Faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi energi dan protein pada peserta didik di MAN insan Cendikia serpong Tahun 2010

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA PESERTA DIDIK DI MAN INSAN CENDIKIA SERPONG

TAHUN 2010

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Disusun Oleh: SRI LESY SEPTIANA

NIM: 106101003281

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTASKEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M/ 1432 H


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarata. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 25 Februari 2011


(3)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

Skripsi, Februari 2011

Sri Lesy Septiana, NIM : 106101003281

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi Energi Dan Protein Pada Peserta Didik Di MAN Insan Cendikia SerpongTahun 2010

xix + 114 halaman, 26 tabel, 3 lampiran

ABSTRAK

Upaya dalam meningkatkan kualitas SDM dapat dilakukan peningkatan dan perbaikan terhadap gizi dan kesehatan (Azinar, 2005). Salah satu upaya perbaikan terhadap gizi dan kesehatan adalah melalui makanan. Makanan merupakan salah satu kebutuhan utama manusia. Makanan baik kualitas maupun kuantitasnya diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental. Setiap orang memiliki kemampuan dalam mengkonsumsi makanan yang berbeda-beda, termasuk dalam mengkonsumsi energi dan protein. Ada tiga faktor yang membuat tiap orang memiliki konsumsi energi dan protein yang berbeda yaitu karakteristik individu yaitu yang berasal dari dalam diri si penerima seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan gizi, keterampilan memasak, dan kesehatan. Penilaian makanan yaitu penampilan makanan, rasa makanan dan variasi menu. Dan karakteristik lingkungan yang terdiri dari musim, pekerjaan, mobilitas, perpindahan penduduk, jumlah keluarga dan tingkatan sosial pada masyarakat (Elizabeth dan Sanjur, 1981 dalam Suhardjo 1989).

Penelitian ini merupakan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi energi dan protein pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong 2010 yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memiliki hubungan terhadap rendahnya konsumsi energi dan protein pada remaja sehingga dapat dilakukan pencegahan sejak dini. Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dilaksanakan pada Juni- November 2010 di MAN Insan Cendikia Serpong dengan jenis penelitian kuantitatif dan disain studi yang digunakan adalah Cross Sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari kuesioner dan data sekunder diperoleh dari MAN Insan Cendikia Serpong.


(4)

Hasil dari penelitian ini adalah menunjukkan bahwa 62% remaja di MAN Insan Cendikia Serpong memiliki konsumsi energi yang kurang dan 19% konsumsi proteinnya kurang. bberdasarkan hasil uji statistik citra tubuh berhubungan dengan konsumsi protein pada remaja. Sedangkan citra tubuh dengan konsumsi energi tidak terdapat hubungan yang bermakan secara statistik. Selain itu, jenis kelamin, pengetahuan gizi, uang saku, rasa makanan, penampilan makanan, dan pengaruh teman sebaya berdasarkan hasil statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan konsumsi energi dan protein.

Oleh karena itu diharapkan kepada pihak sekolah untuk memberikan pengetahuan dan pengawasan secara berkala kepada para remaja di MAN Insan Cendikia Serpong terhadap konsumsi protein. Selain itu memberikan pengetahuan kepada seluruh peserta didik akan pentingnya kebutuhan protein untuk usia remaja, baik kekurangan maupun kelebihan dalam mengkonsumsi protein


(5)

SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM Undergraduate Thesis, February 2011 Sri Lesy Septiana, NIM: 106 101 003 281

Factors Associated With the Consumption of Energy and Protein In Student At MAN Insan Cendikia Serpong 2010

xix + 114 pages, 26 tables, 3 appendix

ABSTRACT

Efforts to improve the quality of human resources can be enhanced and improved nutrition and health (Azinar, 2005). One effort to improve nutrition and health is through food. Food is one of the primary needs of man. Both the quality and quantity of food necessary for growth and physical and mental development. Every person has the ability to eat different foods, including in consuming energy and protein. There are three factors that make each person has a different energy consumption and proteins that are characteristic of individuals originating from the recipient such as age, gender, education, income, nutrition knowledge, cooking skills, and health. Assessment of food that looks, taste the food and menu variety. And environmental characteristics of the seasons, work, mobility, migration, the number of family and social levels in society (Elizabeth and Sanjur in Suhardjo).

This research is the study of factors that associated with the consumption of energy and protein on student in MAN Insan Cendikia Serpong 2010, which purpose to determine the factors that have been associated with low consumption of energy and protein so it can be done on prevention of early adolescence. Research conducted by Syarif Hidayatullah Jakarta State Islamic University student held in June-November 2010 in MAN Insan Cendikia Serpong with the type of quantitative research and the design study is Cross Sectional. The sample in this study were students in Serpong MAN Insan Cendikia. The data used are primary data obtained from questionnaires and secondary data obtained from MAN Insan Cendikia Serpong. The results of this study show that 62% of adolescents in MAN Insan Cendikia Serpong has less energy consumption and 19% consume less protein. Based on the results of statistical tests of body image associated with the consumption of


(6)

protein in young. While the image of the body with energy consumption no statistically significant relationship. In addition, gender, nutritional knowledge, pocket money, food flavor, food appearance, and peer influence on the results were not statistically significant relationship exists with the consumption of energy and protein.

Therefore, schools are expected to provide knowledge and regular supervision to youth in MAN Insan Cendikia Serpong on energy consumption. In addition to providing knowledge to all students about the importance of the energy needs for adolescents, either deficiency or excess energy consumption.


(7)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA PESERTA DIDIK DI MAN INSAN

CENDIKIA SERPONG TAHUN 2010

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 25 Februari 2011

Catur Rosidati, SKM, MKM Dr.H. Arif Sumantri, SKM, MKes


(8)

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA

Jakarta, 25 Februari 2011 Penguji I

Catur Rosidati , SKM, MKM Penguji II

Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes

Penguji III


(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : SRI LESY SEPTIANA

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 18 September 1988

Umur : 22 Tahun

Status Menikah : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jl. H. SOM Rt 02/01 No. 87 Pondok Pucung, Kec. Pondok Aren, Tangerang Selatan- Banten

e-mail : turtle_lucu@yahoo.co.id

No Telepon/HP : 02199689741

PENDIDIKAN FORMAL

1. 1994 – 2000 : SDN 01 Pondok Pucung 2. 2000 – 2003 : SLTPN 2 Pondok Aren

3. 2003 – 2006 : SMAN 2 Ciputat/SMAN 4 Tangerang Selatan 4. 2006 – Sekarang : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(10)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim Assalammualaikum Wr. Wb

Alhamdulillah saya ucapkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya yang telah memberikan kemampuan, kekuatan, kesabaran dan kesehatan dalam menyelesaikan skripsi mengenai Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Konsumsi Energi Dan Protein Pada Peserta Didik Di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010. Tidak lupa salawat beserta salam selalu tercurah untuk junjungan kita yakni baginda besar Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya ke jalan kebenaran.

Penyusunan skripsi ini bukan semata-mata hasil karya peneliti, melainkan banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, motivasi dan semangat. Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Orang tua Qu tersayang yang selalu mendoakan, memberikan semangat, motivasi, moril dan materil serta kasih sayang hingga sekarang. Buat my sister and my brother yang slalu memberikan dukungan dan perhatiannya kepada Qu...love U all.... my lovely parents.

2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak dr. Yuli P. Satar, MARS, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bu Iting selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.


(11)

5. Bu Catur Rosidati, SKM, MKM dan Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, MKes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu, arahan dan ilmu dalam membimbing hingga skripsi ini selesai.

6. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. My best frens Setia Ningrum (Once) dan Maria febrianti, makasih banyak atas support dan do’a yang telah kalian berikan kepada Qu...luv U ^^

8. Sahabat-sahabat di kejor@ (budes, nesya, pao2, ana, nita, rina, dan eka) makasih atas dukungan, kasih sayang, waktu, senyuman, kebersamaan dan kebahagiaan yang kalian berikan kepadaQu...smoga persahabatan Qt tak lekang oleh waktu (amin)....love U all. dan Sahabat-sahabat Qu di FamCraz (defriyan, uly, andri, pao2, nesya, ana n eka) makasih banyak atas smua yang kalian berikan kepada Qu slama ini...aQ sayang kalian semua.

9. Teman-teman Qu sepembimbing (bu catur) don’t give up guys always keep U’r spirit OK ^^

10. Teman-teman seperjuangan Kesehatan Masyarakat ’06 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tetap semangat teman-teman...

11. Seluruh pihak yang terkait dalam pembuatan skripsi ini.

Akhir kata dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, peneliti berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca lain.

Ciputat, 25 Februari 2011


(12)

DAFTAR ISI COVER LEMBAR PERNYATAAN... ABSTRAK... ABSTRACT... PERNYATAAN PERSETUJUAN... LEMBAR PENGUJI ... RIWAYAT HIDUP ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1.2 Rumusan Masalah... 1.3 Pertanyaan Penelitian... 1.4 Tujuan Penelitian ... 1.2.1 Tujuan Umum ... 1.2.2 Tujuan Khusus ... 1.5 Manfaat ...

1.3.1 Bagi Peneliti ... 1.3.2 Bagi Institusi ... 1.3.3 Bagi Institusi Pendidikan ... 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ...

i ii iv vi vii viii ix xi xvi xix 1 6 7 9 9 9 10 10 10 11 11


(13)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsumsi Energi dan Protein... 2.2 Remaja... 2.2.1 Definisi Remaja... 2.2.2 Kecukupan Energi dan Protein Pada Remaja... 2.3 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi Energi Dan Protein Pada

Remaja... 2.3.1 Karakteristik Individu ...

