19
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam rangka era perdagangan bebas, hampir semua negara baik negara maju maupun negara berkembang sedang mempersiapkan diri. Hal ini mendorong
terintegrasinya negara–negara dalam bentuk global sehingga adanya kebebasan untuk keluar masuk barang dan jasa, modal maupun SDM.
Globalisasi pada satu sisi akan memberikan manfaat, namun di sisi lain akan dapat menimbulkan kerugian. Seberapa besar manfaat globalisasi bagi suatu negara akan sangat
bergantung pada kesiapan negara tersebut. Salah satu sasaran yang hendak direbut oleh negara–negara berkembang adalah masuknya investasi asing langsung Foreign Direct
Invesment , karena manfaatnya secara umum antara lain : meningkatnya pertumbuhan
domestik bruto, menyerap tenaga kerja, mendorong dan menarik kegiatan ekonomi lainnya serta meningkatnya cadangan devisa.
Dewasa ini negara–negara pesaing Indonesia seperti Vietnam, RRC, Malaysia, Thailand dan sebagainya telah menyusun kebijakan investasinya sedemikian rupa dalam
menciptakan iklim investasi yang kondusif. Berbagai insentif pajak diberikan, kemudahan ekspor impor ditawarkan, pelatihan dan pendidikan tenaga kerja dilakukan, disusunnya
peraturan ketenagakerjaan yang pada intinya mengarah pada upaya merangsang masuknya investasi asing.
Indonesia yang dalam kondisi masih belum pulih sepenuhnya dari krisis juga mengupayakan berbagai langkah konkrit dan menyusun berbagai kebijakan yang pada
intinya berupaya meningkatkan daya saing internasional. Hal ini perlu dilakukan karena ternyata saat ini daya saing Indonesia masih rendah. Laporan pada World Competitiveness
Year Book 2005 , menempatkan bahwa Indonesia berada di peringkat 59 dari 60 negara.
Hal ini disebabkan ketidakpastian iklim investasi, ketidakpastian hukum, birokrasi, waktu pelayanan yang lama, biaya tinggi dan tidak transparan. Padahal di sisi lain sebenarnya
Indonesia memiliki keunggulan komparatif bagi investor asing antara lain dengan jumlah penduduk yang relatif besar, sumber daya alam yang cukup berlimpah serta letak
geografis yang strategis. Kondisi perekonomian Indonesia awal tahun 2006 masih dinyatakan kurang baik.
Pertumbuhan ekonomi lambat 5,6, angka kemiskinan relatif tinggi 17,75 demikian
20 juga dengan pengangguran 11,1 masih tinggi, kesenjangan daya saing antar negara
dan daerah semakin lebar dan iklim investasi kurang kondusif BKPM, 2007. Akumulasi keadaan tersebut diatas sangat merugikan kegiatan ekonomi dan
kelancaran roda dunia usaha, baik langsung maupun tidak langsung dirasakan di Propinsi DKI Jakarta. Kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat kegiatan ekonomi dan sosial
serta perdagangan, dimana lebih dari tiga perempat jumlah uang beredar berada di Jakarta. Karena itu, mudah dipahami jika Jakarta merupakan kawasan terdepan yang terkena
dampak krisis ekonomi dan moneter, mengingat sebagian besar dunia usaha dan organisasi bisnis berpusat di Jakarta.
Dampak negatif krisis ini jelas mengganggu iklim investasi dan menjadikan kurang menarik bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, termasuk di Jakarta.
Bahkan investor asing dan investor lokal melakukan “wait and see“ untuk menanamkan modalnya di Indonesia, yang mengakibatkan nilai realisasi investasi Penanaman Modal
Asing PMA maupun Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN terus menurun. Data statistik nilai persetujuan investasi di Propinsi DKI Jakarta belum
menunjukkan angka yang menggembirakan pada umumnya, walaupun minat berinvestasi di Propinsi DKI Jakarta masih cukup tinggi.
