35 kemampuan menyeimbangkan kompetensi akademik dan sosial, penyesuaian
terhadap berbagai kelompok, sikap sosial, dan kepuasan pribadi. Apabila anak memiliki karakteristik diatas, maka kemungkinan besar
anak akan diterima oleh teman sebayanya. Selanjutnya karakteristik penerimaan teman sebaya tersebut dijadikan pedoman pembuatan instrumen
penelitian penerimaan
teman sebaya
karena dianggap
mampu menggambarkan kondisi penerimaan teman sebaya.
C. Tinjauan Tentang Bullying
1. Pengetian Perilaku
Bullying
Nelson dan Israel 2009: 200 menjelaskan bahwa bullying dicirikan dengan adanya ketidaksetaraan kekuatan dan adanya perilaku yang bertujuan untuk
menyakiti dan menyebabkan ketakutan pada orang lain. Sementara itu, Hemphill et.al 2014: 11-13 berpendapat bahwa parameter bullying dapat dilihat dari tiga
aspek, yakni adanya intensi untuk melakukan tindakan agresif terhadap orang lain yang mengakibatkan kerusakan secara fisik, psikologi, dan sosial pada diri orang
tersebut; perilaku kekerasan atau agresif dilakukan secara berulang; dan adanya ketidaksetaraan kekuatan power imbalance antara pelaku dan korban.
Hemphill et.al 2014: 12 menekankan bahwa indikator intensi untuk menyakiti orang lain tidak bersifat mutlak, artinya tindakan bullying bisa didasari
kesengajaaan ataupun ketidaksengajaan. Sementara Olweus dalam Benitez dan Justicia, 2006 :154 berpendapat bahwa segala tindakan yang bertujuan untuk
menyakiti orang lain dikategorikan sebagai perilaku bullying. Lebih lanjut Olweus
36 dalam Benitez dan Justicia, 2006: 154 juga menjelaskan bahwa kekerasan atau
perilaku agresif terhadap orang lain yang didasari pada motif untuk memperoleh keuntungan material, pribadi maupun sosial dikategorikan dalam perilaku
bullying. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahwa intensi untuk melakukan tindakan bullying merupakan salah satu indikator
bullying, namun intensi tidak dapat dijadikan ukuran tunggal mengkategorikan suatu tindakan sebagai bullying sehingga perlu adanya karakteristik lain yang
menyertainya. Suatu tindakan yang dilakukan sekali namun mengakibatkan serangkaian
dampak negatif pada diri korban juga dikategorikan sebagai tindakan bullying. Artinya meskipun suatu tindakan tidak dilakukan berulang-ulang namun
mengakibatkan dampak yang besar pada diri korban, maka tindakan tersebut termasuk dalam tindakan bullying. Kasus semacam ini biasanya terjadi dalam
cyber bullying dimana pelaku hanya melakukan sekali tindakan bullying, namun tindakan bullying yang dilakukan memicu timbulnya tindakan bullying dari orang
lain terhadap korban Hemphill et.al, 2014: 13. Olweus dalam Benitez dan Justicia, 2006 :154 secara rinci menyebutkan bahwa suatu perilaku dikategorikan
bullying apabila perilaku agresif atau kekerasan dilakukan sekali dalam seminggu dan dilakukan dalam kurun waktu minimum enam bulan.
Ketidaksetaraan kekuatan
power imbalance
dapat diukur
dari ketidaksetaraan secara faktual factual power imbalance maupun ketidaksetaraan
yang dapat dirasakan perceived power imbalance. Ketidaksetaraan secara faktual Factual power imbalance merupakan kesetidaksetaraan yang dapat
37 dilihat secara nyata oleh indra manusia. Ketidaksetaraan ini biasanya tampak
dalam bentuk perbedaan fisik, misalnya adanya perbedaan umur, perbedaan wana kulit, perbedaan bentuk badan, perbedaan warna rambut dan lain lain. Sementara
ketidaksetaraan kekuatan yang dirasakan perceived power imbalance merupakan ketidaksetaraan yang tidak tampak oleh indra manusia namun dapat dirasakan.
Ketidaksetaraan ini biasanya dapat dilihat dalam perbedaaan sosial, perbedaan kemampuan, perbedaan ekonomi dan lain lain Hemphill et.al, 2014: 13.
Berdasarkan indikator tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa bullying adalah suatu perilaku agresif yang dilakukan secara berulang akibat adanya
ketidaksetaraan kekuatan dan dilakukan untuk menyakiti orang lain secara fisik, sosial, atau psikologis.
2. Pelaku dan Korban