2.3.1.1 Usia ... 2.3.1.2 Jenis Kelamin... 2.3.1.3 Pendidikan ... 2.3.1.4 Uang Saku ... 2.3.1.5 Pengetahuan Gizi ... 2.3.1.6 Keterampilan Memasak ... 2.3.1.7 Kesehatan ... 2.3.1.8 Kebiasaan Makan... 2.3.1.9 Kesukaan... 2.3.1.10 Citra Tubuh ... 2.3.2 Penilaian Makanan ... 2.3.2.1 Penampilan Makanan... 2.3.2.2 Rasa Makanan ... 2.3.2.4 Penyajian Makanan ... 2.3.3 Karakteristik Lingkungan ... 2.3.3.1 Musim ... 2.3.3.2 Pekerjaan... 2.3.3.3 Jumlah Keluarga ... 2.3.3.4 Tingkat sosial Pada Masyarakat ... 2.3.3.5 Pengaruh Teman Sebaya... 2.4 Metode Pengukuran Konsumsi Makan...

12 13 13 16 21 21 21 22 23 23 24 26 26 27 28 28 29 30 35 40 42 42 42 43 44 44 45


(14)

2.4.1 Metode Kualitatif ... 2.4.2 Metode Kuantitatif ... 2.5 Penyelenggaraan Makan Institusi... 2.6 Pondok Pesantren... 2.7 Kerangka Teori... BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep...

3.2 Definisi Operasional………

3.3 Hipotesis……….

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian ... 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 4.4 Instrumen Penelitian... 4.5 Metode Pengumpulan Data ... 4.6 Pengukuran Data... 4.7 Pengolahan Data... 4.7 Analisis Data ...

BAB V HASIL

5.1 Gambaran Umum ... 5.2 Analisis Univariat... 5.2.1 Konsumsi Energi Dan Protein ... 5.2.2 Gambaran Jenis Kelamin ... 5.2.3 Gambaran Pengetahuan gizi ... 5.2.4 Gambaran Uang Saku ... 5.2.5 Gambaran Citra Tubuh ...

45 46 48 48 50 51 53 57 58 58 58 60 60 61 63 65 67 72 72 73 73 74 75


(15)

5.2.6 Gambaran Penilaian Penampilan Makanan ... 5.2.7 Gambaran Penilaian Rasa Makanan ... 5.2.8 Gambaran Pengaruh Teman Sebaya ... 5.3 Analisis Bivariat ... 5.3.1 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Konsumsi Energi Dan Protein ... 5.3.2 Hubungan Pengetahuan Gizi Dengan Konsumsi Energi Dan

Protein... 5.3.3 Hubungan Uang Saku Dengan Konsumsi Energi Dan Protein ... 5.3.4 Hubungan Citra Tubuh Dengan Konsumsi Energi Dan Protein... 5.3.5 Hubungan Antara Penampilan Makanan Dengan Konsumsi Energi Dan Protein... 5.3.6 Hubungan Antara Rasa Makanan Dengan Konsumsi Energi Dan Protein ... 5.3.7 Hubungan Antara Pengaruh Teman Sebaya Dengan Konsumsi Energi Dan

Protein ...

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian... 6.2 Analisis Univariat...

6.2.1 Gambaran Konsumsi Energi dan Protein Peserta Didik di MAN Insan

Cendikia Serpong... 6.2.2 Gambaran Jenis Kelamin Peserta Didik di MAN Insan Cendikia

Serpong... 6.2.3 Gambaran Pengetahuan Gizi Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong... 6.2.4 Gambaran Uang Saku Peserta Didik di MAN Insan Cendikian Serpong... 6.2.5 Gambaran Citra Tubuh Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong... 6.2.6 Gambaran Penilaian Penampilan Makanan Peserta Didik di MAN Insan

Cendikia Serpong... 75 76 76 77 77 78 80 81 83 84 86 88 89 89 91 92 93 93 94


(16)

6.2.7 Gambaran Penilaian Rasa Makanan Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong... 6.2.8 Gambaran Teman Sebaya Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong... 6.3 Analisis Bivariat...

6.3.1 Hubungan Jenis Kelamin dengan Konsumsi Energi dan Protein... 6.3.2 Hubungan Pengetahuan Gizi Dengan Konsumsi Energi Dan Protein... 6.3.3 Hubungan Uang Saku Dengan Konsumsi Energi Dan Protein... 6.3.4 Hubungan Citra Tubuh Dengan Konsumsi Energi Dan Protein... 6.3.5 Hubungan Penilaian Penampilan Makanan Dengan Konsumsi Energi Dan Protein... 6.3.6 Hubungan Penilaian Rasa Makanan Dengan Konsumsi Energi Dan

Protein... 6.3.7 Hubungan Teman Sebaya Dengan Konsumsi Energi Dan Protein...

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan... 7.2 Saran...

7.2.1 Bagi Instansi... 7.2.2 Bagi Peneliti lainnya...

DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN 94 95 95 95 96 99 101 102 104 105 107 109 109 110 111


(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

2.1 Angka Kecukupan Gizi Remaja Tahun 2005 21

3.1 Definisi Operasional 53

4.1 Jumlah Sampel Perkelas 60

5.3 Distribusi Jumlah Peserta Didik MAN Insan Cendikia Serpong

71

5.4 Gambaran Distribusi Konsumsi Energi Dan Protein Pada Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010

72

5.5 Gambaran Distribusi Jenis Kelamin Pada Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010

73

5.6 Gambaran Distribusi Pengetahuan Gizi pada Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010

74

5.7 Gambaran Distribusi Uang Saku pada Peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010

74

5.8 Gambaran Distribusi Citra Tubuh pada Peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010

75

5.9 Gambaran Distribusi Penampilan Makanan pada Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010

75

5.10 Gambaran Distribusi Rasa Makanan pada Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010

76

5.11 Gambaran Distribusi Teman Sebaya pada Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010


(18)

5.12 Distribusi Konsumsi Energi Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010

77

5.13 Distribusi Konsumsi Protein Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010

78

5.14 Distribusi Konsumsi Energi Berdasarkan Pengetahuan Gizi Pada Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010

79

5.15 Distribusi Konsumsi Protein Berdasarkan Pengetahuan Gizi Pada Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010

79

5.16 Distribusi Konsumsi Energi Berdasarkan Uang Saku Pada Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010

80

5.17 Distribusi Konsumsi Protein Berdasarkan Uang Saku Pada Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010

81

5.18 Distribusi Konsumsi Energi Berdasarkan Citra Tubuh Pada Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010

82

5.19 Distribusi Konsumsi Protein Berdasarkan Citra Tubuh Pada Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010

82

5.20 Distribusi Konsumsi Energi Berdasarkan Penampilan Makanan Pada Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010.

83

5.21 Distribusi Konsumsi Protein Berdasarkan Penampilan Makanan Pada Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010.

84

5.22 Distribusi Konsumsi Energi Berdasarkan Rasa Makanan Pada Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010


(19)

5.23 Distribusi Konsumsi Protein Berdasarkan Rasa Makanan Pada Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010

85

5.24 Distribusi Konsumsi Energi Berdasarkan Teman Sebaya Pada Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010

86

5.25 Distribusi Konsumsi Protein Berdasarkan Teman Sebaya Pada Peserta Didik di MAN Insan Cendikia Serpong Tahun 2010


(20)

Nomor Bagan

2.1

3.1

DAFTAR BAGAN

Kerangka Teori

Kerangka Konsep

Halaman

50


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian Lampiran 2 : Formulir Recall Lampiran 3 : Output Penelitian


(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu upaya perbaikan terhadap gizi dan kesehatan adalah melalui makanan. Makanan merupakan salah satu kebutuhan utama manusia. Makanan baik kualitas maupun kuantitasnya diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental. Tanpa adanya makanan yang berkualitas baik dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan, maka seseorang akan terganggu kesehatannya dan akan terganggu aktifitasnya (Almatsier, 2004). Hal tersebut sangat jelas tertuang dalam firman Allah SWT

 





 



 

... 

yang artinya “wahai manusia, makanlah dari (makanan) yang halal dan baik...." (Al Baqarah:168). Oleh karena itu dalam memakan makanan tidak hanya kuantitas yang diperhatikan tetapi juga kualitas dari makanan tersebut agar asupan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dapat terpenuhi.

Untuk mendapatkan makanan yang baik kualitas maupun kuantitasnya diperlukan adanya penyelenggaraan makanan yang baik bagi semua orang termasuk bagi mereka yang berada di luar lingkungan keluarga seperti para peserta didik yang berada di pondok pesantren (Moehyi, 1992). Selain kuantitas dan kualitas makanan, konsumsi makan juga mempengaruhi asupan zat gizi


(23)

seseorang. Meskipun kualitas dan kuantitas makanan sudah mencukupi zat gizi yang diperlukan tubuh, apabila konsumsi makan tidak baik maka akan mempengaruhi zat gizi yang masuk ke dalam tubuh.

Konsumsi makan adalah total asupan zat gizi yang dikonsumsi oleh seseorang setiap harinya dibandingkan dengan kecukupan zat gizi yang dianjurkan (Supariasa, 2001). Makanan yang dikonsumsi oleh seseorang terdiri dari zat gizi makro dan zat gizi mikro. Untuk zat gizi makro yang sangat penting yaitu energi yang digunakan sebagai zat tenaga dan protein yang digunakan sebagai zat pembangun dalam tubuh. Setiap orang memiliki kemampuan dalam mengkonsumsi energi dan protein yang berbeda-beda. Ada tiga faktor yang membuat tiap orang memiliki konsumsi energi dan protein yang berbeda yaitu karakteristik individu yaitu yang berasal dari dalam diri si penerima seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan gizi, keterampilan memasak, dan kesehatan. Penilaian makanan yaitu penampilan makanan, rasa makanan dan variasi menu. Dan karakteristik lingkungan yang terdiri dari musim, pekerjaan, mobilitas, perpindahan penduduk, jumlah keluarga dan tingkatan sosial pada masyarakat (Elizabeth dan Sanjur, 1981 dalam Suhardjo 1989). Mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup berarti memperoleh semua zat yang diperlukan untuk pertumbuhan, perbaikan dan pemeliharaan jaringan tubuh, terlaksananya fungsi normal dalam tubuh sehingga memungkinkan untuk bekerja secara maksimal (Moehji, 2003).


