PENGARUH INTENSITAS PENGGUNAAN SOSIAL MEDIA DAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR.

(1)

i

PENGARUH INTENSITAS PENGGUNAAN SOSIAL MEDIA DAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU BULLYING

SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Naning Pratiwi NIM 12108241029

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

“Waktu Laksana Pedang.

Jika engkau tidak menggunakanya, maka ia akan menebasmu. Dan dirimu jika tidak tersibukan dengan kebaikan, pasti akan tersibukan

dalam hal yang sia-sia” - Imam Syafi’i


(6)

PERSEMBAHAN Skripsi ini dipersembahkan untuk:

1. Kedua orang tua dan adik tercinta. Bapak Luarno, Ibu Dasiyem, dan Junita. 2. Almamater tercinta, Universitas Negeri Yogyakarta.


(7)

vii

PENGARUH INTENSITAS PENGGUNAAN SOSIAL MEDIA DAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP

PERILAKU BULLYING SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

Oleh Naning Pratiwi NIM 12108241024

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui pengaruh intensitas penggunaan sosial media terhadap perilaku bullying pada siswa kelas V sekolah dasar; 2) mengetahui pengaruh penerimaan teman sebaya terhadap perilaku bullying pada siswa kelas V sekolah dasar; 3) mengetahui pengaruh penggunaan sosial media dan penerimaan teman sebaya secara bersama-sama terhadap periaku bullying pada siswa kelas V sekolah dasar.

Penelitian ini merupakan penelitian expost facto dengan pendekatan kuantitatif. Subjek penelitian ini terdiri dari 267 siswa kelas V sekolah dasar dengan 152 sampel. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik probability sampling jenis simple random sampling. Penentuan jumlah anggota sampel pada penelitian ini menggunakan Nomogram Henrry King dengan tingkat kesalahan (error) sebesar 0,5%. Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner sedangkan analisis data menggunakan analisis regresi sederhana dan regresi ganda.

Hasil Penelitian menunjukan bahwa: 1) intensitas penggunaan sosial media berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku bullying siswa kelas V sekolah dasar dengan koefisien regresi sebesar 0,163 dan signifikansi sebesar 6,646 (P=0,000; <0,05); 2) intensitas penerimaan teman sebaya berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perilaku bullying siswa kelas V sekolah dasar dengan koefisien regresi sebesar -0,496 dan signifikanasi sebesar -6,968 (P=0,000; <0,05); 3) intensitas penggunaan sosial media dan penerimaan teman sebaya secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap perilaku bullying dengan koefisien regresi intensitas sosial media sebesar 26,169, koefisien regresi penerimaan teman sebaya sebesar -380, dan koefisien signifikansi (F) sebesar 41,300 (P=0,000; <0,05). Koefisien determinasi (r2) menunjukan hasil 0,360, artinya intensitas penggunaan sosial media dan penerimaan teman secaya secara bersama-sama berpengaruh sebesar 36% terhadap perilaku bullying, sedangkan 64% dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti pada penelitian ini.

Kata Kunci: Intensitas Penggunaan sosial media, Penerimaan teman sebaya, Perilaku bullying, Siswa sekolah dasar.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi berjudul “Pengaruh Intensitas Penggunaan Sosial Media Dan Penerimaan Teman Sebaya Terhadap Perilaku Bullying Siswa Kelas V Sekolah Dasar” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini dapat terlaksana berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Wakil Dekan 1, Wakil Dekan II, dan Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Pendidikan.

4. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar Universitas Negeri Yogyakarta. 5. Bapak Agung Hastomo, M. Pd. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

memberikan bimbingan serta motivasi kepada peneliti dalam menyusun skripsi ini.

6. Ibu Dra. Yosephin Nurasih, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan motivasi, arahan, dan nasihat selama ini.

7. Seluruh Dosen Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah memberikan wawasan, ilmu, serta pengalamannya.

8. Kepala Sekolah Dasar se-Gugus 3 Kotagede, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.


(9)

(10)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN SURAT PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan masalah ... 6

E. Tujuan Masalah ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Tentang Sosial Media ... 9

1. Sejarah Sosial Media... 9

2. Pengertian Intensitas Penggunaan Sosial Media... 11

3. Karakteristik Sosial Media ... 13


(11)

xi

5. Fungsi dan Dampak Sosial Media ... 18

6. Dampak Penggunaan Sosial Media pada Anak ... 21

a. Dampak Positif ... 21

b. Dampak Negatif ... 24

B. Tinjauan Penerimaan Teman Sebaya ... 27

1. Pengertian Penerimaan Teman Sebaya ... 27

2. Fungsi Penerimaan Teman Sebaya ... 28

3. Kategori Teman Sebaya ... 30

4. Faktor yang Mempengaruhi Teman Sebaya ... 33

C. Tinjauan Perilaku Bullying ... 35

1. Pengertian Perilaku Bullying... 35

2. Perilaku dan Korban Bullying ... 37

3. Bentuk-Bentuk Perilaku Bullying ... 38

4. Penyebab Perilaku Bullying ... 40

5. Dampak Perilaku Bullying ... 43

D. Tinjauan Karakteristik Siswa Kelas V Sekolah Dasar ... 45

1. Pengertian Siswa Kelas V Sekolah Dasar ... 45

2. Tahap Perkembangan Siswa Sekolah Dasar ... 46

a. Tahap Perkembangan Moral ... 46

b. Tahap Perkembangan Sosial ... 49

E. Kajian Penelitian yang Relevan ... 52

F. Kerangka Pikir ... 53

G. Hipotesis ... 55

BAB III METODE PENELITIAN A.Pendekatan Penelitian ... 57

B.Jenis Penelitian... 58

C.Tempat dan Waktu Penelitian ... 58

1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 58

a. Tempat Penelitian ... 59


(12)

D.Subjek Penelitian ... 59

E. Definisi Operasional Variabel ... 60

F. Variabel Penelitian ... 60

G.Populasi dan Sampel ... 61

1. Populasi ... 61

2. Sampel ... 62

H.Teknik Pengumpulan Data ... 63

I. Instrumen Penelitian ... 64

J. Uji Coba Instrumen ... 72

1. Uji Validitas ... 73

2. Uji Realibilitas ... 74

K.Teknik Analisis Data ... 75

1. Statistik Deskriptif ... 75

2. Satistik Inferensial ... 76

a. Uji Normalitas ... 77

b. Uji Multikolinieritas ... 77

c. Uji Linieritas ... 78

d. Uji Hipotesis ... 79

1) Regresi Sederhana ... 80

2) Regresi Ganda ... 81

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Lokasi Penelitian ... 82

B.Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ... 82

C.Hasil Analisis Deskripif ... 84

1. Data Intensitas penggunaan Sosial Media ... 84

2. Data Penerimaan Teman Sebaya ... 87

3. Data Perilaku Bullying ... 89

D.Hasil Uji Prasyarat ... 91

1. Hasil Uji Normalitas ... 91


(13)

xiii

3. Hasil Uji Linieritas ... 93

E. Hasil Uji Hipotesis ... 94

F. Pembahasan ... 99

G.Keterbatasan Penelitian ... 105

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 106

B.Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 108


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Jumlah Siswa Kelas V SD se-gugus 3 Kotagede ... 62

Tabel 2. Data Sebaran Sampel Siswa Kelas V SD se-gugus 3 Kotagede ... 63

Tebel 3. Kisi-Kisi Instrumen Intensitas Penggunaan Sosial media ... 67

Tabel 4. Kisi-Kisi Instrumen Penerimaan Teman Sebaya ... 68

Tabel 5. Kisi-Kisi Instrumen Perilaku Bullying ... 70

Tabel 6. Pedoman Penyekoran Instrumen Penelitian ... 71

Tabel 7. Interpretasi Nilai r ... 75

Tabel 8. Klasifikasi Data Intensitas Penggunaan Sosial Media ... 86

Tabel 9. Persentase Setiap Aspek Intensitas Penggunaan Sosial Media ... 87

Tabel 10. Klasifikasi Data Penerimaan Teman Sebaya ... 87

Tabel 11. Presentase Setiap Aspek Penerimaan Teman Sebaya ... 88

Tabel 12. Klasifikasi Data Perilaku Bullying ... 89

Tabel 13. Presentase Setiap Aspek Perilaku Bullying ... 90

Tabel 14. Hasil Uji Normalitas ... 91

Tabel 15. Hasil Uji Multikolinieritas ... 92

Tabel 16. Hasil Uji Linieritas ... 93

Tabel 17. Hasil Uji Regresi Sederhana X1 Terhadap Y ... 94

Tabel 18. Hasil Uji Regresi Sederhana X2 Terhadap Y ... 96


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Teks Percakapan Cyberbullying ... 3

Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian... 55

Gambar 3. Diagram Kategori Intensitas Penggunaan Sosial Media ... 85

Gambar 4. Persentase Setiap Aspek Intesitas Penggunaan Sosial Media ... 86

Gambar 5. Diagram Kategori Penerimaan Teman Sebaya ... 88

Gambar 6. Persentase Setiap Aspek Penerimaan Teman Sebaya ... 88

Gambar 7. Diagram Kategori Perilaku Bullying ... 90


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Penelitian Intensitas Penggunaan Sosial Media ... 113

Lampiran 2. Instrumen Penelitian Penerimaan Teman Sebaya ... 116

Lampiran 3. Instrumen Penelitian Perilaku Bullying ...118

Lampiran 4. Surat Keterangan Expert Judment ... 120

Lampiran 5. Surat Keterangan Uji Coba Instrumen Penelitian... 121

Lampiran 6. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas ... 122

Lampiran 7. Hasil Analisis Deskriptif ... 126

Lampiran 8. Hasil Uji Prasyarat ... 132

Lampiran 9. Hasil Regresi... 134

Lampiran 10. Data Hasil Penelitian ... 137

Lampiran 11. Contoh Hasil Siswa Mengerjakan Instrumen Penelitian ... 149

Lampiran 12. Tabel Nomogram Henrry King ... 156

Lampiran 13. Tabel Nilai-Nilai Product Moment (r) ... 157

Lampiran 14. Tabel Nilai-Nilai dalam Distribusi t ... 158

Lampiran 15. Tabel Nilai-Nilai dalam Distribusi F ... 159

Lampiran 16. Surat Izin Penelitian... 160

Lampiran 17. Surat Keterangan Penelitian ... 163


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi infomasi dan komunikasi menjadi salah satu upaya mewujudkan generasi bangsa Indonesia yang maju dan cerdas. Teknologi informasi dan komunikasi dapat dijadikan sebagai alat bagi pelajar untuk memperluas pengetahuan dan mengembangkan diri dalam rangka mencapai hidup yang berkualitas. Namun di sisi lain, keberadaan alat teknologi komunikasi dan informasi justru menciptakan ancaman negatif pada perilaku anak.