Tabel 1. Perkembangan nilai persetujuan investasi PMAMPDN tahun 2003 - 2007
PMA PMDN
Investasi Investasi Tahun
Proyek
Ribu US
Proyek
Rp Juta 2003
197 6.218.084
150 2.317.881
2004 294
2.764.325 193
6.034.677 2005
170 7.200.237
120 964.227
2006 306
2.688.143 56
3.716.855 2007
429 6.542.748
33 3.914.507
Sumber : BKP
M
Tahun 2008 Kemerosotan nilai investasi lainnya yang harus mendapat perhatian pemerintah
adalah keinginan investor untuk memindahkan modal investasinya capital flight ke negara lain yang lebih baik kondisi ekonomi, politik dan jaminan keamanannya. Untuk
itu diperlukan strategi guna memulihkan kepercayaan investor agar mau dan tetap menanamkan modalnya di Provinsi DKI Jakarta. Dalam rangka menggairahkan kembali
21 perekonomian dan mengupayakan perbaikan ekonomi yang lebih intensif melalui
kebijakan makro maupun mikro, serta langkah alternatif, harapan untuk pemulihan perekonomian Indonesia dan pengembangan investasi dengan mengaktualisasikan
kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil, maka sangat dibutuhkan kehadiran investasi dalam skala besar baik PMA maupun PMDN.
DKI Jakarta sebagai barometer dalam segala aspek memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam upaya mencapai pertumbuhan investasi. Kondisi DKI Jakarta
adalah mewakili kondisi daerah yang paling maju di Indonesia sehingga diharapkan DKI Jakarta dapat berperan menarik investor asing masuk ke Indonesia juga sebagai pintu
gerbang investasi bagi daerah lain di Indonesia.Untuk dapat menarik para investor menanamkan modalnya di Indonesia khususnya di DKI Jakarta, diperlukan iklim investasi
yang kondusif, yaitu jaminan keamanan, kepastian hukum, prasarana penanaman modal yang memadai dan juga adanya kemudahan-kemudahan dalam pengurusan perizinan
penanaman modal. Pengurusan perizinan adalah hal yang selama ini dikeluhkan para Investor,
disamping waktu yang cukup lama juga biaya yang tidak jelas. Sejalan dengan hal tersebut Pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2006 tentang
Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. Dalam Inpres tersebut juga mengatur tentang percepatan dalam mengurus izin investasi dari 156 hari menjadi 30 hari, salah satu
tindakannya adalah penyederhanaan perijinan satu pintu atau dikenal dengan kebijakan penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu PTSP yang ditindak lanjuti dengan
keluarnya Permendagri nomor 24 tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Dengan keluarnya Undang-Undang No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang merupakan pengganti dari Undang-Undang No 11 tahun 1967 tentang PMA dan
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1968 tentang PMDN merupakan bentuk keseriusan Pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang pro penanaman modal, dalam
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tidak lagi pembedaan perlakuan, baik untuk PMA maupun PMDN. Undang-undang Penanaman Modal mengamanatkan bahwa Perusahaan-
penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki
kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang, dan izin dimaksud diperoleh melalui PTSP.
22 Salah satu instansi publik di DKI Jakarta yang memegang peranan penting serta
memiliki potensi besar dalam menunjang perekonomian di DKI Jakarta adalah Badan Penanaman Modal dan Pendayagunaan Kekayaaan dan Usaha Daerah BPMPKUD
Propinsi DKI Jakarta. Badan ini memiliki tugas menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan di bidang penanaman modal yang meliputi perencanaan, promosi,
pelayanan dan fasilitasi serta menyelenggarakan usaha pendayagunaan kekayaan dan usaha daerah.
Dalam menindak lanjuti kebijakan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan berbagai kebijakan di bidang penanaman modal.