(24)

Remaja merupakan salah satu yang membutuhkan konsumsi makanan yang cukup karena kebiasaan makan yang diperoleh masa remaja akan berdampak pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia lanjut. Pada awal abad ke- 21, terjadi transisi demografi yang mengakibatkan perubahan pada struktur penduduk, terutama struktur penduduk menurut umur. Proporsi penduduk usia remaja (15-19 tahun) di Indonesia sebesar 19.796.921 jiwa (BPS, 2005). Oleh karena itu, di usia remaja perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan, mengingat remaja merupakan generasi penerus dan sebagai sumber daya pembangunan yang potensial.

Usia remaja merupakan usia peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang berawal dari usia 9-10 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun (Arisman, 2007). Remaja merupakan salah satu kelompok masyarakat yang rentan gizi. Kelompok rentan gizi adalah kelompok masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi jika suatu masyarakat mengalami kekurangan ketersediaan bahan makanan. Pada masa remaja terjadi fase pertumbuhan yang pesat atau “adolescence growth spurt”, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang relatif dalam jumlah yang besar (Sediaoetama, 2006).

Salah satu masalah gizi adalah timbul akibat adanya ketidakseimbangan antara asupan energi (energy intake) dan protein di dalam tubuh. Ketidakseimbangan positif terjadi apabila asupan energi dan protein lebih besar daripada kebutuhan sehingga mengakibatkan kelebihan berat badan atau gizi lebih. Sedangkan ketidakseimbangan negatif terjadi apabila asupan lebih sedikit


(25)

dari kebutuhan, sehingga menyebabkan kekurangan berat badan atau kurus yang diistilahkan dengan gizi kurang (Mardayanti, 2008). Selain itu kurangnya energi dan protein dapat mengakibatkan asupan zat gizi lain seperti zat besi, kalsium, seng dan sebagainya menjadi kurang, padahal zat gizi yang lain juga sangat penting peranannya untuk pertumbuhan dan perkembangan semasa remaja.

Golongan remaja merupakan kelompok yang aktif maka kecukupan energi bagi golongan ini perlu mendapat perhatian (Krisdinamurtirin, 1994). Berdasarkan RISKESDAS (2007) diketahui bahwa rata-rata nasional penduduk Indonesia mengkonsumsi energi per kapita per hari adalah sebesar 1.735,5 kkal dan konsumsi protein sebesar 55,5 gram. Provinsi Banten merupakan salah satu provinsi yang mempunyai konsumsi energi dan protein di bawah rata-rata nasional konsumsi energi dan protein nasional. Di Banten rata-rata konsumsi energi hanya sebesar 1.371,5 kkal dan protein sebesar 51,6 gram. Jumlah ini masih jauh dari rata-rata konsumsi energi dan protein penduduk indonesia.

Penelitian Santy (2006) pada remaja puteri di bukit tinggi diketahui bahwa konsumsi energi sebesar 66,7% dari AKG yang dianjurkan. Pada penelitian lain di padang menemukan konsumsi energi dan protein remaja putri di dua Sekolah Menengah Atas hanya memenuhi sekitar 74,7% dan 56% dari AKG yang dianjurkan dan penelitian di SMUN 2 Bukit tinggi diketahui bahwa konsumsi energi dan proteinnya sebesar 71,3% dan 69,3% dari AKG yang dianjurkan. Dalam penelitian Elisa (2002) diperoleh bahwa remaja yang mengkonsumsi


(26)

energi kurang dari AKG ada sebanyak 47,1% dan konsumsi protein kurang dari AKG sebanyak 77,7%.

Biasanya konsumsi makan remaja tergantung dari orang tuanya. Akan tetapi bagi remaja yang berada di luar lingkungan keluarga seperti di pondok pesantren konsumsi makannya tergantung dari dapur pondok pesantren tersebut oleh karena itu perlu adanya penyelenggaraan makan yang baik untuk mereka. Hal ini agar kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi (Moehyi, 1992).

MAN Insan Cendikia Serpong merupakan sekolah yang semua peserta didiknya dibebaskan dari biaya pendidikan karena prestasi yang mereka miliki. MAN Insan Cendekia Serpong memiliki program penyetaran IPTEK STEP (Science and Technology Equity Program) bagi sekolah-sekolah yang berada di lingkungan pondok pesantren untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dalam penguasaan IPTEK yang di dasari nilai keimanan dan ketakwaan.

Untuk menghasilkan generasi muda yang menguasi IPTEK dan IMTAK diperlukan adanya pemenuhan kebutuhan zat gizi yang baik terutama energi dan protein bagi peserta didiknya. Dari hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada 16 peserta didik diketahui bahwa 37,5% konsumsi energi dan 31,25% konsumsi proteinnya kurang dari Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan. Dalam pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi para peserta didik sehari-hari menjadi tanggung jawab pihak penyelenggara makanan, untuk itu sangat diperlukan penyelenggara makanan yang baik. Di MAN Insan Cendikia Serpong kebutuhan


(27)

energi dan protein telah diperhitungkan sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya, akan tetapi dari hasil studi pendahuluan masih terdapat peserta didik yang konsumsi energi dan proteinnya kurang dari AKG yang diajurkan. Selain itu juga dari pengamatan yang peneliti lakukan banyak peserta didik yang tidak mengambil salah satu dari jenis makanan yang disajikan dan tidak menghabiskan makanan seperti lauk, pauk atau sayurnya. Selain makanan yang disediakan oleh kantin para peserta didik juga mengkonsumsi makanan jajan seperti biskuit, makanan ringan, soft drink dan sebagainya, pada umumya makanan jajanan yang di konsumsi oleh peserta didik sama dengan teman bermainnya. Dengan adanya variasi tersebut sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi energi dan protein pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010.

1.2 Rumusan Masalah

Makanan merupakan salah satu kebutuhan utama manusia. Termasuk bagi para peserta didik yang berada di pondok pesantren. Makanan untuk peserta didik sangat tergantung kepada dapur pondok pesantren atau pengelola kantin selaku institusi yang berwenang mendistribusikan makanan. MAN Insan Cendikia Serpong merupakan sebuah pondok pesantren yang peserta didiknya dibebaskan dari biaya pendidikan karena prestasi yang mereka miliki. Optimalnya prestasi dibutuhkan konsumsi energi dan protein yang cukup serta zat gizi lainnya. Konsumsi makan untuk para peserta didik menggunakan jasa


(28)

dari suatu instansi yang memiliki ahli gizi dan dari pihak MAN juga memiliki ahli gizi yang bertugas memantau kegiatan penyelenggaraan makanan

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada 16 peserta didik diketahui bahwa 37,5% konsumsi energi dan 31,25% konsumsi proteinnya kurang dari 80% Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan. Padahal kebutuhan zat gizi dalam makanan yang diberikan kepada para peserta didik telah diperhitungkan oleh pengelola kantin sebagai pihak penyelenggara makanan. Kebutuhan zat gizi para peserta didik dapat terpenuhi apabila makanan yang telah diberikan dikonsumsi semua baik nasi, lauk, pauk, sayur maupun buah. Apabila ada makanan yang tidak dikonsumsi oleh peserta didik maka hal ini dapat menyebabkan para peserta didik mengalami kekurangan energi dan protein. Dan jika hal ini berlangsung secara terus menerus maka dapat menyebabkan terjadinya status gizi kurang, penurunan produktivitas kerja, penurunan kosentrasi belajar dan kekurangan zat gizi mikro seperti zat besi. Dengan adanya variasi dalam mengkonsumsi energi dan protein pada peserta didik di MAN dan dampak yang dapat ditimbulkan dari kurangnya konsumsi energi dan protein pada masa remaja maka peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi energi dan protein pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran konsumsi energi dan protein pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010?


(29)

2. Bagaimana gambaran karakteristik individu yaitu jenis kelamin, pengetahuan gizi, uang saku dan citra tubuh pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010?

3. Bagaimana gambaran penilaian makanan yaitu penampilan makanan, rasa makanan, dan variasi menu makanan untuk peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010?

4. Bagaimana gambaran karakteristik lingkungan yaitu pengaruh teman sebaya pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010?

5. Apakah ada hubungan jenis kelamin pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010?

6. Apakah ada hubungan pengetahuan gizi pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010?

7. Apakah ada hubungan uang saku pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010?

8. Apakah ada hubungan citra tubuh pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010?

9. Apakah ada hubungan penampilan makanan dengan konsumsi makan pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010?

10. Apakah ada hubungan rasa makanan dengan konsumsi makan pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010?

11. Apakah ada hubungan pengaruh teman sebaya dengan konsumsi energi dan protein pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010?


(30)

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi energi dan protein pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong 2010.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran konsumsi energi dan protein pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010.

2. Diketahuinya gambaran karakteristik individu yaitu jenis kelamin, pengetahuan gizi, uang saku dan citra tubuh pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010.

3. Diketahuinya gambaran penilaian makanan yaitu penampilan makanan, rasa makanan, dan variasi menu makanan untuk peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010.

4. Diketahuinya gambaran karakteristik lingkungan yaitu pengaruh teman sebaya pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010. 5. Diketahuinya hubungan jenis kelamin dengan konsumsi energi dan

protein pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010. 6. Diketahuinya hubungan pengetahuan gizi dengan konsumsi energi dan

protein pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010. 7. Diketahuinya hubungan uang saku dengan konsumsi energi dan protein


(31)

8. Diketahuinya hubungan citra tubuh dengan konsumsi energi dan protein pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010.

9. Diketahuinya hubungan penampilan makanan dengan konsumsi energi dan protein pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010.

10. Diketahuinya hubungan rasa makanan dengan konsumsi energi dan protein pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010. 11. Diketahuinya hubungan pengaruh teman sebaya dengan konsumsi

energi dan protein pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi energi dan protein pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong tahun 2010.

1.5.2 Bagi Institusi

a) Sebagai bahan masukan dan informasi untuk MAN Insan Cendikia Serpong mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi energi dan protein pada peserta didiknya dan sebagai bahan masukan agar MAN Insan Cendikia Serong lebih memperhatikan asupan makanan para peserta didiknya.