Hasil penelitian Kementrian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia dan UNICEF selama tiga tahun pada rentang tahun 2011 hingga tahun 2013 menujukan bahwa 16% anak usia 10-11 tahun sudah menggunakan internet. Sementara 26% anak usia 12-13 tahun diketahui merupakan pengguna internet. Selain itu, penelitian ini menunjukan bahwa 22% pengguna internet merupakan siswa sekolah dasar. Akan tetapi, tujuan anak sekolah dasar menggunakan internet bukan untuk memperluas wawasan pengetahuan, melainkan untuk mengakses sosial media. Diketahui bahwa 77% anak usia 10-19 tahun menggunakan koneksi internet hanya untuk mengakses sosial media (Kementrian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia, 2014). Padahal sebenarnya, provider sosial media tidak mengizinkan anak usia dibawah 13 tahun menggunakan sosial media, (Lilley dan Ball, 2013: 9-10). Larangan ini diberlakukan karena anak usia dibawah 13 tahun memiliki regulasi diri yang masih terbatas dan rentan terhadap tekanan teman sebaya sehingga menjadikan anak tidak menyadari resiko penggunaan


(18)

sosial media (O’keffee dalam Herring dan Kapidzic, 2015: 2). Akan tetapi,

larangan ini disiasati anak-anak dengan memalsukan umur untuk dapat mengakses sosial media, sepertiFacebook, Youtube, danTwitter(BBC, 2016).

Akibat penggunaan sosial media oleh anak usia dibawah 13 tahun ini, diketahui 8,2% anak usia ini pernah menjadi korban bullyingdi sosial media dan 9% lainya mengaku pernah melakukan bullying di sosial media. (Amalia, 2017; Kementrian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia, 2014). Salah satu bukti adalah kasus bunuh diri yang dilakukan anak berusia 12 tahun karena mengalami bullying di internet selama satu tahun oleh teman sebayanya, sementara pelaku bullying diketahui tidak menyadari resiko tindakan bullying yang dilakukan (Kinanti, 2013).

Hasil observasi dan wawancara tidak terstruktur yang dilakukan selama dua bulan dimulai tanggal 15 Juli hingga 10 September 2016 terhadap guru dan siswa kelas V SD Negeri Kotagede 1 Yogyakarta menunjukan bahwa siswa kelas V SD Negeri Kotagede 1 Yogyakarta tergolong pengguna aktif sosial media. Sosial media yang banyak digunakan siswa kelas V SD Negeri Kotagede 1 Yogyakarta adalah Blackberry Messanger, Whatsapp, Instagram, dan Facebook. Intensitas penggunaan sosial media oleh siswa kelas tinggi SD Negeri Kotagede bervariasi, ada yang membuka sosial media lebih dari 10 kali sehari, ada pula yang kurang dari 10 kali. Akan tetapi, sebagian besar anak menggunakan sosial media lebih dari 10 kali sehari untuk mengupload postingan, berkomunikasi dengan teman, atau menjadi pembaca pasif (silent reader).


(19)

Selanjutnya diketahui bahwa siswa kelas V sering menjadi korban bullying teman sebayanya. Bullying yang dialami siswa berupa cyberbullying maupun bullyingtradisional.

Gambar 1. Teks percakaancyberbullyingsiswa SD N Kotagede 1 Yogyakarta

(Sumber:http//.instagram.com/aufaaprinsaa_76; http//.instagram.com/kemalbintang_)

Selain cyberbullying, jenis bullying yang sering terjadi secara langsung antar teman sebaya adalahbullyingfisik berupa pukulan dan tendangan,bullying verbal berupa ejekan atau panggilan menggunakan nama orang tua, dan bullying psikologis berupa gosip dan pengucilan dari pergaulan teman sebaya. Hasil observasi menunjukan bahwa beberapa tindakan bullying tradisional antar teman sebaya ini merupakan dampak lanjutan dari tindakan bullying di sosial media, seperti tindakan gosip dan pengucilan. Akan tetapi beberapa tindakan bullying tradisional diketahui terjadi dipergaulan anak secara langsung, bukan sebagai


(20)

dampak lanjutan dari cyberbullying, seperti pukulan, tendangan, ejekan atau panggilan menggunakan nama orang tua.

Hasil obersvasi juga menunjukan bahwa intensitas cyberbullyingdanbullying tradisional diketahui terjadi setiap hari, sehingga guru dan siswa merasa tidak mampu lagi mengatasi perilaku bullying antar siswa. Akibatnya setiap terjadi kasus cyberbullying maupun kasus bullying, baik guru maupun siswa cenderung mendiamkan karena anggapan bahwa bullying merupakan hal yang biasa terjadi. Intensitas bullying antar teman sebaya yang tinggi mengindikasikan rendahnya penerimaan teman sebaya siswa kelas tinggi sekolah dasar.

Tindakan bullying akibat rendahnya penerimaan teman sebaya terjadi karena siswa kelas tinggi berusaha untuk memperoleh penerimaan dari teman sebayanya (Hurlock, 1978: 269); Izzaty dkk, 2008: 117; Yusuf, 2007: 180). Apabila siswa merasa tidak diterima oleh teman sebayanya, maka siswa akan memunculkan sikap agresif, impulsif, dan cepat marah yang memicu terjadinya tindakan bullying(Coie dalam Suntrock 2007: 211).

Kasus bullying antar teman sebaya marak terjadi di Indonesia. Seperti kasus Bullying antar teman sebaya di salah satu sekolah dasar di Depok yang mengakibatkan siswa mengalami kejang-kejang dan takut berangkat sekolah (Fauzi, 2016). Kasus lainbullyingfisik oleh teman sebaya terhadap seorang siswa sekolah dasar di Bukit Tinggi (Sudiaman, 2014). Sementara itu, hasil observasi menunjukan bahwa penerimaan teman sebaya pada siswa kelas V sekolah dasar tergolong rendah. Hal ini diindikasikan dengan banyaknya kasus siswa yang tidak


(21)

diterima kelompok sebayanya, kasus siswa yang menarik diri dari pergaulan teman sebaya dan diskriminasi terhadap teman sebaya.

Kasus cyberbulying dan bullying tradisional antar teman sebaya diatas melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian guna mengetahui pengaruh intensitas penggunaan sosial media dan penerimaan teman sebaya terhadap perilaku bullying siswa kelas V Sekolah Dasar. Analisis regresi ini penting dilakukan untuk mengetahui penyebab perilaku bullying. Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pembuatan kebijakan terkait penggunaan sosial media pada siswa sekolah dasar sekaligus mendukung kebijakan pemerintah terkait upaya memerangi kasusbullyinganak.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diketahui beberapa permasalahan sebagai berikut: 1) penyalahgunaan penggunaan sosial media oleh anak-anak; 2) tingginya intensitas penggunaan sosial media; 3) rendahnya kesadaran anak pada bahaya penggunaan sosial media; 4) cyberbullying; 5) bullying fisik berupa pukulan dan tendangan; 6) bullying verbal berupa ejekan atau panggilan menggunakan nama orang tua; 7) bullying psikologis berupa gosip; 8) diskriminasi terhadap teman sebaya; 9) anak yang menarik diri dari pergaulan teman sebaya.


(22)

C. Pembatasan Masalah

Perilaku bullying dapat disebabkan oleh banyak hal. Akan tetapi pada penelitian ini, peneliti melakukan pembatasan penelitian pada pengaruh intensitas penggunaan sosial media dan penerimaan teman sebaya terhadap perilakubullying siswa kelas V sekolah dasar.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, selanjutnya dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana pengaruh intensitas penggunaan sosial media terhadap perilaku bullyingpada siswa kelas V sekolah dasar?

2. Bagaimana pengaruh penerimaan teman sebaya terhadap perilaku bullying pada siswa kelas V sekolah dasar?

3. Bagaimana pengaruh intensitas penggunaan sosial media dan penerimaan teman sebaya secara bersama-sama terhadap perilakubullyingpada siswa kelas V sekolah dasar?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut.

1. Mengetahui pengaruh intensitas penggunaan sosial media terhadap perilaku bullyingpada siswa kelas V sekolah dasar.


(23)

2. Mengetahui pengaruh penerimaan teman sebaya terhadap perilaku bullying pada siswa kelas V sekolah dasar.

3. Mengetahui pengaruh intensitas penggunaan sosial media dan penerimaan teman sebaya secara bersama-sama terhadap periaku bullyingpada siswa kelas V sekolah dasar.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi akademisi untuk mengetahui hubungan intensitas penggunaan sosial media dan penerimaan teman sebaya dengan perilakubullyingsiswa kelas V sekolah dasar.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan penelitian selanjutnya terkait intensitas penggunaan sosial media, penerimaan teman sebaya, dan perilakubullying.

2. Manfaat praktis a. Bagi sekolah

1. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan terkait penggunaanhandphonedan internet.

2. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan sekolah terkait pencegahan dan penanganan perilakubullying antar teman sebaya.


(24)

b. Bagi orang tua

1. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan dan evaluasi bagi orang tua untuk mengawasi dan mengarahkan anak untuk menggunakan internet secara aman dan bijaksana.

2. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan orang tua untuk meningkatkan kepekaan dan pengawasan terhadap perilaku anak.


(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Sosial Media 1. Sejarah Sosial Media

Perkembangan sosial media sejalan dengan kemajuan teknologi dan informasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial media adalah peningkatan ketersediaan broadband dan perangkat lunak, perkembangan aplikasi komputer dan smartphone, peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat, pertumbuhan pengguna sosial media terutama dari kalangan anak muda, dan peningkatan ketertarikan masyarakat dalam penggunaan sosial media sebagai media promosi (OECD dalam Dewing, 2012 :2).

Perkembangan sosial media diawali degan perkembangan jaringan internet. Perkembangan ini diawali dengan lahirnya Arpanet dan World Wide Web (WWW) pada tahun 1969. Jaringan Arpanet awalnya hanya menghubungkan empat titik, yakni Universitas of California Los Angeles, University of California Santa Barbara, dan Universitas of Utah, stanford Research Institute. Baru pada tahun 1974 muncul Internet Protocol (IP) yang menghubungkan jaringan alpa bersama (internetwok) tanpa kontrol pusat. Tahun 1989 ditemukan Interenet Rely Chat (IRL) yang memungkinkan bertukar pesan secara real time yang menjadi dasar teknologi chatting saat ini. Tahun 1998, Google dikembangkan dengan fungsi sebagai mesin pencari yang menghubungkan website berdasarkan popularitasnya. Tahun 1998 juga mulai dikembangkan Napster sebagai gerbang


(26)

pembuka berbagi (sharing) file dan audio melalui internet (Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, 2014: 10-13).

Setelah tahun 2000, sosial media mulai bermunculan silih berganti, ada yang bertahan dan berkembang, namun adapula yang muncul lalu hilang. Tahun 2002 muncul aplikasi Frendster. Namun aplikasi tersebut hanya bertahan sementara dikarenakan minim pengguna (Boyd dan Ellison dalam Dewing, 2012 :2).

Baru pada akhir tahun 2004 sosial media diterima oleh masyarakat umum, Hal ini ditandai dengan munculnya Facebook yang berhasil mendapatkan lebih dari satu milyar pengguna diseluruh dunia pada periode November 2012. Selain itu, pada tahun 2005 muncul My spacedanSkypesebagai media bertatap muka secara online (video call) melalui panggilan internet protocol (IP). Tahun 2005 mulai dikembangkan Youtube sebagai media pembagian video. Kemudian tahun 2006 masyarakat mulai menggunakanTwitteruntuk menyatakan pendapat terbatas pada 140 karakter (Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, 2014:10-13).

