Peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS dengan menggunakan metode advokasi di MTs Yaspina Rempoa Tangerang Selatan

(1)

Yaspina Rempoa Tangerang Selatan

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Wahyu Aji Salam

NIM: 109015000147

JURUSAN PENDIDIKAN IPS

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2014


(2)

(3)

(4)

(5)

pada Mata Pelajaran IPS dengan Menggunakan Metode Advokasi Di MTs Yaspina Rempoa Tangerang Selatan. Skripsi. Jakarta: Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.

Skripsi ini merupakan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus. Tiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII-1 MTs Yaspina Rempoa, Tangerang Selatan tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dan mengetahui respon siswa terhadap penerapan metode pembelajaran advokasi. Instrumen yang digunakan berupa tes dan non-tes. Indikator keberhasilan pada penelitian ini adalah: ketuntasan belajar dan peningkatan persentase siswa yang mendapat nilai minimal 70 mencapai 100% melalui penerapan metode pembelajaran advokasi. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II mengalami peningkatan. Pada siklus I rata-rata nilai pre test siswa 50,1, setelah melakukan post test menjadi 64,2 akan tetapi belum mencapai 100% nilai KKM. Sedangkan hasil belajar siswa pada siklus II lebih baik dari siklus I yaitu nilai rata-rata pre test siswa 56,66 menjadi 78,95 pada nilai post test. Jumlah siswa yang mencapai nilai KKM sudah 100%.

Kata Kunci:


(6)

South Tangerang. Skripsi. Jakarta: Social Science Education Department. Faculty of Tarbiya and Teachers Training. Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2013.

The research is designed as a classroom action research which has two cycles. Each cycles consists of planning, applying, observing and reflecting. The subjects of the research are the VIII-1 students of the year 2012/2013 at MTs Yaspina Rempoa, South Tangerang. The aims of this

research are to know the improvement of students’ achievement and the students’ responses to the application of advocacy learning method. In this research, the researcher used two instruments; the test and non-test instruments. Indicators of success in this research are the mastery learning in class and the increase of students persentage in reaching the minimum score of 70 up to 100% when applying advocacy learning method.

If can be concluded that the students’ achievement in cycle I and II was increased. In the first cycle, the average of students pre-test score is 50,1 has increased to 64,2 in students’ post-test score, but it’s not 100% students reaching the minimum score. Meanwhile, the students’ achievement in the second cycle is better than the first cycle. The average of students’ pre-test score has increased from 56,66 to 78,95 in students’ post -test score. The number of students who achieve the minimum score have already counted 100%.

Key words:


(7)

(8)

(9)

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

ABSTRAK. ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR. ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... …… 1

B. Identifikasi masalah ... …… 8

C. Pembatasan Masalah ... …… 8

D. Perumusan Masalah ... …… 8

E. Tujuan Penelitian ... …… 9

F. Manfaat Penelitian ... …… 9

BAB II Kajian Pustaka A. Deskripsi Teori ... …… 10

1. Hakikat belajar ... …… 10

a. Pengertian Belajar. ... …… 10

b. Prinsip-prinsip Belajar. ... …… 13


(10)

5. Model Pembelajaran Advokasi. ... …… 33

B. Pengajuan Konsep Perencanaan Tindakan ... …… 38

C. Penelitian Yang Relevan. ... …… 41

D. Kerangka Berfikir... …… 42

E. Hipotesis Tindakan... …… 43

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... …… 44

B. Metode dan Desain Intervensi Tindakan ... …… 44

C. Subjek Partisipan Yang Terlibat Dalam Penelitian ... …… 45

D. Peran Dan Posisi Peneliti Dalam Penelitian ... …… 46

E. Tahapan Intervensi Tindakan ... …… 47

F. Hasil Intervensi Tindakan Yang Diharapkan ... …… 50

G. Data Dan Sumber Data... …… 50

H. Instrumen-instrumen Pengumpulan Data Yang Digunakan ... …… 51

I. Teknik Pengumpulan Data. ... …… 53

J. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan Studi. ... …… 54

1. Uji Validitas. ... …… 54

a. Uji Validitas Untuk Tes Hasil Belajar. ... …… 54

b. Uji Validitas Untuk Lembar Observasi, Catatan Lapangan Dan Wawancara. ... …… 55

2. Uji Reliabilitas. ... …… 56


(11)

1. Tes Hasil Belajar. ... …… 58

2. Data Lembar Observasi. ... 58

3. N-Gain. ... 59

L. Perencanaan Pengembangan Tindakan. ... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Temuan Hasil Penelitian.. ... 62

1. Penelitian Pendahuluan. ... 62

2. Tindakan Yang Dilakukan Siklus I. ... 65

a. Tahap Perencanaan. ... 65

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan. ... 66

c. Tahap Observasi. ... 67

1. Catatan Lapangan. ... 67

2. Wawancara. ... 68

3. Hasil Belajar. ... 68

d. Tahap Refleksi. ... 75

e. Keputusan Siklus I. ... 76

3. Tindakan Yang Dilakukan Siklus II. ... 77

a. Tahap Perencanaan. ... 77

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan. ... 77


(12)

d. Tahap Refleksi. ... 85

e. Keputusan Siklus II. ... 86

B. Pembahasan. ... 86

C. Keterbatasan Peneliti. ... 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan. ... 89

B. Saran. . ... 91 DAFTAR PUSTAKA


(13)

Tabel 3.1 Tahap intervensi tindakan... 48

Tabel 3.2 Data dan sumber data penelitian... 52

Tabel 3.3 Teknik pengumpulan data………... 54

Tabel 3.4 Kriteria tingkat kesukaran ... 57

Tabel 3.5 Klasifikasi (skala likert) kegiatan guru dan siswa…………... 59

Tabel 3.6 Kriteria konsep siswa berdasarkan konsep ngain ... 60

Tabel 4.1 Nilai N-gain siklus 1. ... 69

Tabel 4.2 Hasil perolehan nilai pre test siklus I. ... 71

Tabel 4.3 Hasil perolehan nilai post test siklus I. ... 74

Tabel 4.4 Nilai N-gain siklus II. ... 79

Tabel 4.5 Hasil perolehan nilai pre test siklus II. ... 82

Tabel 4.6 Hasil perolehan nilai post test siklus II... 84


(14)

Gambar 4.1 Frekuensi nilai pre test siklus I. ... 72

Gambar 4.2 Frekuensi nilai post test siklus I. ... 74

Gambar 4.3 Frekuensi nilai pre test siklus II. ... 82

Gambar 4.4 Frekuensi nilai post test siklus II. ... 85


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

“Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses

perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”.1

Pendidikan merupakan aspek yang dapat menunjang kemajuan masa depan bangsa, dimana jika pendidikan dalam masyarakat berkembang dengan baik maka masyarakat tersebut akan semakin berkualitas. Dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, maka sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan merupakan komponen penting dalam mempersiapkan generasi anak bangsa untuk mampu menghadapi kompetisi secara global di dalam aktivitas kehidupan masyarakat.

Permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan perkembangan kemampuan siswa, situasi dan kondisi lingkungan yang ada, pengaruh informasi dan kebudayaan, serta berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, pemerintah perlu merevisi kurikulum yang sudah ada selaras dengan perkembangan zaman, demikian pula dengan metode pembelajaran yang diterapkan perlu mengalami perkembangan.

Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, membuka kemungkinan peserta didik (siswa) tidak hanya belajar di dalam kelas yang dibimbing oleh guru saja, akan tetapi peserta didik dapat belajar dari luar kelas seperti dari lingkungan masyarakat, pakar atau ilmuwan, birokrat, media cetak maupun media elektronik, serta sarana-sarana lain yang ada di sekitar kita.

1

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2010), Cet. 15, H. 10.


(16)

Masalah pendidikan adalah masalah semua umat, pada bangsa primitif sekalipun, aktifitas pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia dalam mempertahankan dan melangsungkan kehidupannya.

Dalam kehidupan manusia, pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam membentuk generasi mendatang. Dengan pendidikan diharapkan dapat menghasilkan manusia berkualitas, bertanggung jawab, dan mampu mengantisipasi masa depan. Pendidikan dalam maknanya yang luas senantiasa dapat menstimulasi, menyertai perubahan-perubahan dan perkembangan umat manusia. Selain itu, upaya pendidikan senantiasa mengantar, membimbing perubahan dan perkembangan hidup serta kehidupan umat manusia.

”Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.2

”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan.3

Semua ini terbukti dalam Tujuan Pendidikan Nasional tergambarkan dengan jelas dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 No. 20, Bab 2 ayat 3, sebagai berikut:

”Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

2

Utomo Dananjaya, Media Pembelajaran aktif, (Bandung: PT Penerbit Nuansa 2010), cet-1, hal.40

3

Afnil Guza, Undang-Undang Sisdiknas Dan Undang-Undang Guru Dan Dosen, (Jakarta:PT. Asa Mandiri, 2009) Cet.9, H. 5


(17)

Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi

warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.4

Undang–Undang tersebut mengisyaratkan adanya upaya-upaya untuk mengembangkan kemampuan siswa agar mereka lebih berilmu, cakap, kreatif dan tanggung jawab. Dalam proses pembelajaran di kelas tidak terkecuali pembelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) harus terus diupayakan peningkatan–peningkatan ke arah berkembangnya kemampuan siswa. Pembelajaran tradisional yang tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dan kreatif segera ditinggalkan dan diganti dengan pendekatan– pendekatan atau metode–metode pembelajaran yang berpusat kepada siswa. Hal ini dilakukan untuk menjawab tantangan ilmu pengetahuan yang semakin pesat.