(32)

b) Sebagai bahan masukan untuk pengelola kantin agar penyelenggaraan makanan untuk para peserta didik menjadi lebih baik lagi dan kebutuhan zat gizi peserta didik dapat terpenuhi dengan baik.

1.5.3 Bagi Institusi Pendidikan

Dapat memberikan masukan ilmu yang berguna dan sebagai bahan pembelajaran dan memperkaya ilmu pengetahuan dari hasil penelitian.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi energi dan protein pada peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong 2010 yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memiliki hubungan terhadap rendahnya konsumsi energi dan protein pada remaja sehingga dapat dilakukan pencegahan sejak dini. Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dilaksanakan pada Juni- November 2010 di MAN Insan Cendikia Serpong dengan jenis penelitian kuantitatif dan disain studi yang digunakan adalah Cross Sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah peserta didik di MAN Insan Cendikia Serpong. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari kuesioner dan data sekunder diperoleh dari MAN Insan Cendikia Serpong.


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsumsi Energi dan Protein

Konsumsi energi dan protein adalah total asupan energi dan protein yang dikonsumsi oleh seseorang setiap harinya dibandingkan dengan kecukupan energi dan protein yang dianjurkan (Supariasa, 2001). Manusia makan tidak hanya sekedar menghilangkan rasa lapar, tetapi juga memperhatikan konsumsi zat gizi yang diperoleh dari makanannya (Suhardjo, 1989).

Menurut Sedioetama (1996), konsumsi energi dan protein lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi. Hal ini sesuai tertuang dalam firman Allah SWT











































Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya” (Al-Maidah: 88).


(34)

Ada tiga faktor yang membuat tiap orang memiliki konsumsi energi dan protein yang berbeda yaitu karakteristik individu yaitu yang berasal dari dalam diri si penerima seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan gizi, keterampilan memasak, dan kesehatan. Penilaian makanan yaitu penampilan makanan, rasa makanan dan variasi menu. Dan karakteristik lingkungan yang terdiri dari musim, pekerjaan, mobilitas, perpindahan penduduk, jumlah keluarga dan tingkatan sosial pada masyarakat (Elizabeth dan Sanjur, 1981 dalam Suhardjo 1989).

2.2 Remaja

2.2.1 Definisi Remaja

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik dan perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatmodjo, 2007).

Remaja menurut World Health Organization (WHO) merupakan individu yang sedang mengalami masa peralihan yang secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa dari jiwa anak-anak menjadi dewasa dan mengalami perubahan keadaan ekonomi dari ketergantungan menjadi relatif mandiri. Sedangkan menurut Mohammad (1994) mengemukakan bahwa remaja adalah anak berusia


(35)

13-25 tahun, di mana usia 13 tahun merupakan batas usia pubertas pada umumnya, yaitu ketika secara biologis sudah mengalami kematangan seksual dan usia 25 tahun adalah usia ketika mereka pada umumnya secara sosial dan psikologis mampu mandiri (Notoatmodjo, 2007).

Konsumsi energi dan protein yang tidak baik semasa remaja akan berdampak pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia lanjut. Dampak negatif kekurangan mineral kerap tidak kelihatan sebelum mereka mencapai usia dewasa (Arisman, 2004).

Ingersoll GM (1992) dan Brown (2002) dalam Estetika (2007) membagi periode remaja menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Early Adolescence (11-14 tahun)

Pada periode ini remaja mulai memperhatikan body image mereka dan seksualitas. Cara mikir mereka juga menjadi konkret dan mulai membangun konsep awal dari moral mereka, pengaruh peer group juga sangat kuat.

2. Middle Adolescence (15 sampai 17 tahun)

Pada periode ini, remaja mulai agak menjauh dari orang tua mereka secara emosi. Untuk perkembangan kognitif, kemampuan verbal remaja semakin luas. Perilaku risiko mengenai kesehatan pada remaja periode ini juga meningkat dan remaja juga mulai tertarik pada peer group yang heterogen.


(36)

3. Late Adolescence (18 sampai 21 tahun)

Pada periode ini, remaja mulai membangun identifikasi diri dan juga mulai terpisah dari orang tua mereka. Cara pikir remaja pada periode ini juga menjadi lebih kompleks, selain itu mereka juga sudah memiliki ekonomi sosial.

Menurut Anwar (2006) dalam Dilapanga (2008) Remaja putri pada umur 10-13 tahun dan remaja putra pada umur 12-15 tahun mengalami masa akil baligh. Pada masa itu, terjadi pertumbuhan yang cepat disertai perubahan fisiologis dan mental. Sesudah itu derajat pertumbuhan berkurang sehingga remaja putra dan putri yang mendekati usia 19 tahun pertumbuhannya berhenti dan mereka memasuki usia remaja.

Pada remaja terjadi perkembangan fisik yang meliputi pertumbuhan organ seksual baik primer maupun skunder & pertumbuhan otot & tulang, hormon-hormon serta perkembangan kejiwaan yang meliputi emosi, intelektual, sosial, dan moral. Terlalu cepat/terlalu lambat perkembangan remaja akan menjadi masalah bagi remaja dalam menghadapi kehidupannya. Perkembangan seksual ditandai dengan berfunsinya alat-alat reproduksi. Perkembangan otot & tulang diawali pada tungkai kaki dan tangan,oleh karena itu tidaklah mengherankan jika tubuh remaja sering kelihatan tidak proporsional. Perkembangan emosi erat kaitannya dengan perkembangan hormon dan ditandai dengan emosi yang intens dan labil. Perkembangan intelektual ditandai bahwa remaja sudah mampu berfikir


(37)

secara abstrak, kausalitas dan membuat proyeksi kemasa datang, berfikir kritis artinya tidak mau menerima begitu saja. Perkembangan social ditandai oleh keterkaitannya pada kelompok sebaya, hal ini mengembangkan rasa solidaritas, saling menghargai, saling menghormati yang sebelumnya tidak dimiliki ketika masa kanak-kanak (Bart, 1994 dalam Julianto 2002).

2.2.2 Kecukupan Energi Protein pada Remaja

Kebutuhan zat gizi selama masa remaja dipengaruhi terutama oleh kecepatan pertumbuhan dan aktifitas fisik individu yang bersangkutan. Indikator lain yang perlu diperhatikan antara lain jenis kelamin, usia dan tumbuh kembang. Kebutuhan zat gizi berhubungan sangat erat dengan besarnya tubuh, hingga kebutuhan yang tinggi terdapat pada periode pertumbuhan yang cepat (Sayogyo, 1992).

Remaja mempunyai kebutuhan gizi yang unik dari sisi biologis, psikologis dan sosial. Dari sisi biologis, zat gizi yang lebih banyak dibutuhkan pada saat remaja adalah zat gizi pelindung seperti protein, vitamin dan mineral per unit energi yang dikonsumsi, dibandingkan masa kanak-kanak dan dewasa (Asih, 2001). Ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan atau kecukupan akan menimbulkan masalah gizi lebih maupun gizi kurang.


(38)

2.2.2.1 Energi

Energi diartikan sebagai suatu kapasitas untuk melakukan suatu pekerjaan. Jumlah energi yang dibutuhkan seseorang tergantung pada usia, jenis kelamin, berat badan dan bentuk tubuh. Energi dalam tubuh manusia timbul dikarenakan adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak (Nurachmah, 2001 dalam dalam Azinar, 2005). Energi diperlukan untuk pertumbuhan, metabolisme, utilisasi bahan makanan, dan aktifitas sehari-hari. Kebutuhan rata-rata energi remaja adalah 40-60 kkal/kgBB/hari. Kebutuhan energi terutama disuplai dari karbohidrat dan lemak.

Untuk menjaga agar tubuh remaja sehat dan bugar dibutuhkan banyak macam zat gizi yang terdapat dalam karbohidrat, protein, lemak, air, vitamin dan mineral. Remaja sebaiknya mengkonsumsi energi kurang lebih 60%-70% dari karbohidrat, 20%-25% dari lemak dan 12%-15% dari protein dalam makanan sehari-harinya. Karbohidrat merupakan pondasi dari makanan bagi remaja yang banyak melakukan aktivitas fisik. Lemak mampu untuk mencegah penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol terutama lemak yang mengandung asam lemak esensial seperti asam linoleat, linoleat dan arakidonat.

Protein dibutuhkan pada masa ini karena untuk pemeliharaan jaringan dan pembentukan jaringan baru. Air diperlukan untuk


(39)

mengangkut zat gizi ke dan dari otot-otot yang bekerja, membuang panas dan mengangkut sisa metabolisme (Sumosardjono, 1995 dalam Asih, 2001). Remaja yang mempunyai aktifitas banyak akan memerlukan energi yang lebih banyak dibandingkan remaja yang tidak banyak melakukan aktifitas (Nelson, 1995).

Selain dari makanan pokok, ketersediaan zat-zat gizi juga bisa berasal dari makanan kudapan, selingan, suplemen atau camilan (snack). Camilan biasanya dikonsumsi di antara dua waktu makanan utama, yaitu antara makan pagi dan makan siang atau antara makan siang dan makan malam (Anonim, 2010 dalam Martaliza, 2010). Made Astawan mengatakan, makanan kudapan menyumbang 80% asupan gizi dalam tubuh. Menurut Hardinsyah dan Dodik Briawan (1990) dalam Martaliza (2010) kontribusi (sumbangan) energi dari makanan jajanan atau kudapan adalah 10%-25% dan sumbangan protein sebanyak 5%-10%. Oleh karena itu, makanan jajanan atau kudapan dibutuhkan juga untuk mencukupi kebutuhan enrgi dan mineral yang kadang-kadang masih kurang yang apabila zat gizi tersebut hanya dari makanan utama (pagi, siang, dan malam).

2.2.2.2 Protein

Protein fungsi utamanya adalah untuk menyediakan asam amino bagi sintesis protein sel, hormon maupun enzim untuk


(40)

mengatur metabolisme (Pudjiadi, 2000). Ada dua sumber protein yaitu hewani dan nabati. Protein yang berasal dari hewani merupakan sumber protein yang baik dalam jumlah maupun mutunya. Konsumsi protein yang seimbang dengan kebutuhan protein akan dapat menunjang status gizi, atau dengan kata lain tubuh akan mengalami pertumbuhan yang optimal. Kebutuhan protein remaja relative lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa. Pada masa remaja, protein terutama dibutuhkan untuk pemeliharaan jaringan dan pembentuk jaringan baru.