Sosial media terus berkembang dengan munculnya Instagram sebagai media berbagi foto dan video serta tahun 2016 Snapchat mulai populer sebagai media berbagi video singkat. Diperkirakan jenis sosial media akan terus berkembang seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan sosial media diawali dengan perkembangan internet dan perangkat komputer. Selanjutnya internet memunculkan berbagai inovasi sosial media yang terus berkembang hingga saat ini.


(27)

2. Pengertian Intensitas Penggunaan Sosial Media

Caplin (dalam Nuryani,2014: 181) mendefinisikan intensitas sebagai suatu sifat kuantitatif penginderaan yang dihubungkan dengan perangsangnya. Intensitas dapat diartikan pula sebagai suatu kekuatan atau pengalaman. Sementara Kartono dan Gulo (dalam Nuryani, 2014: 181) mendefinisikan intensitas sebagai kekuatan perilaku, jumlah energi fisik yang digunakan untuk merangsang suatu indera, dan ukuran fisik dari energi penginderaan. Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulan bahwa intensitas adalah suatu sifat kuantitatif yang berkaitan dengan kekuatan perilaku penginderaan yang dikaitkan dengan perangsangnya.

Sosial media adalah istilah yang digunakan untuk menyebut layanan berbasis internet yang memungkinkan pengguna untuk berpartisipasi dalam pembuatan konten yang dibuat pengguna, pertukaran konten online, dan tergabung dalam komunitas online (Dewing, 2012: 1). Sedangkan menurut Kaplan dan Haenlin (dalam Tartari, 2012: 322), sosial media adalah serangkaian aplikasi berbasis internet yang membentuk ideologi dan pondasi teknologi web 2.0 yang memungkinkan adanya pertukaran konten antar pengguna. Carllson (dalam Tartari, 2012: 322) berpendapat bahwa sosial media adalah media yang memungkinkan pengguna untuk saling bertukar pendapat, pemikiran, dan pengetahuan dalam lingkup global tanpa batasan ruang dan waktu. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sosial media adalah aplikasi berbasis intenet dengan teknologi web 2.0 yang memungkinakan pengguna untuk saling berbagi konten


(28)

online, pembuatan konten dan komunitas online tanpa batasan ruang dan waktu yang signifikan.

Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa intensitas penggunaan sosial media adalah kekuatan kuantitatif perilaku penggunaan aplikasi berbasis intenet dengan teknologi web 2.0 yang memungkinkan pengguna untuk saling berbagi konten online, pembuatan konten, dan komunitas online.

The Graphic, Visualitation, and Usability Center University of Georgia (dalam Novianto,2006: 26) menggolongkan pengguna internet menjadi tiga golongan berdasarkan intensitas penggunaanya, yaitu:

a. Heavy users, yakni pengguna yang menghabiskan waktu lebih dari 40 jam perbulan untuk mengakses internet. Pengguna jenis ini termasuk dalam kategoriaddicted.

b. Medium users, yakni pengguna yang menghabiskan waktu 10 hingga 40 jam perbulan untuk mengakses internet.

c. Light users, yakni pengguna yang menghabiskan waktu kurang dari 10 jam perbulan untuk mengakses internet.

Berdasarkan kategori di atas, dapat disimpulkan bahwa pengguna sosial media dikategorikan menjadi tiga, yakniheavy user, medium user,danlight user.


(29)

3. Karakteristik Sosial Media

Sosial media memiliki karakteristik tertentu yang membedakan dengan media elektronik lainya, seperti televisi dan radio. Konten yang dibagikan melui sosial media bersifat tetap atau permanen, artinya konten tersebut tetap berada dalam sosial media hingga pengguna menghapus konten tersebut. Karakteristik lain dari sosial media adalah konten bersifat mudah direplikasi (replicability), sehingga konten dapat dengan mudah di-copy atau dibagikan ulang oleh pengguna. Sosial media bersifat mudah dicari menggunakan mesin pencari internet (searchability). Selain itu, Sosial media juga harus bersifat aksesibel (accesibility), artinya sosial media mudah digunakan dimanapun dan kapanpun tanpa batasan ruang dan waktu, selama koneksi internet tersedia (Dewing, 2012: 2).

Sosial media memiliki sifat tidak tampak (invisibility), sehingga pembaca dari konten yang di bagikan melalui sosial media tidak dapat dilacak. Sejalan dengan hal tersebut identitas dan motif pengguna sosial media membagikan konten juga tidak dapat dilihat dengan jelas. Hal ini mengakibatkan pengguna sosial media dapat menggunakan profil dengan identitas palsu, sehingga pengguna dapat membagikan konten yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan kevalidanya (Boyd dalam Dewing, 2012: 3).

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa sosial media mempunyai karakteristik permanen, mudah direplikasi (replicability), mudah dicari menggunakan mesin pencari internet (searchability), aksesibel (accesibility), dan tidak tampak (invisibility).


(30)

4. Ragam dan Jenis Aplikasi Sosial Media

Dewing (2012: 1) mengkategorikan sosial media menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Blog

Blog merupakan jurnal harian yang biasanya ditampilkan dalam bentuk kronologi. Blog biasanya dikelola oleh individu atau sekumpulan individu dan menampilkan berbagai macam opini, berita, dan berbagai konten lainya. Blog biasanya dilengkapi dengan tanggal publikasi dan dapat diakses secara gratis melaluiWordPress, Tumbler,dan lain-lain.

b. Wikis

Wikis merupakan website kolektif yang dikelola oleh komunitas yang memungkinkan partisipan untuk mengelola halaman publikasi, baik berupa membuat halaman baru, mengedit, hingga menghapus. Aplikasi wikis adalah laman wikipedia.

c. Social Bookmarking

Jenis sosial media ini memungkinkan seseorang untuk mengelola dan membagikan link kedalam website. Contoh aplikasi ini adalah StumbleUpon danDigg.

d. Situssosialmedia (Social Network Site)

Jenis sosial media ini memungkinkan pengguna untuk membuat sebuah sistem profil yang berguna untuk membangun koneksi dengan pengguna lain. Sosial media memberi batasan tertentu dengan siapa pengguna terhubung.


(31)

Contoh situs sosial media yang terkenal di Indonesia adalah Facbook dan Linkind.

e. Situs pengupdate status (Status-Updated Service)

Situs ini memungkinkan pengguna untuk membagikan tampilan pendek tentang seseorang atau sebuah kegiatan dimana postingan tersebut dapat diihat oleh orang lain. Contoh aplikasi sosial media ini adalahtwitter.

f. Konten dunia maya (Virtual World Content)

Sosial media jenis ini memungkinkan sesorang untuk membuat suatu lingkungan virtual dimana pengguna dapat berinterkasi menggunakan avatar yang dibuat atau dipilih oleh pengguna. Contoh aplikasi ini adalah SecondLife danPokemon Go.

g. Situs Berbagi Media (Media Sharing Site)

Jenis sosial media ini memungkinkan pengguna untuk berbagi konten foto, video, hingga slide presentasi. Contoh aplikasi media ini adalah Instagram, Youtube,Pinterets, SlideShare.

Sementara itu, Kaplan dan Henlin (dalam Taprial dan Kanwar, 2012 :30) mengkategorikan sosial media menjadi enam bagian, yaitu:

1) Proyek kolaboratif, contoh aplikasi yang termasuk dalam jenis sosial media ini adalahWikpedia.

2) Blog danMicroblog,contoh aplikasi yang termasuk kategori ini adalahTwitter. 3) Komunitas Konten (Content Communities), aplikasi Youtube adalah contoh


(32)

4) Jejaring situs sosial media (Social Networking Sites), aplikasi yang termasuk katagori ini adalahFacebook.

5) Dunia game virtual (Virtual Game World), contoh game virtual ini adalah gameWorld of Wracraft.

6) Virtual Social Life, aplikasi Second life merupakan contoh aplikasi sosial media kategori ini.

Hasil penelitian GFK Crossmedia Link pada September 2015 menunjukan bahwa sosial media yang banyak digunakan masyarakat Indonesia adalah Blackberry Messenger, Whatsapp Messenger, Facebook, Instagram, Line, Path, Youtube, Twitter, Facebook Messenger, Google Talk (Gultom, 2016). Sedangkan berdasarkan hasil observasi di SD N Kotagede 1 Yogyakarta, sosial media yang banyak digunakan siswa kelas tinggi sekolah dasar adalah Blackberry Messanger, Whatsapp, Instagram, dan Facebook.

Blackberry Messanger merupakan aplikasi pesan instan untuk mobile. Fasilitas yang ditawarkan adalah feature chatting personal maupun group secara real time dengan kelengkapan feature chatting berwaktu, voice dan video call, game, feature glimpse untuk berbagi lokasi, feature berkirim gambar dan file dokumen, sertafeaturekomersial untuk tujuan bisnis (Blackberry, 2016).

Whatsapp didirikan oleh Jon Koum dan Brian Acton pada tahun 2014. Whatsapp merupakan aplikasi yang memungkinkan pengguna untuk berkirim pesan media media berupa teks, gambar, video, dokumen, dan lokasi. Whatsapp juga memungkinkan pengguna untuk melakukan dan menerima panggilan suara


(33)

dan panggilan video. Pesan dan panggilan yang dikirim memiliki enkripsi end-to-end yang memungkinkan pesan dan panggilan yang diterima pengguna tidak dapat dilihat oleh pihak ketiga termasuk pihak Whatsapp sendiri (Whatsapp, 2016).

Facebook merupakan sosial media yang dibuat oleh Mark Zuckeberg dan pertama kali di launching pada tahun 2004. Facebook memungkinkan seseorang untuk membuat profil, menambahkan atau mengundang teman, bertukar pesan, dan tergabung dalam komunitas berdasarkan minat, terhubung dengan teman lama, membuat komunitas berdasarkan lokasi sekolah atau pekerjaan, dan membuatfanpageatau laman bisnis (Facebook, 2016).

Intatgramadalah aplikasi yang dikembangkan khusus sebagai media berbagi foto dan video, baik melalui kamera maupunsnapshot. Instagram juga dilengkapi dengan personalmessanger yang memungkinkan pengguna untuk berkomunikasi secara privat. Selain itu instagram menyediakan fasilitas editing gambar bagi pengguna (Instagram, 2016).

LINE merupakan aplikasi sosial media buatan Jepang yang diluncurkan pada tahun 2011. LINE memberikan fasilitas Global Messenger yang memungkinkan pengguna untuk berkirim pesan teks, melakukan panggilan suara dan panggilan video gratis. Pesan teks yang dikirim memiliki fitur“Read” sebagai penanda apabila pesan telah dibaca oleh penerima pesan. Selain itu, LINE juga memiliki fasilitas voice call dan video call yang memberikan fasilitas pengguna untuk melakukan panggilan suara dan panggilan video (LINE, 2016).


(34)

Twitter dibuat oleh Jack Dorsey pada tahun 2006. Twitter memungkinkan pengguna untuk mengirim dan membaca postingan yang terbatas pada 140 kata. Postingan yang diupload melalui Twitter diindex dalam Google, sehingga mejadikan postingan pengguna bersifat permanen (Mayfield, 2008: 27).