Berdasarkan observasi disekolah nilai KKM IPS sebesar 70 dan merupakan nilai terendah dibandingkan dengan nilai mata pelajaran lainnya seperti mata pelajaran IPA yang nilai KKM adalah 75, sedangkan Mata pelajaran lainnya seperti Bahasa indonesia 77. Dan setelah peneliti melakukan wawancara terhadap guru pengampu dari tahun ke tahun nilai IPS itu rendah dikarenakan kurangnya metode pembelajaran yang variatif dan efektif.

Pendidikan IPS yang diterapkan di Sekolah sering kali berkesan kurang menarik bahkan membosankan. Guru IPS sering kali hanya membeberkan urutan waktu, tokoh dan peristiwa belaka. Pelajaran IPS dirasakan siswa hanyalah mengulangi hal-hal yang sama dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat pendidikan menengah. Metode serta teknik pengajarannya juga kurang menarik. Apa yang terjadi di kelas, biasanya guru memulai pelajaran bercerita, atau bahkan membacakan apa yang tertulis dalam buku ajar dan akhirnya langsung menutup pelajaran begitu bel akhir pelajaran berbunyi. Tidak mengherankan dipihak guru sering timbul kesan bahwa mengajar IPS itu mudah. Akibatnya nilai-nilai yang terkandung dalam IPS tidak dapat dipahami dan diamalkan peserta didik.

4

Departeman Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang-Undang SISDIKNAS, (Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, 2003), Cet. 3, H. 37.


(18)

Banyak pembelajaran disekolah dalam pelajaran IPS hanya disampaikan melalui ceramah dinilai kurang variatif dan akanlebih baik dengan menggunakan metode pembelajaran yang efektif. Dalam hal ini diperlukan oleh seorang guru untuk mempertimbangkan metode pembelajaran lain yang efektif dan tepat. Pengalaman yang diperoleh oleh siswa dari hasil pemberitahuan orang lain seperti hasil dari penuturan guru hanya akan mampir sesaat untuk diingat dan setelah itu dilupakan. Oleh karena itu, dalam konteks kurikulum yang berlaku saat ini di MTs, mengajarkan siswa tidak cukup hanya dengan memberitahukan akan tetapi mendorong siswa untuk melakukan suatu proses melalui berbagai aktivitas yang dapat mendukung terhadap pencapaian kompetensi.

Metode pembelajaran dalam pendidikan IPS secara teoritis sebenarnya dapat dipilih dari sekian banyak metode pembelajaran yang tersedia. Para guru hendaknya mempunyai kemampuan didalam memilih metode yang tepat untuk setiap pokok bahasan. Selain itu pembelajaran IPS juga dapat menggunakan media pengajaran yang bermacam-macam diantaranya menampilkan gambar, film, peta dan lainnya untuk menambah pemahaman terhadap data visual.

Paradigma baru pendidikan IPS menghendaki dilakukan inovasi yang terintegrasi dan berkesinambungan. Salah satu wujudnya adalah inovasi yang dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Kebiasaan guru dalam mengumpulkan informasi mengenai tingkat pemahaman siswa melalui pertanyaan, observasi, pemberian tugas dan tes akan sangat bermanfaat dalam menentukan tingkat penguasaan siswa dan dalam evaluasi keefektifan proses pembelajaran.

Guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menyiapkan dan merancang metode pembelajaran yang akan dilakukannya seiring dengan perkembangan masyarakat dan kemajuan teknologi. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan tujuan nasional secara umum dan tujuan Pendidikan IPS pada khususnya, yang pada prinsipnya bertujuan mendidik dan membimbing siswa menjadi warga negara yang baik, yang bertanggung jawab baik secara pribadi, sosial masyarakat, bangsa dan negara bahkan sebagai warga dunia. Salah satu metode


(19)

pembelajaran yang dapat mewujudkan tujuan tersebut adalah metode pembelajaran advokasi. Dalam metode pembelajaran ini siswa dituntut untuk bersikap aktif, berpikir cerdas, kreatif, partisipatif, prospektif dan bertanggung jawab.

Pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran kooperatif yang merupakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat atau sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademis, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda. Sistem penilaian yang dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh (reward), jika kelompok mampu menunjukan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan memliki ketergantungan yang positif.5

Metode pembelajaran advokasi merupakan suatu bentuk dari praktik belajar, yaitu pengajaran berpusat pada siswa (student centered) atau sering diidentikan dengan debat. Advocacy learning dipandang sebagai suatu pendekatan alternatif terhadap pengajaran didaktis di dalam kelas yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari isu-isu sosial dan personal yang berarti melalui keterlibatan langsung dan partisipasi pribadi. Metode belajar ini menuntut para siswa terfokus pada topik yang telah ditentukan sebelumnya dan mengajukan pendapat yang bertalian dengan topik tersebut.6

Berdasarkan data awal, selama ini pembelajaran IPS di MTs Yaspina masih bersifat monoton dan kurang menarik, Sehingga setiap pelajaran berlangsung siswa jadi kurang tertarik dan kurang berminat dalam mengikuti pelajarannya. Selain itu didalam pembelajaran IPS masih menghadapi banyak kendala-kendala. Kendala-kendala yang dimaksud antara lain:

Pertama, guru pengampu mata Pelajaran IPS masih mengalami kesulitan dalam mengaktifkan siswa untuk terlibat langsung dalam proses penggalian dan penelaahan bahan pelajaran.

Kedua proses belajar dihadapkan pada kenyataan keberadaan sarana dan prasarana pembelajaran yang kurang memadai, sehingga hal tersebut juga menyebabkan guru kurang dapat mengenali sikap dan perilaku individual

5

Wina Sanjaya, Perencanaan Dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta : Prenada Media Group, 2008) H.194

6


(20)

siswa atau murid secara baik. Hal ini dapat berdampak pada kurangnya perhatian siswa terhadap materi pembelajaran.

Ketiga, sebagian siswa memandang mata pelajaran IPS sebagai mata pelajaran yang bersifat konseptual dan teoritis. Akibatnya siswa ketika mengikuti pembelajaran IPS merasa cukup mencatat dan menghafal konsep-konsep dan teori-teori yang diceramahkan oleh guru, tugas-tugas terstruktur yang diberikan dikerjakan secara tidak serius dan bila dikerjakan pun sekedar memenuhi formalitas.

Keempat, ketidak aktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Ini terlihat dalam observasi yang dilakukan, ketika guru mengajukan pertanyaan terkadang siswa enggan menjawabnya. Dan bahkan siswa tidak pernah mengawali untuk mengajukan pertanyaan atau merespon penjelasan materi pelajaran. Dari hal yang tersebut diatas membuat nilai hasil evaluasi akhir belajar siswa rendah.

Kelima, pembelajaran menggunakan metode klasikal atau berpusat pada guru (teacher center) dianggap membosankan dikarenakan dan anak didik cenderung pasif terhadap kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu seorang guru harus mampu menciptakan atau menggunakan metode pembelajaran yang variatif yang berpusat pada siswa (student center) salah satunya menggunakan metode pengajaran active learning dan diharapkan siswa aktif dalam proses pembelajaran seperti kebanyakan nilai dari belajar aktif berasal dari berpikir tentang aktifitas mereka melakukan dan mendiskusikan maknanya dengan yang lain-lain. Belajar aktif memiliki berbagai saran untuk membantu siswa merefleksikan apa yang telah mereka alami. Ini sering kali bermanfaat untuk menyampaikan pelajaran singkat setelah belajar aktif untuk menghubungkan apa yang peserta didik alami dengan konsep yang diinginkan oleh guru.7

7

Melvin L. Silberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif,(Bandung; Nusamedia,2006),H. 11


(21)

Kendala-kendala dalam penyelenggaraan Pembelajaran IPS sebagaimana dikemukakan di atas, jelas membawa pengaruh pada pencapain tujuan pembelajaran yang diharapkan. Kondisi semacam ini tentu tidak sejalan dengan semangat untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang kurang bermakna ini akan semakin meluas dan apabila pada proses pembelajaran tersebut guru masih menerapkan strategi dan pendekatan pembelajaran konvensional yang memandang siswa sebagai objek, komunikasi lebih banyak berlangsung searah, dan penilaian lebih menekankan aspek kognitif.

Dalam rangka mewujudkan pembelajaran IPS yang diharapkan, maka dipandang perlu diterapkan metode pembelajaran advokasi. Melalui pembelajaran advokasi ini siswa diajak untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang ada dalam masyarakat dan secara proaktif memberikan alternatif pemecahannya, sehingga diharapkan siswa akan mendapat banyak manfaat baik hasil maupun pelaksanaan akademik, sosial maupun sikap pengertian.

Melalui pembelajaran seperti ini, siswa dapat meningkatkan kemampuan dalam ketrampilan analisis, ketrampilan riset dan ketrampilan berbicara dan mendengar, sebagaimana mereka berpartisipasi dalam kelas pengalaman advokasi sehingga dapat digunakan ketika didalam masyarakat.

Dalam proses pembelajaran advokasi pemecahan masalah dilakukan melalui analiasis ilmiah terhadap isu-isu strategis yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara seperti berlakunya proses perubahan nilai-nilai dan norma-norma sosial budaya masyarakat akibat globalisasi.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian di MTs Yaspina Rempoa tepatnya pada siswa kelas VIII. Hal ini disebabkan karena rata-rata kelas siswa kelas VIII pada mata pelajaran IPS hanya 60, hal tersebut tentu merupakan nilai yang tergolong masih rendah, untuk itu penulis bermaksud mengadakan penelitian yang berjudul


(22)

Menggunkan Metode Advokasi di MTs Yaspina Rempoa Tangerang Selatan”.

