2.3.3. Kerentanan Bencana dari Perspektif Undang-Undang
Penanggulangan Bencana
Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana merupakan upaya dalam mengantisipasi berbagai bencana yang terjadi di Wilayah
Indonesia dalam beberapa tahun ini. Undang-undang ini merupakan payung hukum dalam setiap upaya mitigasi bencana di Indonesia tak terkecuali pada
upaya penanganan bencana perubahan iklim yang berdampak pada beberapa kota pesisir di Indonesia. Beberapa point penting yang dapat dikaitkan dengan upaya
penilaian kerentanan bencana dilihat pada prespektif undang-undang tersebut yakni penilaiannya harus mengacumengkaji terhadap elemen-elemen berikut ini:
• Cakupan lokasi bencana • Jumlah korban Bayi, balita,anak-anak, wanita dan ibu menyusui, penyandang
cacat dan orang lanjut • Kerusakan sarana prasarana
• Gangguan fungsi pelayanan umum dan pemerintahan • Kemampuan sumber daya alam
• Pemenuhan kebutuhan dasar penduduk sandang, pangan, kebutuhan air bersih
dan sanitasi, pelayanan kesehatan, pelayanan psikososial, penampungan dan tempat hunian
2.3.4. Kerentanan Bencana dari Perspektif Konsep Praktis
Kerentanan suatu wilayah juga terkait dengan kondisi atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, sosial, budaya dan teknologi suatu
masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan masyarakat tersebut dalam mencegah, meredam, mencapai kesiapan
dan menanggapi dampak bahaya tertentu GLG Jateng, 2008. Terkait dengan kemampuan masyarakat, pada dasarnya menyangkut terhadap pengetahuan,
persepsi, perilaku masyarakat memandang dan menyikapi ancaman bencana. Kompleksitas arti kerentanan bencana maka dapat didefinisikan dan
dijabarkan kriteria kerentanan bencana berdasarkan pada karakteristik dampak yang ditimbulkan pada obyek tertentu. Tingkat kerentanan dapat ditinjau dari
kerentanan fisik infrastruktur, sosial kependudukan dan ekonomi. Pada hal ini
penggelompokkan variabel kerentanan bencana dapat dijabarkan sebagai berikut ini GLG Jateng, 2008.
a. Kerentanan Fisik Kerentanan
fisik infrastruktur menggambarkan
suatu kondisi
fisik infrastruktur yang rawan terhadap faktor
bahaya hazard
tertentu Bakornas PB, 2007. Kerentanan fisik terkait dengan keberadaan sarana
prasarana yang ada di wilayah yang memiliki kerawanan bencana. Pada kerentanan fisik ini secara umum menyangkut infrastruktur hunian dari
seseorang dan atau masyarakat pada suatu daerah ancaman bahaya atau daerah rawan bencana. Pada analisis kerentanan ini dapat dilihat dari beberapa
indikator yakni: • Persentase kawasan terbangun
• Persentase jenis bangunan • Jaringan listrik
• Rasio panjang jalan • Jaringan telekomunikasi
• Jaringan PDAM
b. Kerentanan Ekonomi Kerentanan ekonomi menggambarkan suatu kondisi tingkat kerapuhan
ekonomi dalam menghadapi ancaman bahaya hazards Bakornas PB, 2007. Kerentanan ekonomi berpengaruh pada pilihan orangmasyarakat
dalam menyikapi ancaman bahaya. Secara individual kerentanan ekonomi ini terkait dengan tingkat kesejahteraan penduduk. Tingkat kesejahteraan tersebut
dapat dijabarkan dengan persentase kemiskinan penduduk di suatu wilayah. Semakin miskin masyarakat yang tinggal di wilayah yang rawan bencana maka
kerentanan bencananya akan relatif lebih tinggi. Keterbatasan ekonomi masyarakat tentu saja akan berpengaruh pada pemenuhan standar keselamatan
dalam mengantisipasi bencana. Keterbatasan ekonomikemiskinan tersebut tentu saja akan berpengaruh terhadap pilihan tempat tinggal, sarana prasarana
tempat tinggalnya serta pengambilan keputusannya pada saat terjadinya bencana. Pilihan masyarakat untuk tinggal di bantaran sungai, daerah rawan
longsor, pinggiran tebing, membangun rumah tanpa IMB, membangun
rumah tanpa memenuhi kualitas standart bangunan menjadi fenomena umum saat ini yang terindikasi akibat dari kemiskinan GLG Jateng, 2008.
