Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belajar merupakan aktivitas yang disengaja dan dilakukan oleh individu agar terjadi perubahan kemampuan diri, dengan belajar anak yang tadinya tidak mampu melakukan sesuatu, menjadi mampu melakukan sesuatu, atau anak yang tadinya tidak terampil menjadi terampil Ruhimat, 2011: 124. Belajar dapat dikatakan sebagai suatu usaha agar terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu melalui latihan yang berlangsung lama dan hasilnya relatif konstan. Interaksi yang optimal antara guru dengan siswa dan yang terpenting antara siswa dengan siswa harus terjadi dalam pembelajaran. Komunikasi dua arah dalam hal ini dapat meningkatkan peluang bagi guru untuk memperoleh balikan feedback dalam rangka menilai efektivitas pengajarannya. Perkembangan ilmu dan teknologi menuntut kita agar memiliki kemampuan berpikir kritis, kemampuan dan kemauan belajar terus menerus, serta harus dapat bekerja sama untuk memecahkan masalah bersama. Pengajaran tidak hanya memberikan pengetahuan saja yang pada akhirnya menurunkan kualitas pendidikan, namun harus dapat memaksimalkan peluang terjadinya pendidikan. Pembelajaran aktif lebih banyak melibatkan aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam pembelajaran di kelas, sehingga siswa mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan pemahaman dan kompetensinya Rusman, 2011: 324. Pendidikan harus bergeser menjadi proses belajar dengan tanggung jawab belajar ke arah siswa. Dengan demikian kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan keterlibatan siswa dan memotivasi siswa untuk aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Peran guru di sini hanya sebagai pembimbing dan fasilitator agar anak mampu membangun pengetahuannya. Semiawan dalam Hamalik 2003: 149, seluruh irama gerak atau tindakan dalam proses belajar mengajar akan menciptakan kondisi cara belajar siswa aktif. Belajar merupakan suatu proses aktif dari siswa untuk membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah tentang pengetahuan. Sehingga jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakekat belajar Sediono dalam Gora dan Sunarto, 2010: 12. Keaktifan siswa sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar, dimana siswa yang banyak aktif, sebab siswa sebagai subjek dalam pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang mengaktifkan siswa juga termuat pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Arifin 2009: 40 yang berbunyi pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan lebih aktif, siswa akan lebih banyak bekerja menemukan konsep-konsep mengenai materi. Sehingga, diharapkan dengan belajar penguasaan pengetahuannya bertambah, dengan begitu prestasi belajar siswa juga akan meningkat. Secara keseluruhan pemahaman terhadap konsep dasar pembelajaran tidak akan sempurna jika berhenti pada definisi atau proses Ruhimat, 2011: 139. Menurut Tohirin 2006: 151, apa yang telah dicapai oleh seseorang setelah melakukan kegiatan belajar sering disebut prestasi belajar. Sehingga setelah siswa melakukan proses pembelajaran akan dihasilkan pencapaian prestasi belajar. Pencapaian prestasi belajar ini digunakan untuk melihat ketercapaian kemampuan siswa yang diperoleh setelah mengikuti pembelajaran. IPS merupakan salah satu mata pelajaran di tingkat Sekolah Dasar. Mata pelajaran ini mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Dengan mempelajari IPS diharapkan siswa dapat berpikir sistematis, dapat mengatasi masalah secara logis, dapat saling menghormati satu dengan yang lain, serta dapat bekerja sama dan peka terhadap sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Berdasarkan hal di atas, guru harus jeli menentukan metode yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran sehingga siswa aktif mengikuti kegiatan pembelajaran yang bertujuan ilmu yang didapat siswa bermakna dan dapat dipahami oleh siswa. Hal ini dikarenakan pada masa usia sekolah dasar kelas tinggi sifat khas anak- anak sudah mempunyai minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, maka sangat diharapkan guru dapat memberikan pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan siswa dan pembelajaran dapat dipahami oleh siswa. Pada observasi yang dilakukan peneliti pada hari Rabu, tanggal 8 Januari 2013 diketahui bahwa pembelajaran IPS di kelas V SDN Caturtunggal 3 menggunakan metode ceramah dalam porsi banyak yang mengakibatkan siswa kurang memahami materi. Dilihat dari hasil kerja siswa setelah melakukan pembelajaran. Selain itu mengakibatkan rendahnya keaktifan belajar siswa. Diketahui bahwa selama pembelajaran berlangsung, siswa cenderung tenang dan memperhatikan penjelasan guru tapi ketika mengerjakan tugas, banyak siswa yang diam tidak berdiskusi sesuai dengan perintah yang guru berikan. Hasil observasi pertama dilihat dari lembar observasi diketahui bahwa dari 31 siswa tingkat keaktifan belajar siswa sebanyak 41,15. Pada observasi yang kedua tanggal 11 Januari 2013 diketahui bahwa dari 31 siswa tingkat keaktifan belajar siswa sebanyak 45,66. Dilihat dari hasil observasi di atas, keaktifan belajar siswa dalam pelajaran IPS masih rendah. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, ditemukan bahwa guru masih mengalami kesulitan dalam menentukan metode pembelajaran IPS, guru cenderung mentransfer ilmu dari buku kepada siswa. Fakta-fakta tersebut didukung dengan studi dokumen didapat prestasi belajar siswa kelas V SDN Caturtunggal 3 tahun ajaran 20102011 pada mata pelajaran IPS pada Kompetensi Dasar: 2.3 menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan dengan KKM 60 dari keseluruhan siswa yang berjumlah 28 siswa, sebanyak 17 siswa tuntas atau sekitar 60,72 dan yang tidak tuntas sebanyak 11 siswa atau sekitar 39,28. Sedangkan pada tahun ajaran 20112012 pada mata pelajaran IPS dengan KKM 60 dari keseluruhan siswa yang berjumlah 33 siswa, hanya 15 siswa yang tuntas atau sekitar 45,45, sedangkan siswa yang tidak tuntas berjumlah 18 siswa atau sekitar 54,54. Hal ini membuktikan bahwa prestasi belajar siswa masih rendah. Salah satu metode yang dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa adalah role play bermain peran. Tujuan pendidikan yang mendasari metode ini adalah: 1 untuk menambah rasa percaya diri dan kemampuan pelajar melalui partisipasi belajar aktif berlawanan dengan partisipasi pasif; 2 untuk menciptakan interaksi sosial yang positif guna memperbaiki hubungan sosial dalam kelas Hamalik, 2007: 212. Menurut Hamalik 2007:212, metode role play juga dilandasi teori John Dewey, yakni prinsip belajar sambil berbuat learning by doing. Dimana prinsip ini berasumsi bahwa siswa yang terlibat aktif dapat memperoleh lebih banyak pengalaman daripada mereka yang hanya melihat materi. Melalui role play diharapkan siswa akan aktif dan dengan terlibat aktif siswa akan mendapat pengetahuan yang bermakna sehingga prestasi belajar siswa juga meningkat. Oleh karena itu, diharapkan melalui metode role play ini keaktifan belajar dan prestasi belajar siswa dapat meningkat.

B. Pembatasan Masalah