B. Identifikasi Masalah

Dari masalah yang telah dijelaskan di atas maka dapat diidentifikasi masalahnya, yaitu:

1 Keterlibatan siswa selama proses pembelajaran masih kurang.

2 Hasil belajar IPS masih rendah

3 Potensi siswa belum dimanfaatkan secara optimal.

4 Metode pembelajaran yang kurang variatif.

5 Komunikasi praktis searah, interaksi kurang antara guru dengan siswa.

6 Sumber belajar yang dimiliki oleh siswa terkait dengan materi IPS kelas VIII masih minim

7 Siswa bersikap pasif, kurang antusias dalam diskusi kelas.

8 Proses belajar berlangsung secara konvensional.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis membatasi fokus penelitian pada: Penerapan metode pembelajaran advokasi dalam meningkatkan hasil belajar IPS Siswa kelas VIII MTs Yaspina.

D. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan langkah yang paling penting dalam penelitian ilmiah. Perumusan masalah berguna untuk mengatasi kerancuan dalam pelaksanaan penelitian. Berdasarkan masalah yang dijadikan fokus penelitian, masalah pokok penelitian tersebut dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimana Penerapan Metode Pembelajaran Advokasi dalam

Meningkatkan Hasil Belajar IPS Di MTs Yaspina Rempoa Tangerang Selatan?”


(23)

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan Hasil Belajar IPS dengan menggunakan metode pembelajaran advokasi pada siswa kelas VIII MTs Yaspina Ciputat Tangerang Selatan.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis:

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi terhadap metode yang tepat untuk digunakan dalam proses pembelajaran, khususnya dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

2. Maanfaat Praktis:

a. Bagi siswa, dengan memakai metode pembelajaran ini diharapkan dapat memberikan suasana belajar yang menyenangkan sehingga dapat memberikan hasil belajar yang baik dan siswa lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran.

b. Bagi pendidik, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan kepada guru bahwa metode pembelajaran Advokasi merupakan salah satu alternatif metode pembelajaran, agar tercipta suasana pembelajaran yang efektif dan efisien serta berkualitas.

c. Bagi sekolah, sebagai informasi baru dan pedoman dalam kegiatan belajar mengajar agar proses belajar sesuai dengan yang diharapkan.

d. Bagi peneliti, menambah pengetahuan tentang metode pembelajaran yang efektif dan menambah pengalaman mendidik.


(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritis

1. Hakikat belajar

Belajar merupakan proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dari sesuatu (pengetahuan) yang baru.8Kemampuan orang untuk belajar ialah ciri penting yang membedakan jenisnya dari jenis-jenis makhluk yang lain. Kemampuan belajar itu memberikan manfaat bagi individu dan juga bagi masyarakat. Bagi individu dalam kebudayaan kita, kemampuan untuk secara terus menerus memberikan sumbangan bagi pengembangan berbagai ragam gaya hidup. Dalam masyarakat, kita tidak heran mengetahui ada tradisi yang dapat megajar orang lain.

Bahwa yang namanya belajar tidak mengenal usia artinya semua orang harus belajar baik disekolah maupun dari apa yang ia alami, karena dengan belajar akan membuktikan sejauh mana kita mampu mengejar apa yang dicita-citakan sejak kecil.

a. Pengertian Belajar

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan9. Perubahan yang terjadi harus secara relatif bersifat menetap (permanen) dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang saat ini nampak, tetapi perilaku yang mungkin terjadi di masa mendatang, oleh karena itu, perubahan-perubahan terjadi karena pengalaman.

8

Trianto, Mendesain Metode Pembelajaran Inovative-Progresif, (Jakarta:Kencana Prenada Media, 2011), Cet.4 H. 15

9

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2010), Cet. 17, H. 87.


(25)

Menurut Sudjana berpendapat, belajar adalah “suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada individu yang belajar”.10Menurut Drs. Slameto juga merumuskan pengertian tentang belajar. Menurutnya belajar adalah “suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengamatan individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.11

Belajar atau yang disebut juga dengan learning, adalah perubahan yang secara relative berlangsung lama pada perilaku yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman. Belajar merupakan saah satu bentuk perilaku amat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Belajar membantu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dengan belajar inilah manusia bertahan hidup (survive).12

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan seluruh tingkah laku secara sadar yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang sehingga memperoleh hasil dan kegiatan tertentu.

Proses belajar mengajar, peserta didik bukan hanya sebagai objek, tetapi harus aktif berinteraksi dengan lingkungan belajarnya. Semakin peserta didik berinteraksi semakin baik hasil perubahan yang didapatnya. Belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan

10

Asep Jihad, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta:PT. Multi Pressindo,2010), Cet Ke 3 H. 2

11

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), H. 13

12

Zikri Neni Iska, Pengantar Pemahaman Diri Dan Lingkungan, (Jakarta: PT Kizi Brothers, 2008), Cet Ke-2


(26)

tingkah lakunya, keterampilan, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaanya dan lain aspek yang ada pada individu.13 Menurut Skiner, seperti yang dikutip Barlow dalam bukunya Educational Psycology: the teaching-learning process, berpendapat bahwa belajar adalah

“suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif”.14

Definisi belajar menurut psikologi adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat pengalaman atau latihan berupa memperoleh perilaku yang baru atau memperbaiki atau meningkatkan perilaku yang sudah ada yang terjadi melalui usaha dan mendengar, membaca, mengikuti petunjuk, mengamati, memikirkan, menghayati dan meniru serta mencoba. Gagne berpendapat bahwa belajar terjadi apabila situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikan rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu ke waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.

Peristiwa belajar tidak dapat dipisahkan dari setiap manusia, karena manusia selalu berusaha memperbaiki aktivitas-aktivitas yang mendorong dirinya untuk selalu belajar. Dalam melakukan aktivitas belajar, tidak jarang manusia berhadapan dengan masalah-masalah yang timbul dalam belajar. Hal inilah yang dapat membedakan derajat manusia dikaruniai akal budi, sedangkan makhluk yang lain tidak.

Belajar menurut Gagne, dalam buku the condition learning menyatakan bahwa: “Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu kewaktu sesudah ia

13

Nana Sudjana,Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar,(Bandung: PT. Algesindo Offest), Cet.5,H. 28

14

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2010), Cet. 17, H. 88


(27)

mengalami situasi tadi”.15 Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar.

Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa pada dasarnya belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan tingkah laku dan biasanya dilakukan secara sadar oleh seseorang, perubahan tingkah laku ini disebabkan karena manusia berinteraksi dengan sesamanya ataupun dengan lingkungannya. Apabila karena interaksi ini seseorang mengalami perubahan tingkah laku, maka dapat dikatakan ia telah belajar.

b. Prinsip-prinsip Belajar

Prinsip-prinsip Belajar untuk melengkapi berbagai pengertian dan makna belajar, perlu dikemukakan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan belajar. Proses belajar itu sangat kompleks sekali, tetapi dapat juga dianalisa dan diperinci dalam bentuk prinsip-prinsip atau asas-asas belajar. Hal ini perlu kita ketahui agar kita memiliki pedoman dengan teknik belajar yang baik.

Prinsip-prinsip itu ialah:

1. Belajar harus bertujuan dan terarah. 2. Belajar memerlukan bimbingan.

3. Belajar memerlukan pemahaman atas hal-hal yang dipelajari sehingga diperoleh pengertian-pengertian.

4. Belajar memerlukan latihan dan ulangan agar apa-apa yang telah dipelajari dapat dikuasai.

5. Belajar adalah suatu proses aktif dimana terjadi saling pengaruh secara dinamis antara murid dengan limgkungannya.

6. Belajar harus disertai keinginan dan kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan.

7. Belajar dianggap berhasil apabila telah sanggup menerapkan kedalam bidang praktik sehari-hari.16

15

M.Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung:PT Remaja Rosda Karya, 2004) Cet Ke-20

16


(28)

2. Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial

Tujuan proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh peserta didik setelah menerima atau menempuh pengalaman belajar. Perubahan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai peserta didik biasa disebut dengan hasil belajar.

Hasil belajar adalah perubahan perilaku siswa akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar.17 Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak mengajar yang diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi peserta didik, hasil belajar merupakan berakhirnya dari proses rangkaian belajar. Gagne membagi hasil belajar menjadi lima kategori. Yaitu:

a. Informasi verbal; mengkomunikasikan secara verbal ini diperoleh secara lisan, membaca buku, mendengarkan radio dan sebaginya. Pengungkapan

informasi yang tersimpan di dalam “tempat penyimpanan ingatan” itu

dapat juga menggunakan 'kunci' verbal yang lain.

b. Keterampilan intelektual; kecakapan untuk membuat diskriminasi, menguasai konsep dan aturan serta memcahkan masalah.

c. Strategi kognitif; kecakapan untuk mengelola dan mengembangkan proses berpikir dengan cara merekam, memuat analisis dan sintesis. Kecakapan-kecakapan ini memungkinkan terjadinya pengaturan, yaitu prose-proses yang mengaktifkan dan memodifikasikan proses belajar lain. Peserta didik menggunakan strategi lainnya untuk mengungkapkannya.

d. Sikap; kecakapan yang dicerminkan untuk merespon secara tetap terhadap stimulus. Respon tersebut dapat bersifat positif (menerima) atau negatif (menolak) tergantung kepada penilaian terhadap objek yang dimaksud sikap dapat mempengaruhi tindakannya dalam memilih sesuatu.

