Sifat urutan dengan baik di Ν Prinsip Induksi Matematika

Mencintai ilmu adalah cara termudah untuk mempelajarinya Abu Abdillah 17

1.3 INDUKSI MATEMATIKA

Induksi matematika merupakan metode pembuktian penting yang akan sering digunakan dalam buku ini. Metode ini digunakan untuk menguji kebenaran suatu pernyataan yang diberikan dalam suku-suku bilangan asli. Walaupun kegunaannya terbatas pada masalah tertentu, tetapi induksi matematika sangat dibutuhkan disemua cabang matematika. Karena banyak bukti induksi matematika sangat diperlukan disemua cabang matematika. Karena banyak bukti induksi mengikuti urutan formal argumen yang sama, kita akan sering menyebutkan “hasilnya mengikuti induksi matematika” dan meninggalkan bukti lengkapnya kepada pembaca. Dalam bagian ini kita akan membahas prinsip induksi matematika dan memberi beberapa contoh untuk mengilustrasikan bagaimana proses bukti induksi. Kita akan mengasumsikan kebiasaan pembaca dengan himpunan bilangan asli   ,... 3 , 2 , 1  Ν Dengan operasi matematika penjumlahan dan perkalian seperti biasa dan dengan arti suatu bilangan kurang dari bilangan lain. Kita juga akan mengasumsikan sifat fundamental dari Ν berikut ini

1.3.1. Sifat urutan dengan baik di Ν

Setiap subhimpunan tak kosong dari Ν mempunyai unsur terkecil. Pernyataan yang lebih detail dari sifat ini sebagai berikut: bila S sub himpunan dari Ν dan  S  , maka terdapat unsur S m  sedemikian sehingga k m  untuk setiap S k  . Dengan berdasar sifat urutan dengan baik, kita akan menurunkan suatu versi prinsip induksi matematika yang dinyatakan dalam suku-suku subhimpunan dari Ν . Sifat yang dideskripsikan dalam versi ini kadang-kadang mengikuti turunan sifat Ν . Mencintai ilmu adalah cara termudah untuk mempelajarinya Abu Abdillah 18

