Penelitian Kuantitatif

1. Penelitian Kuantitatif

  Metode kuantitatif berakar pada paradigma tradisional, positivistik, eksperimental atau empiris. Metode ini berkembang dari tradisi pemikiran empiris Comte, Mill, Durkeim, Newton dan John Locke.

  Gaya penelitian kuantitatif biasanya mengukur fakta objektif melalui konsep yang diturunkan pada variabel-variabel dan dijabarkan pada indikator-indikator dengan memperhatikan aspek reliabilitas. Penelitian kuantitatif bersifat bebas nilai dan konteks, mempunyai banyak “kasus” dan subjek yang diteliti, sehingga dapat ditampilkan dalam bentuk data statistik yang berarti. Hal penting untuk dicatat di sini adalah peneliti “terpisah” dari subjek yang ditelitinya.

  Pada hakikatnya setiap penelitian kuantitatif dalam ilmu-ilmu sosial menerapkan filosofi yang disebut deducto hipothetico verificative artinya masalah

  penelitian dipecahkan dengan bantuan cara berpikir deduktif melalui pengajuan hipotesis yang dideduksi dari teori-teori yang bersifat universal dan umum, sehingga kesimpulan dalam bentuk hipotesis inilah yang akan di verifikasi secara empiris melalui cara berpikir induktif dengan bantuan statistika inferensial.

  Pengamatan kuantitatif melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri tertentu. Untuk menemukan sesuatu dalam pengamatan, pengamat harus mengetahui apa yang menjadi ciri sesuatu itu. Untuk itu pengamat mulai mencatat atau menghitung dari satu, dua, tiga dan seterusnya.

  Berdasarkan pertimbangan dangkal demikian, kemudian peneliti menyatakan bahwa penelitian kuantitatif mencakup setiap penelitian yang didasarkan atas perhitungan persentase, rata-rata dan perhitungan statistik lainnya. Dengan kata lain, penelitian kuantitatif melibatkan diri pada perhitungan atau angka atau kuantitas. Hasil analisis kuantitatif cenderung membuktikan maupun memperkuat teori-teori yang sudah ada.

  Ciri-ciri penelitian kuantitatif:

  a. Asumsi Asumsi ontologis: realitas bersifat objektif dan singular terpisah dari peneliti; peneliti independen dari yang diteliti (asumsi epistemologis), bebas nilai dan menghindarkan bias (asumsi aksiologis); formal, berdasar definisi, impersonal dan menggunakan bahasa kuantitatif (asumsi retoris); proses deduktif, sebab akibat, desain statis kategori membatasi sebelum studi, bebas konteks, generalisasi mengarah pada prediksi, eksplanasi dan pemahaman, akurasi dan reliabilitas melalui validitas dan reliabilitas (asumsi metodologis). Penelitian kuantitatif memiliki ciri khas berhubungan dengan data numerik dan bersifat objektif. Fakta atau fenomena yang diamati memiliki realitas objektif yang bisa diukur. Variabel-variabel penelitian dapat diidentifikasi dan interkorelasi variabel dapat diukur. Peneliti kuantitatif menggunakan sisi pandangannya untuk mempelajari subjek yang diteliti (etik). Keunggulan penelitian kuantitatif terletak pada metodologi yang digunakan.

  b. Tujuan penelitian Penelitian kuantitatif memiliki tujuan menjeneralisasi temuan penelitian sehingga dapat digunakan untuk memprediksi situasi yang sama pada populasi lain. Penelitian kuantitatif juga digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat antar variabel yang diteliti, menguji teori, mencari generalisasi yang mempunyai nilai prediktif.

  c. Pendekatan Penelitian kuantitatif dimulai dengan teori dan hipotesis. Peneliti Peneliti menggunakan teknik manipulasi dan mengkontrol variabel melalui instrumen formal untuk melihat interaksi kausalitas. Peneliti mencoba mereduksi data menjadi susunan numerik selanjutnya ia melakukan analisis terhadap komponen penelitian (variabel). Penarikan kesimpulan secara deduksi dan menetapkan norma secara konsensus. Bahasa penelitian dikemas dalam bentuk laporan.

  d. Peran peneliti Dalam penelitian kuantitatif, peneliti secara ideal berlaku sebagai observer subjek penelitian yang tidak terpengaruh dan memihak (objektif).

  e. Pendekatan kuantitatif lebih menitikberatkan pada frekuensi tinggi.

  f. Kebenaran dari hasil analisis penelitian kuantitatif bersifat nomotetik dan dapat digeneralisasi.

  g. Penelitian kuantitatif menggunakan paradgma positivistik-ilmiah. Segala sesuatu dikatakan ilmiah bila dapat diukur dan diamati secara objektif yang mengarah kepada kepastian dan kecermatan (Sunarto, 1993:3). Karena itu, paradigma ilmiah- g. Penelitian kuantitatif menggunakan paradgma positivistik-ilmiah. Segala sesuatu dikatakan ilmiah bila dapat diukur dan diamati secara objektif yang mengarah kepada kepastian dan kecermatan (Sunarto, 1993:3). Karena itu, paradigma ilmiah-

  h. Penelitian kuantitatif sering bertolak dari teori, sehingga bersifat reduksionis dan verifikatif, yaitu hanya membuktikan teori (menerima atau menolak teori).

  i. Penelitian kuantitatif khususnya eksperimen, dapat menggambarkan sebab akibat. Peneliti sering kali tertarik untuk mengetahui apakah X mengakibatkan Y? atau, sejauh mana X mengakibatkanY? Jika peneliti hanya tertarik untuk mengetahui pengaruh X terhadap Y, penelitian eksperimen akan mengendalikan atau mengontrol berbagai variabel (X1, X2, X3 dan seterusnya) yang diduga akan berpengaruh terhadap Y. Kontrol dilakukan sedemikian rupa bukan hanya melalui teknik-teknik penelitian melainkan juga melalui analisis statistik.

  j. Mengenai waktu pengumpulan dan analisis data sudah dapat dipastikan. Peneliti

  dapat menentukan berbagai aturan yang terkait dengan pengumpulan data; jumlah tenaga yang diperlukan; berapa lama pengumpulan data akan dilakukan; dan jenis data yang akan dikumpulkan sesuai hipotesis yang dirumuskan. Hal ini sejalan dengan instrumen yang sudah baku dan sudah dipersiapkan. Demikian halnya model analisis data, uji-uji statistik, dan penyajian data, termasuk tabel-tabel yang akan dipergunakan, sudah dapat ditentukan.