat kehitaman serta bumbu rendang yang kering, rendang dimasak cukup lama yaitu minimal 12 jam.

Rendang merupakan menu utama bagi masyarakat Minang. Dahulu kala rendang disajikan sebagai menu utama bagi para bangsawan. Akan tetapi, saat ini rendang sangat digemari oleh masyarakat Minang khususnya dan bahkan oleh

seluruh lapisan masyarakat serta para wisatawan asing.

4.2.2 Sate

Sate atau kadangkala ditulis satay atau satai adalah makanan yang terbuat dari

potongan daging (ayam, kambing, domba, sapi, babi, ikan, dan lain-lain) yang dipotong kecil-kecil,dan ditusuki dengan tusukan sate yang biasanya dibuat dari bambu, kemudian dibakar menggunakan bara arang kayu. Sate kemudian disajikan dengan berbagai macam bumbu.

Sate berasal dari Jawa, Indonesia, tetapi sate juga populer di negara-negara

Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand.

Resep dan cara pembuatan sate beraneka ragam bergantung variasi dan resep masing-masing daerah. Hampir segala jenis daging bisa dibuat sate. Sebagai Negara asal mula sate, Indonesia memiliki variasi sate yang kaya, lihat daftar sate.


(54)

Biasanya sate diberi saus. Saus ini bisa berupa sambal kecap, sambal kacang, atau yang lainnya. Untuk sate bebek tambak menu lengkapnya adalah sate, saus bumbu manis kacang tanah atau bumbu pedas (menurut selera) dan irisan tomat serta mentimun. Lalu sate dimakan dengan nasi hangat. Di beberapa daerah disajikan dengan lontong, atau ketupat.

Diduga sate diciptakan oleh pedagang makanan jalanan di Jawa sekitar awal abad ke-19, berdasarkan fakta bahwa sate mulai populer sekitar awal abad ke-19 bersamaan dengan semakin banyaknya pendatang dari Arab ke Indonesia.

4.2.3 Roti jala

Roti Jala adalah sejenis hidangan berbentuk jala.

kuah. Roti Jala sering kali menjadi pilihan pada perayaan istimewa dan dihidangkan dengan kari atau gulai ayam atau daging. Roti jala dinamakan sedemikian karena bentuknya yang seperti jala me

4.2.4 Naniura

Naniura merupakan salah satu jenis masakan khas Batak yang dapat dinikmati

dengan tanpa dimasak. Bahan utama masakan ini adalah ikan mas. Adapun bahan – bahan pembuatan masakan tersebut adalah, biji asam jungga, andaliman, kemiri, kunyit, lengkuas, bawah putih, bawang merah, dan cabai merah.


(55)

4.2.5 Natinombur

Natinombur merupakan salah satu makanan khas Batak yang bumbunya

dilumurkan di atasnya. . Hidangan ini terbuat dari ikan, misalnya ikan mujair, ikan mas, ikan lele, dan sebagainya. Ikannya bisa digoreng, bisa pula dibakar - tergantung kesukaan masing-masing, dengan sambal atau bumbu yang dilumurkan di atasnya.

4.2.6 Lomok-lomok

Lomok-lomok adalah makanan khas suku Batak yang paling populer. Makanan

ini dibuat dari daging babi yang dicincang, dimasak bersama rempah-rempah lokal semisal bawang, kemiri, andaliman dan lainnya serta darah.

4.2.7 Nani arsik

Nani arsik adalah salah satu makanan khas Batak yang terbuat dari ikan mas,

kacang panjang, lengkuas, dan bumbu-bumbu lainnya. Salah satu ciri khas masakan ini adalah di dalam perut ikan nani arsik ditemukan bumbu yaitu serai dan kacang panjang.


(56)

Istilah perkedel pengaruh di

Perkedel di Indonesia

dicam dicelupkan ke dalam kocokan telur ayam lalu digoreng. Perkedel ada juga ada yang terbuat dari tahu.(

4.2.9 Dendeng

Dendeng

api kecil atau diasinkan dan dijemur. Daging harus dikeringkan dengan cepat, untuk memperlambat pertumbuhan bakteri saat itu juga. Untuk melakukannya, daging dipotong tipis, atau ditekan sampai tipis. Hasilnya adalah daging yang asin dan semi-manis dan tidak perlu disimp

4.2.10 Gado-gado

Gado-gado adalah sa

berupa

dari dan di atasnya

ditaburkan memakai kerupuk udang.