1.3.2. Prinsip Induksi Matematika

Misalkan S sub himpunan dari Ν yang mempunyai sifat: i. S  1 ii. Jika S k  , maka S k  1 . Maka Ν  S Bukti: Andaikan Ν  S . Maka  S \ Ν  . Karenanya berdasar sifat urutan dengan baik, maka S \ Ν mempunyai unsur terkecil, sebut m . Karena S  1 , maka 1  m . Karena itu 1  m dengan 1  m juga bilangan asli. Karena m m  1 dan m unsur terkecil di S N \ , maka 1  m haruslah di S . Sekarang kita gunakan hipotesis 2 terhadap unsur 1   m k di S , yang berakibat   m m k      1 1 1 di S . Kesimpulan ini kontradiksi dengan pernyataan bahwa m tidak di S . Karena m diperoleh dengan pengandaian S \ Ν tidak kosong, kita dipaksa pada kesimpulan bahwa S \ Ν kosong. Karena itu kita telah buktikan bahwa Ν  S . Prinsip induksi matematika sering dinyatakan dalam kerangka sifat atay pernyataan tentang bilangan asli. Bila   n P berarti pernyataan tentang Ν  n , maka   n P benar untuk beberapa nilai n , tetapi belum tentu benar untuk yang lain. Sebagai contoh, bila   n P pernyataan “ n n  2 ”, maka   1 P benar, sementara   n P salah untuk semua 1  n , N n  dalam konteks ini prinsip induksi matematika dapat dirumuskan sebagai berikut: Untuk setiap Ν  n , misalkan   n P pernyataan tentang n , misalkan bahwa a   1 P benar b Jika   k P benar, maka   1  k P benar. Maka   n P benar untuk semua Ν  n . Dalam kaitannya dengan versi induksi matematika terdahulu yang diberikan pada 1.3.2, dibuat misalkan     benar n P n S Ν  maka kondisi 1 dan 2 pada 1.3.2 berturut-turut tepat bersesuaian dengan a dan b. Kesimpulan Ν  S bersesuaian dengan kesimpulan bahwa   n P benar untuk semua Ν  n . Mencintai ilmu adalah cara termudah untuk mempelajarinya Abu Abdillah 19 Dalam b asumsi “jika   k P benar” disebut hipotesis induksi. Disini, kita tidak memandang pada benar salahnya   k P , tetapi hanya pada validitas implikasi “ jika   k P benar, maka   1  k P benar”. 1.3.3. Contoh a. Untuk setiap N n  , jumlah n pertama bilangan asli diberikan oleh   1 2 1 ... 2 1      n n n Untuk membuktikan kesamaan ini, kita misalkan S himpunan Ν  n , sehingga kesamaan tersebut benar. Kita harus membuktikan kondisi 1 dan 2 pada 1.3.2 dipenuhi. i. Bila 1  n , maka kita mempunyai     1 1 . 1 . 2 1 1 : 1   P , jadi   1 P benar ii. Bila   k P kita asumsikan benar yakni   1 . 2 1 ... 2 1      k k k Bila kita tambahkan pada kedua ruas dengan   1  k ,maka menjadi:       1 1 . 2 1 1 ... 2 1          k k k k k     1 1 2 1 1 ... 2 1               k k k k      1 2 2 1 1 ... 2 1         k k k k      2 1 2 1 1 ... 2 1         k k k k         1 1 1 2 1 1 ... 2 1          k k k k Dari persamaan terakhir kita ketahui bahwa karena   k P berimplikasi pada akibat   1  k P bernilai benar, sehingga terbukti bahwa:   1 2 1 ... 2 1      n n n , untuk setiap Ν  n Mencintai ilmu adalah cara termudah untuk mempelajarinya Abu Abdillah 20 b. Untuk setiap Ν  n , jumlah kuadrat dari n bilangan pertama asli adalah sebagai berikut:    6 1 2 1 ... 2 1 2 2 2       n n n n Untuk membuktikan formula diatas, maka pertama-tama kita buktikan kebenaran formula diatas untuk 1  n , selanjutnya jika benar untuk k n  , maka akan dibuktikan benar pula untuk   1   k n i. Bila 1  n , maka kita mempunyai      1 6 6 6 1 1 . 2 1 1 1 1 : 1      P , jadi   1 P benar ii. Bila   k P kita asumsikan benar yakni    6 1 2 1 ... 2 1 2 2 2       k k k k Bila kita tambahkan pada kedua ruas dengan   2 1  k ,maka menjadi:        2 2 2 2 2 1 6 1 2 1 1 ... 2 1           k k k k k k                         1 6 1 2 1 1 ... 2 1 2 2 2 2 k k k k k k                         6 6 6 1 2 1 1 ... 2 1 2 2 2 2 k k k k k k                   6 6 6 2 1 1 ... 2 1 2 2 2 2 2 k k k k k k                  6 6 7 2 1 1 ... 2 1 2 2 2 2 2 k k k k k                  6 6 7 2 1 1 ... 2 1 2 2 2 2 2 k k k k k                       6 3 2 2 1 1 ... 2 1 2 2 2 2 k k k k k                              6 1 1 2 1 1 1 1 ... 