Facebook Messanger merupakan salah satu produk Facebook yang mengkhususkan fitur pada chatting personal maupun group, berbagi foto, voice, video, file dokumen dan lokasi, serta fitur untukvideo call(Facebook, 2016).

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa secara umum, ragam sosial media terdiri dari Blog, Wiki, Social Bookmarking, Social Networking, Virtual World Content, komunitas konten, dan Microblogging. Sementara secara khusus, sosial media yang digunakan siswa kelas V sekolah dasar terdiri dari Blackberry Messenger, Whatsapp Messenger, Facebook, Instagram, Line, Path, Youtube, Twitter, Facebook Messenger.

5. Fungsi dan Dampak Sosial Media

Kementrian Perdagangan Republik Indonesia (2014: 33-34) menyebutkan bahwa fungsi sosial media adalah sebagai berikut.

a. Sarana belajar

Sosial media yang membuat konten dari berbagai penjuru dunia menjadikan sosial media potensial untuk digunakan sebagai media belajar. Keberadaan aplikasi sosial media ini memungkinkan pengguna untuk belajar melalui informasi, data, dan isu yang termuat didalamnya. Selain itu, aplikasi


(35)

memungkinkan pengguna untuk saling bertukar informasi dengan latar belakang keragaman sosial, ekonomi, dan budaya yang berbeda.

b. Sarana dokumentasi, administrasi, dan integrasi

Sosial media dapat dimanfaatkan untuk menyimpan berbagai arsip dokumentasi, mulai dari profil, informasi, rekaman peristiwa, reportase, hingga foto dan video.

c. Sarana perencanaan, strategi, dan manajemen

Sosial media dapat dimanfaatkan untuk mempengaruhi opini publik. Sosial media dapat digunakan untuk pemasaran barang, sosialisasi untuk mendidik publik, dan menghimpun respon masyarakat.

d. Sarana kontrol

Sosial media dapat dimanfaatkan untuk mengontrol dan mengevaluasi perencanan yang dilakukan untuk mencapai visi pemasaran dan melakukan kontrol pada sejauh mana masyarakat memahami isu tertentu.

Secara umum, sosial media memberikan dampak positif dan negatif bagi penggunanya. Tartari (2015 :323) berpendapat bahwa sosial media bermanfaat sebagai media komunikasi dalam rangka membangun hubungan sosial dengan orang lain sekaligus sebagai media penyebaran dan pertukaran informasi yang berhubungan dengan kebutuhan dan aktivitas dalam dunia nyata sehari-hari.

Selain dampak positif, sosial media juga menimbulkan pengaruh negatif. Dewing (2012 :3) berpendapat bahwa sosial media menyebabkan pengguna


(36)

menjadi terisolasi dalam pergaulan sosial (disfunctional society of loners), namun di sisi lain sosial media meningkatkan partisipasi demokratis pengguna.

Sementara Giffriths (2000: 211-212) menyebutkan beberapa komponen yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat penggunaan sosial media, yaitu sebagai berikut:

1) Penonjolan (Salience)

Hal ini terjadi ketika suatu kegiatan menjadi hal yang dirasa paling penting dalam hidup seseorang. Selanjutnya aktivitas ini akan mendominasi pemikiran, perasaan, dan aktivitas, sehingga pengguna sosial media cenderung akan memprioritaskanya. Misalnya, meskipun seseorang tidak sedang melakukan suatu kegiatan, ia akan selalu terfikir akan aktivitas tersebut.

2) PerubahanMood(Mood modification)

Modifikasi perasaan muncul akibat keterlibatan terhadap suatu aktivitas yang menjadikan seseorang mengalami suatu pengalaman yang subjektif sebagai bagian dari strategi pelarian diri.

3) Daya tahan (Tolerance)

Daya tahan dilakukan sebagai proses untuk mendapatkan suatu dampak mendasar melalui peningkatan aktivitas tertentu.

4) Sindrom penarikan (Withdrawl sympthom)

Sindrom ini ditandai dengan timbulnya dampak fisik tertentu atau perasaan tidak senang ini muncul apabila suatu aktivitas tidak berlanjut atau


(37)

tiba-tiba berkurang. Wujud sindrom ini diantaranya gemetar, perasaan tidak mood, atau lekas marah.

5) Konflik (Conflict)

Konflik dapat terjadi baik berupa konflik internal dalam diri terkait aktivitas tertentu atau konflik eksternal dengan orang disekitar.

6) Kekambuhan (Relapse)

Istilah ini digunakan untuk menjelaskan pengulangan kembali suatu aktivitas kedalam kabiasaan awal atau pengulangan aktivitas yang telah lama tidak dilakukan.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa sosial media berfungsi sebagai media komunikasi, dokumentasi, perencanaan strategi, media mengasah kreativitas, media update informasi, dan media penyebaran serta pertukaran informasi, dan media kontrol. Akan tetapi sosial media juga menimbulkan dampak negatif berupa potensi isolasi diri serta kecanduan internet yang berdampak buruk baik bagi pengguna maupun lingkungan sekitar pengguna.

6. Dampak Penggunaan Sosial Media pada Anak a. Dampak Positif

Secara khusus, sosial media memberikan pengaruh positif dan pengaruh negatif kepada anak. O’keeffe et.al (2011 :800) menjelaskan bahwa sosial media memberikan dampak yang sama bagi anak dan remaja, hal ini dikarenakan anak


(38)

dan remaja memiliki resiko yang sama dalam hal pengendalian diri yang lemah dan kerentanan dalam tekanan teman sebaya.

Lebih lanjut, O’keeffe et.al (2011 :801) menyebutkan bahwa sosial media memberikan pengaruh positif dalam perkembangan anak. Sosial media bermanfaat bagi anak dalam hal sosialisasi dan komunikasi. Anak dapat terhubung dengan teman dan keluarga yang memungkinkan anak untuk saling berinteraksi melalui pembagian foto dan video, pembentukan komunitas yang memiliki ketertarikan yang sama, pembangunan komunitas sosial dan pertukaran ide dan gagasan. Komunikasi dan sosialisasi ini selanjutnya membentuk kemampuan sosial anak. Dalam bidang kognitif, sosial media membantu memperluas kesempatan belajar anak. Hal ini dikarenakan sosial media memungkinkan adanya integrasi media pembelajaran berbasis online melalui sosial media dan adanya fasilitas untuk saling mengkomunikasikan subjek pembelajaran antar teman dalam sosial media. Contohnya adalah penggunaan Blog sebagai media pembelajaran dan pembahasan tugas sekolah dengan group sosial media. Manfaat lain sosial media secara koginitif adalah sosial media mampu meningkatkan kemampuan ekspresi tertulis, bahasa inggris, dan kreativitas. Manfaat lain dari penggunaan sosial media adalah anak dapat mengakses berbagai informasi melalui sosial media, salah satunya informasi terkait kesehatan.

Sementara itu, dampak positif sosial media terhadap anak menurut Undiyaundeye (2014: 2-3) adalah sebagai berikut.


(39)

1) Perkembangan kognitif

Sosial media berdampak positif terhadap perkembangan koginitif anak. Penggunaan sosial media oleh anak membantu membentuk kemampuan berfikir kritis dan problem solving. kemampuan berfikir kritis dan problem solving ini dapat diperoleh anak melalui situs berita yang tersedia dalam sosial media. Selain itu, sosial media juga membantu anak dalam meningkatkan kemampuan numerasi dan literasi. Hal ini dikarenakan sosial media menyediakan konten edukasi yang dapat digunakan anak untuk mengenal huruf dan angka. Contoh aplikasi edukasi yang terintegrasi dengan sosial media adalah gamePlay School danSesame Streets. Sosial media juga memfasilitasi pengguna untuk membaca dan menulis melalui sosial media, seperti aplikasiBlogatau status dalamFacebook.

2) Perkembangan moral

Sosial media mampu membantu anak mengembangkan kompetensi moralnya melalui observasi nilai yang dilihat dalam sosial media. Hasil observasi nilai moral dalam sosial media ini selanjutnya dibandingkan dengan nilai moral yang diterapkan dalam keluarga.

3) Perkembangan kreativitas

Sosial media memungkinkan anak untuk mengembangkan kreativitas melalui pengembangan imaginasi, seni, modeling, musik, editing gambar hingga kreativitas dalam bidang musik. Hal ini dikarenakan sosial media menyediakan aplikasi khusus penunjang pengembangan kreativitas ini,


(40)

contoh aplikasi Instagram yang memungkinkan anak untuk mengolah kemampuan dalam mengedit foto.

4) Perkembangan sosial

Fungsi sosial media sebagai media komunikasi antar teman, komunikasi dengan keluarga hingga komunikasi dengan orang asing yang menjadi pengguna sosial media yang sama. Komunikasi yang mudah dan efektif melalui sosial media ini perlahan mampu mengembangkan anak dalam komunikasi sosial.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa secara kognitif sosial media bermanfaat untuk memperluas kesempatan belajar anak, meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi, membentuk kemampuan problem solving dan critical thinking. Selain itu, sosial media juga bermanfaat untuk mengasah kreativitas siswa dalam bentuk keterampilan seni musik dan design. Sosial media juga bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan moral anak. Selanjutnya diketahui bahwa sosial media bermanfaat mengembangkan kemampuan anak untuk dapat berkomunikasi secara efektif serta meningkatkan kemampuan sosial anak dalam pergaulan.

b. Dampak negatif

Selain berdampak positif, sosial media diketahui juga berdampak negatif terhadap perkambangan anak. Dampak negatif sosial media menurut O’Keeffe et.al (2011 :801-802) terbagi menjadi empat kategori, yakni kategori antar teman


(41)

sebaya (peer to peer), konten yang tidak layak, kurangnya kesadaran terkait isu pribadi, dan pengaruh pihak ketiga seperti iklan dan lain-lain.

Dampak negatif yang termasuk dalam kategori dampak teman sebaya (peer to peer) adalah kekerasan online (cyberbullying). Sosial media secara sengaja digunakan untuk mempermalukan teman, menyebarkan informasi permusuhan ke teman, dan kesalahan komunikasi antar teman. Lebih lanjut, kekerasan online (cyberbullying) dapat menyebabkan khawatir, depresi, isolasi diri yang parah, hingga bunuh diri(Hinduja dan Patcjin dalam O’Keeffe et.al, 2011 :801).

Sosial media juga menyebabkan depresi pada diri anak. Hal ini berawal dari tingginya intensitas penggunaan sosial media sehingga menimbulkan ketergantungan anak pada sosial media. Ketergantungan ini selanjutnya menimbulkan depresi pada diri anak. Depresi akibat ketergantungan sosial media dapat mengarah pada perilaku negatif pada diri anak, seperti isolasi diri, pengembangan perilaku agresif, pengembangan perilaku seksual yang tidak sehat dan berbagai perilaku negatif yang merusak diri anak. Salah satu bentuk depresi akibat ketergantungan sosial media adalah fenomena Facebook Depresion

(O’Keeffe dkk, 2011 :801).