(57)

Gado-gado dapat dima kacang, tetapi juga dapat dima

4.2.11 Tempe

Tempe

beberapa

Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe". Secara umum, tempe berwarna putih karena pertum biji sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen

4.2.12 Tahu

Tahu adalah ma

tahu

difermentasi". Tahu pertama kali m

bangsawan, cucu dari Ka


(58)

Jepang dikenal dengan nama tofu. Dibawa para perantau China, makanan ini m

4.2.13 Krupuk

Kerupuk atau krupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan tepung

tapioka dicampur bahan perasa seperti udang atau ikan. Kerupuk dibuat dengan mengukus adonan sebelum dipotong tipis-tipis, dikeringkan di bawah sinar matahari dan digoreng dengan minyak goreng yang banyak.

Kerupuk bertekstur garing dan sering dijadikan pelengkap untuk berbagai

ma

Kerupuk udang dan kerupuk ikan adalah jenis kerupuk yang paling umum

dijumpai di Indonesia. Kerupuk biasanya dijual di dalam kemasan yang belum digoreng. Kerupuk ikan dari jenis yang sulit mengembang ketika digoreng biasanya dijual dalam bentuk sudah digoreng.

Kerupuk kulit atau kerupuk ikan yang sulit mengembang perlu digoreng

sebanyak dua kali. Kerupuk perlu digoreng lebih dulu dengan minyak goreng bersuhu rendah sebelum dipindahkan ke dalam wajan berisi minyak goreng panas.

Kerupuk kulit (kerupuk jangek) adalah kerupuk yang tidak dibuat adonan

tepung tapioka, melainkan dari ku


(59)

Istilah-istilah budaya yang berkaitan dengan benda-benda budaya (artefak) yang ditemui dalam brosur pariwisata berbahasa Indonesia dan Inggris, Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut.

4.3.1 Meriam puntung

Meriam puntung berada di halaman depan sebelah kiri Istana Maimoon,

Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimoon, Sumatera Utara. Meriam Puntung tersebut diletakkan di dalam sebuah rumah kecil beratap ijuk, bertiang empat tanpa dinding. Meriam tersebut merupakan sebuah meriam yang tidak utuh lagi, alias buntung, yang dikenal dengan meriam puntung.

Dikisahkan bahwa di Kerajaan Timur Raya , hidup seorang putri yang sangat cantik, bernama Putri Hijau, karena tubuhnya memancarkan cahaya hijau. Raja Aceh sangat tertarik dengan Putri Hijau dan beliaupun meminangnya, namun pinangan tersebut ditampik oleh kedua saudara laki-laki Putri Hijau, yakni Mambang Yasid dan Mambang Khayali. Raja Aceh berang dan menyerang Kerajaan Timur Raya, dan mengalahkan Raja Mambang Yasid. Pada saat Raja Aceh hendak menculik Putri Hijau, terjadi kejaiban pada Mambang Khayali. Adik sang putri berubah menjadi

“meriam”, dan menembak membabi buta tanpoa henti. Karena terus menerus

menembakkan peluru, meriam ini pecah menjadi dua bagian. Bagian depan ditemukan di desa Surbakti di dataran tinggi Karo, dekat Kabanjahe, sedangkan bagian belakang terlempar ke Labuhan Deli, kemudian dipindahkan ke Istana Maimun.


(60)

4.3.2 Sigale-gale

Nasib paling buruk yang dapat menimpa seorang Batak adalah meninggalkan dunia fana ini tanpa keturunan, khususnya laki-laki. Dengan demikian, rohnya ter-paksa berkelana selama-lamanya di dunia tengah, tanpa adanya keluarga yang dapat memujanya, dan memberinya sajian serta makanan yang dapat memuaskannya. Nasib yang demikian tidak saja merupakan suatu malapetaka bagi mendiang yang malang ini, melainkan bagi anggota kelompoknya sedesa atau semarga juga.

Maka masyarakat Toba membuat boneka dari kayu sebesar manusia, yang dikenakan pakaian Toba, termasuk ulos, dan disebut sigale-gale.

4.4 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Pakaian

Istilah-istilah budaya yang berkaitan dengan pakaian yang ditemui dalam brosur pariwisata berbahasa Indonesia dan Inggris, Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut.