Perhitungan protein diperoleh dari 15% total kalori (Elisa, 2002). Kebutuhan protein meningkat pada masa remaja, karena proses pertumbuhan yang sedang terjadi dengan cepat. Pada awal masa remaja, kebutuhan protein remaja perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki, karena memasuki masa pertumbuhan cepat lebih dulu. Pada akhir masa remaja, kebutuhan protein laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan karena perbedaan komposisi tubuh (Yulia, 2009). Protein dalam tubuh berfungsi untuk menyediakan energi apabila kebutuhan energi tidak tercukupi dari konsumsi karbohidrat dan lemak.

2.2.2.3 Dampak Kekurangan Energi Dan Protein Pada Remaja

Kekurangan energi dan protein bagi remaja dampaknya sangat besar. Apabila tubuh kekurangan zat gizi, khususnya energi


(41)

dan protein, pada tahap awal akan menyebabkan rasa lapar dan dalam jangka waktu tertentu berat badan akan menurun yang disertai dengan menurunnya produktivitas kerja, penurunan kosentrasi belajar selain itu juga dapat menyebabkan kekurangan zat gizi lain seperti zat besi, kalsium dan sebagainya. Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk.

Apabila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang mencukupi, pada akhirnya tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi yang selanjutnya dapat menyebabkan kematian (Hardinsyah dan Martianto, 1992). Bagi remaja wanita apabila kekurangan energi dan protein berlangsung dalam waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya Kurang Energi Kronis (KEK) dan jika asupan zat besi kurang makan dapat menyebabkan anemia gizi besi.

Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi bagi orang Indonesia diketahui bahwa kebutuhan energi dan protein bagi remaja dapat dilihat pada tabel 2.1.


(42)

Tabel 2.1

Angka Kecukupan Gizi Remaja Tahun 2005

No. Jenis Kelamin Usia Energi (Kkal) Protein (gram)

1 Laki-laki 13-15 2400 60

16-18 2600 65

2 Perempuan 13-15 2350 57

16-18 2200 50

Sumber: Widyakarya Pangan (2005)

2.3 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi energi dan protein pada Remaja

2.3.1 Karakteristik Individu

Konsumsi makan seseorang salah satunya dipengaruhi oleh karakteristik individu usia, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan gizi dan pendapatan), nafsu makan, rasa bosan, makanan tambahan dari luar.

2.3.1.1 Usia

Setiap orang memiliki kebutuhan zat gizi yang berbeda beda mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa, sampai lansia. Pada umumnya remaja membutuhkan konsumsi makanan yang lebih karena usia remaja merupakan dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sehingga diperlukan asupan zat gizi yang lebih dibandingkan dengan dewasa (Arisman, 2010).


(43)

2.3.1.2 Jenis Kelamin

Remaja putera dan remaja puteri memiliki kebutuhan zat gizi yang berbeda. Kebutuhan energi dan protein remaja putra berbeda dengan remaja putri. Remaja putra memerlukan lebih banyak energi dibandingkan dengan remaja putri karena perbedaan komposisi tubuh dan kecepatan pertumbuhan. Menurut Suhardjo (1989) sebagian besar wanita mempunyai pantangan terhadap makanan sedangkan laki-laki cenderung lebih baik dalam penerimaan terhadap makanan.

Menurut Gibney (2004) dalam Dilapanga (2008) jenis kelamin mempengaruhi tingkat konsumsi makanan seseorang. Berdasarkan survei konsumsi pangan di Eropa terdapat perbedaan konsumsi makan antara pria dan wanita. Para remaja terutama remaja putri mempunyai selera makan yang berubah-ubah, mereka cenderung lebih memperhatikan jumlah makanan yang mereka konsumsi.

Berdasarkan penelitian Hakim (2001) diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan konsumsi energi pada remaja. Dalam penelitian Brisdon (1993) menyatakan bahwa remaja putera cenderung memiliki asupan energi lebih tinggi dibandingkan dengan remaja puteri. Sedangkan berdasarkan penelitian Matthys et al (2002) tidak ada perbedaan yang signifikan


(44)

antara supan energi pada remaja laki-laki maupun pada remaja perempuan.

2.3.1.3 Pendidikan

Konsumsi makan seseorang sangat erat kaitannya dengan tingkat pendidikannya. Seseorang yang mempunyai pendidikan dan pengetahuan yang cukup tentang gizi maka mempertimbangkan kebutuhan fisiologik akan lebih penting dari pada kepuasan psikis (Prajitno, 1994). Seseorang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi umumnya mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi juga sehingga akan memilih makanan yang lebih murah dan bernilai gizi lebih tinggi (Suhardjo, 1989).

2.3.1.4 Uang Saku

Uang saku merupakan bagian pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan kepada anak untuk keperluan harian, mingguan, atau bulanan. Semakin besar pendapatan keluarga maka semakin besar uang saku yang diterima oleh anak (Azizah, 2007 dalam Dilapanga, 2008). Uang saku sangat menentukan pemilihan makanan dan konsumsi makanan. Biasanya remaja memilih makanan sesuai dengan uang saku mereka. Dengan uang saku yang cukup besar, biasanya remaja sering mengkonsumsi makanan-makanan modern dengan pertimbangan prestice dan juga harapan akan diterima dikalangan peer group mereka.


(45)

Menurut Berg (1986) dalam Hela (2008) uang sangat mempengaruhi makanan yang dikonsumsi oleh seseorang. Tingkat pendapatan akan mempengaruhi apa yang akan dibeli oleh seseorang dengan menggunakaan uang.

2.3.1.5 Pengetahuan Gizi

Remaja umumnya memiliki pemahaman yang kurang baik terhadap kandungan gizi yang terdapat dalam berbagai makanan dan manfaatnya terhadap tubuh (McWilliams, 1993). Konsumsi makan juga berkaitan dengan pengetahuan gizi seseorang. Banyak orang yang menderita kekurangan gizi karena mereka tidak mengetahui manfaat makanan yang bervariasi dan mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Mereka pada umumnya lebih memilih makanan yang terasa enak dan mengenyangkan tetapi rendah kandungan zat gizinya dan tidak mengerti akan pentingnya makanan untuk kesehatan (Simanjutak, 1995 dalam Iskandar, 2003).

Menurut Suhardjo (1989) pengetahuan gizi sangat penting karena dengan pengetahuan gizi yang cukup diharapkan status gizi baik sehingga penyediaan makanan yang bergizi dapat tercukupi dan pangan tersebut dapat diolah dan dikonsumsi guna perbaikan gizi. Sanjur dalam Kumary (2001) menyatakan bahwa pengetahuan gizi mempengaruhi praktek melalui sikap terhadap konsumsi


(46)

makan. Praktek konsumsi pangan merupakan hasil interaksi dari pengetahuan gizi dalam sikap terhadap gizi.

Orang yang memiliki pengetahuan gizi yang tinggi terdapat kecenderungan untuk memilih makanan yang lebih murah dengan nilai gizi yang lebih tinggi (Yahya, 1993 dalam Julianto, 2002). Menurut Khomsan (2003) pengukuran pengetahuan gizi dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan pilihan. Instrumen ini merupakan bentuk tes objektif yang paling sering digunakan, di dalam menyusun instrumen ini digunakan jawaban-jawaban yang sudah tertera di dalam tes dan responden hanya memilih jawaban yang benar. Alternatif jawaban yang benar dari berbagai opsi disebut jawaban, sedangkan alternatif yang salah disebut distracter. Distracter yang baik mempunyai ciri karakteristik yang hampir mirip dengan jawaban. Dengan demikian responden harus berpikir dahulu sebelum menentukan pilihan jawaban yang benar.

Dalam penelitian Juliato (2002) diketahui bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pengetahuan gizi dengan konsumsi energi sedangkan terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan gizi dengan konsumsi protein. Periode remaja adalah periode perubahan yang sangat drastis baik fisik maupun psikologi. Sehingga pengetahuan baik tidak selalu mencerminkan perilaku


(47)

remaja tersebut dalam mengkonsumsi makanan. Pada penelitian Elnovriza (2008) diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan gizi responden dengan asupan zat gizi. Sedangkan dalam penelitian Umri (2001) didapatkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pengetahuan gizi dengan tingkat konsumsi energi dan ada hubungan bermakna antara pengetahuan gizi dengan tingkat konsumsi protein.

2.3.1.6 Keterampilan Memasak

Konsumsi makan seseorang tergantung dari masakan yang dimasak, hal ini berarti dibutuhkan keterampilan memasak yang baik. Dengan keterampilan masak yang baik maka pemilihan bahan makanan dan pengolahan makanan yang baik dapat meningkatkan selera orang yang akan memakannya. Dalam rumah tangga keterampilan masak seorang ibu sangat diperlukan agar anak-anaknya dapat mengkonsumsi makanan yang disediakan dengan baik. Sedangkan untuk orang-orang yang berada di luar rumah seperti pondok pesantren, lembaga pemasyarakatan dan sebagainya tergantung kepada juru masak tempat tersebut (Moehyi, 1992). 2.3.1.7 Kesehatan

Tubuh memiliki kemampuan untuk mempertahankan diri dari penyakit infeksi apabila dalam keadaan gizi baik dan apabila keadaan gizi tidak baik atau buruk maka kemampuan tubuh dalam


(48)

mempertahankan diri dari penyakit infeksi akan menurun. Hal ini disebabkan kekebalan tubuh yang menurun akibat kurangnya asupan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh (Aritonang, 1996 dalam Amsirman 2001). Status kesehatan seseorang akan mempengaruhi konsumsi makannya. Pada orang dalam kondisi sakit cenderung memiliki konsumsi makan yang rendah dari pada orang dalam kondisi sehat.