17


(29)

e. Keterampilan motorik; kecepatan yang dicerminkan oleh adanya kecepatan, ketepatan dan kelancaran gerakan otot-otot dan anggota badan.

Disini pembatasan masalah dibatasi pada proses kognitif yaitu kemampuan siswa untuk mengelola dan mengembangkan proses berpikir dengan cara merekam dan menganalisis agar didik paham terhadap materi yang disampaikan. Sementara itu dalam pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan menggunakan klasifikasi hasil belajar dalam Bunyamin Bloom yang secara garis besar menjadi tiga ranah yaitu:

a. Ranah Kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu penegtahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

b. Ranah Afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup.

c. Ranah Psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada tujuh ranah psikomotorik ini yaitu persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas.

Dari ketiga ranah tersebut yang menjadi objek penilaian hasil belajar.ranah kognitiflah yang akan dinilai oleh peneliti sekaligus guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para peserta didik dalam mengusai isi bahan pengajaran dalam kaitannya didalam penilaian hasil belajar.

Hasil belajar merupakan salah satu yang dijadikan pusat perhatian dalam dunia pendidikan, karena hasil belajar menentukan tingkat keberhasilan dalam proses belajar mengajar, guru berusaha semaksimal mungkin agar input dalam hal ini berupa mata pelajaran yang disampaikan dapat diproses didalam kelas dengan pola-pola tertentu, sehingga outputnya adalah peserta didik mendapatkan pemahaman, pengertian dan kemampuan dalam pemecahan masalah.


(30)

Hasil belajar adalah hasil perubahan tingkah laku yang meliputi 3 yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil belajar dapat diperoleh melalui seperangkat tes, dari hasil tes tersebut dapat memberikan informasi tentang seberapa jauh kemampuan menyerap materi oleh siswa setelah mengiktui proses belajar.18

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar antar lain:

a. Internal/dalam, yakni:

1. Fisiologi, yang terdiri dari kondisi fisik dan panca indera.

2. Psikologi, yang terdiri dari bakat, minat, kecerdasan, motivasi, dan kemampuan kognisi.

b. Eksternal/luar, yakni:

1. Lingkungan, yang terdiri dari alam dan sosial.

2. Instrumental, yang terdiri dari kurikulum, guru, sarana prasarana, administrasi dan manajemen.

Ada tiga aspek kompetensi yang harus dinilai untuk mengetahui seberapa besar pencapaian kompetensi tersebut, yakni penilaian terhadap:

a. Kognitif

Hasil belajar penguasaan materi (kognitif) bertujuan untuk mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar keilmuan (content objectives) berupa materi-materi esensial sebagai konsep kunci dan prinsip utama. Ranah kognitif ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan mental/otak. Ranah kognitf ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan mental/otak. Pada tahun 2001 Anderson dan Krathwohl melakukan revisi terhadap taksonomi Bloom menjadi (1) remember; (2) Understand; (3) apply; (4) analyze; (5) evaluate; dan (6) create.19 Namun

18

Jurnal Pendidikan & Kebudayaan (Depdiknas,Vol. 17 Nomor 2, Maret 2011)

19


(31)

saat ini taksonomi Bloom yang belum direvisi masih banyak digunakan oleh masyarakat pendidikan di Negara kita.

Kemampuan-kemampuan yang termasuk ke dalam domain kognitif oleh Bloom dkk, dikategorikan lebih terinci secara hierarki ke dalam 6 jenjang kemampuan, yakni pada ranah kognitif ini terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari yang tingkat rendah sampai tinggi, yakni: (1) pengetahuan/ingatan-knowledge; (2) pemahaman-Comprehension; (3) penerapan-aplication; (4) analisis-analysis; (5) sintesis-synthesis; dan (6) evaluasi-evaluation.

Jenjang kemampuan akan difokuskan pada tingkatan pemahaman dikarenakan subjek penelitian adalah sekolah tingkat pertama, penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Jenjang kemampuan ingatan (recall), dikenal sebagai jenjang C1

Pada jenjang ini didefinisikan sebagai proses mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya, mencakup fakta, rumus, konsep, prisip, dan prosedur yang telah dipelajari.

2. Jenjang kemampuan pemahaman (comprehention)/C2.

Pada jenjang ini didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari materi yang dipelajarinya, misalnya dapat menafsirkan bagan, diagram atau grafik, menerjemahkan suatu pernyataan verbal ke dalam rumusan matematis, meramalkan berdasarkan kecenderungan tertentu (ekstrapolasi dan interpolasi) menjelaskan informasi yang diterima dengan kata-kata sendiri.

3. Jenjang Kemampuan Penerapan/aplikasi/C3.

Jenjang ini didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi, prinsip, aturan, atau metode yang telah dipelajari dalam situasi konkrit yang baru.


(32)

4. Jenjang Kemampuan Analisis (analysis)/C4.

Jenjang ini didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk menguraikan suatu materi ke dalam bagian-bagiannya, atau menguraikan suatu informasi yang dihadapi menjadi komponen-komponennya sehingga struktur informasi serta hubungan antara komponen informasi tersebut menjadi jelas.

5. Jenjang kemampuan sintesis (synthesis)/C5.

Jenjang ini merupakan kemampuan untuk menggabungkan bagian bagian yang terpisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu. Termasuk kedalamnya kemampuan merencanakan eksperimen, menyusun karangan, menyusun cara baru mengklasifikasikan objek-objek, peristiwa, dan informasi lainnya.

6. Jenjang kemampuan evaluasi (evaluation)/C6

Jenjang ini didefinisikan sebagai kemampuan mempertimbangkan nilai suatu materi (pernyataan, uraian, pekerjaan) berdasarkan kriteria tertentuyang ditetapkan. Untuk menilai atau mengukur aspek penguasaan materi (kognitif) ini digunakan bentuk tes, yang dapat mengukur keenam tingkatan tersebut.

b. Afektif

Hasil belajar proses yang berkaitan dengan sikap dan nilai, berorientasi pada penguasaan dan pemilihan kecakapan proses atau metode. Ciri-ciri belajar ini akan tampak pada peserta didik dalam bertingkah laku, seperti perhatian terhadap mata pelajaran, kedesiplinan, motivasi belajar, rasa hormat kepada guru, dan sebagainnya. Hasil belajar afektif diklasifikasikan oleh David Krathwol dkk. Kedalam lima jenjang secara hierarkis yaitu:20

1. Receiving/attending

Receiving/attending yaitu kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala,.

20


(33)

2. Responding

Responding yaitu reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hasil belajar pada peringkat ini menekankan diperolehnya respon, atau kepuasan memberi respon.

3. Valuing

Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang menunjukan derajat internalisasi dan komitmen. Hasil belajar pada peringkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas.

4. Organization

Organization (organisasi) yaitu konseptualisasi nilai-nilai menjadi suatu sistem nilai

5. Characterization

Characterization merupakan ranah afektif yang tertinggi yaitu karakteristik nilai. Hasil belajar pada peringkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan rasa sosialis.

c. Psikomotor

Hasil belajar ini merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar. Simpson dalam sofyan, meyatakan bahwa hasil belajar psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan bertindak individu.21

Hasil belajar atau pembelajaran sebagai pengaruh yang memberikan suatu ukuran nilai dari metode (strategi) alternatif dalam kondisi yang berbeda. Ada hasil nyata yang diinginkan, hasil nyata berupa hasil-hasil kehidupan nyata dari menggunakan metode (strategi) spesifik dalam kondisi yang spesifik, sedangkan hasil yang diinginkan adalah tujuan-tujuan yang umumnya berpengaruh pada pemilihan suatu metode. Ia berarti hasil belajar erat

21


(34)

kaitannya dengan pemilihan metode yang digunakan pada kondisi (pembelajaran) tertentu.

Berdasarkan kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh seseorang setelah melakukan proses pembelajaran baik dari pihak siswa maupun dari pihak guru dan merupakan akhir dari suatu proses tersebut baik berupa perbuatan maupun dalam bentuk nilai. Hasil belajar diukur secara kognitf dari pencapaian siswa dalam mengusai materi dan meningkatnya hasil belajar siswa yang berupa peningkatan dalam bentuk nilai, serta fokus penelitian pada ranah kognitifnya dengan mengukur hasil belajar siswa. Adapun faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor luar dan faktor dalam. Salah satu faktor yang mempengaruhi berupa cara yang digunakan guru dalam menyampaiakan materi pelajaran, seperti penggunaan metode ataupun pendekatan pembelajaran yang berfungsi memudahkan proses pentransferan materi. Semakin tepat pemilihan metode atau strategi yang digunakan pada suatu proses pembelajaran, maka semakin baik juga hasil belajar yang diperoleh.

Tujuan Pembelajaran IPS

Dalam kajian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) terdapat beberapa istilah yang terkadang sering diartikan secara tumpang tindih antara satu dengan yang lain. Istilah-istilah tersebut adalah Studi Sosial, ilmu-ilmu sosial dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Meskipun pada masing-masing istilah tersebut sama-sama terdapat kata Sosial, akan tetapi dalam pengertian dan maknanya terdapat perbedaan.