4.4.1 Ulos

UIos adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang, yang melambangkan

ikatan kasih sayang antara orang tua dan anak-anaknya, atau antara seseorang dengan orang lain, seperti yang tercantum dalam falsafah Batak : Ijuk pangihot ni hodong,

Ulos pangohot ni holong, yang artinya ijuk pengikat pelepah pada batangnya, dan ulos pengikat kasih sayang pada sesame. Pada mulanya fungsi ulos untuk


(61)

menghangatkan badan, tetapi kini ulos memiliki fungsi simbolik untuk hal-hal lain dalam segala aspek kehidupan orang Batak.

Ulos tidak dapat dipisahkan dari kehidupan orang Batak. Setiap ulos

mempunyai raksa sendiri-sendiri, artinya mempunyai sifat, keadaan, fungsi dan hubungan dengan hal atau benda tertentu. Dalam pandangan suku bangsa Batak ada tiga unsur mendasar dalam kehidupan manusia, yaitu darah, nafas dan panas. Dua unsur terdahulu adalah pemberian Tuhan, sedangkan unsur ketiga tidaklah demikian. Panas yang diberikan oleh matahari tidaklah cukup untuk menangkis udara dingin di pemukiman suku bangsa Batak, khusunya di malam hari.

Menurut pandangan suku bangsa Batak ada tiga sumber ynag memberi panas kepada manusia, yaitu matahari, api dan ulos. Ulos berfungsi member panas, dan menyehatkan badan, dan menyenangkan perasaan. Dikalangan orang Batak sering terdengar istilah mangulosi, yang artinya memberi ulos atau menghangatkan dengan

ulos.

Ada aturan yang harus dipatuhi dalam mangulosi, antara lain orang hanya boleh mangulosi mereka yang menurut ikatan kekerabatan berada di bawahnya, misalnya orang tua boleh mangulosi anaknya, tetapi anaknya tidak boleh mangulosi orang tua. Jika dalam prinsip kekerabatan Batak yang disebut dalihan na tolu, yang terdiri atas unsur-unsur hula-hula, boru, dan dongan sabutuha, seorang boru sama sekali tidak boleh mangulosi hula-hulanya.

Ulos yang diberikan dalam mangulosi tidak boleh sembarangan, baik dalam


(62)

diberikan kepada boru yang akan melahirkan anak sulungnya haruslah yang memenhi syarat-syarat tertentu, yaitu ulos sinagok. Untuk mangulosi pembesar atau tamu kehormatan dipilihkan ulos yang berwarna gelap (inggom), yaitu yang disebut ulos

ragidup silinggom, yaitu ulos yang diberikan kepada mereka yang dapat memberikan

perlindungan (mangalinggomi) kepada orang lain.

Berdasarkan raksanya, ulos di kenal menjadi beberapa macam, yaitu ulos

ragidup. ulos ragihotang, dan ulos sibolang.

Ulos ragidup merupakan yang tertingi derajatnya, sangat sulit pembuatannya. Ulos ini terdiri atas tiga bagian sisi yang ditenun sekaligus, dan satu bagian tengah

yang ditenun tersendiri dengan sangat rumit. Bagian tengahnya terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian tengah atau badan, dan dua bagian lainnya sebagai ujung tempat pigura laki-laki (pinarhalak baoa), dan ujung tempat pigura perempuan (pinarhalak

boru). Setiap pigura diberi beraneka ragam lukisan , antara lain antiganting sigamang, battuni ansimun, dsb. Warna lukisan serta corak (ragi) member kesan

seolah-olah ulos benar-benar hidup, sehingga orang menyebutnya ragidup, yaitu lambang kehidupan. Setiap rumah tangga orang Batak mempunyai ulos ragidup. Selain lambing kehidupan ulos ini juga lambing doa restu untuk kebahagiaan dalam kehidupan, terutama dalam hal keturunan, yaitu banyak anak (gabe) bagi setiap keluarga dan panjang umur (saur sarima tua). Dalam upacara adat perkawinan, ulos


(63)

sebagai ulos pargomgoni, yang maknanya agar besannya ini atas izin Tuhan YME tetap dapat dapat selalu bersama sang menantu (anak dari si pemberi ulos).

Ulos ragihotang termasuk ulos berderajat tingi, namun cara pembuatannya

tidak serumit ulos ragidup. Hotang berarti rotan, dan raksa ulos ini mempunyai keistimewaan yang dapat diikuti dari keempat umpasanya. Ulos ini digunakan untuk

mangulosi seseorang yang dianggap picik, dengan harapan agar Tuhan akan

memberikannya kebijaksanaan, orang yang tertimpa kemalangan, ayah pengantin laki-laki dengan harapan akan mendapatkan hasil yang baik, dan orang yang ajin bekerja. Dalam upacara kematian, ulos ini dipakai untuk membungkus jenazah, sedangkan pada upacara penguburan untuk kedua kalinya untuk membungkus tulang belulangnya.