Kebijakan yang sudah ditempuh oleh Pemerintah DKI Jakarta diantaranya Peraturan Gubernur Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu PTSP dan Peraturan Gubernur Nomor 53 Ttahun 2008 tentang Petunjuk Tehnis Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Untuk mengubah kondisi perekonomian pada kondisi yang lebih baik maka investasi merupakan solusi yang realistis. Investasi tidak hanya meningkatkan produk
ekspor dan meningkatkan daya beli, tetapi juga untuk menanggulangi pengangguran dan angka kemiskinan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Membangun iklim investasi yang sehat dan kondusif bukan hal mudah, sebab iklim investasi terkait dengan suatu kumpulan faktor-faktor lokasi tertentu yang membentuk
kesempatan dan dorongan bagi perusahaan untuk melakukan investasi yang secara produktif dan juga bagi masyarakat secara keseluruhan. Upaya yang dilakukan
pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif dalam rangka meningkatkan investasi di Propinsi DKI Jakarta salah satunya melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Keluarnya Peraturan Gubernur Nomor 112 Tahun 2007 dan Peraturan Gubernur Nomor 53 Tahun 2008 adalah dalam rangka memudahkan para investor dalam
pengurusan perijinannya, investor hanya mendatangi kantor BPM dan PKUD yaitu Instansi yang ditunjuk untuk menjadi leading sector pelaksanaan perijinan investasi, dan
setelah itu para investor juga bisa mengambil perijinan yang sudah jadi di kantor BPM dan PKUD. Diharapkan dengan dilaksanakannya PTSP Penanaman Modal, investor dapat
menghemat waktu, tenaga dan juga biaya sehingga diharapkan dapat memberikan kepuasan bagi investor.
Pengukuran tingkat kepuasan investor sangat diperlukan dalam penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal, serta strategi apa yang harus dilakukan oleh PTSP Penanaman
Modal agar dapat meningkatkan fungsi pelayanan kepada investor. Hal tersebut dilakukan
23 untuk mengetahui sejauh mana peran dan fungsi BPM dan PKUD selaku Pembina
Perusahaan PMAPMDN di Propinsi DKI Jakarta dalam penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi para investor,
sehingga para investor merasa puas. Konsep kepuasan yang paling mendasar adalah dengan memahami kepentingan dan
harapan setiap investor. Hasil dan pengukuran terhadap tingkat kepuasan investor akan berguna bagi penyelenggaraan PTSP Penanaman Modal untuk mengetahui hal – hal yang
harus dipertahankan atau diperbaiki, sehingga akan terjalin hubungan yang baik antara investor dan BPM PKUD Propinsi DKI Jakarta selaku pembina perusahaan PMA
PMDN. Di lain pihak, teknologi informasi telah mampu memberikan informasi tentang layanan serupa yang diselenggarakan di negara lain, sehingga investor mulai
membandingkan layanan tersebut dengan layanan serupa di Indonesia khususnya di DKI Jakarta.
Gagasan akan perlunya efisiensi sektor publik dan profesionalisme aparatur petugas ini, jelas didasari oleh pemikiran bahwa pada masa yang akan datang, aparatur
negara akan dihadapkan pada suatu kondisi objektif yang menuntut adanya daya saing competitiveness serta kecepatan dan kearuratan effectiveness penyelenggaraan tugas-
tugas pemerintahan dan pembangunan. Terlebih lagi jika diingat bahwa sumber daya yang dimiliki oleh aparatur petugas tetap terbatas, sementara tuntutan investor terhadap jasa
pelayanan penanaman modal semakin meningkat. Untuk itu DKI Jakarta berusaha untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan
kepada para investor melalui PTSP Penanaman Modal, dengan harapan investor merasa puas dengan layanan yang diberikan dalam merealisasikan investasinya. Kepuasan
investor sangat mempengaruhi sikap investor dalam pengambilan keputusan untuk segera atau menunda merealisasikan investasinya. Hal ini yang melatar belakangi penulisan
tentang faktor apa yang menjadi pertimbangan investor dalam menilai kualitas layanan. Untuk mengkaji tentang faktor yang dipertimbangkan investor dalam mempersepsikan
kualitas layanan, Parasuraman 1988 mengemukakakan 30 item jenis layanan. Item-item tersebut dikelompokan dalam 10 dimensi Ten Dimention ServQual.
Hasil dari penilaian investor tersebut selanjutnya dianalisis menggunakan Analisa SWOT, Untuk dapat merealisasikan hal tersebut diatas maka diperlukan suatu kajian
mengenai bagaimana “Strategi kebijakan pengembangan penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu PTSP penanaman modal dalam meningkatkan pelayanan kepada
para investor di Propinsi DKI Jakarta“.
24
1.2 Perumusan Masalah