Dampak sosial media yang termasuk kategori konten tidak layak adalah sexting. Sexting didefinisikan sebagai suatu tindakan mengirimkan, menerima, atau menerukan pesan berupa text, gambar, atau video yang mengandung konten porno (Bekshire Distric Attorney (dalam O’Keeffe et.al, 2011 :801). Sexting mengarah pada suatu tindakan seksual yang tidak dikehendaki berupa dorongan atau paksaan untuk mengajak orang lain berbicara tentang sex, melakukan sex,


(42)

membagikan informasi pribadi terait sex. Sexting mengakibatkan anak secara emosional menjadishockatau trauma terhadap sex.

Sementara itu, dampak yang termasuk kategori kurangnya kesadaran terkait isu pribadi dapat dijelaskan melalui rendahnya kesadaran anak pada isu privacy. Anak menyebarkan informasi pribadi atau informasi yang salah tentang oran lain, menyebarkan berita atau informasi yang tidak benar, atau menyebarkan informasi yang berlebihan tanpa adanya kesadaran pada bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan sosial media. Anak cenderung tidak menyadari bahwa komentar, pesan, video atau foto yang tersebar di sosial media bersifat permanen. Hal ini dikarenakan sosial media mampu merekam aktivitas digital pengguna melalui Digital Footprint. Rendahnya kesadaran privacy mengakibatkan anak menjadi target penipuan hingga perdagangan anak. Bahkan, penyebaran informasi yang salah dapat membahayakan masa depan anak dalam bidang akademik dan

pekerjaan (O’Keeffe et.al, 2011 :801).

Dampak dari pengaruh pihak ketiga dapat ditemukan pada maraknya iklan dalam sosial media. Iklan tersebut tidak hanya mempengaruhi anak untuk membeli produk namun juga berpengaruh pada pola fikir dan sudut pandang anak terhap iklan tersebut. Oleh karena itu, penting bagi anak untuk memilik kecerdasan literasi dalam sosial media untuk mengindari bahaya manipulatif iklan

disosial media (O’Keeffe et.al, 2011 :801).

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan sosial media menimbulkan berbagai bahaya bagi anak, seperti kekerasan online (cyberbullying), kecanduan sosial media, sexting, bahayaprivacy, dan kejahatan. Selanjutnya bahaya tersebut


(43)

mengakibatkan dampak negatif bagi anak berupa depresi, isolasi, trauma terhadap sex, penipuan, hingga penculikan hingga bunuh diri pada anak.

B. Tinjuan Penerimaan Teman Sebaya 1. Pengertian Teman Sebaya

Sebaya merupakan ukuran yang digunakan untuk orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang sama (Santrock, 207 :205). Sedangkan Havighust (dalam Hurlock, 1978 :264) menjelaskan bahwa maksud dari teman sebaya adalah sekelompok orang yang kurang lebih berusia sama dimana kelompok ini berfikir dan bertindak secara bersama-sama. Selanjutnya, Dacey, Travers, & Fiore (2009: 265) juga berpendapat bahwa teman sebaya merupakan kumpulan anak yang memiliki usia yang sama dengan rentang usia antara satu anak dengan anak lainya adalah 12 bulan. Sementara itu, Berk (2010 :462) berpendapat bahwa teman sebaya adalah suatu kumpulan yang menghasilkan nilai tertentu dan standar khas bagi perilaku dan struktur sosial pemimpin dan pengikut.

Lebih lanjut, Berk (2010:464) berpendapat bahwa penerimaan teman sebaya mengacu pada kesukaan, dimana seorang anak dianggap sebagai rekan sosial yang pantas oleh teman sebayanya. Sementara Hurlock (1978 :293) menjelaskan bahwa penerimaan sosial berarti seseorang dipilih sebagai teman untuk melakukan aktivitas dalam kelompok. Penerimaan sosial ini menjadi ukuran keberhasilan anak dalam menjalankan fungsi sosial serta menunjukan tingkat kesukaan orang lain terhadap diri anak.


(44)

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penerimaan teman sebaya adalah penerimaan sosial anak yang memilliki kelompok umur dan kedewasaan yang sama untuk berfikir dan bertindak secara bersama-sama guna menghasilkan nilai tertentu dan standar khas bagi kelompok teman sebaya.

2. Fungsi Penerimaan Teman Sebaya

Teman sebaya sangat berpengaruh dalam perkembangan anak. Hal ini dikarenakan anak usia 7 hingga 11 tahun menghabiskan lebih dari 40 persen waktunya untuk berinteraksi dengan teman sebayanya (Santrock, 2007: 206).

Penerimaan teman sebaya berfungsi untuk membentuk perilaku dan norma yang pada diri anak. hal ini dikarenakan anak yang diterima baik oleh teman sebayanya akan menghasilkan pola norma dan perilaku yang baik. Kondisi ini membuka peluang untuk menjadikan anak berhasil dalam tahapan perkembangan sosial berikutnya, sehingga anak mampu membentuk kehidupan yang bahagia (Hurlock, 1978 :286).

Sementara itu, Santrock (2007: 205) menjelaskan bahwa fungsi teman sebaya adalah sebagai sumber informasi dan perbandingan tentang dunia diluar keluarga yang mengelilingi anak. Hal ini dikarenakan anak akan menerima umpan balik terkait kemampuanya dari anak seusianya. Anak akan berusaha mengevaluasi segala tindakanya dengan ukuran apakah lebih baik, sama, atau lebih buruk dari apa tindakan yang dilakukan anak lain. Umpan balik dan evaluasi ini sangat sulit didapatkan dilingkungan keluarga karena perbedaan usia antar anggota keluarga.


(45)

Hubungan teman sebaya yang baik diperlukan untuk perkembangan sosioemosional anak. Hal ini didasarkan pada pendapat Piaget dan Sullivan (dalam Santrock, 2007:205) yang menjelaskan bahwa melalui interaksi teman sebaya anak belajar tentang cara berinteraksi yang simetris dan timbal balik. Lebih lanjut, Piaget dan Kohlberg (dalam Santrock, 2007:205) menjelaskan bahwa interaksi yang simetris dan timbal balik mengembangkan logika moral dan pemahaman sosial anak, sehingga anak mampu menggali prinsip kebaikan dan keadilan melalui interaksi dengan teman sebaya.

Menurut Santrock (dalam Desmita, 2011: 228) persahabatan dalam teman sebaya memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Sebagai kawan (companionship)

Persahabatan memberikan teman yang bersedia meluangkan waktu bersama untuk melakukan kegiatan bersama.

b. Sebagai pendorong (stimulation)

Teman sebaya memberikan informasi yang menarik, hiburan, dan kegembiraan.

c. Sebagai dukungan fisik (physical support)

Persahabatan memberikan waktu, pertolongan, dan kemampuan. d. Sebagai dukungan ego (ego support)

Teman sebaya memberikan dorongan dan timbal balik kepada anak untuk mempertahankan kesan atas dirinya sebagai individu yang menarik, mampu, dan berharga.


(46)

e. Sebagai perbandingan sosial (social comparation)

Hubungan persahabatan teman sebaya memberikan informasi tentang cara berinteraksi dengan orang lain. Anak akan menilai apakah tindakanya sudah baik atau belum dengan cara membandingkanya dengan tindakan orang lain.

f. Sebagai pemberi keakraban dan perhatian (intimacy/affection)

Persahabatan teman sebaya memberikan hubungan yang erat, saling percaya, dan berkaitan dengan pengungkapan diri.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa penerimaan teman sebaya berfungsi sebagai pembentuk perilaku dan norma yang baik pada anak, perolehan dukungan fisik dan emosional, pengembangan kemampuan sosioemosional, dan tempat perbandingan dengan dunia diluar keluarga.

3. Kategori Teman Sebaya

Hurlock mengkategorikan penerimaan teman sebaya menjadi beberapa tingkatan, mulai dari yang paling diterima oleh teman sebayanya hingga anak yang paling diabaikan oleh teman sebayanya. berikut kategori penerimaan teman sebaya menurut Hurlock (1978:294):

a. Star

Star merupakan kategori anak yang paling dikagumi teman sebayanya. Hal ini dikarenakan anak kategori star dianggap memiliki sifat menonojol.


(47)

Kekaguman ini menjadikan semua anak dalam kelompok menganggap anak kategori star sebagai sahabat karib, meskipun star tidak banyak membalas uluran persahabatan tersebut. Tidak banyak anak yang termasuk kategoristar. b. Accepted

Anak kategori accapted cenderung disukai oleh sebagian teman sebayanya. Akan tetapi, posisi anak accepted kurang terjamin dibandingkan posisi star. Anak kategori accapted mungkin akan kehilangan statusnya apabila terus berlaku menentang kelompoknya.

c. Isolate

Anak isolate sama sekali tidak memiliki sahabat dalam kelompoknya. Kategori isolate dibagi menjadi dua, yakni voluntery isolate dan involuntery isolate. Anak kategori voluntery isolate sengaja menarik diri dari pergaulan kelompok sebaya karena kurang memiliki minat untuk menjadi anggota atau mengikuti aktivitas kelompok. Sedangkan anak kategori involuntery isolate merupakan anak yang sengaja ditolak oleh kelompok sosialnya meskipun ia ingin menjadi bagian dari kelompok sosial tersebut. Lebih jauh, kategoi involuntery isolatedibagi menjadi dua, yakniinvoluntery isolatesubjektif dan involuntery isolate objektif. Anak yang termasuk dalam involuntery isolate subjektif beranggapan tdak dibutuhkan dalam kelompok sehingga menjauh dari kelompok. Sementara involuntery isolate objektif merupakan kategori bagi anak-anak yang memang benar-benar ditolak oleh kelompoknya.


(48)

d. Fringer

Fringermerupakan kategori perbatasan antara penerimaan dan penolakan teman sebaya. Melalui suatu tindakan atau ucapan yang dianggap menentang kelompoknya, anak kategori fringer yang awalnya diterima oleh kelompoknya akan berbalik ditolak oleh kelompok teman sebayanya.

e. Climber

Anak kategori climbersebenarnya sudah diterima oleh teman sebayanya, namun anak kategori ini ingin diterima oleh kelompok anak yang secara sosial lebih tinggi. Posisi anak kategori climber berada diposisi genting karena apabila anak bersikap yang bertentangan dengan kelompok, maka anak akan kehilangan teman yang sudah menerimanya dan sulit diterima oleh kelompok sosial lebih tinggi yang diinginkanya.

f.Neglected

Anak kategorineglectedmerupakan anak yang tidak diterima namun juga tidak ditolak oleh teman sebayanya. Anak diabaikan karena pemalu, pendiam atau dianggap tidak mampu berkontribusi pada kelompok yang mengabaikanya.

Sementara itu, (Berk, 2010: 464) mengkategorikan teman penerimaan teman sebaya kedalam empat kategori umum, yaitu:

1) Anak-anak populer (populer children)


(49)

2) Anak-anak tertolak (rejected children)

Kebalikan dari anak popoler, anak kategori tertolak merupakan anak yang paling banyak menerima suara negatif, sehingga anak kategori tertolak merupakan anak yang tidak disukai teman sebayanya.

