Manajemen Publik

3. Manajemen Publik

  Manajemen publik merupakan spesialisasi yang relatif baru, tetapi berakar dari pendekatan normatif. Woodrow Wilson – penulis The Study of Administration di tahun 1887 (Wilson dalam Shaf Ritz dan Hyde, 1997) merupakan pionirnya. Di dalam tulisannya, Wilson mendesak agar ilmu adminisrasi publik segera mengarahkan perhatiannya pada orientasi yang dianut dunia bisnis, perbaikan kualitas personel dalam tubuh pemerintah, aspek organisasi dan metode-metode kepemerintahan. Fokus dari ajakan tersebut adalah melakukan perbaikan fungsi eksekutif dalam tubuh pemerintahan karena waktu itu dinilai telah berada di luar batas kewajaran sebagai akibat dari merebaknya gejala korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), dengan mengadopsi prinsip manajemen bisnis.

  Wilson meletakkan 4 (empat) prinsip dasar bagi studi administrasi publik yang mewarnai manajemen publik hingga sekarang yaitu pemerintah sebagai setting utama organisasi; fungsi eksekutif sebagai fokus utama; pencarian prinsip-prinsip dan teknik manajemen yang lebih efektif sebagai kunci pengembangan kompetensi administrasi, dan metode perbandingan sebagai suatu metode studi dan pengembangan bidang administrasi publik (Perry dan Kraemer, 1991:5-6).

  Pemaparan Wilson sebenarnya sangat mempengaruhi upaya pengembangan manajemen publik hingga sekarang. Pengembangan paradigmanya pun mengikuti perkembangan administrasi publik (Henry, 1995), seperti dikotomi administrasi – politik (paradigma pertama periode tahun 1900-1926), prinsip-prinsip administrasi (paradigma kedua periode tahun 1926-1937), ilmu politik (paradigma ketiga periode tahun 1950-1970), ilmu administrasi (paradigma keempat periode tahun 1956-1970).

  Warna manajemen publik dapat dilihat pada tiap paradigma. Misalnya dalam paradigma pertama, pemerintah diajak mengembangkan sistem rekrutmen pegawai, ujian pegawai negeri, klasifikasi jabatan, promosi, disiplin dan pensiun secara lebih baik. Manajemen sumber daya manusia dan barang atau jasa harus diupayakan lebih akuntabel agar tujuan negara dapat tercapai. Dalam paradigma kedua, dikembangkan prinsip manajemen yang dikiaim sebagai prinsip-prinsip universal yang dikenal sebagai planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting dan budgeting (POSDCORB), yang merupakan karya besar Luther Gullick dan Lyndall Urwick di tahun 1937.

  Prinsip-prinsip ini kemudian diserang oleh Herbert Simon dalam karyanya Administrative Behavior yang mengajak para ahli tidak hanya mendasarkan dirinya pada aspek normatif sebagaimana diajarkan dalam rasionalitas tetapi harus melihat kenyataan yang terjadi dalam salah satu fungsi manajemen yang penting yaitu pembuatan keputusan. Kritik ini telah memberikan ruang bagi kemunduran pengembangan fungsi manajemen publik waktu itu, karena para ahli ilmu politik akhimya melihat administrasi publik sekaligus manajemen publik sebagai kegiatan politik, atau lebih merupakan bagian dari ilmu politik. Ini adalah inti paradigma ketiga. Karenanya, fungsi-fungsi manajemen tidak perlu diajarkan secara normatif, atau tidak perlu lagi melihat fungsi-fungsi manajemen tersebut sebagai sesuatu yang universal.

  Setelah tidak menyetujui kritikan para ahli ilmu politik, konsep manajemen terus dikembangkan sebagaimana dalam paradigma keempat, dengan didirikannya School of Business and Public Adiministration serta Journal Administrative Science Quarterly di Cornell University – Amerika Serikat. Sekolah dan jurnal tersebut telah memperkenalkan fungsi manajemen, terutama human relations, komunikasi, perilaku organisasi, riset operasi, penerapan statisik secara luas ke berbagai perguruan tinggi di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Sejak berkembangnya paradigma keempat ini, maka pengetahuan, teknik dan metode, serta keterampilan manajerial terus dikembangkan dan dipelajari di perguruan tinggi sebagai suatu disiplin.