2.3.1.8 Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang memilih pangan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh sosial, budaya, fisiologis, dan psikologi. Menurut Khumaidi (1994) yang dimaksud kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makanan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Sikap positif atau negatif terhadap makanan bersumber pada nilai afektif yang berasal dari alam, budaya, sosial, ekonomi.

Menurut Husaini (1989) dalam Elisa (2002) Kebiasaan makan merupakan refleksi dari pemenuhan kebutuhan fisik, keinginan, kepuasan dan ketenangan. Kebiasaan makan menentukan jumlah zat gizi yang dikonsumsi, baik dipandang dari segi kualitas maupun kuantitas. Remaja puteri mempunyai kebiasaan makan dan


(49)

pemilihan makan yang kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terdiri dari fisik, sosial, lingkungan, keluarga, teman sebaya dan psikologi (Story, 1995 dalam Amsirman, 2001).

2.3.1.9 Kesukaan ( Preferensi Makanan)

Preferensi makanan adalah sebagai tindakan atau ukuran suka atau tidak sukanya terhadap makanan (Pilgrin, 1957 dalam Suhardjo, 1989). Pada remaja, kesukaan terhadap makanan tergantung pada lingkungan sekitar mereka. Pada umumnya pihak keluarga dan teman sebaya mempunyai pengaruh yang besar bagi remaja terhadap makanan yang disukai dan tidak disukai. Menurut Khumaidi (1989) terbentuknya rasa suka terhadap makanan tertentu merupakan hasil dari kesenangan sebelumnya yang diperoleh pada saat mereka makan untuk memenuhi rasa laparnya.

2.3.1.10 Citra Tubuh (Body Image)

Citra tubuh adalah sikap, persepsi, keyakikan dan pengetahuan individu secara sadar atau tidak sadar terhadap tubuhnya yaitu ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang kontak secara terus menerus baik masa lalu maupun sekarang (Harnawatiaj, 2002 dalam Handayani, 2009). Citra tubuh adalah sebuah istilah yang mengacu kepada persepsi seseorang mengenai bentuk dan tampilan fisik tubuhnya. Citra tubuh seringkali diukur dengan menanyakan kepada subjek bentuk


(50)

tubuhnya saat ini dengan bentuk tubuh ideal yang ditampilkan melalui serangkaian gambar. Perbedaan antara kedua nilai tersebut menggambarkan sejauh mana ketidakpuasaan subjek tersebut terhadap dirinya sendiri (Field, 1999).

2.3.2 Penilaian Makanan

Kualitas hidangan merupakan salah satu yang mempengaruhi tingkat konsumsi makan seseorang. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam suatu hidangan dan perbandingan yang satu terhadap yang lainnya (Sayogyo, 1994). Konsumsi makan seseorang yang berasal dari karakteristik makanan yaitu cita rasa makanan yang terdiri dari penampilan makanan dan rasa makanan. Menurut moehyi (1992) cita rasa makanan ditimbulkan oleh terjadinya rangsangan terhadap berbagai indera dalam tubuh manusia, terutama indera penglihatan, indera penciuman, dan indera pengecap. Makanan yang memiliki cita rasa yang tinggi adalah makanan yang disajikan dengan menarik, menyebarkan bau yang sedap dan memberikan rasa yang lezat. Semakin banyak jumlah porsi makanan yang harus dimasak, semakin sukar untuk mempertahankan cita rasa makanan seperti yang diinginkan.

Usaha untuk mendapatkan cita rasa makanan yang baik, dimulai sejak pemilihan bahan makanan yang akan digunakan dan kemudian menyiapkan bahan makanan itu untuk dimasak melalui berbagai cara, memotong, mengiris, menggiling, mengaduk, serta membuat


(51)

bentuk-bentuk tertentu agar menarik. Pengolahan yang tidak dilakukan secara professional, perencanaan yang kurang baik, tenaga pelaksana yang tidak professional, sistem pengawasan yang lemah, dan rendahnya dedikasi petugas penyelenggara menyebabkan mutu dan cita rasa makanan yang disajikan kurang baik.

Cita rasa makanan yang khas dapat diciptakan dengan menggunakan bumbu-bumbu tertentu atau dapat juga dengan cara memasak makanan yang khusus. Selain itu mutu dan cita rasa makanan sangat tergantung pada tenaga ahli (juru masak). Cita rasa makanan mencakup dua aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan waktu dimakan. Kedua aspek itu sama pentingnya untuk diperhatikan agar betul-betul dapat menghasilkan makanan yang memuaskan.

2.3.2.1 Penampilan Makanan

Penampilan makanan sewaktu disajikan di meja makan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

2.3.2.1.1Warna Makanan

Betapapun lezatnya makanan, apabila penampilannya tidak menarik waktu disajikan akan mengakibatkan selera orang yang akan memakannya menjadi hilang. Warna makanan memegang peranan penting dalam penampilan makanan. Untuk mendapatkan


(52)

warna makanan yang sesuai dan menarik harus digunakan teknik memasak tertentu (Moehyi, 1992).

Menurut West dan Wood (1988) warna makanan yang menarik dapat meningkatkan cita rasa. Kombinasi warna menjadi sangat penting dalam membuat makan menjadi lebih menarik ketika disajikan. Oleh karena itu, suatu menu yang baik haruslah terdapat kombinasi warna yang menarik.

2.3.2.1.2 Konsistensi atau Tekstur Makanan

Konsistensi makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitivitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan rangsang yang lebih lambat terhadap indera kita. Cara memasak dan lama waktu memasak makanan akan menentukan pula konsistensi makanan. Jadi apabila seseorang memakan makanan dengan konsistensi dan tekstur yang sesuai dengan jenis makanannya maka dapat meningkatkan selera si pemakannya.


(53)

2.3.2.1.3 Bentuk Makanan yang disajikan

Menurut Moehyi (1992) untuk membuat makanan menjadi lebih menarik biasanya disajikan dalam bentuk-bentuk tertentu. Bentuk makanan waktu disajikan dapat dibedakan menjadi beberapa macam bentuk seperti:

1) Bentuk sesuai dengan bentuk asli bahan makanan. Misalnya, ikan sering disajikan dalam bentuk aslinya dengan lengkap.

2) Bentuk yang menyerupai bentuk asli, tetapi bukan merupakan bahan makanan yang utuh. Ayam kodok misalnya, dibuat menyerupai asli ayam.

3) Bentuk yang diperoleh dengan cara memotong bahan makanan dengan teknik tertentu atau mengiris bahan makanan dengan cara tertentu.

4) Bentuk sajian khusus seperti bentuk nasi tumpeng atau bentuk lainnya yang khas.

Bentuk makanan yang serasi akan memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap makanan yang disajikan.

2.3.2.1.4 Porsi Makanan

Pentingnya porsi makanan tidak hanya berkaitan dengan penampilan makanan waktu disajikan, tetapi juga berkaitan dengan perencanaan dan penghitungan


(54)

pemakaian bahan. Misalnya potongan daging atau ayam atau ikan yang terlalu besar atau terlalu kecil akan merugikan penampilan.

2.3.2.1.5 Variasi Menu

Variasi menu adalah variasi menggunakan bahan makanan, resep makanan dan cara pengolahan dalam suatu hidangan. Variasi menu akan merangsang selera makan. Menu yang semakin bervariasi akan menambah gairah untuk makan sehingga makanan yang disajikan akan habis dimakan oleh konsumen.

Suatu jenis makanan yang dihidangkan berkali-kali dalam jangka waktu yang singkat akan membosankan konsumen, begitu juga penggunaan bahan makanan dasar untuk membuat masakan berkali-kali dalam jangka waktu yang singkat akan membuat penerima merasa jenuh. Menurut Moehyi (1992) menu yang baik tidak berarti harus berasal dari bahan mewah dan mahal atau dimasak ala barat, tetapi yang penting adalah memenuhi syarat gizi, rasa enak, bervariasi dan menarik, karena faktor-faktor tersebut membangkitkan selera makan. Jenis masakan yang disajikan maupun bahan makanan dasar yang digunakan


(55)

disajikan berkali-kali dalm waktu yang singkat akan membuat konsumen merasa jenuh.

Penganekaragaman menu perlu dilakukan untuk menghindari kebosanan para konsumen dan mengingat beragamnya konsumen yang dilayani serta mempunyai keinginan atau kesukaan yang berbeda pula. Berikut ini merupakan susunan hidangan yang terdapat di Indonesia (Moehyi, 1992):

a. Hidangan makanan pokok yang umumnya terdiri dari nasi. Berbagai variasi masakan nasi sering juga digunakan seperti nasi uduk, nasi minyak, nasi kuning dan nasi tim. Disebut sebagi makanan pokok karena dari makanan inilah tubuh memperoleh sebagian besar zat gizi yang diperlukan tubuh.

b. Hidangan lauk pauk, yaitu masakan yang terbuat dari bahan makanan hewani atau nabati atau gabungan keduanya. Bahan makanan hewani yang digunakan dapat berupa daging sapi, kerbau, atau unggas seperti ayam, burung dara, dan bebek. Selain itu, bahan makanan hewani dapat juga berupa ikan, udang, kepiting atau berbagai jebis hasil laut lainnya.