Studi sosial merupakan suatu studi yang mengkaji dan menelaah berbagai gejala serta masalah sosial yang berhubungan dengan perkembangan dan struktur kehidupan manusia. Studi sosial bukanlah satu disiplin ilmu yang bersifat akademik-teoritik, tetapi merupakan program pendidikan yang dikembangkan dari ilmu-ilmu sosial (Social Sciences)”. bahkan dapat


(35)

merupakan bahan-bahan pelajaran bagi peserta didik sejak pendidikan dasar, dan dapat berfungsi selanjutnya sebagai pengantar bagi kelanjutan kepada disiplin ilmu di dalam mengkaji fenomena serta masalah-masalah sosial yang berhubungan dengan kehidupan manusia, studi sosial menggunakan bidang keilmuan yang termasuk kedalam lingkup disiplin ilmu-ilmu sosial. Sebagaimana dinyatakan Savage dan Amstong bahwa “Social stidies is the integrated study of social science of humanities to promote civic

competence”.

Berdasarkan definisi dan batasan-batasan tentang studi sosial yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa studi sosial merupakan program pendidikan yang dikembangkan dari ilmu-ilmu sosial, yang dalam mengkaji gejala-gejala dan masalah sosial yang bersangkutan manusia dengan kehidupan manusia, studi sosial biasanya menggunakan bidang keilmuan yang termasuk ke dalam lingkup disiplin ilmu-ilmu sosial (Social Sciences).

Menurut Muhammad Nu'man Somantri, IPS adalah “suatu penyederhana disiplin ilmu-ilmu sosial, ideologi, dan disiplin ilmu lainnya serta masalah-masalah sosial terkait, yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan padan tingkat pendidikan dasar dan menengah”.22Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, sikap, dan nilai peserta didik sebagai individu maupun sebagai sosial budaya.Kemudian dalam berbagai buku Social Studies, sering dijumpai bahwa para ahli merumuskan tujuan IPS dengan mengaitkannya pada usaha mempersiapkan murid atau siswa menjadi warga negara yang baik.

Tujuan pembelajaran IPS adalah untuk membantu peserta didik dalam mengusai, memahami, dan mengembangkan kemampuan yang berkaitan permasalahan sosial. Melalui IPS tersebut diharapkan peserta didik dapat

22

Nu'man Sumantri, Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, (PT Remaja Rosda Karya: Bandung, 2001) Cet Ke-1 H.74


(36)

berpikir secara rasional dan kritis dalam menanggapi isu-isu sosial dan membuat keputusan berdasarkan pada pengolahan informasi. Dengan demikian, peserta didik dapat berpartisipasi sebagai warga Negara sesuai kemampuan yang dimilikinya.23

Menurut Bloom, maka secara garis besar terdapat tiga sasaran pokok dari pembelajaran IPS, yaitu:

a. Pengembangan aspek pengetahuan (cognitive)

b. Pengembangan aspek nilai dan kepribadian (affective), dan c. Pengembangan aspek keterampilam (psycomotoric)

Dengan tercapainya tiga pokok tersebut diharapkan akan tercipta manusia yang berkualitas, bertanggung jawab atas pembangunan bangsa dan negara serta ikut bertanggung jawab terhadap perdamaian dunia, seperti diinginkan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.24

Pengembangan aspek kognitif dapat diupayakan melalui penguasaan materi (Subtansi) mata pelajaran IPS yang berasal dari ilmu-ilmu sosial, seperti: sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi dan tata negara. Oleh karena itu, pemilihan materi IPS yang bersumber pada ilmu-ilmu sosial bukan didasarkan atas pemikiran bahwa materi itu penting dilihat dari disiplin ilmunya, tapi karena penting dalam upaya untuk mencapai tujuan pendidikan.

Sedangkan untuk pengembangan aspek nilai dan kepribadian dalam pembelajaran IPS perlu di perhatikan bagaimana keterkaitan antara murid dan siswa dengan masyarakat. Tentang bagaimana keterkaitan antar murid dan siswa dan masyarakat, oleh karena, baik aspek nilai dan kepribadian, pengetahuan, maupun keterampilan yang dibina dan dikembangkan di sekolah tidak bisa lepas dari nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.

23

Jurnal Pendidikan & Kebudayaan (Depdiknas Vol.16, Edisi Khusus 2010) H 155

24


(37)

Berdasarkan uraian diatas, dapat dipahami bahwa IPS bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, sikap dan nilai peserta didik sebagai individu sehingga menjadi anggota masyarakat yang nantinya mampu hidup di tengah tengah masyarakat dengan baik sesuai dengan minat bakat kemampuannaya.

3. Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian Tindakan kelas merupakan suaatu kegiatan yang terdiri atas tiga langkah yang berulang melalui daur spiral, yaitu diawali dengan perencanaan, tindakan, dan evaluasi hasil tindakan.25 Tindakan ini dapat dipandang sebagai suatu praktik (pelaksanaan program) karena berupa tindakan-tindakan langsung untuk memperbaiki atau meningkatkan efektifitas suatu program.

Penelitian tindakan kelas adalah salah satu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dan proses pengembangan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah. Bisa dikatakan penelitian tindakan kelas merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan semata-mata untuk meningkatkan kemampuan rasional dari tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta untuk memperbaiki kondisi dimana praktik kegiatan kegiatan pembelajaran tersebut dilakukan.26

Ada beberapa pengertian dari penelitian tindakan kelas, yaitu sebagai berikut:

1) Kurt Lewin: penelitian tindakan adalah suatu rangkaian langkah yan terdiri atas empat tahap, yakni perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi

2) Kemmis dan Mc Taggart: penelitian tindakan adalah suatu bentuk self-inquiry kolektif yang dilakukan oleh para partisipan didalam situasi sosial untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari praktik sosial atau pendidikan yang mereka lakukan, serta mempertinggi pemahaman mereka terhadap praktik dan situasi praktik itu dilaksanakan.

3) Elliot: penelitian tindakan sebagai kajian dari sebuah situasi sosial dengan kemungkinan tindakan untuk memperbaiki kualitas situasi sosial tersebut.

25

Burhanudin Yasin, Penelitian Tindakan Kelas (Pendekatan Efektif-Perbaikan Mutu Pembelajaran Dan Prestasi Siwa). Dinas Pendidikan Nangroe Aceh Darussalam. Pengelolaan Pelatihan Guru SD, SLTP, Dan SLTA Edisi Pertama, (Malang: Universitas Negeri Malang,2002),H. 47

26

HM.Djunaidi Ghony, Penelitian Tindakan Kelas, (Malang:UIN Malang Press, 2008), H.8


(38)

4) Hasley 1972: penelitian tindakan adalah intervensi skala kecil dalam memfungsikan dunia nyata dan pemeriksaan cermat terhadap efek dari intervensi tersebut.27

Secara singkat PTK dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya itu serta memperbaiki kondisi dimana praktek-praktek pembelajaran tersebut dilakukan. PTK dilakukan berupa proses pengkajian daur ulang.

27

Kusnandar, Langkah Mudah Penelitan Tindakan Kelas, (Jakarta, PT Raja Grafindo Permata,2010), H 42-43


(39)

Siklus PTK

Gambar 2.1

Merencanakan

Tindakan Observasi Refleksi

Perencanaan kembali Refleksi

Tindakan/ Observasi

Perencanaan Kembali Refleksi

Tindakan/ Observasi

Kesimpulan/ Rekomendasi


(40)

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiridari empat fase, yaitu:

a. Perencanaan Tindakan

Pada fase ini guru merencanakan tindakan yang akan dilakukan dalam penelitian, baik berupa strategi pembelajaran sampai tugas-tugas yang akan diberikan siswa.

b. Pelaksanaan Tindakan

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Perbedaan tindakan yang terjadi pada setiap siklus tergantung dari hasil refgleksi pada siklus sebelumnya. Misalnya pada siklus I terlalu banyak PR/tugas yang membuat siswa bosan maka pada siklus II PR/tugas dikurangi.

c. Observasi

Observasi dilakukan sepanjang proses pembelajaran dalam penelitian ini dengan mencatat setiap kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa. d. Refleksi

Refleksi dilakukan berdasarkan data-data yang didapat selama observasi. Kemudian dianalisis kekurangan serta kelebihannya.

4. Metode pembelajaran cooperative learning dan teori yang

melandasinya.

a) Teori belajar Kontruktivisme

Teori Kontruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.28 Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah,

28Rusman

, Metode-Metode Pembelajaran, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009) Hal 201


(41)

menemukan segala sesuatu unutk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

Menurut teori kontruktivisme ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan didalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan pada proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.29

Salah satu bentuk pembelajaran yang sesuai dengan falsafah dari pendekatan kontruktivis adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif menggalakan siswa berinteraksi positif dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran aktif yang menekankan siswa bersama-sama secara kelompok dan tindak individual. Siswa secara berkelompok mengembangkan kecakapan hidupnya, seperti menemukan dan memecahkan masalah, pengambilan keputusan, berpikir logis, berkomunikasi efektif dan bekerja sama. Jangan biarkan siswa belajar sendiri yang mendorongnya menjadi individualis dan jangan pula dihadapkan pada kondisi kompetisi tidak sehat sesama temannya. Namun ciptakan cara agar siswa bisa bekerja sama.30

b) Sistem pembelajaran kooperatif (SPK)

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.31

29

Trianto, Mendesain Metode Pembelajaran Inovative-Progresif, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011), Cet Ke-4

30

Lukamnul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009)

31

Kusnandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2007)


(42)

Cooperative juga mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, mahasiswa secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Jadi, belajar Kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan mahasiswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian tersebut, Slavin (1984) mengatakan bahwa cooperative learning adalah suatu metode pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaborative yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.