Ulos sibolang juga digolongkan sebagai ulos yang berderajat tinggi, sekalipun

cara pembuatannya lebih sederhana. Ulos sibolang semula disebut ulos sibulang, sebab diberikan kepada orang yang berjasa untuk membulangbulangi (menghormati) orang tersebut. Ulos ini juga dipakai orang tua pengantin perempuan untuk mangulosi ayah pengantin laki-laki sebagai ulos pansamot. Dalam suatu pesta perkawinan, dulu ada kebiasaan memberikan ulos sibolang si toluntuho oleh orang tua pengantin perempuan kepada menantunya sebagai ulos hela (ulos menantu). Pada ulos si

toluntuho ini raginya tampak jelas menggambarkan tiga buah tuho (bagian) yang

menggambarkan lambing dalihan na tolu. Mangulosi menantu laki-laki dimaksudkan agar dia selalu hati-hati dengan teman-teman semarga, dan paham siapa-siapa yang harus dihormati, memberi hormat kepada semua kerabat pihak istri, dan lemah lembut


(64)

terhadap keluarganya. Selain itu ulos ini diberikan kepada seorang wanita yang ditinggal mati suaminya, sebagai tanda menghormati jasanya selama menjadi istri almarhum. Pemberian ulos tersebut biasanya dilakukan pada waktu upacara berkabung, dan dengan demikian juga dijadikan tanda bagi wanita tersebut bahwa dia telah menjadi seorang janda.

Ulos-ulos lain yang digunakan dalam upacara adat, antara lain, ulos maratur

dengan motif garis-garis yang menggambarkan burung atau banyak bintang tersusun teratur. Biasanya ulos ini digunakan sebagai ulos parompa dengan harapan agar setelah anak pertama lahir akan menyusul kelahiran anak-anak lain sebagai burung atau bintang yang terlukis dalam ulos tersebut jenis lain adalah ragi botik, ragi

angkola, sirara, silimatuho, bolean, sinar lobu-lobu, dsb.

Dari besar kecil biaya pembuatannya, ulos dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu, Ulos nametmet, Ulos panonga, dan Ulos nabalga.

Ulos nametmet mempunyai ukuran panjang dan lebarnya jauh lebih kecil,

tidak digunakan dalam upacara adat, melainkan untuk dipakai sehari-hari. Yang termasuk dalam golongan ini antara lain ulos sirampat, ragi huting, namarpisaran, dsb.

Ulos panonga digolongkan sebagai kelas menengah sebab nilainya lebih

tinggi dari ulos nametmet tetapi lebih rendah dari ulos nabalga. Ulos ini digunakan dalam upacara adat, tetapi orang-orang mampu menggunakannya untuk pemakaian


(65)

sehari-hari. Yang termasuk golongan ini adalah mangiring, bolena najempek,

suri-suri, sitoluntuho, sibolang rasta, dsb.

Ulos nabalga adalah ulos kelas tinggi atau tertinggi jenis ulos ini pada

umumnya digunakan dalam upacara-upacara adat sebagai pakaian resmi atau sebagai

ulos yang diserahkan atau yang diterima. Yang termasuk dalam golongan ini adalah sibolang, runjat, jobit, ragidup dsb.

Cara memakai ulos bermacam-macam tergantung pada situasinya. Ada orang yang memakai ulos dibahunya seperti pemakaian selendang atau berkebaya, ada yang memakainya sebagai kain sarung, ada yang melilitkannya di kepala, dan ada pula yang mengikatnya secara ketat di pinggang.

Arti dan fungsi kain selendang tenun khas batak ini sejak dulu hingga sekarang tidak mengalami perubahan, kecuali beberapa variasi yang disesuaikan dengan kondisi social budaya. Saat ini fungsi ulos bersifat multidimensional karena mencakup beberapa aspek kehidupan social budaya. Ulos kini tidak hanya berfungsi sebagai lambang penghangat dan kasih sayang, melainkan juga sebagai lambang kedudukan, lambang komunikasi, dan lambang solidaritas.


(66)

Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi

bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Ada beberapa jenis batik, yaitu Batik tulis, Batik cap, dan Batik lukis.

Batik tulis adalah kain yang dihias dengan tekstur dan corak batik menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan.

Batik cap adalah kain yang dihias dengan tekstur dan corak batik yang

ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari.