2 1 2 2 2 2 k k k k k Mencintai ilmu adalah cara termudah untuk mempelajarinya Abu Abdillah 21 Hasil terakhir memiliki arti bahwa   1  k P bernilai benar sebagai implikasi dari   k P yang bernilai benar, mengikuti induksi matematika, maka validitas formula diatas berlaku untuk setiap Ν  n c. Diberikan b a, , kita akan buktikan pernyataan   b a  adalah faktor dari n n b a  untuk setiap Ν  n . Pertama-tama kita akan melihat untuk 1  n , maka kita ketahui bahwa pernyataan matematika bernilai benar karena   b a  adalah faktor dari     b a b a    1 1 . Selanjutnya asumsikan bahwa pernyataan juga bernilai benar untuk k n  , sehingga   b a  adalah faktor dari   k k b a  . Selanjutnya perhatikan bahwa:   1 1 1 1          k k k k k k b ab ab a b a       b a b b a a b a k k k k k        1 1 Berdasarkan hipotesis maka kita ketahui bahwa   b a  faktor dari   k k b a a  , selain itu kita ketahui bahwa   b a  adalah faktor dari   b a b k  , sehingga dari sini kita simpulkan bahwa   b a  adalah faktor dari   1 1    k k b a . Dengan induksi matematika dapat kita simpulkan bahwa   b a  adalah faktor dari   n n b a  untuk setiap Ν  n d. Untuk setiap Ν  n buktikanlah bahwa ketaksamaan berikut benar   1 2   n n Untuk membuktikan, pertama kita lihat untuk 1  n yakni   2 1 1 2 1    bernilai benar. Selanjutnya kita asumsikan bahwa   1 2   k k . Dengan menggunakan fakta 2 2   k , diperoleh:            1 1 2 1 . 2 1 2 2 . 2 2 1             k k k k k k k Mencintai ilmu adalah cara termudah untuk mempelajarinya Abu Abdillah 22 Jadi, bila ketaksamaan tersebut berlaku untuk k , maka berlaku pula untuk 1  k . Karenanya dengan induksi matematika, kita simpulkan bahwa ketaksamaan tersebut benar untuk setiap Ν  n . e. Bila R r  , 1  r dan Ν  n , maka r r r r r n n         1 1 ... 1 1 2 Ini merupakan jumlah n suku deret geometri. Untuk membuktikan kesamaan diatas, kita misalkan 1  n , maka kita mempunyai r r r     1 1 1 2 , jadi formula diatas benar untuk 1  n . Selanjutnya kita asumsikan benar untuk k n  , sehingga r r r r r k k         1 1 ... 1 1 2 benar. Selanjutnya pada kedua ruas kita tambahkan 1  k r , sehingga menjadi: 1 1 1 2 1 1 ... 1             k k k k r r r r r r r     r r r r r r r r r r r r r r r r k k k k k k k k                            1 1 1 1 1 1 1 1 1 ... 1 2 2 1 1 1 1 1 2   r r r r r r k k k            1 1 ... 1 1 1 1 2 Hasil terakhir memiliki arti formula tersebut juga berlaku untuk 1   k n , sehingga mengikuti prinsip induksi matematika, maka formula tersebut benar untuk setiap Ν  n . Pada sekolah menengah kita sudah diajarkan membuktikan kesamaan diatas tanpa menggunakan induksi matematika yakni: Misalkan n n r r r S      ... 1 2 , maka 1 2 ...       n n n r r r r rS ,     1 2 2 ... ... 1             n n n n n r r r r r r r rS S   1 1 1     n n r S r r r S n n     1 1 1 Mencintai ilmu adalah cara termudah untuk mempelajarinya Abu Abdillah 23 f. Penggunaan prinsip induksi matematika secara ceroboh dapat menghasilkan kesimpulan yang salah. Pembaca diharapkan mencari kesalahan pada “Bukti Teorema” berikut. Bila n sebarang bilangan asli dan bila maksimum dari dua bilangan asli p dan q adalah n , maka q p  . akibatnya bila p dan q dua bilangan asli sebarang, maka q p  . Bukti: Misalkan S sub himpunan dari bilangan asli sehingga pernyataan tersebut benar. maka S  1 , karena q p, di Ν dan maksimumnya 1 . Maka maksimum 1  p dan 1  q adalah k , karenanya 1 1    q p , karena S k  , dari sini kita simpulkan q p  . Jadi   S k  1 dan kita simpulkan bahwa pernyataan tersebut benar untuk setiap Ν  n . g. Terdapat juga beberapa pernyataan yang benar untuk beberapa bilangan asli, tetapi tidak untuk semua. Sebagai contoh formula   41 2    n n n P memberikan bilangan prima untuk 41 ,..., 3 , 2 , 1  n . Tetapi,   1 P bukan bilangan prima. Prinsip induksi matematika memiliki bentuk dalam versi lain yang kadang- kadang sangat berguna. Sering disebut prinsip induksi kuat, walaupun sebenarnya ekivalen dengan versi terdahulu.

1.3.4. Prinsip Induksi Kuat.