Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini seiring dengan perkembangan zaman yang terus menuju kepada zaman teknologi dan digital serta berkembangnya kurikulum pembelajaran menuju kurikulum yang mengarahkan para siswa untuk belajar mandiri dan tidak tergantung pada buku teks dan materi dari guru, peranan perpustakaan sebagai resource based learning semakin berkembang. Untuk itulah perpustakaan semakin berperan di kalangan sekolah. Perpustakaan adalah salah satu sarana pendidikan yang harus ada di setiap sekolah sebagai sarana penunjang kegiatan belajar siswa dan memegang peranan yang penting dalam memacu tercapainya tujuan pendidikan di sekolah. Sebab dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yaitu UU No. 20 tahun 2003 dalam BAB XII tentang Sarana dan Prasarana Pendidikan, Pasal 45 1 disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik. Perpustakaan dapat menjadi “alat” untuk menumbuhkan dan meningkatkan minat membaca dan kegemaran membaca bila perpustakaan dapat berfungsi sebagai pusat minat baca. Penciptaan pusat minat baca dapat dilaksanakan bila sekolah, guru dan pustakawan mempunyai kemauan, dedikasi dan berbagai strategi serta upaya. Bagaimana kira-kira gambaran sebuah pusat minat baca itu? Yaitu: sebuah perpustakaan yang nyaman dan menyenangkan bagi peserta didik. Selain itu, sekolah secara aktif dan kontinyu membuat berbagai program sastra untuk menarik minat anak didik mengunjungi perpustakaan dan memanfaatkan bacaan sebagai bagian dari kebutuhan utama. Tidak hanya sebagai kebutuhan untuk memenuhi kewajiban atau tugas-tugas sekolah, akan tetapi terutama untuk kebutuhan pribadinya sendiri, yaitu kebutuhan untuk “memperkaya” dan memajukan dirinya sendiri. 1 Namun, kurangnya promosi penggunaan perpustakaan menyebabkan tidak banyak siswa yang mau memanfaatkan jasa layanan perpustakaan. Anak kurang tahu tentang kegunaan perpustakaan, begitu juga dengan bahan pustakanya. Dia membutuhkan dorongan dan ajakan untuk berkunjung ke perpustakaan. Kurangnya ajakan untuk mengunjungi perpustakaan menjadikan anak merasa asing terhadap perpustakaan. Untuk tahap-tahap awal, anak perlu dipaksa masuk perpustakaan, yaitu dengan jalan memberi tugas membaca buku dan kemudian menceritakan atau membuat laporan. Lama-kelamaan hal itu menjadi kebiasaan yang positif dan mereka akan merasa membutuhkan perpustakaan. 2 Jika keadaan sudah demikian, maka sudah saatnya pustakawan melakukan program yang dapat mengembalikan pamor dan peranan perpustakaan kepada seluruh siswa. Program yang dimaksud bisa dilakukan dengan jalan promosi. 1 Murti Bunanta, “Strategi Membangun Minat Baca Melalui Perpustakaan Sekolah.” Makalah untuk Konperensi Nasional Perpustakaan dengan tema “Promosi Bacaan Anak” diselenggarakan oleh Jurusan IPI Fakultas Adab dan Humaniora kerjasama dengan INABBY dan KPBA di kampus UIN Syarif Hidayatullah, 9 Agustus 2006 Jakarta : INABBY, 2006, h. 1. 2 Sugiyanto, “Perpustakaan Sekolah,” artikel diakses pada 12 April 2007 dari httpwww.kompas.com Kegiatan promosi layanan perpustakaan sangat perlu dilakukan. Karena kenyataan menunjukkan bahwa begitu rendah apresiasi nyata masyarakat terhadap perpustakaan. Ini dapat dilihat dari rendahnya pemanfaatan perpustakaan oleh masyarakat pengguna jenis perpustakaan, apalagi dari masyarakat pada umumnya. Di lain pihak, hampir semua orang mengatakan bahwa perpustakaan adalah suatu lembaga yang sangat penting. 