Kooperatif mempunyai dua komponen utama, yaitu komponen tugas kooperatif (coperative task) dan komponen struktur insentif (cooperative incentive structure).32

Strategi pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.33

Menurut Davidson dan warsham: “pembelajaran cooperative adalah metode pembelajaran yang mengelompokan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berefektivitas yang mengintegrasikan ketrampilan social yang bermuatan akademis”34

Menurut lie (2002) pembelajaran kooperatif adalah system pembelajaran yang member kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama

32

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Pranada Media, 2011) Hal 248

33

Hamruni, Strategi Pembelajaran, (Yogyakarta: Insani Madani, 2012) Hal 119

34

Zulfiani, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009) Cet Ke-1


(43)

dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur, dan dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator.35

Slavin menyatakan bahwa “pembelajaran cooperative adalah suatu metode pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja sama dalam kelomopok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen”. Jadi dalam metode pembelajaran cooperative ini, siswa bekerja sama dengan kelompoknya untuk menyelesaikan suatu permasalahan.36

Karakter pembelajaran kooperatif diantaranya:

a. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis.

b. Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang dan tinggi.

c. Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda suku, budaya dan jenis kelamin.

d. Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok dari pada individu.37

Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsure metode gotong royong harus diterapkan.

a. Saling ketergantungan positif. b. Tanggung jawab perseorangan. c. Tatap muka.

d. Komunikasi Antaranggota. e. Evaluasi proses kelompok38

Disini juga menunjukan beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai cooperative learning.

35

Made Wena, Strategi Pembalajaran Innovative Kontemporer, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011) Hal 188

36

Robert E. Slavin, Cooperative Leraning, (Bandung; Nusa Media, 2005)

37

Masitoh Dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Direktorat Pendidikan Islam, 2009) Cet Ke-1

38

Anita Lie, Menerapkan Cooperative Learning Diruang-Ruang Kelas, (Jakarta: Grasindo, 2005) Cet Ke-4 Hal 31


(44)

Van sickle (1983) dalam penelitiannya mengenai metode cooperative learning dan implikasinya terhadap perolehan belajar siswa dan pengembangan kurikulum social studies, menemukan bahwa system belajar kelompok dan secara individual dan kelompok dalam metode cooperative learnig mendorong timbulnya tanggung jawab sosial dan individual siswa, berkembangnya sikap ketergantungan yang positif, mendorong peningkatan dan kegairahan belajar siswa, serta pengembangan dan ketercapaian kurikulum.

Penelitian Dra.Hj Etin Solihatin, M.pd, dkk (2001) yang di biayai proyek PGSM, dilakukan pada mahasiswa penyetaraan D-3 Tahap II untuk mata kuliah pendidikan IPS di Universitas Negeri Jakarta, menemukan bahwa penggunaan metode pembelajaran cooperative learning sangat mendorong peningkatan prestasi mahasiswa 20%, dan dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk belajar mandiri.39

Mengkaji beberapa temuan penelitian terdahulu, tampaknya metode cooperative learning menunjukan efektifitas yang sangat tinggi bagi perolehan hasil belajar siswa, baik dilihat dari pengaruhnya terhadap penguasaan materi pelajaran maupun dari pengembangan dan pelatihan sikap serta ketrampilan sosial yang sangat bermanfaat bagi siswa dalam kehidupan bermasyarakat. Adapun metode-metode pembelajaran cooperative learning sebagai berikut :

1) Metode Student Teams Achievement Division (STAD)

Metode dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkins.Menurut Slavin metode STAD merupakan variasi pembelajaran Kooperatif yang paling banyak diteliti. Metode ini juga sangat mudah beradaptasi, telah digunakan dalam matematika, IPA, IPS bahasa inggris, teknik dan banyak subjek lainnya, dan pada tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.

39

Etin Solihatin, Analisis Metode Pembelajaran IPS, (Jakarta:PT Bumi Aksara,2008), Cet Ke-3


(45)

Dalam STAD, siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran dan siswa-siswa di dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa mengusai pelajaran tersebut40. Akhirnya semua siswa menjalani kuis perseorangan tentang materi tersebut, dan pada saat itu mereka tidak boleh saling membantu satu sama lain. Nilai-nilai hasil kuis siswa diperbandingkan dengan nilai rata-rata mereka sendiri yang diperoleh sebelumnya, dan nilai-nilai itu diberi hadiah berdasarkan pada seberapa tinggi peningkatan yang bisa mereka capai atau seberapa tinggi nilai itu melampaui nilai mereka sebelumnya. Nilai-nilai ini kemudian dijumlahkan untuk mendapat nilai kelompok, dan kelompok yang dapat mencapai criteria tertentu bisa mendapatkan sertifikat atau hadiah-hadiah yang lainnya.

2) Metode Jigsaw

Metode ini dikembangkan dan diujicoba oleh Eliot Arison dan teman-temannya di Universitas Texas.Arti Jigsaw dalam bahasa inggris adalah gergaji ukir dan ada juga yang menyebutkan dengan istilah puzzle yaitu sebuah teka-teki menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif metode Jigsaw ini mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji (zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.

3) Investigasi Kelompok (Group Investigation)

Strategi belajar kooperatif GI dikembangkan oleh Shlomo Sharan dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel. Secara umum perencanaan pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik kooperatif GI adalah kelompok dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan beranggotakan 2-6 orang, tiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit materi yang akan diajarkan, dan kemudian membuat atau menghasilkan laporan kelompok. Selanjutnya, setiap kelompok mempresentasikan atau

40

Warsono Dan Harianto, Pembelajaran Aktif, (Bandung: PT Rosda Karya, 2012) Hal 197


(46)

memamerkan laporannya kepada seluruh kelas, untuk berbagi dan saling tukar informasi temuan mereka. Menurut Slavin (1995a), strategi belajar kooperatif GI sebenarnya dilandasi oleh filosofi belajar john Dewey. Teknik kooperatif ini telah secara meluas digunakan dalam penelitian dan memperlihatkan kesuksesannya terutama untuk program-program pembelajaran dengan tugas-tugas spesifik.

Dari sekian banyak metode pembelajaran kooperatif, disini peneliti akan menggunakan metode pembelajaran Advokasi dengan tujuan menciptakan diskusi kelas yang mampu merangsang peserta didik untuk melakukan diskusi kelas untuk mengembangkan pemiikiran dan refleksi, khususnya jika para peserta didik diharapakan mengambil posisi yang bertentangan dengan pendapatnya. Ini adalah sebuah strategi untuk suatu perdebatan yang secara aktif melibatkan setiap peserta didik dalam kelas-bukan hanya orang-orang yang terlibat, perbedaan debat biasa dengan Advokasi terletak pada implikasinya. Debat biasanya dimaksudkan untuk adu pendapat antar individu atau kelompok yang berbeda pendapat, tidak dimaksudkan untuk memperoleh kesepakatan seperti diskusi pada umumnya dan hanya melibatkan juru bicara yang mewakili kelompoknya.41 Sedangkan Advokasi seorang guru berusaha menyajikan suatu debat yang mampu meransang peserta didik untuk mengambil posisi yang bertentangan dengan pendapatnya. Pertukaran pendapat dapat diatur antara peserta didik, seluruh strategi tersebut dirancang agar setiap peserta didik terlibat. Ini adalah sebuah strategi untuk suatu perdebatan yang secara aktif melibatkan setiap peserta didik dalam kelas-bukan hanya orang-orang yang terlibat.

5. Metode Pembelajaran Advokasi

Belajar advokasi menuntut siswa menjadi advokat dari pendapat yang bertalian dengan topik yang tersedia. Para siswa menggunakan ketrampilan

41


(47)

riset, keterampilan analisis dan keterampilan berbicara dan mendengar, sebagaimana mereka berpartisipasi dalam kelas pengalaman advokasi, mereka dihadapkan pada isu isu kontroversial dan harus mengembangkan suatu kasus untuk mendukung pendapat mereka dalam perangkat petunjuk dan tujuan tujuan khusus. Perdebatan adalah latiham memahami pendapat orang lain yang berbeda dan barulah orang lain diharap bisa memahami. Proses debat dalam sesi ini adalah latihan meyakinkan pihak lawan dan memahami argumentasi lawan. Perdebatan pada dasarnya bukan mencari kemenangan dengan mengalahkan pihak lain, tetapi berargumentasi secara logis sehingga dapat diterima pihak lawan.42.

Beberapa Peranan metode advokasi dapat digunakan apabila :

1. Ketika siswa terlibat langsung dalam penelitian dan penyajian debat, ke akunnya lebih banyak ikut serta dalam proses dibandingkan dengan situasi ceramah tradisional.

2. Proses debat meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa karena hakikat debat itu sendiri.

3. Para siswa terfokus pada suatu isu yang berkenaan dengan diri mereka dan kadang-kadang yang berkenaan dengan masyarakat luas dan isu-isu personal.

4. Pada umumnya siswa akan lebih banyak belajar mengenai topik mereka dan topik-topik lainnya bila mereka dilibatkan langsung dalam pengalaman debat.

5. Proses debat memperkuat penyimpanan ( retention ) terhadap komponen-komponen dasar suatu isu dan prinsip-prinsip argumentasi efektif.

6. Belajar advokasi dapat digunakan baik belajar disekolah dasar maupun belajar disekolah lanjutan. Berdasarkan tingktan siswa, metode ini dapat diperluas atau di sederhanakan pelaksanaanya.

7. Pendekatan instruksional belajar advokasi mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dalam logika, pemecah masalah, berpikir kritis,sperti konsep

42


(48)

diri, rasa kemandian diri, turut memperkaya sumber-sumber komunikasi antar pribadi secara afektif, meningkatkan rasa percaya diri untuk mengemukan pendapat, serta melakukan analisis secara kritis terhadap bahasan dan gagasan yang muncul dalam debat.43

Berikutnya Langkah-langkah yang ditempuh dalam melakasankan metode advokasi :

1. Memilih suatu topik debat berdasarkan pertimbangkan aspek kebermaknaan, tingkatan siswa, relevansi dengan kurikulum, dan minat para siswa.