3) Anak-anakkontroversial (controversial child)

Anak-anak kontroversial mendapatkan suara positif dan suara negatif. Anak kategori ini terkadang disukai namun terkadang pula banyak disukai namun juga banyak dibenci teman sebayanya.

4) Anak-anak terabaikan (negelected children)

Anak terabaikan merupakan anak yang sangat jarang menerima suara positif maupun suara negatif. Anak kategoi terabaikan sangat jarang disinggung atau diperhatikan oleh teman-temanya.

8. Faktor yang mempengaruhi Penerimaan Teman Sebaya

Hurlock (1978 :296-297) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi penerimaan adalah keseluruhan kepribadian. Anak yang ramah dan kooperatif akan mudah diterima teman sebayanya. Selain itu sikap anak yang patuh terhadap aturan, mampu menyesuaikan diri tanpa menimbukan kekacauan, memiliki hubungan yang baik dengan orang diluar usia sebaya, tidak egosentris dan bersikap apa adanya merupakan ciri anak yang diterima teman sebayanya. Sementara (Berk, 2010 :465) berpendapat bahwa kemampuan anak dalam memadukan kompetensi akademik dengan kompetensi sosial merupakan faktor yang mempengaruhi penerimaan teman sebaya.


(50)

Lebih lanjut, Hurlock (1978: 287) berpendapat bahwa kriteria penerimaan teman sebaya dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:

a. Penampilan nyata

Apabila perilaku anak sesuai dengan standar kelompok teman sebaya, maka anak akan diterima oleh kelompok teman sebayanya.

b. Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok

Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan berbagai kelompok sosial, baik kelompok orang dewasa, kelompok teman sebaya, atau pun kelompok teman yang lebih muda, mudah diterima teman sebayanya. Hal ini dikarenakan anak yang mampu bergaul dengan berbagai kelompok secara sosial dianggap mampu menyesuaikan diri dengan baik.

c. Sikap sosial

Anak yang menunjukan sikap baik dan menyenangkan terhadap orang lain dan dianggap menyesuaiakan diri dengan baik, sehingga mudah diterima oleh teman sebayanya.

d. Kepuasan pribadi

Anak yang dapat diterima dikelompok teman sebaya adalah anak yang menerima peran sosial yang dijalankan di masyarakat dan merasa puas dengan dengan kontak sosialnya di situasi sosial.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi penerimaan teman sebaya adalah kepribadian nyata,


(51)

kemampuan menyeimbangkan kompetensi akademik dan sosial, penyesuaian terhadap berbagai kelompok, sikap sosial, dan kepuasan pribadi.

Apabila anak memiliki karakteristik diatas, maka kemungkinan besar anak akan diterima oleh teman sebayanya. Selanjutnya karakteristik penerimaan teman sebaya tersebut dijadikan pedoman pembuatan instrumen penelitian penerimaan teman sebaya karena dianggap mampu menggambarkan kondisi penerimaan teman sebaya.

C. Tinjauan TentangBullying 1. Pengetian PerilakuBullying

Nelson dan Israel (2009: 200) menjelaskan bahwa bullying dicirikan dengan adanya ketidaksetaraan kekuatan dan adanya perilaku yang bertujuan untuk menyakiti dan menyebabkan ketakutan pada orang lain. Sementara itu, Hemphill et.al (2014: 11-13) berpendapat bahwa parameter bullying dapat dilihat dari tiga aspek, yakni adanya intensi untuk melakukan tindakan agresif terhadap orang lain yang mengakibatkan kerusakan secara fisik, psikologi, dan sosial pada diri orang tersebut; perilaku kekerasan atau agresif dilakukan secara berulang; dan adanya ketidaksetaraan kekuatan (power imbalance) antara pelaku dan korban.

Hemphill et.al (2014: 12) menekankan bahwa indikator intensi untuk menyakiti orang lain tidak bersifat mutlak, artinya tindakan bullyingbisa didasari kesengajaaan ataupun ketidaksengajaan. Sementara Olweus (dalam Benitez dan Justicia, 2006 :154) berpendapat bahwa segala tindakan yang bertujuan untuk menyakiti orang lain dikategorikan sebagai perilakubullying. Lebih lanjut Olweus


(52)

(dalam Benitez dan Justicia, 2006: 154) juga menjelaskan bahwa kekerasan atau perilaku agresif terhadap orang lain yang didasari pada motif untuk memperoleh keuntungan material, pribadi maupun sosial dikategorikan dalam perilaku bullying. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahwa intensi untuk melakukan tindakan bullying merupakan salah satu indikator bullying, namun intensi tidak dapat dijadikan ukuran tunggal mengkategorikan suatu tindakan sebagai bullying sehingga perlu adanya karakteristik lain yang menyertainya.

Suatu tindakan yang dilakukan sekali namun mengakibatkan serangkaian dampak negatif pada diri korban juga dikategorikan sebagai tindakan bullying. Artinya meskipun suatu tindakan tidak dilakukan berulang-ulang namun mengakibatkan dampak yang besar pada diri korban, maka tindakan tersebut termasuk dalam tindakan bullying. Kasus semacam ini biasanya terjadi dalam cyber bullying dimana pelaku hanya melakukan sekali tindakan bullying, namun tindakanbullying yang dilakukan memicu timbulnya tindakan bullyingdari orang lain terhadap korban (Hemphill et.al, 2014: 13). Olweus (dalam Benitez dan Justicia, 2006 :154 ) secara rinci menyebutkan bahwa suatu perilaku dikategorikan bullyingapabila perilaku agresif atau kekerasan dilakukan sekali dalam seminggu dan dilakukan dalam kurun waktu minimum enam bulan.

Ketidaksetaraan kekuatan (power imbalance) dapat diukur dari ketidaksetaraan secara faktual (factual power imbalance) maupun ketidaksetaraan yang dapat dirasakan (perceived power imbalance). Ketidaksetaraan secara


(53)

dilihat secara nyata oleh indra manusia. Ketidaksetaraan ini biasanya tampak dalam bentuk perbedaan fisik, misalnya adanya perbedaan umur, perbedaan wana kulit, perbedaan bentuk badan, perbedaan warna rambut dan lain lain. Sementara ketidaksetaraan kekuatan yang dirasakan (perceived power imbalance) merupakan ketidaksetaraan yang tidak tampak oleh indra manusia namun dapat dirasakan. Ketidaksetaraan ini biasanya dapat dilihat dalam perbedaaan sosial, perbedaan kemampuan, perbedaan ekonomi dan lain lain (Hemphill et.al, 2014: 13).

Berdasarkan indikator tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa bullying adalah suatu perilaku agresif yang dilakukan secara berulang akibat adanya ketidaksetaraan kekuatan dan dilakukan untuk menyakiti orang lain secara fisik, sosial, atau psikologis.

2. Pelaku dan KorbanBullying

Perilaku bullying melibatkan pelaku dan korban bullying. Pelaku bullying adalah individu atau kelompok yang menyalahgunakan kekuatan untuk menyakiti orang lain secara sengaja dan berulang-ulang (Storey, 2013: 15). Olweus (dalam Nelson dan Israel, 2009: 201) menyebutkan ciri-ciri pelaku bullying, yaitu anak bersikap agresif baik terhadap teman ataupun orang dewasa, menunjukan kecenderungan sikap positif terhadap perilaku bullying, berperilaku impulsif, memiliki keinginan kuat untuk mendominasi dalam pergaulan, memiliki rasa empati yang rendah. Sementara itu, Glicken (2009: 359) berpendapat bahwa anak yang berperilaku bullying memiliki kepercayaan diri yang rendah, mudah melampiaskan emosi, dan memiliki rasa empati yang rendah terhadap orang lain.


(54)

Sementara itu, korban bullying dicirikan memiliki sikap khawatir dan menunjukan rasa takut terhadap anak lainya, pendiam, tidak agresif, memiliki rasa percaya diri yang rendah, dan memiliki tampilan fisik yang lemah (Nelson dan Israel, 2009: 201). Lebih lanjut, Storey (2013: 15) menjelaskan bahwa korban bullying dicirikan dengan kepercayaan diri yang rendah, khawatir, ketakutan, patuh, depresi, rendah rasa humor, menyalahkan diri atas semua kesalahan, perasaan butuh pertolongan, isoasi diri dari pergaulan sosial, keterampilan sosial yang rendah, kurang populer, teman sedikit, dan menunjukan ketergantungan pada orang lain.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwabullyingmelibatkan pelaku dan korban bullying. Pelaku bullyingadalah individu atau kelompok yang memiliki ciri-ciri berperilaku agresif, impulsif, memiliki kepercayaan diri dan rasa empati yang rendah serta cenderung menyalahgunakan kekuatan untuk menyakiti orang lain. Sementara korban bullying merupakan pihak yang menjadi sasaran bullying dengan ciri-ciri memiliki kepercayaan diri rendah, terisolasi dari pergaulan, kurang populer, memiliki tampilan fisik yang lemah, dan menunjukan ketergantungan pada orang lain.

3. Bentuk-Bentuk PerilakuBullying

Berdasarkan bentuknya, Bullying dapat dikategorikan dalam bullying fisik (physicalbullying),bullyingverbal (verbal bullying), dan bullyingpsikologis atau sosial (physicological/sosial bullying). Bullying fisik (physical bullying) merupakan tindakan agresif yang dilakukan dengan menyakiti secara fisik dan


(55)

mengakibatkan dampak fisik pada diri korban. Bullying fisik meliputi tindakan memukul, menendang, mencubit, menjegal, atau mendorong orang lain. Merusak barang atau properti milik korban juga dikategorikan sebagai tindakan bullying fisik (physical bullying). Sementara bullying verbal (verbal bullying) merupakan tindakan yang dilakukan dengan menyakiti orang lain secara lisan.Bullyingverbal (verbal bullying) dapat berupa panggilan nama, ejekan, godaan, intimidasi, komentar rasis dan lain-lain. Bullyingpsikologis atau sosial (physicological/sosial bullying) merupakan tindakan agresif terkait dengan reputasi atau harga diri sesorang. Tindakan ini dapat berupa fitnah, membuat atau menirukan gerakan atau ekspresi wajah orang lain, bercanda untuk mempermalukan orang lain, mendorong orang lain untuk mengeluarkan korban dari lingkungan pergaulan (Hemphill et.al, 2013: 8).

Berdasarkan media perantaranya, Hemphill et.al, (2014: 10) mengkategorikan bullying menjadi bullying traditional (traditional bullying) dan cyberbullying. Perbedaan antara bullying tradisional dengan cyberbullying selain terletak pada media perantaranya juga terdapat perbedaan pada bentuk bullying dan dampak bullying.

Bullying tradisional dicirikan dengan adanya tindakan agresif secara langsung atau face to face antara pelaku dan korban. Bullying tradisional dapat berbentuk bullyingfisik,bullyingverbal, danbullyingpsikologis (Hemphill et.al, (2014: 10).

Sementara itu, cyberbullying merupakan tindakan agresif yang menggunakan perantara teknologi dalam pelaksanaanbullying. (Hemphill et.al, 2014: 10). Notar, Padgett, dan Roden (2013: 2) menjelaskan bahwa tindakan cyberbullying dapat


(56)

berupa bullying verbal dan psikologis yang terjadi melalui sosial media, email, blog,chatroom, atautextingbiasa menggunakanShort Messanger Service(SMS).

