Kerentanan Bencana dari Perspektif Undang-Undang Penataan

pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan wilayah dan kota pesisir dapat terjabarkan dalam Gambar 2.6 berikut ini. GAMBAR 2.6 INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT Sumber : DKP, 2005

2.3. Kerentanan Terhadap Bencana Perubahan Iklim Dalam Konsteks

Penataan Ruang Penanganan bencana tidak terlepas terhadap analisis tentang resiko bencana yang ada. Resiko bencana merupakan hasil perpaduan antara kerawanan bencana dan kerentanan bencana seperti yang telah terjabarkan diatas. Berdasarkan definisi tersebut analisis kerentanan bencana memiliki peran penting dalam penilaian resiko bencana. Pada asumsi bahwa terdapat kerawanan yang tinggi pada suatu wilayah namun kerentanan bencananya tergolong rendah karena tidaksedikit aktivitas yang ada di wilayah tersebut tentu saja resiko bencana yang ditimbulkan tidak terlalu signifikan dalam dilakukan suatu upaya mitigasi bencana. Pada hal ini kerentanan terhadap bencana bersifat penilaian terhadap dampak yang ditimbulkan dari suatu sumber bencana yang ada. Kerentanan adalah suatu keadaan yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia hasil dari proses-proses fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang mengakibatkan peningkatan kerawanan masyarakat terhadap bahaya.

2.3.1. Kerentanan Bencana dari Perspektif Undang-Undang Penataan

Ruang Kerentanan tersebut selalu terkait dengan konsteks ruang yang sekiranya akan terkena dampak kerawanan yang terjadi. Definisi ruang berdasarkan pada UU No. 26 Tahun 2007 merupakan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Dalam undang-undang tersebut tertuang pula beberapa subtansi yang bertujuan dalam peningkatan kapasitas fisik dan non fisik wilayah tersebut. Adapun substansi tersebut tertuang dalam tata ruang yakni wujud struktur ruang dan pola ruang. Atas dasar tersebut maka dalam penentuan criteria kerentanan suatu wilayah juga harus ada keterkaitannya dengan lingkup penataan ruang secara komprehensif. Pada substansi Undang-Undang Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 beberapa elemen yang dapat dikaitkan dengan kerentanan bencana yakni elemen struktur ruang dan elemen pola ruang. Elemen tersebut terkait dengan kondisi fisik wilayah, sedangkan untuk kondisi sosial masyarakat yang terkait langsung dengan elemen kerentanan bencana belum terjabarkan secara jelas di dalam undang-undang tersebut. Adapun substansi yang perlu diperhatikan dalam penataan ruang dihubungkan dengan kerentanan bencana yakni terkandung aspek struktur ruang wilayah yang meliputi susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat serta aspek pola ruang meliputi kawasan lindung dan budidaya di wilayah, dan aspek kawasan strategis wilayah. Sedangkan aspek sosial, kelembagaan maupun pengendalian tata ruang tidak secara detail menjabarkan elemen kerentanan bencana. Atas dasar-dasar tersebut maka beberapa elemen tata ruang berdasarkan prespektif Undang-Undang Penataan Ruang yang dapat dikaitkan dengan kerentanan bencana adalah sebagai berikut ini:

1. Elemen Struktur Ruang sebagai Elemen Kerentanan Bencana

Elemen struktur ruang ini terkait dengan prasarana dasar dan fasilitas perkotaan. Adapun elemen-elemen tersebut terjabar berikut ini: a. Prasarana dasar, meliputi Jaringan Jalan, Jaringan Listrik, Jaringan air bersih, Jaringan telekomunikasi, Jaringan Persampahan, Jaringan Drainase, Jaringan Sanitasi. b. Saranafasilitas, meliputi Perdagangan dan jasa, Pendidikan, Kesehatan, dan lain-lain

2. Elemen Pola Ruang sebagai Elemen Kerentanan Bencana

Elemen pola ruang terkait dengan keberadaan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Adapun elemen-elemen yang sekiranya terkait dengan kerentanan bencana yakni: a. Kawasan lindung, meliputi Kawasan Hutan Lindung, Kawasan bergambut, Kawasan resapan air, Kawasan sempadan pantai,sungai, danau, sekitar mata air, Kawasan rawan bencana alam, Kawasan terumbu karang, pengungsian satwa, dan lain-lain. b. Kawasan budidaya, meliputi Perdagangan dan jasa, Pendidikan, Kesehatan,dan lain-lain.

2.3.2. Kerentanan Bencana dari Perspektif Undang-Undang Pengelolaan