3 Salah satu cara efektif untuk menembus pembatas dan penghalang komunikasi antara perpustakaan dan penggunanya adalah dengan jalan mengadakan kegiatan perpustakaan yang melibatkan staf perpustakaan dan pengguna. Prinsip dan ide dari berbagai kegiatan yang diadakan di perpustakaan adalah bagaimana agar supaya pengguna dan calon pengguna dapat dirangsang dan ditingkatkan minatnya untuk datang ke perpustakaan dan memanfaatkan layanan yang ada. Target pengguna dari kegiatan yang diadakan bisa menyeluruh tetapi dapat pula untuk golongan tertentu saja. 4 Promosi dapat dilakukan melalui berbagai cara dan kegiatan yang dinilai tepat oleh pustakawan untuk menarik minat siswa mengunjungi perpustakaan. Kegiatan dapat bersifat formal maupun tidak formal. Lalu bagaimana dengan siswa yang masih tergolong berusia dini? Siswa yang masih duduk di tingkat TK dan SD tingkat awal antara umur 5 – 11 tahun misalnya, di mana mereka masih belum mengerti banyak hal. Salah satu program dalam perpustakaan yang dapat dilakukan untuk menjalankan rencana tersebut adalah dengan melalui program yang berkaitan dengan buku, yaitu storytelling. Mengapa melalui storytelling? 3 Mustafa Badollahi, Promosi Jasa Perpustakaan Jakarta: Universitas Terbuka, 1996, h.1. 4 Badollahi, Promosi Jasa Perpustakaan, h. 109. Program storytelling dapat diterapkan karena lebih bersifat fun dan bisa bermain sambil belajar. Tujuan dari kegiatan ini adalah mendorong anak memanfaatkan koleksi dan layanan perpustakaan melalui kegiatan storytelling. Menurut Murti Bunanta storytelling bisa digunakan sebagai sarana promosi, sosialisasi dan pendayagunaan perpustakaan bagi anak-anak. Selain itu, Anne Hanson-seorang pustakawan guru di Hoover Elementary School North Mankato Minnessota mengatakan, “If your goal as a teacher librarian is to have kids walk in the door excited and ready to do stories, find books, and read books, you couldn’t do better than to start telling stories and teaching kids to do as well. The bonus is, that for many students, stories lead to many questions, which lead to reading non fiction. Soon they are asking : “How do I find out about that?” “Where is it?” “Help me do it myself” “Tell me a story” “Let me tell a story” Those are the days when I love being a teacher librarian.” 5 Secara tidak langsung menurut Anne Hanson, jika ingin mengajak anak untuk mengunjungi dan menyukai perpustakaan beserta koleksi-koleksi yang tersedia di dalamnya adalah dengan mulai melakukan storytelling kepada anak-anak. Selain itu menurut beberapa pakar anak di Indonesia, storytelling dapat meningkatkan bakat, imajinasi dan kecerdasan anak-anak. Dengan pemberian storytelling di perpustakaan sekolah, anak-anak diharapkan memiliki minat yang besar terhadap buku dan perpustakaan. Dengan pemberian stoytelling di perpustakaan sebagai sarana promosi, secara tidak langsung memberikan pengajaran dan dorongan pada anak untuk mencintai buku. Karena pada masa ini anak memiliki rasa ingin tahu yang besar akan suatu hal. Anak-anak tidak dapat 5 Anne Hanson, “Telling Stories in the School Library,” Knowledge Quest, vol. 33, no. 5 MayJune 2005, h. 1. dipaksa untuk menyukai sesuatu hal, perlu diberikan sebuah penyampaian pesan tanpa mendoktrinasi mereka. Storytelling dapat menyampaikan pesan tanpa berkesan menggurui dan memaksakan pendapat. Anak-anak perlu diberi contoh, media yang tepat adalah storytelling. Itulah yang mendasari bahwa dengan storytelling di perpustakaan diharapkan bisa menanamkan rasa cinta akan perpustakaan dan bisa digunakan sebagai sarana pengenalan dan promosi perpustakaan kepada anak-anak. Dipilihnya topik storytelling adalah karena program ini merupakan salah satu dari beberapa program promosi perpustakaan sekolah yang bisa menarik minat siswa mengunjungi perpustakaan. Namun belum banyak sekolah di Indonesia yang menyediakan layanan storytelling dalam program perpustakaan mereka, untuk itulah penulis ingin mengetahui peranan storytelling dalam mempromosikan perpustakaan sekolah kepada para siswa. Perpustakaan sekolah yang sudah menerapkan kegiatan storytelling mungkin lebih banyak dikunjungi siswa dan berhasil memberikan layanan menarik yang membuat para siswa berminat berkunjung, di samping itu pasti para siswanya bisa memanfaatkan perpustakaan sebagai sumber informasi dan pengetahuan yang dapat menunjang proses belajar mereka. Selain itu, karena para pakar perpustakaan menyarankan agar setiap perpustakaan sekolah menyediakan layanan storytelling bagi siswanya.

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah 1.