2. Memilih dua regu debat, masing-masing dua siswa tiap regu untuk tiap topik.

3. Menjelaskan fungsi tiap regu dalam kelas.

4. Menyediakan petunjuk dan asistensi kepada siswa untuk membantu mereka menyiapkan debat.

5. Dalam pelaksanaan debat, para audience melakukan fungsi observasi khusus selama berlangsungnya debat.44

6. Tempatkan dua hingga empat kursi ( tergantung jumlah dari sub kelompok yang di buat oleh tiap pihak ), bagi para juru bicara dari pihak pro dalam posisi berhadapan dengan jumlah kursi yang sama bagi juru bicara dari pihak yang kontra.45

7. Setelah semua peserta didik mendengarkan argument pembuka, hentikan debat dan suruh mereka kembali ke sub kelompok awal mereka. Perintahkan sub-sub kelompok untuk menyusun strategi dalam rangka mengkonter argument dari pihak lawan. Sekali lagi, perintahkan sub kelompok memilih juru bicara, akan lebih baik bila menggunakan orang baru.

8. Perintahkan juru bicara yang duduk berhadap-hadapan untuk memberikan argumentasi tandingan. Dan ketika debat berlanjut (pastikan untuk menyelang-nyeling antara kedua belah pihak), anjurkan peserta lain untuk

43

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001), H. 228-229

44

Ibid, H. 230

45


(49)

memberikan catatan yang memuat argument tandingan atau bantahan kepada pendebat mereka. Juga, anjurkan mereka untuk memberi tepuk tangan atas argumen yang disampaikan oleh perwakilan tim debat mereka. 9. Pada saat debat berakhir, usahakan agar tidak menyebut pemenangnya,

dan perintahkan peserta didik untuk kembali berkumpul dalam satu lingkaran. Pastikan untuk mengumpulkan peserta didik dengan duduk bersebelahan dengan peserta didik dari pihak yang berlawanan. Lakukan diskusi dalam satu kelas penuh tentang apa yang didapatkan oleh peserta didik dari persoalan yang telah diperdebatkan. Juga perintahkan peserta didik untuk mengenali apa yang menurut mereka merupakan argumen terbaik yang dikemukakan kedua belah pihak.46

Dalam proses debat terdapat dua regu, yakni regu yang mendukung suatu kebijakan (affirmative) dan regu lawannya ialah regu oposisi (negative). Masing-masing regu menyampaikan pandangan/pendapatnya disertai argumentasi, bukti, dan berbagai landasan, serta menunjukan bahwa pandangan pihak lawannya memiliki kelemahan, sedangkan pandangan regunya sendiri adalah yang terbaik. Tiap regunya berupaya meyakinkan kepada para pengamat, bahwa pandangan/pendapat regunya yang paling baik dan harus diterima. jadi, tiap regu bertanggung jawab dari setiap anggota regunya. Proses debat antara dua regu dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Peranan regu pendukung

Esensi pendukung adalah menyatakan “ya” terhadap proposisi. Pendukung

menghendaki perubahan status quo dan merekomendasikan suatu kebijakan untuk diadopsikan. Tanggung jawab pertama dari pendukung ialah mengklarifikasi makna proposisi dengan cara mendifinisikan istilah-istilah yang samar-samar/belum jelas, sedangkan istilah-istilah yang sudah dipahami tak perlu didefinisikan. Pendefinisian dapat dilakukan dengan berbagai cara,

46

Melvin L. Silberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung: Nusamedia, 2006), H. 141


(50)

misalnya dengan cara otoriter (penetapan), contoh: penjelasan, estimologi, atau kombinasi dari berbagai cara tersebut.

2. Peranan regu penentang

Regu penentang (negative team) menentang proposisi atas dasar sistem yang ada sekarang adalah adekuat dan efektif. Secara esensial mereka berkata

“tidak” terhadap resolusi yang di ajukan oleh kelompok lawannya.

Tidak ada kebutuhan untuk mengadopsi proposal yang diusulkan oleh regu pendukung. Mereka mempertahankan sistem sekarang (status quo), menolak rencana yang diusulkan karena tidak dapat dilaksanakan dan tidak di inginkan.

B.Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan

Tabel 2.1

Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan

Tahapan Jenis Kegiatan Langkah Tindakan yang dilakukan

Tahap I 1. identifikasi permasalahan - mengenai bahan ajar yang tersedianya

- kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya

- alat dan cara evaluasi yang dilakukan

2. Penyusunan komponen-komponen pembelajaran

Mengkaji komponen pembelajaran yang telah disusun kemudian di review sehingga komponen-komponen pembelajaran dapat


(51)

Tahap II

Tahap III

disempurnakan Mengkaji dan mereview

komponen pembelajaran

- observasi kelas untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi komponen-komponen pembelajaran yang

dikembangkan

- analisis dan refleksi data hasil pengamatan proses

pembelajaran

- mengumpulkan informasi dengan melakukan wawancara kepada guru

PELAKSANAAN TINDAKAN

SIKLUS I

PERENCANAAN

- Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkannya - menentukan pokok bahasan - Membuat skenario

pembelajaran

- menyusun lembar latihan soal siswa

- Mengembangkan rencana oembelajaran

- Mengembangkan format observasi pembelajaran Tindakan Menetapkan tindakan sesuai

dengan skenario yang telah dibuat

Pengamatan - Mengobservasi efektifitas, efesiensi, dan relevansi strategi pembelajaran yang


(52)

diterapkannya- Mengobservasi aktivitas siswa selama proses pembelajaran

- Mengobservasi aktivitas guru selama proses pembelajaran Refleksi Melakukan evaluasi tindakan

yang tealh dilakukan meliputi efektivitas, efisiensi dan relevensi strategi yang diterapkan, aktivitas siswa selama proses pembelajaran serta mengembangkan tindakan selanjutnya.

SIKLUS II

Perencanaan

- Identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah

- pengembangan tindakan Tindakan Pelaksanaan tindakan II

berdasarkan hasil refleksi dari siklus I

Pengamatan Pengumpulan data tindakan meliputi:

-kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang diterapkannya

- Aktifitas siswa selama proses pembelajaran

- Aktivitas guru selama proses pembelajaran


(53)

Refleksi Evaluasi Tindakan II

C.Penelitian yang Relevan

1. Berdasarkan hasil penelitian Zulhanita dengan judul Perbandingan Metode Pembelajaran Advokasi Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Untuk Meningktkan Hasil Belajar Siswa, menyatakan hasil analisis data menunjukan nilai rata-rata hasil belajar IPS siswa kelas X-1 yang diajarkan dengan menggunakan metode pembelajaran advokasi adalah 67,8 dan nilai rata-rata hasil belajar IPS siswa kelas X-2 yang diberikan pemebelajaran metode pembelajaran Teams Games Tournament adalah 64,89 dengan nilai thitung = 0,85 dan nilai ttabel = 1,668 hal ini menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil belajar IPS siswa antara yang diberikan pemebelajaran melalui metode pembelajaran advokasi dengan metode pembelajaran Teams Games Tournament.

2. Berdasarkan hasil penelitian Eka Wijana dengan judul Penerapan Metode Belajar advokasi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembelaran Matematika, menyatakan bahwa hasil penelitian diperoleh data kenaikan prosentase pencapaian ketuntasan belajar klasikal pada siklus I 73,3% dan siklus II 86,67% sedangkan keaktifan klasikal pada siklus I 51,7% dan siklus II 66,67% dan kesimpulan dari penelitian ini bahwa melalui penerapan metode belajar advokasi pada materi lingkaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa dikelas VIII.

3. Berdasarkan hasil penelitian Rohana, Islamias, Johni Azmi dengan judul Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif advokasi untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa pada Pembelajaran Kimia Pokok Bahasan Hidrokarbon di Kelas X SMAN 2 Pekanbaru,Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji satu pihak dengan kriteria probabilitas (1- α) pada taraf signifikan α = 0,05 dan dk(n1+n2-2)


(54)

= 71. Dari tabel X dapat dilihat bahwa nilai thitung = 3,42 dan ttabel = 1,67. Hal ini berarti thitung > ttabel (3,49 > 1,67), maka hipotesis

“penerapan metode pembelajaran kooperatif advokasi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pembelajaran kimia pokok bahasan hidrokarbon di kelas X SMAN 2 Pekanbaru” dapat diterima. Penerapan metode pembelajaran kooperatif advokasi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan hidrokarbon di kelas X SMAN 2 Pekanbaru dengan peningkatan sebesar 13,71%. Artinya pengaruh penerapan metode pembelajaran kooperatif advokasi terhadap peningkatan prestasi siswa meningkat sebesar 13,71%. 47

D.Kerangka Berpikir

Mengenai strategi-strategi yang ada dalam prose belajar mengajar, sering banyak terjadi pada seorang guru yang melakukan pengajaran tanpa menggunakan strategi ataupun teknik-teknik dalam mengajar Metode ceramah dan tanya-jawab mungkin sering digunakan dalam pembelajaran. Memang kedua metode tersebut sangat diperlukan karena dapat melatih siswa aktif dan turut serta dalam pembelajaran. Tetapi masih banyak strategi atau metode pembelajaran lain untuk mengajar yang dapat membuat suasana dalam proses belajar mengajar dapat menyenangkan dan tidak menimbulkan kejenuhan yang akan mengakibatkan pada hasil belajar siswa, karena malas mengikuti pelajaran tersebut. Salah satunya menggunakan metode pembelajaran advokasi, karena metode pembelajaran ini akan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan akan melatih siswa untuk dapat berpikir dan dapat menganalisis apapun yang mereka lihat dan mereka temukan.

