Pengertian Aksara Jawa Legena
20
2 Sandhangan pepet dipakai untuk melambangkan vokal eǝ di dalam
suatu suku kata. Sandhangan pepet ditulis di atas bagian akhir aksara. 3
Sandhangan suku dipakai untuk melambangkan suara vokal u dalam suku kata. Sandhangan suku ditulis serangkai dengan bagian akhir
aksara. 4
Sandhangan taling dipakai untuk melambangkan suara vokal é di dalam suatu suku kata. Sandhangan taling ditulis di depan aksara yang akan
digunakan. 5
Sandhangan taling tarung dipakai untuk melambangkan suara vokal o di dalam suatu suku kata. Sandhangan taling tarung ditulis di depan
dan di belakang mengapit aksara. b.
Sandhangan Panyigeg Wanda Pada buku pedoman penulisan aksara Jawa 2002: 24 sandhangan
panyigeg wanda atau sandhangan penanda konsonan mati terdiri atas empat macam,yakni:
Tabel 3. Sandhangan Panyigeg Wanda
Nama Wujud
Swanten
Wingyan h
Layar r
Cecak ng
Pangkon mati
21
Keterangan penulisan sandhangan panyigeg wanda yaitu: 1
Sandhangan wingyan dipakai untuk melambangkan konsonan h sebagai penutup suku kata. Sandhangan wingyan ditulis di belakang aksara.
2 Sandhangan layar dipakai untuk melambangkan konsonan r sebagai
penutup suku kata. Sandhangan layar ditulis di atas aksara. 3
Sandhangan cecak dipakai untuk melambangkan konsonan ng sebagai penutup suku kata. Terdapat tiga aturan dalam penggunaan cecak, yaitu
sandhangan cecak ditulis di atas bagian akhir aksara, cecak ditulis di belakang sandhangan swara wulu dalam suatu suku kata, dan cecak
ditulis di dalam pepet di bagian atas aksara. 4
Sandhangan pangkon dipakai untuk menyatakan konsonan matipenutup dalam suatu suka kata. Dalam penulisannya terdapat tiga
aturan yaitu pangkon ditulis di belakang aksara yang dimatikan, pangkon juga dapat digunakan sebagai batas bagian kalimat seperti
tanda koma, dan pangkon digunakan supaya penulisan aksara Jawa tidak bersusun lebih dari dua tingkat.
c. Sandhangan Wyanjana
Sandhangan Wyanjana merupakan penanda aksara konsonan yang dilekatkan pada aksara konsonan lain di dalam suatu suku kata Pedoman
Penulisan Aksara Jawa, 2002: 29.