Batik lukis adalah proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada

kain putih.

4.4.3 Sarung songket

Songket

digolongkan dalam keluarga tenunan brokat. Songket ditenun dengan tangan dengan benang Benang logam metalik yang tertenun berlatar kain menimbulkan efek kemilau cemerlang.

Kata songket berasal dari istilah sungkit dalam bahasa Melayu dan bahasa


(67)

pembuatannya; mengaitkan dan mengambil sejumput kain tenun, dan kemudian menyelipkan benang emas. Selain itu, menurut sementara orang, kata songket juga mungkin berasal dari kata songka, songkok kalinya kebiasaan menenun dengan benang emas dimulai. Istilah menyongket berarti ‘menenun dengan benang emas dan perak’. Songket adalah kain tenun mewah yang biasanya dikenakan saat kenduri, perayaan atau pesta. Songket dapat dikenakan melilit tubuh seperti sarung, disampirkan di bahu, atau sebagai destar atau tanjak, songket yang lazim dipakai oleh su remaja, akan tetapi kini kaum lelaki pun turut menenun songket.(

4.4.4 Kebaya

Kebaya adalah blus tradisional yang dikenakan oleh wanita Indonesia yang

tradisional lainnya seperti

4.5 Istilah Budaya yang Berkaitan dengan Bangunan (Rumah/Tempat Tinggal)

Istilah-istilah budaya yang berkaitan dengan bangunan (rumah/tempat tinggal) yang ditemui dalam brosur pariwisata berbahasa Indonesia dan Inggris, Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut.


(68)

4.5.1 Istana Maimun

Istana Maimun merupakan sebuah istana yang terletak di Medan, Sumatera

Utara, Indonesia. Dibangun pada tahun 1886. Istana ini dirancang oleh seorang arsitek Italia dan diselesaikan di tahun 1888 semasa pemerintahan Sultan Mahmud Al Rasyid. Dewasa ini istana tersebut masih didiami oleh keluarga–keluarga sultan. Ruangan pertemuan, foto–foto keluarga kerajaan Deli, perabot rumah tangga mengunjunginya.

Satu blok dari istana Maimun kearah Timur, berdiri Mesjid Raya dengan arsitek yang menawan merupakan daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung ke Medan dan sangat mengagumkan.

4.5.2 Masjid Raya

Masjid Raya dibangun pada tahun 1906 dan telah menjadi bagian warisan

bersejarah Sultan Deli. Masjid ini masih dimanfaatkan sebagai pusat peribadatan umat Islam. Beberapa ornament yang menghiasi masjid didatangkan langsung dari Italia. Masjid Raya merupakan masjid terbesar di Sumatera Utara. Lokasinya sekitar 200 meter dari Istana Maimoon.


(1)

8 Nani Arsik (BSu.Bt) B 97 Boiled fish with spices B 97

9 Perkedel (BSu.In) C 6 Perkedel C 6

10 Dendeng (BSu.In) C 6 Dendeng C 6

11 Gado-gado (BSu.In) C 6 One of the typical food made of cooked eggs, mixed with peanut sauce.

C 6

12 Tempe (BSu.In) C 6 Tempe C 6

13 Tahu (BSu.In) C6 Tofu C6

14 Krupuk (BSu.In) C 6 Krupuk C 6

15 Meriam Puntung (BSu.In) B 17 Cannon stub B 17

16 Sigale-gale (BSu.Bt) B 85 Wooden statue B 85

17 Ulos (BSu.Bt) B 30 Traditional Batak textiles B 30

18 Batik (BSu.In) B 7 Batik B 7

19 Sarung Songket (BSu.In) B 30 Sarong embroidered with bits of gold or silver threat

B 30

20 Kebaya (BSu.In) B 7 Blouse B 7

21 Istana Maimun (BSu.In) A 13 Maimoon Palace B 17

22 Masjid Raya (BSu.In) A 14 Grand Mosque B 18

23 Siwaluh Jabu (BSu.Bt) B 58 A-1250 year traditional karo house, where 8 families used to live peacefully together. The materials of the traditional houses are made from round wooden, poles, planks, bamboo, and palm


(2)

fiber without using any nails or spikes.

24 Seuluh Dua Jabu (BSu.Bt)

B 59 It was occupied by 12 families B 59

25 Rumah Bolon (BSu.Bt) B 65 (a great house) is the residence of the king and his family. Some buildings around rumah bolon.