  Secara akademik, hal ini tentunya sangat menantang, dan dalam kenyataannya telah menarik perhatian banyak ahli untuk ikut memberikan pemikiran mereka, seperti antara lain David Garson dan E Samuel Overman (1983; 1991) dalam model PAFHRIER, Douglas Yates Jr (1985) yang menekankan perbedaan antara manajemen dalam orgnisasi publik dan dalam organisasi swasta, dan juga Cole Blease Graham Jr dan Steven W Hays (1986) yang mencoba melihat POSDCORB sebagai model dasar yang terus disempurnakan.

  PAFHRIER merupakan singkatan dari Policy Analysis, Financial Management, Human Resource Management, Information Management, and External Relations (Garson PAFHRIER merupakan singkatan dari Policy Analysis, Financial Management, Human Resource Management, Information Management, and External Relations (Garson

  Dalam kaitan dengan policy analysis seorang manajer dituntut mampu melakukan analisis kebijakan publik. Perlu diperhatikan bahwa hanya manajer pada level lebih tinggi atau yang diberi wewenang dan tanggung jawab yang benar-benar melakukan tugas tersebut. Tugas tersebut meliputi kegiatan perumusan masalah, identifikasi alternatif dan proses seleksi alternatif.

  Di bidang financial management, seorang manajer dituntut untuk mampu mengatur anggaran. Secara umum anggaran merupakan usulan rencana keuangan yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan kebijakan dan program-program. Perlu dicatat bahwa anggaran tidak semata-mata menggambarkan aspek keuangan saja. Budget sebenarnya juga menggambarkan aspek politis. Dalam budget adalah prioritas dari kegiatan-kegiatan pemerintah yang merefleksikan pengaruh dari berbagai kelompok kepentingan, dan sekaligus memberikan arah apa yang hendak dilakukan, dan dianggap penting oleh pemerintah dalam waktu dekat, biasanya dalam satu tahun anggaran.

  Di bidang manajemen sumber daya manusia, seorang manajer publik paling tidak harus memperhatikan 3 (tiga) hal pokok yaitu menyangkut bagaimana memperoleh sumber daya manusia dalam jumlah dan kualitas yang tepat; bagaimana meningkatkan kualitas pengembangan pegawai sedemikian rupa sehingga mereka dapat bekerja sebaik mungkin dan semangat yang tinggi; dan bagaimana memimpin dan mengendalikan mereka sesuai tujuan organisasi.

  Di bidang informasi seorang manajer harus mampu mengelola data dan informasi-informasi bagi kebutuhan perencanaan, pengambilan keputusan, penilaian pekerjaan, sistem monitoring dan pengendalian. Data harus ditata, disusun, dan disimpan secara teratur, sehingga dengan mudah diperoleh apabila dibutuhkan. Pengelolaan informasi tersebut kini menjadi sangat menentukan keberhasilan suatu organisasi dan karenanya Management Information System (MIS) mutlak diperlukan.

  Dalam kaitannya dengan external relations, seorang manajer publik harus menjaga hubungan luar atau lingkungannya. Lingkungan ini pada prinsipnya berasal dari organisasi lain atau unit lain, maupun masyarakat luas. Unit lain dalam organisasi yang sama, tidak dapat disangkal, merupakan rekan kerja yang sangat penting dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Organisasi atau lembaga lain juga penting karena mereka mungkin memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan komplementer atau sebaliknya kompetitif. Dalam mencapai tujuan organisasi publik, seorang manajer dapat mencari rekan organisasi lain di masyarakat yang dapat memperlancar, atau memberikan lampu hijau tentang apa yang hendak dikerjakan organisasi publik. Misalnya organisasi publik dapat bekerja sama dengan pihak swasta dalam sistem kontrak pekerjaan tertentu; atau misalnya untuk menerapkan suatu program di masyarakat yang masih bersifat tradisional, lembaga-lembaga kemasyarakatan lokal Dalam kaitannya dengan external relations, seorang manajer publik harus menjaga hubungan luar atau lingkungannya. Lingkungan ini pada prinsipnya berasal dari organisasi lain atau unit lain, maupun masyarakat luas. Unit lain dalam organisasi yang sama, tidak dapat disangkal, merupakan rekan kerja yang sangat penting dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Organisasi atau lembaga lain juga penting karena mereka mungkin memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan komplementer atau sebaliknya kompetitif. Dalam mencapai tujuan organisasi publik, seorang manajer dapat mencari rekan organisasi lain di masyarakat yang dapat memperlancar, atau memberikan lampu hijau tentang apa yang hendak dikerjakan organisasi publik. Misalnya organisasi publik dapat bekerja sama dengan pihak swasta dalam sistem kontrak pekerjaan tertentu; atau misalnya untuk menerapkan suatu program di masyarakat yang masih bersifat tradisional, lembaga-lembaga kemasyarakatan lokal