47

“Pe erapa Model Pe belajara Kooperatif Advokasi untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa pada Pembelajaran Kimia Pokok Bahasan Hidrokarbon di Kelas X SMAN 2 Peka baru “ diakses melalui

http://repository.unri.ac.id/bitstream/123456789/1438/1/JURNAL%20ROHANA.pdf pada 18 april 2013 pukul 14.4


(55)

Metode pembelajaran advokasi merupakan kegiatan belajar mengajar dimana siswa dihadapkan pada suatu keadaan atau masalah untuk kemudian dicari jawaban dalam sebuah kotak angka-angka kemudian mengarsirnya. Keunggulan advokasi adalah metode pembelajaran yang bervariatif, lebih bermakna, menantang sekaligus menyenangkan bagi para siswa.

Dengan menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), akan terlihat apakah dengan menggunakan metode pembelajaran advokasi dapat meningkatkan hasil belajar. Dengan melakukan penelitian dua siklus yang apabila siklus I tidak didapatkan hasil yang sesuai KKM, maka akan dilaksanakan siklus II sampai tercapainya hasil belajar sesuai KKM. Untuk tindak lanjut maka akan diadakan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi di sekolah MTs Yaspina Rempoa Tangerang Selatan. Agar tujuan penelitian dan identifikasi masalah yang di angkat pada penelitian ini akan terjawab. Sehingga dapat menghasilkan proses belajar yang efektif, yang dapat menimbulkan rasa semangat siswa dalam belajar sehingga menciptakan hasil belajar siswa yang terus meningktat sehingga dapat membantu guru dalam keberhasilan suatu proses kegiatan belajar mengajar disekolah tersebut.

Untuk lebih jelasnya maka penulis menciptakan kerangka berpikir, agar pembaca dapat memahami alur dari penelitian ini.


(56)

Kerangka Berpikir

Gambar 2.2

Menggunakan Metode pembelajaran advokasi

Pada Pembelajaran IPS

Terhadap Hasil Belajar

Melakukan Metode PTK

Dilihat dari

Lembar Observasi

Tes Hasil Belajar

Lembar Wawancar

Kuisioner

Siklus I

Siklus II Perencanaan

Pelaksanaan

Pengamatan


(57)

E. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berpikir diatas hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut Metode Pembelajaran advokasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS di MTs Yaspina ciputat.


(58)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di MTs YASPINA Rempoa Tangerang Selatan Banten. Waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah pada semester ganjilbulan Agustus-November tahun ajar 2013/2014.

B. Metode dan Desain Intervensi Tindakan

Metode yang digunakan adalah metode penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah suatu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti dikelasnya atau bersama-sama dengan orang lain (kolaborasi) dengan jalan merancang, melaksanakan dan merefleksikan tidadakan secara kolaboratif, dan patisifatif yang bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu proses pembelajaran dikelasnya melalui suatu tindakan tertentu dalam suatu siklus48. Penelitian ini terdiri dari empat komponen pokok yang juga menunjukan langkah, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Hubungan antara keempat komponene tersebut menunjukan sebuah siklus atau kegiatan berulang.

Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif dengan guru bidang studi secara bergantian. Observasi dilakukan oleh peneliti dan guru secara bergantian pula. Penelitian tindakan kelas (PTK) dilakukan berdasarkan suatu siklus. Masing-masing siklus meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan refleksi. Suatu siklus akan dilanjutkan apabila kriteria keberhasilan yang diharapkan belum tercapai dan siklus akan berhenti apabila kriteria keberhasilan telah tercapai.

48

Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru, (Jakarta:PT Raja Grafindopersada,2010),H. 44-45


(59)

Desain Penelitian49

Gambar 3.3

C.Subjek Partisipan yang Terlibat dalam Penelitian

Subjek penelitian adalah orang yang akan diteliti dalam hal yang berkenaan dengan penelitian tindakan kelas yaitu seluruh siswa kelas VII MTs Yaspina Rempoa Ciputat.

49

Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007).H.16

Permasalahan Perencanaan

Tindakan I

Guru Sebagai Penjawab

Pengamatan/ Pengumpulan

Data I

Permasalahan baru Hasil refleksi

Perencanaan Tindakan II

Siswa sebagai Penjawab

Pengamatan/ Pengumpulan data

II Refleksi I

Refleksi I

Apabila permasalahan Belum terselesaikan

Dilanjutkan Ke siklus Selanjutnya Siklus I


(60)

D.Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian

Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ini adalah bertindak sebagai guru dan sekaligus peneliti. Peneliti melakukan penelitian dibantu oleh guru mata pelajaran serta observer yang mencatat segala aktivitas yang dilakukan oleh siswa selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan metode pembelajaran Advokasi.

E.Tahapan Intervensi Tindakan

Tabel 3.1

Tahapan Intervensi Tindakan

Siklus Tahapan Kegiatan

I Perancanaan ide awal Memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran

Kegiatan Pendahuluan - Observasi proses pembelajaran di kelas - Wawancara dengan guru kelas

1. Perencanaan - menyiapkan kelas tempat penelitian - membuat RPP

- menyiapkan materi ajar untuk setiap pertemuan

- menyiapkan lembar soal, catatan lapangan, lembar observasi, lembar wawancara - menyiapkan tes akhir siklus

- menyiapkan alat dokumentasi 2. Tindakan - Guru memberikan soal pretes untuk

mengetahui pengetahuan awal siswa - guru memberi penjelasan mengenai langkah-langkah metode pembelajaran advokasi


(61)

II

- guru menyampaikan indikator/ tujuan yang ingin dicapai pada pembelajaran ini - guru memberikan motivasi dan apresiasi agar tertarik untuk belajar

- membentuk kelompok secara heterogen - guru memberi penjelasan sebagai

pengantar untuk membangun konsep awal siswa

- guru menyampaikan masalah yang harus dipecahkan

- Siswa praktikum dan dibimbing oleh guru - guru memberikan tes akhir

3. Pengamatan - mengobservasi proses pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran advokasi

-mengamati aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran

-mendokumentasikan kegiatan pembelajaran

4. Refleksi - mengumpulkan hasil observasi, hasil tes belajar siswa dan menganalisisnya

- melakukan pertemuan untuk membahas hasil evaluasi, skenario dan lks bersama guru IPS

- merencanakan siklus II untuk

memperbaiki kekurangan yang belum bisa dicapai pada siklus II

1. Perencanaan - menyiapkan kelas tempat penelitian - membuat RPP


(62)

pertemuan

- menyiapkan lembar soal, catatan lapangan, lembar observasi, lembar wawancara

- menyiapkan tes akhir siklus - menyiapkan alat dokumentasi 2. Tindakan - Guru memberikan soal pretes untuk

mengetahui pengetahuan awal siswa - guru memberi penjelasan mengenai langkah-langkah metode pembelajaran advokasi

- guru menyampaikan indikator/ tujuan yang ingin dicapai pada pembelajaran ini - guru memberikan motivasi dan apresiasi agar tertarik untuk belajar

- membentuk kelompok secara heterogen - guru memberi penjelasan sebagai

pengantar untuk membangun konsep awal siswa

- guru menyampaikan masalah yang harus dipecahkan

- guru memberikan tes akhir

3. Pengamatan - mengobservasi proses pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran advokasi

-mengamati aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran

-mendokumentasikan kegiatan pembelajaran

4. Refleksi Mengevaluasi proses pembelajran siklus II. Apabila indikator keberhasilan telah


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Penerapan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (Ctl) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS

0 5 205

Hubungan antara sikap siswa terhadap mata pelajaran IPS dengan hasil belajar IPS kelas X SMK Attaqwa 05 Kebalen

1 17 97

Hubungan antara persepsi siswa tentang kemampuan mengajar mahasiswa PPKT dengan minat belajar siswa: studi kasus di MTs Nur Asy-Syafi’iyah (YASPINA), Rempoa Ciputat, Tangerang Selatan.

1 50 115

Peningkatan hasil belajar siswa dengan metode diskusi pada mata pelajaran IPS di kelas V MI Ta’lim Mubtadi I Kota Tangerang

0 12 121

Penggunaan metode tanya jawab dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran IPS Kelas IV di MI Unwanul Huda Jakarta Selatan

8 110 81

Peningkatan Hasil Belajar Ips Siswa Dengan Menggunakan Metode Sosiodrama Di Smp Nusantara Plus Kelas Viii-4 Ciputat Tangerang Selatan

0 5 197

Hubungan komunikasi guru-siswa dengan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS di MAN 15 Jakarta

2 46 130

Upaya peningkatan hasil belajar mata pelajaran fiqih melalui metode advokasi : Penelitian tindakan kelas pada kelas VIII MTS. Al-Huda Bekasi Timur

15 103 155

PENINGKATAN MINAT BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA Peningkatan Minat Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Dengan Menggunakan Media Monopoly SDN 01 Giriwarno Tahun Ajaran 2013/2014.

0 2 17

PENINGKATAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE BELAJAR KELOMPOK MATA PELAJARAN MATEMATIKA PADA Peningkatan Hasil Belajar dengan Menggunakan Metode Belajar Kelompok Mata Pelajaran Matematika pada Siswa Kelas IV SDN Celep V Kedawung Sragen Tahun Ajara

0 2 15