(56)

Lauk pauk nabati biasanya berupa lauk pauk yang terbuat dari kacang-kacangan atau hasil olahannya seperti tempe dan tahu. Bahan-bahan makanan itu dimasak dengan berbagai cara, seperti masakan berkuah, masakan tanpa kuah, dipanggang, dibakar, digoreng atau jenis masakan lainnya.

c. Hidangan berupa sayur mayor. Biasanya hidangan ini berupa masakan yang berkuah karena berfungsi sebagai pembasah nasi agar mudah ditelan. Hidangan sayur-mayur dapat lebih dari satu macam masakan yang biasanya terdiri dari gabungan maskaan berkuah atau tidak berkuah.

d. Hidangan yang terdiri dari buah-buahan, baik dalam bentuk buah-buahan segar atau buah-buahan yang sudah diolah seperti setup atau sari buah. Hidangan ini berfungsi sebagai penghilang rasa yang kurang sedap sehabis makan sehingga diberi nama pencuci mulut. 2.3.2.2 Rasa Makanan

Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap berikutnya cita rasa


(57)

makanan itu ditentukan oleh rangsangan terhadap indera pencium dan indera pengecap. Berikut ini komponen-komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan, yaitu:

2.3.2.2.1 Aroma Makanan

Aroma makanan lebih banyak terpaut dengan indera penciuman sehingga apabila seseorang penciumannya mengalami gangguan maka kemampuannya untuk mencium aroma makanan akan terpengaruh juga. Aroma yang disebarkan oleh makanan memiliki daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera pencium sehingga membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya suatu senyawa yang mudah menguap. Terbentuknya senyawa yang mudah menguap itu dapat sebagai akibat reaksi karena senyawa enzim, tetapi dapat juga terbentuk tanpa terjadi reaksi enzim. Misalnya aroma jambu biji yang menyengat timbul karena reaksi enzimatik dalam buah jambu dan membentuk senyawa yang mudah menguap.

Aroma yang dikeluarkan oleh setiap makanan berbeda-beda. Demikian pula cara memasak makanan akan memberikan aroma yang berbeda pula. Penggunaan panas yang tinggi dalam proses pemasakan makanan akan lebih


(58)

menghasilkan aroma yang kuat, seperti padamakanan yang digoreng, dibakar, atau dipanggang. Lain halnya dengan makanan yang direbus yang hamper-hampir tidak mengeluarkan aroma yang merangsang.

Aroma makanan dapat juga ditimbulkan dengan menggunakan aroma sintetik. Berbagai macam aroma buah-buahan, seperti aroma apel, aroma pisang, bahkan aroma teh dan kopipun sudah dapat disintetiskan di pabrik-pabrik dan dipasarkan dengan harga yang murah.

2.3.2.2.2 Bumbu Masakan dan Bahan Penyedap

Cita rasa makanan yang khas dapat diciptakan dengan menggunakan bumbu-bumbu tertentu atau dapat juga dengan cara memasak makanan yang khusus. Berbagai bumbu yang digunakan dapat membangkitkan selera karena memberikan rasa makanan yang khas selain bau yang sedap. Bumbu yang digunakan pada makanan berasal dari minyak astirinya yang terdapat dalam rempah-rempah sebesar 2% aroma yang timbul ketika terjadi pemanasan (Winarno, 2005).

Bumbu masakan dan bahan penyedap, disamping bau yang sedap dapat mengakibatkan selera dari rasa makanan yang khas. Rasa makanan dapat diperbaiki dan dipertinggi


(59)

dengan menambah bahan penyedap. Penggunaan standarisasi bumbu sangat penting untuk menjaga cita rasa makanan dari waktu ke waktu (Moehyi, 1992).

2.3.2.2.3 Keempukan Makanan

Keempukan makanan selain ditentukan oleh mutu bahan makanan yang digunakan juga ditentukan oleh cara memasak. Misalnya dalam memasak daging atau bahan makanan berprotein tinggi bila dimasak dengan suhu tinggi akan mengakibatkan makanan menjadi keras sesuai dengan sifat kimia protein yang akan menggumpal pada suhu tinggi. Hal yang sama juga berlaku untuk ayam, ikan, dan bahan makanan lainnya yang mengandung protein tinggi (Castonguay, 1987).

2.3.2.2.4 Kerenyahan Makanan

Kerenyahan makanan menberikan pengaruh tersendiri terhadap cita rasa makanan. Untuk mendapatkan makanan yang renyah juga diperlukan cara memasak tersendiri. Cara masak yang salah, misalnya menggoreng kerupuk yang salah akan menghasilkan kerupuk yang keras dan tidak renyah. Yang dimaksud dengan kerenyahan makanan adalah makanan yang dimasak menjadi kering, tetapi tidak keras sehingga enak dimakan (Moehyi, 1992).


(60)

2.3.2.2.5 Tingkat Kematangan

Tingkat kematangan masakan itu tentu saja akan mempengaruhi cita rasa makanan. Tingkat kematangan di Indonesia belum mendapat perhatian karena umumnya masakan Indonesia harus dimasak sampai matang benar, kecuali untuk masakan telur yang dibedakan menjadi telur yang dimasak setengah matang dan telur yang dimasak sampai matang (Moehyi, 1992).

Berbeda dengan masakan eropa untuk beberapa jenis masakan, misalnya steak, ada perbedaan tingkat kematangan. Ada steak yang dimasak setengah matang yang disebut dengan istilah medium rare, matang (rare) dan matang benar yang disebut dengan istilah weldone. Tingkat kematangan itu tentu saja akan mempengaruhi cita rasa makanan.

2.3.2.2.6 Suhu Makanan

Suhu makanan waktu disajikan memegang peranan dalam penentuan cita rasa makanan. Namun, makanan yang terlalu panas atau dingin akan sangat mengurangi sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa makanaan. Menurut Winarno (1991) makana yang terlalu panas akan membakar lidah dan merusak kuncup cecapan, sedangkan


(61)

makanan yang terlalu dingin dapat membius kuncup cecapan sehingga tidak peka lagi. Sensitivitas terhadap rasa akan berkurang bila suhu berada di bawah 200 C atau di atas 300 C.

Makanan yang dihidangkan kepada konsumen sebaiknya sesuai suhu makanan tersebut seperti soto dan sop diberikan dalan keadaan hangat. Untuk menyajiakan makanan itu harus dipilih tempat yang bertutup atau dapat juga digunakan panci yang dilengkapi alat pemanas. Sebaliknya, makanan yang harus dihidangkan dalam keadaan dingin hendaknya dihidangkan dalam keadaan dingin seperti agar-agar (Moehyi, 1992).

2.3.2.3 Penyajian Makanan

Penyajian makanan merupakan faktor penentu dalam penampilan hidangan yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, seluruh upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan denga cita rasa yang tinggi akan tidak berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera terutama indera penglihatan yang bertalian dengan cita rasa makanan.

Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam penyajian makanan, yaitu sebagai berikut:


(62)

a) Pemilihan alat yang digunakan

Untuk meyajikan makanan dibutuhkan alat seperti piring, mangkuk, atau tempat menyajikan makanan khusus yang lainnya. Alat yang digunakan harus sesuai dengan volume makanan yang disajikan. Makana yang berkuah banyak tentu tidak sesuai disajikan dengan menggunakan piring ceper. Sebaliknya, makanan yang tidak berkuah hendaknya tidak disajikan dengan menggunakan tempat yang cekung dan dalam, tetapi disajikan dengan menggunakan tempat yang agak datar.

Makanan yang harus dimakan dalam keadaan hangat harus disajikan dengan menggunakan tempat yang bertutup atau dapat menggunakan panci khusus yang dilengkapi alat pemanas.

b) Cara menyusun makanan dalam tempat penyajian makanan Cara menyusun hidangan perlu dilakukan dengan cermat sehingga memberikan kesan menarik. Misalnya irisan daging atau ikan hendaknya disusun serapi mungkin.

c) Penghias hidangan

Penghias hidangan sangat diperlukan untuk membuat makanan lebih menarik, dalam menghias hidangan diperlukan keahlian dan rasa seni tersendiri. Banyak ragam sayur-mayur


(63)

atau buah-buahan yang dapat digunakan sebagai penghias hidangan. Daun slada, buah tomat masak, cabai merah besar, wortel, daun sledri, daun peterseli, daun pandan, buah mentimun, dan buah jeruk nipis dapat digunakan sebagi penghias hidangan karena dapat menambah menarik penampilan makanan yang disajikan.

2.3.3 Karakteristik Lingkungan 2.3.3.1 Musim

Bencana alam seperti banjir, gempa bumi dan terutama perubahan lingkungan hidup keluarga secara tidak langsung akan mengubah kebiasaan makan. Adanya bencana alam tersebut mengurangi bahkan meniadakan cadangan makanan keluarga (Suhardjo, 1989).

2.3.3.2 Pekerjaan

Keluarga dengan pendapatan terbatas mempunyai kemungkinan yang besar bahwa akan mengalami kekurangan dalam memenuhi kebutuhan makanannya sesuai dengan kebutuhan, setidaknya keanekaragaman bahan makanan kurang terjamin karena dengan uang yang terbatas tidak akan banyak pilihan. Selanjutnya menurut Sumarno (Nurhayati, 2000) mengatakan bahwa hubungan semi logaritmik antara


(64)

konsumsi energi dan protein dengan pendapatan yang artinya peningkatan pendapatan keluarga akan meningkatkan konsumsi energi. Namun, hal ini berbeda dengan penelitian Nurhayati (2000), yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara pendapatan orang tua dengan konsumsi zat gizi. Menurut Jahar, Djumadias dan Tarwotjo (1988), tidak adanya hubungan antara pendapatan orang tua dengan konsumsi zat gizi, kemungkinan berkaitan dengan kurangnya pengetahuan gizi dalam menyediakan makanan bagi anak sehingga pemanfaatan pendapatan untuk keperluan pangan menjadi kurang efisien.

2.3.3.3 Jumlah Keluarga

Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga besar mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Hal ini dapat menyebabkan banyak anak-anak yang mengalami kurang gizi dan pola ini juga akan menjadi kebiasaan ketika mereka besar nanti sehingga sangat erat kaitannya dengan konsumsi makannya. Jadi jumlah anggota keluarga mempengaruhi konsumsi makan seseorang (Suharjo, 1989).


(65)

2.3.3.4 Tingkat Sosial Pada Masyarakat

Tingkat sosial pada masyarakat mempengaruhi konsumsi makanan seseorang sebab tingkat sosial berkaitan erat dengan pekerjaan dan pendapatan. Pada orang yang memiliki tingkat sosial yang tinggi lebih cenderung memilih makanan yang mahal dan memiliki nilai zat gizi yang tinggi dan orang yang memiliki tingkat sosial yang rendah cenderung memilih bahan makanan yang murah dan tidak mementingkan zat gizinya hal ini diberkaitan dengan uang yang dimiliki (Suhardjo, 1989).