  Pada dasawarsa tahun 1990-an melalui berkembang model manajemen publik baru yang telah membawa inspirasi bagi perkembangan manajemen publik di berbagai negara. Di dalam manajemen publik baru ini pemerintah diajak untuk meninggalkan paradigma administrasi tradisional dan menggantikannya dengan perhatian terhadap kinerja atau hasil kerja; melepaskan diri dari birokrasi klasik dan membuat situasi dan kondisi organisasi, pegawai, dan para pekerja lebih fleksibel; menetapkan tujuan dan target organisasi dan personal lebih jelas, sehingga memungkinkan pengukuran hasil melalui indikator yang jelas, lebih memperhatikan evaluasi program yang lebih sistematis, dan mengukur dengan menggunakan indikator seperti ekonomi, efisiensi dan efektivitas; staf senior lebih berkomitmen secara politis dengan pemerintah sehari-hari daripada netral; fungsi pemerintah adalah memperhatikan pasar, kontrak kerja keluar, yang berarti pemberian pelayanan tidak selamanya melalui birokrasi saja (melakukan pelibatan sektor swasta); fungsi pemerintah dikurangi melalui privatisasi. Semuanya ini menggambarkan bahwa manajemen publik baru memusatkan perhatiannya pada hasil dan bukan pada proses lagi.

  Meskipun manajemen publik baru menggambarkan pendekatan yang lebih realistis namun demikian tidak bebas dari kritikan. Ada yang mengkritiknya dengan mengatakan bahwa manajemen publik baru adalah suatu cara pandang baru yang menjalankan fungsi manajemen di sektor publik, sementara ada yang menyatakan tidak setuju karena manajemen ini cenderung bersifat swasta padahal pemerintah sebenarnya berbeda orientasinya yaitu kepentingan publik.

  Ada juga pendekatan lain yang disampaikan oleh Henry Mintzberg (1996) yang dapat diamati pada administrasi pemerintahan. Menurut Mintzberg, selama ini telah berkembang beberapa model antara lain model mesin, network, kontrol kinerja, virtual, dan kontrol normatif, yang pembedaannya dapat dilihat dari peran yang dimainkan manajer publik. Apabila diterapkan dalam fungsi manajer pelayanan publik, maka menurut model mesin yang dimotori Taylor, Fayol, Weber, Gullick dan Urwick, para manajer publik harus selalu mengontrol bawahan atau pekerja yang ada apakah mereka selalu mengikuti rules, regulations, dan standarts tertentu. Sementara itu, fungsi manajer dalam model network lebih diarahkan pada kemampuan melakukan hubungan dengan pihak-pihak lain, berkomunikasi, dan berkolaborasi dengan mereka, dan tidak kaku untuk selalu mengikuti aturan atau tata tertib serta standar sebagaimana dalam model mesin. Apabila diterapkan pada model kontrol kinerja, maka para manajer publik seharusnya melakukan seperti apa yang dilakukan manajer bisnis yaitu menetapkan target bagi unit-unit yang ada, kemudian mengukur kinerja dari setiap unit kerja yang ada dalam kaitannya dengan target-target yang telah ditetapkan, dan akhirnya meminta pertanggungjawaban dari unit-unit tersebut. Dalam Ada juga pendekatan lain yang disampaikan oleh Henry Mintzberg (1996) yang dapat diamati pada administrasi pemerintahan. Menurut Mintzberg, selama ini telah berkembang beberapa model antara lain model mesin, network, kontrol kinerja, virtual, dan kontrol normatif, yang pembedaannya dapat dilihat dari peran yang dimainkan manajer publik. Apabila diterapkan dalam fungsi manajer pelayanan publik, maka menurut model mesin yang dimotori Taylor, Fayol, Weber, Gullick dan Urwick, para manajer publik harus selalu mengontrol bawahan atau pekerja yang ada apakah mereka selalu mengikuti rules, regulations, dan standarts tertentu. Sementara itu, fungsi manajer dalam model network lebih diarahkan pada kemampuan melakukan hubungan dengan pihak-pihak lain, berkomunikasi, dan berkolaborasi dengan mereka, dan tidak kaku untuk selalu mengikuti aturan atau tata tertib serta standar sebagaimana dalam model mesin. Apabila diterapkan pada model kontrol kinerja, maka para manajer publik seharusnya melakukan seperti apa yang dilakukan manajer bisnis yaitu menetapkan target bagi unit-unit yang ada, kemudian mengukur kinerja dari setiap unit kerja yang ada dalam kaitannya dengan target-target yang telah ditetapkan, dan akhirnya meminta pertanggungjawaban dari unit-unit tersebut. Dalam