Cyberbullying diketahui secara langsung berdampak buruk pada kondisi psikologis korban, seperti korban menjadi merasa lemah dan kesepian. lebih lanjut kondisi psikologis yang buruk ini akan berdampak negatif pada kondisi fisik korban, seperti sakit fisik dan gangguan makan (Anderson dan Strum dalam Notar, Padgett, dan Roden, 2013: 3).

Sementara itu, bullying tradisional secara langsung berdampak negatif pada kondisi fisik dan psikologis korban bullying. Dampak terhadap korban bullying tradisional dapat berupa lebam, memar, kehilangan kepercayaan diri, penolakan dan isolasi sosial, permasalahan physicosomatic, kekhawatiran, dan ketidakmampuan sosial (Seeley et.al, 2011: 3).

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat simpulan bahwa berdasarkan bentunya, bullying dibagi menjadi bullying fisik (physical bullying), bullying verbal (verbal bullying), dan bullying psikologis (physicological/sosial bullying). Sementara itu, berdasakan media perantaranya, bullying dikategorikan sebagai bullying tradisional dancyberbullying.

4. Penyebab PerilakuBullying

Penyebab faktor internal salah satunya adalah adanya sifat temperamental dan impulsif dalam diri seseorang. Sifat temperamental dicirikan dengan adanya ketidakfleksibelan dalam sosial, aktivitas yang tinggi, hiperaktif, kesulitan dalam menjalani transisi kehidupan, serta depresi. Sifat temperamental tersebut


(57)

selanjutnya menimbulkan sikap impulsif dan pengendalian diri yang rendah pada diri seseorang (Benitez dan Justicia: 160).

Kondisi internal lain dapat dianalisis dari tingkat kecerdasan seseorang. Menurut Moffit, Erron dan Huessman (dalam Benitez dan Justicia: 161) kemampuan inteligen, kemampuan problem solving dan prestasi sekolah yang rendah menjadi penyebab seseorang berperilaku agresif dan cenderung mengarah pada tindakan kekerasan. Kemampuan inteligen yang paling berpengaruh adalah kecerdasan verbal.

Selain faktor internal,bullyingjuga dipengaruhi oleh kondisi eksternal. Nevid, Rathus & Greene (2005: 207) menjelaskan bahwa anak-anak berpotensi meniru tindakan kekerasan yang terjadi dilingkungan sekitar mereka, baik di rumah, di sekolah, di televisi atau dimedia lain. Tindakan agresif yang diamati anak melalui lingkungan sekitar ini selanjutnya dipraktikan kepada teman sebayanya melalui perilakubullyinguntuk memperoleh keinginan, memperoleh persetujuan atau rasa hormat dari teman sebayanya.

Pemaparan perilaku bullying dapat dimulai dari rumah, yakni tatakala anak menyaksikan kekerasan diatara kedua orang tua atau menjadi korban langsung kekerasan yang dilakukan orang tua. Paparan tindakan bullying dalam keluarga menimbulkan persepsi pada diri anak bahwa kekerasan dalam hubungan interpersonal merupakan cara yang wajar untuk memaksa orang lain untuk melakukan keinginan anak (Nevid, Rathus & Greene, 2005: 207). Karketeristik orang tua dan tipe pengasuhan juga berpengaruh terhadap perilaku bullying anak. Orang tua yang cenderung sering menguhukum dan berlaku impulsif terhadap


(58)

anak secara tidak langsung menanamkan konsep kekerasan pada diri anak. Sejalan dengan hal itu, anak secara tidak langsung juga belajar untuk berperilaku agresif untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Sementara orang tua yang cenderung kurang memperhatikan anak juga mengakibatkan anak berperilaku negatif, salah satunya perilaku bullying. Bahkan orang tua yang anti sosial juga dapat membentuk karakter temperamental dan anti sosial pada diri anak, sehingga pada akhirnya anak akan cenderung berperilaku bullying. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tipe pengasuhan dan karakteristik orang tua berpengaruh terhadap pembentukan sikap agresif pada diri anak (Benitez dan Justicia:162).

Lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat berpengaruh terhadap perilaku anak. Fernandez (dalam Benitez dan Justicia, 2006: 163) menyebutkan beberapa faktor internal sekolah yang berpengaruh terhadap pembentukan perilaku bullying anak, yaitu hubungan guru dan siswa; hubungan antar siswa; ukuran fasilitas sekolah; masalah organisasi sekolah; perbedaan budaya; dan macam sanksi dan hukuman yang diberikan sekolah. Lebih lanjut Ascher (dalam Benitez dan Justicia, 2006: 163) menjelaskan bahwa perilakubullyingyang terjadi disekolah merupakan perwujudan dari kasus bullying yang terjadi dilingkungan sosial di mana anak tinggal.

Dalam lingkup pergaulan dengan teman sebaya, apabila anak bergaul dengan teman sebaya yang memiliki kecenderungan perilaku agresif, maka hal ini akan memperkuat pembentukan perilaku bullying pada diri anak (Benitez dan Justicia, 2006: 163). Hasil penelitian Jan dan Hussain (2015: 52) menunjukan bahwa salah satu penyebab perilaku bullying adalah adanya kecemburuan dalam pergaulan


(59)

teman sebaya. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpukan bahwa kelompok teman sebaya berpengaruh terhadap pembentukan perilaku bullying pada diri anak.

Anak yang tereksposbullyingmelalui media, baik media cetak maupun media masa, cenderung bersikap lebih agresif dan menunjukan sikap kekerasan pada teman sebayanya. Sementara anak yang terekspos konten prososial dalam media cenderung berikap tidak agresif, lebih kooperatif, dan cenderung mau berbagi terhadap dengan sebayanya. Secara lebih rinci, terdapat dua pengaruh media terhadap perilaku bullying pada anak, yaitu anak yang terekspos kekerasan level tinggi pada media, cenerung akan langsung mempraktikan perilaku bullying pada teman sebayanya. Kedua, anak yang terbiasa melihat kekerasan melalui media akan membentuk sebuah persepsi bahwa mereka harus melakukan kekerasan agar tidak menjadi korban kekerasan (Benitez dan Justicia, 2006: 162).

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Penyebab dari faktor internal terdiri dari adanya sifat temperamental dan tingkat kecerdasan anak. Sementara faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pembentukan perilakubullying adalah kondisi lingkungan sekolah dan lingkungan sosial anak, pergaulan teman sebaya, karakteristik orang tua dan tipe pengasuhan (parenting), serta media.

5. Dampak PerilakuBullying

Perilaku bullying berdampak negatif tehadap pihak yang terlibat dalam perilaku bullying baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak negatif


(60)

bagi korban bullying adalah timbulnya rasa rendah diri, kehilangan kepercayaan diri, penolakan dan isolasi sosial, permasalahan physicosomatic, kekhawatiran, dan ketidakmampuan sosial. Bahkan lebih jauh bullying berdampak negatif pada tingkat kehadiran siswa, prestasi akademik hingga mengakibatkan perilaku bunuh diri. Dampak emosi ini dapat dideteksi dengan adanya perubahan mood, kurang aktif berargumentasi, penarikan diri dari lingkungan sosial, sakit fisik, dan kehilangan ketertarikan terhadap sekolah (Perren dan Alsaker dalam Benitez dan Justicia, 2006: 160).

Sementara itu, bullying akan berdampak negatif terhadap pelaku bullying. Dampak ini berupa kegagalan dalam mengembangkan kemampuan sosial, seperti empati, negosisasi, dan balas budi; kehilangan emosi sehingga pelaku cenderung menggunakan kekerasan untuk mendapatkan keinginanya; serta kerugian secara akademik akibat perilaku agresif yang memicu ketidakdisiplinan dan ketidakfokusan pada tugas sekolah (Farington dalam Benitez dan Justicia, 2006:160).

Dalam hal ini, Hasil penelitian Kowalski dan Limber (2012: 18) menguatkan bahwa depresi, perasaan khawatir, kepercayaan diri, permasalahan kesehatan, tingkat kehadiran dan prestasi belajar memiliki hubungan yang signifikan dengan perilakubullying.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying berdampak negatif terhadap pelaku dan korban. Dampak ini dapat berupa dampak fisik maupun dapak psikologis. Dampak bagi korban bullying berupa kehilangan percaya diri, ketidakmampuan sosial, khawatir, dan gangguan fisik. Sementara itu,


(61)

dampak bagi pelaku bullying adalah dampak akademik, ketidamampuan mengembangkan kemampuan sosial, dan potensi kehilangan kontrol emosi.

D. Tinjauan Tentang Karakteristik Siswa Kelas V Sekolah Dasar 1. Pengertian Siswa Kelas V Sekolah Dasar

Izzaty dkk (2008: 104) mendefinisikan anak sekolah dasar sebagai anak yang berada pada usia 6 tahun hingga usia 11 atau 13 tahun dimana anak masuk pada masa remaja awal. Izzaty dkk (2008: 116) menyebutkan bahwa anak kelas tinggi sekolah dasar merupakan anak yang berusia 9 atau 10 tahun hingga 12 atau 13 tahun. Anak usia ini biasanya berada dikelas 4, 5, atau 6 sekolah dasar. Sesuai ketegori usianya, anak kelas tinggi dikategorikan dalam masa perkembangan kanak-kanak.

Lebih lanjut lagi, Izzaty dkk (2008: 116) menjelaskan bahwa anak kelas tinggi memiliki ciri-ciri khusus, yakni perhatian anak yang tertuju pada kehidupan praktis sehari hari, memiliki rasa ingin tahu tinggi, memiliki keinginan untuk belajar yang tinggi, berfikir realistis, serta senang membentuk kelompok teman sebaya.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa siswa kelas V sekolah dasar merupakan siswa berusia 9 atau 10 tahun hingga 12 atau 13 tahun yang memiliki ciri-ciri umum perhatian anak yang tertuju pada kehidupan praktis sehari hari, memiliki rasa ingin tahu tinggi, memiliki keinginan untuk belajar yang tinggi, berfikir realistis, serta senang membentuk kelompok teman sebaya.


(62)

2. Tahap Perkembangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar a. Tahap Perkembangan Moral

Perkembangan moral ditandai dengan kemampuan anak untuk menyesuaikan aturan, nilai dan norma yang ada pada masyarakat. Perilaku moral ini dipengaruhi oleh lingkungan sekitar anak, baik keluarga, masyarakat atau teman sebaya (Izzaty dkk, 2008: 110).

Hurlock (1978: 79) berpendapat bahwa pola perkembangan moral sejalan dengan perkembangan kecerdasan. Ketika kecerdasan anak meningkat, maka tingkat perkembangan moral anak juga akan menjadi lebih tinggi. Apabila perkembangan moral tidak bisa mengikuti perkembangan kecerdasan, artinya anak dianggap tidak matang secara moral.