B 65

26 Bagas Godang (BSu.Bt) B 104 Bagas Godang B 104

27 Solu Bolon (BSu.Bt) B9 Solu Bolon B9

28 Horas (BSu.Bt) B11 The warm greeting of North Sumatera

B11

29 Yahowu (BSu.Ns) B 11 Yahowu B 11

30 Njuah-juah (BSu.Bt) B 11 Njuah-juah B 11

31 Mejuah-juah (BSu.Bt) B 11 Mejuah-juah B 11

32 Lompat Batu (BSu.In) A10 Stone Jumping B113

33 Lomba Solu Bolon (BSu.Bt)

B11 Solu Bolon Race B11

34 Marjalekkat (BSu.Bt) B 9 Marjalekkat B 9

35 Margala (BSu.Bt) B 9 Margala B 9

36 Marsitekka (BSu.Bt) B 9 Marsitekka B 9


(3)

(BSu.In)

38 Rondang Bintang (BSu.Bt)

B 11 Rondang Bintang B 11

39 Guro-guro Aron (BSu.Bt) B 59 It is traditional Karo ceremony which takes place every year in the

planting and harvest seasons. Guro-guro Aron has an 39additional Karo drum attraction

with pairs of singers and dancers from each of the five family clans

of Karo

B 59

40 Erpangir Ku Lau (BSu.Bt) B 59 It’s an ancirent cultural event that has become a sacred activity in the river and there is also a ritual of giving offerings so that Almighty God will bless them. This is an ancient cultural event that has become a sacred activity in the river and there is also a ritual of giving offerings so that Almighty God will bless them. It is still carried out in some places for wedding ceremonies, naming ceremonies for preventing evil disease.

B 59

41 Perumah Begu (BSu.Bt) B 59 It’s a cultural ceremony where a witch doctor is able to call spirits


(4)

of the ancestors to posses his/her body in order to communicate with them so that he/she will know what will happen in the future and it is also done out of his/her longing for them This ceremony is still occasionally carried out in some place among animists.

42 Erdemu Bayu (BSu.Bt) B 60 It is kind of wedding ceremony in Karo culture which is considered holy and sacred involving many agents from the bride and groom, Kalimbubu, Anak Beru and Sembuyak. In Karo weddings, the bride’s family becomes part of the groom’s family and groom’s family has to pay wedding ornaments (tukur) to the bride’s family.

B 60

43 Mangalahat Horbo (BSu.Bt)

B 86 Dance performance like Mangalahat Horbo

B 86

44 Pesta Menaneu Tahi (BSu.Ns)

B 62 The Funeral Ceremony B 62

45 Sultan (BSu.In) B 33 Sultan B 33

46 Hula-hula (BSu.Bt) B 72 The princess family B 72


(5)

48 Dalihan Natolu (BSu.Bt) B 79 Three principles B 79

49 Kalimbubu (BSu.Bt) B 79 Kalimbubu B 79

50 Anak Beru (BSu.Bt) B 79 Anak Beru B 79

51 Sembuyak (BSu.Bt) B 79 Sembuyak B 79

52 Tukur (BSu.Bt) B 79 The groom’s family pay wedding ornaments (tukur) to bride’s

family.

B 79

53 Mulajadi Nabolon

(BSu.Bt)

B 81 The Almighty Creator B 81

54 Idul Fitri (BSu.In) B 104 One of the holy days of Islam B 104

55 Sya’ban (BSu.Ar) B 33 Sya’ban B 33

56 Bohi-bohi (BSu.Bt) B 76 Bohi-bohi B 76

57 Boras Pati (BSu.Bt) B 76 Boras Pati B 76

58 Porkis Manangkih Bakar (BSu.Bt)

B 76 Porkis Manangkih Bakar B 76

59 Tari Naposo (BSu.In) B86 Naposo Dance B86

60 Tari Sigale-gale (BSu.In) B85 A dance which uses a wooden statue that is made to follow the

movement of the music

B86

61 Tari Serampang 12 (BSu.In)


(6)

62 Tari Tor-tor (BSu.Bt) B 31 Traditional Batak dance B 31

63 Gordang Sembilan

(BSu.Bt)

B 104 Gordang Sembilan B 104

64 Pencak Silat (BSu.In) B 104 Pencak Silat B 104

65 Pagar Tringgalum

(BSu.Ml)

B 36 Tringgalum Fence B 36

66 Tari Perang (BSu.In) B111 War Dance B111

67 Gondang (BSu.Bt) B 77 Traditional Theater B 77