  Dan di dalam model kontrol normatif, para manajer pelayanan publik bertanggung jawab terhadap seleksi para pekerja dengan memperhatikan nilai dan sikap mereka dari pada sekadar persyaratan kerja lainnya seperti pendidikan atau training, melakukan sosialisasi agar para pegawai tetap selalu berdedikasi kepada institusinya, membimbing mereka dalam hal prinsip-prinsip kerja daripada rencana kerja, memperkenalkan visi institusinya dari pada target-target yang harus mereka penuhi, dan mendorong mereka agar mereka selalu bertanggung jawab serta menanamkan kepercayaan dan memberi dukungan kepada mereka. Di dalam model tersebut, kinerja dinilai oleh penerima pelayanan atau wakil-wakil mereka. Kata kunci yang harus diperhatikan disini adalah dedikasi, yaitu kepada para penerima pelayanan dan kepada pemberi pelayanan.

  Dalam kaitan dengan semua model ini, Mintzberg (1996) menilai bahwa kita terlalu mengutamakan model mesin selama ini dan hasilnya sangat mengecewakan, dan karena itu sudah saatnya beralih kepada model kontrol normatif yang juga dapat disebut sebagai new best way karena menekankan kepada komitmen manusia atau human commitment. Katanya, begitu pentingnya komitmen manusia dalam organisasi sehingga organisasi yang tidak memiliki komitmen bagaikan orang tanpa jiwa atau tanpa kekuatan hidup. Dan pemerintah dalam memberikan pelayanan publik memang memerlukan kekuatan ini.

  Pendekatan lain yang mulai diterapkan sejak dekade lalu adalah Total Quality Management (TQM), yang didasarkan pada pengalaman Deming, Juran, Kaizen, dan Taguchi (lihat Logothetis, 1998). Ide dasarnya terletak pada TQM Triangle yang menekankan keberhasilan manajemen berdasarkan komitmen anggota dan pimpinan organisasi (commitment), pelibatan para anggota organisasi (involvement) dan pemanfaatan ilmu pengetahuan (scientific knowledge). Proses manajemen ditempuh melalui deming cycle yaitu plan, do, check, and act untuk kemudian kembali (feedback) mengoreksi plan, dst. Ide ini mendapat sambutan yang sangat positif tidak saja di instansi swasta tetapi juga di instansi pemerintah (lihat Cohen dan Brand, 1993; Milakovich, 2003).

  Di samping itu, ada juga pendekatan manajemen publik yang sangat populer di negara-negara sedang berkembang yaitu manajemen pembangunan. Pendekatan tersebut didasarkan atas pendapat Bryant dan White (1982) serta Esman (1991) yang melihat bahwa tugas pokok pemerintah yang nyata adalah membangun negara melalui berbagai program dan proyek. Dan untuk mensukseskan program dan proyek pembangunan tersebut, perlu diperhatikan dukungan sistem administrasi publilk khususnya dukungan birokrasi yang memadai dan kualitas manajer publik yang tinggi.