Selain hal itu, kerentanan ekonomi ini dapat dinilai dengan kerugian ekonomi akibat hilangnyaterancamnya lokasi usahaproduksi di suatu wilayah
Bakornas PB, 2007. Dalam artian bahwa sulitnya akses menuju ke lokasi usahaproduksi tersebut akibat terjadinya bencana tentu saja akan
menghentikan aktivitas-aktivitas di lokasi-lokasi usahaproduksi tersebut. Dengan berhentinya aktivitas-aktivitas tersebut tentunya akan
menghentikanmenganggu roda perekonomian pada kawasan lokal tersebut maupun perekonomian wilayah secara umumnya. Berdasarkan pada kedua
dasar kerentanan tersebut, maka dapat didefinisikan variabel-variabel kerentanan ekonomi sebagai berikut ini:
• Persentase tingkat kemiskinan • Keberadaan lokasi usahaproduksi
c. Kerentanan Sosial Kerentanan sosial menggambarkan kondisi tingkat kerapuhan sosial dalam
menghadapi bahaya hazards dan pada kondisi sosial yang rentan maka jika terjadi bencana dapat dipastikan akan menimbulkan dampak kerugian besar
Bakornas PB, 2007. Kerentanan sosial terkait dengan demografi, struktur penduduk pada suatu daerah. Beberapa indikator kerentanan sosial yakni:
• kepadatan penduduk • persentase penduduk usia tua
• persentase penduduk usia balita • persentase penduduk wanita
• pemahaman masyarakat dan kelembagaan penanggulangan bencana.
Kota-kota di Indonesia memiliki kerentanan sosial yang tinggi karena memiliki prosentase yang tinggi pada indikator-indikator tersebut. Kualitas pemahaman
masyarakat terhadap resiko bencana yang ada juga menjadi faktor yang cukup penting. Pemahaman masyarakat juga terkait terhadap jiwa kebersamaan,
tanggungjawab sosial masyarakat dalam meminimalisasi dampak bencana. Selain itu pula kelembagaan merupakan faktor yang berpengaruh cukup
penting dalam penilaian kerentanan sosial karena adanya atau tidaknya
kelembagaan yang menangani resiko bencana tersebut akan membawa pengaruh bagi masyarakat dalam mengantisipasi dampak bencana yang akan
terjadi. d. Kerentanan Lingkungan
Kerentanan ini terkait dengan kondisi fisik lingkungan yang ada di suatu wilayah yang rawan terhadap suatu bencana. Pada hal ini manusia dan alam
merupakan satu kesatuan ekosistem yang saling berintegrasi. Adanya asumsi ini memperkuat bahwa rentannya kondisi fisik lingkungan akan
berpengaruh terhadap keberlanjutan pembangunan di wilayah tersebut. Kondisi lingkungan fisik yang rusak akibat perilaku manusia akan berdampak negatif
pula terhadap kehidupan manusia itu sendiri. Pada hal ini kerentanan lingkungan ini terkait dengan kondisi fisik alam yang memiliki nilai strategis
terhadap kelangsungan manusia yang mendiami wilayah tersebut. Adapun indikator dari kerentanan lingkungan ini yakni keberadaan kawasan strategis
seperti halnya: • Tutupan hutan lindungkawasan resapan air
• Tutupan hutan mangrove • Tutupan Terumbu Karang
• Keberadaan kawasan histroris • Keberadaan kawasan perdagangan dan jasa
2.3.5. Klasifikasi Variabel Terpilih dalam Kerentanan Bencana Perubahan