Kondektur Kondisi Kemajemukan Hukum Pegawai KA

116 “..transport gak ada dari kantor, kelapangan itu gak ada dapat uang beli minyak, nah apa mau kita uang pribadi kita untuk ngurusi surat tanah orang itu?. Kan enggak kan?...ya mau kek mana lagi mail lah. Pande-pande kitala kek mana supaya bisa dapat uang jalan kita…ya kalo tau orang itu pasti marah dia, cumaknya kayak mana lagi, orang itu pulak yang ngajari kita maling”Joko, November 2013 Dari pengakuan Joko tersebut terlihat jelas bahwa apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan menjadi legal untuk dilakukan. Ia mempunyai caranya sendiri untuk memperoleh uang transport tersebut. Meskipun ada Badan Pemeriksa Kas Daerah BPKD yang melakukan pemeriksaan pada kereta api namun tetap saja “mail” tersebut tetap tumbuh hingga saat ini.

5.1.3 Kondektur

Kondektur adalah orang yang bertugas memeriksa tiket penumpang pada saat kereta api telah berjalan. Pemeriksaan tiket dilakukan guna mengetahui penumpang mana yang tidak memiliki tiket. Apabila ada penumpang yang kedapatan tidak memiliki tiket maka penumpang tersebut akan diturunkan di stasiun terdekat atau dipungut bayaran oleh kondektur dan diberikan lembar kertas tanda buktu telah membayar kepada kondektur. Yang kemudian pembayaran dari penumpang tersebut dicatat oleh kondektur kedalam laporan yang biasa disebut dengan suplisi. Hal yang tertulis diatas adalah aturan formal yang seharusnya dilakukan oleh kondektur pada umumnya namun tidak pada kondektur yang satu ini. Ia bernama Tukirno bertugas sebagai kondektur. Ia mengatakan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan tiket penumpang saat berada dalam perjalanan Universitas Sumatera Utara 117 adalah urusan yang ditanganinya. Tukirno sering mendapati penumpang yang tidak memiliki tiket dan penumpang tersebut juga memberikan uang kepada tukirno agar tidak diturunkan dari KA. Tukirno menerima uang tersebut dan menuliskannya dilaporan suplisi. Namun tidak semua uang hasil kutipan dari penumpang yang tidak memiliki tiket dituliskannya ke dalalam laporan suplisi. “..enak kali la kalo semuanya di setor, awakkan juga butuh, 25 dari uang kutipan itu biasanya uwak kantongi untuk uwak sendiri…orang jualan jugak kadang uwak mintai….ya cumak 2000 perak la” Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang dikatakan oleh Pak Rajagukguk selaku Kepala SDM. Ia berkata bahwa tidak ada yang namanya pengutipan. Setiap pengutipan wajib menyertakan suplisi dan harus dilaporkan kepada pihak kereta api. Dalam hal ini Pak Rajagukguk menganggap bahwa aturan yang telah ditetapkan wajib dipatuhi oleh semua pegawainya namun satu sisi ia lupa bahwa setiap individu memiliki cara berhukumnya sendiri. Gambar 25: Kondektur yang melakukan pemeriksaan tiket Universitas Sumatera Utara 118 Lain lagi halnya dengan pengalaman yang saya alami ketika menaiki kereta api kelas ekonomi bulan desember lalu. Ketika itu kondektur melakukan pemeriksaan tiket dan didepan saya ada seorang ibu yang membawa anaknya dan anaknya tersebut tidak memiliki tiket. Jadi pada waktu itu kondektur tersebut menanyakan soal tiket milik anaknya. Ibu tesebut memberi keterangan bahwa pada saat melakukan pembelian tiket diloket anak umur 2 tahun tidak dikenai biaya pembelian tiket, maka dari itulah ibu tersebut tidak membeli tiket untuk anaknya. Namun kondektur tetap mengatakan bahwa anaknya tersebut wajib memiliki tiket sehingga diambil jalan tengah dimana ibu tersebut membayar sebesar RP. 7000,- kepada kondektur. Akan tetapi kondektur tersebut sama sekali tidak menuliskannya kedalam laporan suplisi dan tidak memberikan ibu tersebut tanda bukti pembayaran atas tiket anaknya. Melalui contoh kasus tersebut dapat dilihat bahwa seberapapun kuatnya aturan formal itu mengatur tetap saja tidak dapat dipungkiri bahwa ada aturan- aturan lain yang tak bernama unnamed law yang hidup di lingkup aturan formal tersebut. Dapat dilihat meskipun kini sudah tidak mungkin dilakukan pengutipan pada penumpang karena sistem pertiketan yang sudah berubah namun tetap saja pengutipan tersebut masih saja bisa dilakukan.

5.1.4 Petugas OTC On Train Cleaning