2.3.3.5 Pengaruh Teman Sebaya (Peer Groups)

Menurut Sartiningsih (1993) bahwa pola konsumsi remaja sangat dipengaruhi oleh pola konsumsi teman sebayanya. Pada umumnya remaja akan merasa senang apabila makan bersama dengan orang terdekat dan biasanya remaja lebih suka menghabiskan waktu mereka di luar bersama teman-teman sebayanya. Menurut Krummel (1996) dalam Rachmiaty (2009) remaja menghabiskan banyak waktu dengan teman sebayanya dan sering kali berkelompok, maka biasanya teman sebaya atau teman sekelompoknya menentukan apa yang diterima dalam kelompoknya dan membentuk perilaku standar sesuai yang diharapkan. Pada


(66)

umumya remaja mendapatkan asupan energi dan protein tidak hanya dari makanan yang disediakan di rumah atau asrama tetapi juga dari jajanan yang mereka beli bersama dengan teman sebayanya.

Pengaruh peer group adalah sangat penting selama masa remaja dan pada situasi tertentu pengaruh peer group lebih besar daripada pengaruh keluarga (Gift et al, 1978 dan nurlock, 1980 dalam Ulfa, 1998). Menurut Gunarsa dalam Mumtamhanah (2002) mengatakan bahwa semakin sedikit anggota suatu kelompok akan semakin kuat pengaruh kelompok tersebut terhadap anggotanya, apalagi bila dibandingkan dengan suatu kelompok yang jumlah anggotanya besar dan tidak tetap. Dalam penelitian Elisa (2002) diketahui bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara peer group dengan konsumsi energi dan protein.

2.4 Metode Pengukuran Konsumsi Makan

Menurut Supariasa (2001) pengukuran konsumsi makan menghasilkan dua jenis data konsumsi yaitu kualitatif dan kuantitatif.

2.4.1 Metode kualitatif

Metode kualitatif ini digunakan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makan dan menggali informasi kebiasaan makan (food habits). Metode pengukuran konsumsi makanan


(67)

bersifat kualitatif yaitu frekuensi makan (food frequency), dietary history, telepon, pendaftaran makanan (food list).

2.4.2 Metode kuantitatif

Menurut Supariasa (2001) Metode ini digunakan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan membandingkan Daftar Konsumsi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain. Metode kuantitatif terdiri dari:

1. Metode inventaris (inventory method) 2. Metode food account

3. Pencatatan makanan rumah tangga (household food records) 4. Metode recall 24 jam

Mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Petugas menanyakan dan mencatat kembali semua makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah tangga selama kurun waktu 24 jam yang lalu. Kelebihan dari metode ini yaitu mudah dilaksanakan, murah, cepat, dapat digunakan untuk responden yang buta huruf, memberikan gambaran nyata yang dikonsumsi responden (Supariasa, 2001).


(1)

Cas e Proce ss ing Sum m ary

100 100,0% 0 ,0% 100 100,0%

penampilan makanan * konsums i protein

N Percent N Percent N Percent

V alid Mis sing Total

Cases

penam pilan m ak anan * k ons um s i prote in Cros s tabulation

11 40 51

21,6% 78,4% 100,0%

8 41 49

16,3% 83,7% 100,0%

19 81 100

19,0% 81,0% 100,0%

Count

% w ithin penampilan makanan

Count

% w ithin penampilan makanan

Count

% w ithin penampilan makanan

kurang

cukup penampilan

makanan

Total

kurang cukup

konsumsi protein

Total

Chi-Square Te s ts

,446b 1 ,504

,171 1 ,680

,448 1 ,503

,613 ,341

,442 1 ,506

100 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Ass ociation N of Valid Cas es

Value df

Asy mp. Sig. (2-s ided)

Ex ac t Sig. (2-s ided)

Ex ac t Sig. (1-s ided)

Computed only f or a 2x 2 table a.

0 cells (,0%) hav e ex pec ted count less than 5. The minimum expected c ount is 9,31.


(2)

Ris k Estim ate

1,409 ,514 3,868

1,321 ,581 3,006

,937 ,775 1,133

100 Odds Ratio f or

penampilan makanan (kurang / cukup) For c ohort kons umsi protein = kurang For c ohort kons umsi protein = c ukup N of V alid Cases

V alue Low er Upper

95% Conf idence Interval

2.6

Rasa makanan dengan konsumsi energi dan protein

Cas e Proce ss ing Sum m ary

100 100,0% 0 ,0% 100 100,0%

ras a makanan * konsumsi energi

N Percent N Percent N Percent

V alid Mis sing Total

Cases

rasa m ak anan * konsum s i e nergi Cross tabulation

30 15 45

66,7% 33,3% 100,0%

32 23 55

58,2% 41,8% 100,0%

62 38 100

62,0% 38,0% 100,0%

Count

% w ithin rasa makanan Count

% w ithin rasa makanan Count

% w ithin rasa makanan kurang

cukup ras a makanan

Total

kurang cukup konsums i energi


(3)

Chi-Square Te s ts

,756b 1 ,384

,439 1 ,508

,760 1 ,383

,414 ,254

,749 1 ,387

100 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Ass ociation N of Valid Cas es

Value df

Asy mp. Sig. (2-s ided)

Ex ac t Sig. (2-s ided)

Ex ac t Sig. (1-s ided)

Computed only f or a 2x 2 table a.

0 cells (,0%) hav e ex pec ted count less than 5. The minimum expected c ount is 17,10.

b.

Ris k Estim ate

1,438 ,634 3,261

1,146 ,845 1,554

,797 ,475 1,338

100 Odds Ratio f or rasa

makanan (kurang / cukup)

For c ohort konsumsi energi = kurang For c ohort konsumsi energi = cukup N of V alid Cas es

V alue Low er Upper 95% Conf idence

Interval

Cas e Proce ss ing Sum m ary

100 100,0% 0 ,0% 100 100,0%

ras a makanan * konsumsi protein

N Percent N Percent N Percent

V alid Mis sing Total

Cases

rasa m ak anan * konsum s i protein Cross tabulation

11 34 45

24,4% 75,6% 100,0%

8 47 55

14,5% 85,5% 100,0%

19 81 100

19,0% 81,0% 100,0%

Count

% w ithin rasa makanan Count

% w ithin rasa makanan Count

% w ithin rasa makanan kurang

cukup ras a makanan

Total

kurang cukup konsums i protein


(4)

Chi-Square Te s ts

1,576b 1 ,209

,998 1 ,318

1,569 1 ,210

,306 ,159

1,560 1 ,212

100 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Ass ociation N of Valid Cas es

Value df

Asy mp. Sig. (2-s ided)

Ex ac t Sig. (2-s ided)

Ex ac t Sig. (1-s ided)

Computed only f or a 2x 2 table a.

0 cells (,0%) hav e ex pec ted count less than 5. The minimum expected c ount is 8,55.

b.

Ris k Estim ate

1,901 ,691 5,229

1,681 ,739 3,820

,884 ,725 1,079

100 Odds Ratio f or rasa

makanan (kurang / cukup)

For c ohort konsumsi protein = kurang For c ohort konsumsi protein = c ukup N of V alid Cas es

V alue Low er Upper 95% Conf idence

Interval

2.7

Pengaruh teman sebaya dengan konsumsi energi dan protein

Cas e Proce ss ing Sum m ary

100 100,0% 0 ,0% 100 100,0%

teman s ebaya * konsumsi energi

N Percent N Percent N Percent

V alid Mis sing Total


(5)

te m an se baya * k onsum si ener gi Cr os stabulation

21 14 35

60,0% 40,0% 100,0%

41 24 65

63,1% 36,9% 100,0%

62 38 100

62,0% 38,0% 100,0%

Count

% w ithin teman sebay a Count

% w ithin teman sebay a Count

% w ithin teman sebay a lemah

kuat teman s ebaya

Total

kurang cukup konsumsi energi

Total

Chi-Square Te s ts

,091b 1 ,762

,007 1 ,931

,091 1 ,763

,830 ,464

,091 1 ,764

100 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Ass ociation N of Valid Cas es

Value df

Asy mp. Sig. (2-s ided)

Ex ac t Sig. (2-s ided)

Ex ac t Sig. (1-s ided)

Computed only f or a 2x 2 table a.

0 cells (,0%) hav e ex pec ted count less than 5. The minimum expected c ount is 13,30.

b.

Ris k Estim ate

,878 ,378 2,041

,951 ,685 1,321

1,083 ,647 1,814

100 Odds Ratio f or teman

sebaya (lemah / kuat) For c ohort konsumsi energi = kurang For c ohort konsumsi energi = cukup N of Valid Cas es

Value Low er Upper

95% Conf idence Interval

Cas e Proce ss ing Sum m ary

100 100,0% 0 ,0% 100 100,0%

teman s ebaya * konsumsi protein

N Percent N Percent N Percent

V alid Mis sing Total


(6)

te m an se baya * k onsum si protein Cros stabulation

8 27 35

22,9% 77,1% 100,0%

11 54 65

16,9% 83,1% 100,0%

19 81 100

19,0% 81,0% 100,0%

Count

% w ithin teman sebay a Count

% w ithin teman sebay a Count

% w ithin teman sebay a lemah

kuat teman s ebaya

Total

kurang cukup konsumsi protein

Total

Chi-Square Te s ts

,521b 1 ,471

,206 1 ,650

,510 1 ,475

,594 ,320

,515 1 ,473

100 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Ass ociation N of Valid Cas es

Value df

Asy mp. Sig. (2-s ided)

Ex ac t Sig. (2-s ided)

Ex ac t Sig. (1-s ided)

Computed only f or a 2x 2 table a.

0 cells (,0%) hav e ex pec ted count less than 5. The minimum expected c ount is 6,65.

b.

Ris k Estim ate

1,455 ,524 4,039

1,351 ,599 3,044

,929 ,752 1,147

100 Odds Ratio f or teman

sebaya (lemah / kuat) For c ohort konsumsi protein = kurang For c ohort konsumsi protein = c ukup N of Valid Cas es

Value Low er Upper

95% Conf idence Interval