Pendapat Hurlock diperkuat dengan tahapan perkembangan yang dijelaskan oleh Piaget dan Kolhberg. Studi penelitian yang dilakukan Piaget dan Kohlberg (dalam Hurlock, 1978: 79) menunjukan bahwa perkembangan moral berkaitan dan tergantung pada perekembangan kecerdasan anak

Menurut Piaget (dalam Hurlock, 1978: 79-80) tahap perkembangan moral dibagi menjadi dua, yakni tahap realisme moral dan tahap moralitas otonomi. Tahap realisme dicirikan dengan ketaatan pada aturan yang didasakan pada konsekuensi. Ketaatan moral pada tahap ini tidak melibatkan penalaran penalaran atau penialaian pada motif pemberlakuan aturan moralitas. Selanjutnya, tahap kedua merupakan tahap moralitas otonomi. Pada tahapan kedua ini, anak menilai suatu perilaku atau aturan moral berdasarkan tujuan yang mendasarinya.


(63)

Piaget (dalam Hurlock, 1978: 79-80) mengkategorikan anak usia 7 atau 8 tahun hingga 12 tahun atau lebih dalam kategori tahap perkembangan moralitas otonomi. Hal ini dikarenakan pada usia 8 tahun konsep anak tentang keadilan mulai berubah, anak tidak lagi menganggap kaku aturan moral yang diterapkan dan mulai melakukan modifikasi terhadap aturan moral berdasarkan tujuan yang mendasarinya. Misalnya, bagi anak usia 5 tahun, berbohong selalu salah, namun bagi anak dalam tahapan moralitas otonomi berbohong bisa jadi benar pada situasi tertentu. Oleh karena itu, bagi anak pada tahapan moralitas kedua ini berbohong bisa dibenarkan bisa juga salah tergantung pada tujuan atau motif yang mendasarinya.

Selanjutnya, Kohlberg melajutkan penelitian Piaget dengan mengkategorikan perkembangan moral menjadi tiga tingkatan. Yakni moralitas prakonvensional, moralitas konvensional, dan moralitas pascakonvensional. Tahap pertama merupakan tingkatan moralitas prakonvensional, pada tahapan ini kepatuhan pada konsep moral didasarkan pada hukuman atau akibat fisiknya. Artinya anak patuh pada aturan moral karena mengharapkan penghargaan dan takut pada hukuman. Oleh karena itu, konsep moral yang terbentuk lebih didasarkan pada konsep tukar menukar daripada keadilan. Tahap kedua merupakan tingkatan moralitas konvensional. Anak pada tahapan ini menyesuaikan aturan untuk mendapatkan persetujuan orang lain. Anak bersikap sesuai dengan aturan sosial agar diterima dalam kelompok sosial. Anak usia sekolah dasar berada pada tingkatan moralitas konvensional. Tahapan tingkatan moralitas tertinggi merupakan moralitas


(64)

pascakonvensional. Tahapan moralitas ini dicirikan dengan adanya keyakinan bahwa standar moral harus bersifat lues serta dapat dimodifikasi apabila perubahan yang dilakukan lebih banyak menguntungkan kelompok sebagai suatu keseluruhan. Pada tahapan ini, anak patuh terhadap aturan moral bukan karena tuntutan sosial melainkan karena adanya penyesuaian pada prinsip moralitas dalam diri sendiri (Kohlberg dalam Hurlock, 1978: 80).

Menurut teori perkembangan Piaget, tahapan perkembangan moralitas otonomi sejalan dengan tahapan perkembangan kognitif operasional formal. Perkembangan anak pada tahap operasional formal memungkinkan anak untuk memecahkan masalah dengan melibatkan nalar dan hipotesis dalil serta berfikir kombinatoris (Monks dkk 2006: 223-224). Hal ini memungkinkan anak untuk menyelesaikan masalah dari berbagai sudut pandang dengan melibatkan berbagai faktor pemecahan masalah (Piaget dalam Hurlock, 1978: 80).

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa siswa kelas V sekolah dasar berada pada tingkatan moralitas otonomi. Suatu tingkatan moral dimana anak menilai suatu perilaku atau aturan moral berdasarkan tujuan yang mendasarinya. Siswa kelas V sekolah dasar dapat pula berada dalam kategori moralitas konvensional, artinya anak pada tahapan ini menyesuaikan aturan untuk mendapatkan persetujuan orang lain. Anak bersikap sesuai dengan aturan sosial agar diterima dalam kelompok sosial.


(65)

b. Tahap Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial adalah kemampuan anak untuk mencapai kematangan sosial. Perkembangan ini diindikasikan dengan adanya proses penyesuaian diri anak pada norma, tradisi, dan moral dalam kelompok sosial (Yusuf, 2007: 180).

Sikap atau perilaku anak lebih dipengaruhi oleh teman sebaya daripada keluarga, karena anak mulai tergabung dalam kelompok teman sebaya (gang). Hal ini dikarenakan pergaulan anak semakin luas, sehingga anak akan bertemu orang disamping anggota keluarga. Meluasnya lingkungan sosial ini menyebabkan anak memperoleh pengaruh-pengaruh dari orang diluar keluarga. Dikarenakan kanak-kanak akhir cenderung berkumpul dengan teman sebaya, maka teman sebaya berpengaruh besar pada perkembangan anak (Monks dkk, 2006: 183; Hurlock, 1978: 26; Izzaty dkk, 2008: 115).

Perkumpulan teman sebaya ini hanya bersifat sementara. Anak cenderung akan berpindah dari satu kelompok ke kelompok lainya sesuai dengan aktivitas yang diminatinya. Sedangkan angota dipilih berdasarkan pada kemampuan anak untuk melakukan aktivitas yang anak lain suka melakukanya (Hurlock, 1978: 264).

Anak pada usia ini memiliki keinginan untuk diterima dikelompoknya. Anak cenderung memunculkan sikap sportif dan berusaha untuk bekerjasama dengan orang lain sampai pada tingkat menekan kepribadian individu agar bisa diterima kelompok sosialnya. Anak merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya. Oleh karena itu, Anak akan bermain mengikuti


(66)

aturan kelompok, saling berbagi dan menjunjung tinggi rasa kebersamaan dalam kelompok. Sejalan dengan hal ini, anak juga berusaha untuk bertanggung jawab memikul beban teman sebayanya (Hurlock, 1978: 269; Izzaty dkk, 2008: 117; Yusuf, 2007: 180)

Akan tetapi, disisi lain anak juga mengembangkan sikap persaingan agar bisa diterima dalam kelompok sosialnya. Persaingan ini dapat berupa persaingan internal kelompok, persaingan antar kelompok dengan kelompok sebaya lainya, atau persaingan antara kelompok sebaya dengan lembaga yang terorganisasi dalam masyarakat (Hurlock, 1978 :269).

Selain itu, pada masa kanak-kanak akhir, anak akan lebih suka berkumpul atau bermain dengan teman yang berjenis kelamin sama (unisex). Hal ini memunculkan antagonisme jenis kelamin yang membatasi anak laki-laki untuk bermain bersama anak perempuan dan sebaliknya. Lebih jauh antagosime jenis kelamin memicu munculnya permusuhan antar jenis kelamin. Pengecualian terjadi apabila anak merasa bahwa salah satu jenis kelamin mampu mengimbangi kecepatan yang ditetapkan masing-masing jenis kelamin, maka anak akan bersedia untuk berkumpul atau bermain bersama. Antagonisme jenis kelamin muncul akibat adanya tekanan sosial untuk menyesuaikan peran jenis kelamin dalam lingkungan sosial (Hurlock, 1978: 271-272)

Anak pada usia kanak-kanak akhir cenderung memiliki kepekaan perasaan yang berlebihan. Kepekaan berkebihan ini muncul akibat adanya penolakan dan penerimaan yang dialami anak dalam kehidupan sosialnya.


(67)

Kepekaan berlebihan ini selanjutnya menimbulkan sikap mudah tersinggung terhadap kata-kata dan perbuatan orang lain (Hurlock, 1978: 265).

Selain itu, periode perkembangan kanak-kanak menjadi masa paling mudah bagi anak untuk dipengaruhi. Akan tetapi, anak menjadi mudah dipengaruhi dan menurut pada pemikiran orang lain karena berusaha untuk diterima dilingkungan sosial. Diluar itu, anak akan bersikap memberontak terhadap pengaruh orag yang lebih dewasa yang dianggap anak bersifat otoriter (Hurlock, 1978: 265).

Anak pada usia ini lebih besar kemungkinanya menjadi sasaran prasangka yang mengarah pada diskriminiasi sosial. Prasangka diperoleh anak dari penerimaan nilai-nilai budaya yang tidak kritis dari rumah dan kelompok sosial. Dikarenakan anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya, maka anak menangkap sebagian prasangka dari kelompok teman sebaya. Sterotype terhadap kelompok tertentu menjadikan anak cenderung menggolongkan semua hal menjadi tingkatan golongan lebih tinggi atau lebih rendah yang selanjutnya menimbulkan diskriminasi sosial. Sikap diskriminasi ini dapat berupa perilaku membedakan dan merendahkan orang atau kelompok lain dan merasa diri atau kelompoknya lebih tinggi atau lebih unggul secara fisik, ras, agama, sosial ekonomi, jenis kelamin dan lain lain (Hurlock, 1978: 269-271).

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik siswa kelas V sekolah dasar adalah anak lebih banyak bermain dengan teman sebaya dan membentuk gang, mengembangkan sikap sportif dan bertanggung


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

170 Lampiran 18. Dokumentasi Penelitian


Dokumen yang terkait

Pengaruh Dukungan Guru dan Teman Sebaya terhadap Akseptabilitas dan Pemanfaatan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja) di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Kota Tanjung Balai

3 72 174

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Kecemasan Remaja Putri Pada Masa Pubertas Dalam Menghadapi Perubahan Fisik Di Smp Swasta Betania Medan

10 93 92

Pengaruh Paparan Media Internet dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Bebas Pada Remaja SMA XYZ Tahun 2012

6 96 167

HUBUNGAN ANTARA STRES SEKOLAH DAN DUKUNGAN TEMANSEBAYA TERHADAP PERILAKU BULLYING PADA SISWA Hubungan Antara Stres Sekolah Dan Dukungan Teman Sebaya Terhadap Perilaku Bullying Pada Siswa.

0 0 17

PENDAHULUAN Hubungan Antara Stres Sekolah Dan Dukungan Teman Sebaya Terhadap Perilaku Bullying Pada Siswa.

0 2 12

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Antara Stres Sekolah Dan Dukungan Teman Sebaya Terhadap Perilaku Bullying Pada Siswa.

0 2 5

HUBUNGAN ANTARA STRES SEKOLAH DAN DUKUNGAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU BULLYING PADA Hubungan Antara Stres Sekolah Dan Dukungan Teman Sebaya Terhadap Perilaku Bullying Pada Siswa.

0 4 18

Hubungan antara Penerimaan Teman Sebaya dan Iklim Sekolah dengan Bullying pada Siswa SMP Negeri 11 Surakarta.

0 0 20

PENGARUH PERILAKU PROSOSIAL DAN KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP PENERIMAAN TEMAN SEBAYA SISWA KELAS V SD NEGERI SE KECAMATAN PAJANGAN.

5 14 150

PENGARUH INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL DAN DUKUNGAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU KONSUMTIF PADA SISWA KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH 3 YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015.

9 27 188