PENGARUH PENGGUNAAN METODE PERMAINAN TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SDN TUKANGAN YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017.

(1)

i

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PERMAINAN TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V

SDN TUKANGAN YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh:

Anindya Luthfitasari NIM 13108241064

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017


(2)

ii

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PERMAINAN TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V

SDN TUKANGAN YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017

Oleh

Anindya Luthfitasari NIM 13108241064

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode permainan terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Tukangan Yogyakarta tahun ajaran 2016/2017.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian quasy experiment dengan menggunakan desain yaitu nonequivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah kelas VA sebagai kelompok kontrol yang berjumlah 24 siswa dan kelas VB sebagai kelompok eksperimen yang berjumlah 23 siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes, observasi, dan dokumentasi. Instrumen yang digunakan yaitu soal tes pilihan ganda, lembar observasi, dan beberapa dokumen. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan statistik deskriptif, gain score, dan uji-t.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang positif pada hasil belajar IPA antara kelompok eksperimen yang menggunakan metode permainan dan kelompok kontrol yang menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi. Hal ini dibuktikan dengan hasil rata-rata posttest yang menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelompok eksperimen sebesar 76,17 lebih baik daripada nilai rata-rata kelompok kontrol sebesar 66,67. Hal tersebut juga dibuktikan dengan hasil uji gain score 0,59 pada kelompok eksperimen yang lebih besar daripada 0,43 pada kelompok kontrol dan hasil uji-t posttest kedua kelompok diperoleh nilai thitung 3,361 > ttabel 2,02 atau nilai sighitung 0,002 < sigmin 0,05 pada taraf signifikansi 5%.


(3)

iii

THE INFLUENCE OF USING GAME METHOD TO SCIENCE LEARNING OUTCOMES OF THE FIFTH GRADE STUDENTS

AT TUKANGAN YOGYAKARTA ELEMENTARY SCHOOL IN 2016/2017 ACADEMIC YEAR

By

Anindya Luthfitasari NIM 13108241064

ABSTRACT

The purpose of this research is to determine the effect of using game methods on science learning outcomes of the fifth grade students at Tukangan Yogyakarta Elementary School in 2016/2017 academic year.

The kind of this research is quasy experiment that use nonequivalent control group design. The population of this research is class VA as a control group that consists of 24 students and class VB as an experimental group that consists of 23 students. Data collection techniques in this research is test, observation, and documentation. The instrument of this research is multiple choice tests, observation sheets, and some documents. Data analysis techniques in this research is descriptive statistics, gain score, and t-test.

The result showed that there are positive differences in science learning outcomes between the experimental group that use game method and the control group that use lectures, answer-question, and discussion methods. This was evidenced by the average of posttest results on the experimental group that is 76.17 is better than the average of posttest results on the control group that is 66.67. This was also evidenced by gain score test result 0,59 on the experimental

group that’s greater than 0,43 on the control group and t-test results of posttest showed that tcount 3.361 > ttable 2.02 or sigcount 0,002 < sigmin 0.05 at significance level of 5%.


(4)

iv


(5)

(6)

(7)

vii MOTTO

1. Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka. Namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu tertutup tersebut terlalu lama hingga kita tidak melihat pintu lain yang terbuka . (A.Graham Bell)

2. Jenius adalah 1% inspirasi dan 99% keringat. Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan (T. Alfa Edison)

3. Sukses tidak diukur dari posisi yang dicapai seseorang dalam hidup tapi dari kesulitan-kesulitan yang berhasil diatasi ketika berusaha meraih suskses (Booker T. Washington)

4. Bekerja dengan rasa cinta, berarti menyatukan diri dengan diri kalian sendiri, diri orang lain dan kepada Tuhan (Kahlil Gibran)


(8)

viii

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur alhamdulillah atas rahmat Allah SWT, karya ini kupersembahkan kepada:

1. Kedua orang tua tercinta yang selalu menyayangiku dan mendoakanku selama ini.

2. Adikku tersayang yang selalu memberikan dukungan dan mendoakanku. 3. Almamater tercinta, Universitas Negeri Yogyakarta.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Pengaruh Penggunaan Metode Permainan terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SDN Tukangan Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017” dapat disusun sesuai dengan harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Ibu Dr. Pratiwi Pujiastuti, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing TAS yang telah memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

2. Bapak Ikhlasul Ardi Nugroho, M.Pd. selaku validator instrumen penelitian TAS yang memberikan saran/masukan perbaikan sehingga penelitian TAS dapat terlaksana sesuai dengan tujuan.

3. Tim Penguji yang sudah memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap TAS ini.

4. Drs. Suparlan, M.Pd.I. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan pra proposal sampai dengan selesainya TAS ini.

5. Dr. Haryanto, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan persetujuan pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi.


(10)

(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) ... 11

1. Hakikat IPA ... 11

2. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar ... 12

3. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar ... 15

4. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA ... 17

B. Tinjauan tentang Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 18

C. Tinjauan tentang Metode Permainan ... 21

1. Hakikat Metode Permainan ... 21

2. Karakteristik Bermain ... 24

3. Manfaat Bermain ... 28

4. Pelaksanaan Permainan dalam Pembelajaran IPA ... 36

5. Kelebihan dan Kekurangan Metode Permainan ... 41

D. Tinjauan tentang Hasil Belajar ... 45

1. Pengertian Hasil Belajar ... 45

2. Ranah Hasil Belajar ... 48

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 52

E. Hasil Penelitian yang Relevan ... 54

F. Kerangka Berpikir ... 55


(12)

xii BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 59

B. Desain Penelitian ... 59

C. Populasi Penelitian ... 61

D. Waktu, Tempat, dan Setting Penelitian ... 62

E. Variabel Penelitian ... 63

F. Definisi Operasional Variabel ... 64

1. Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Metode Permainan ... 64

2. Hasil belajar IPA ... 64

G. Prosedur Penelitian ... 65

H. Teknik Pengumpulan Data ... 67

1. Tes ... 67

2. Observasi ... 68

3. Dokumentasi ... 68

I. Instrumen Penelitian ... 69

1. Soal Tes ... 69

2. Lembar Observasi ... 71

3. Panduan Analisis Dokumen ... 74

J. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 74

1. Validitas Instrumen ... 74

2. Reliabilitas Instrumen ... 77

K. Teknik Analisis Data ... 79

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 83

1. Deskripsi Tempat dan Populasi Penelitian ... 83

2. Deskripsi Pengukuran Pretest Hasil Belajar Kognitif ... 84

3. Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran ... 88

4. Deskripsi Pengukuran Posttest Hasil Belajar Kognitif ... 95

5. Perbandingan Pretest dan Posttest ... 99

6. Uji Gain Score ... 101

7. Uji Hipotesis Tes Awal (Pretest) ... 102

8. Uji Hipotesis Tes Akhir (Posttest) ... 103

B. Pembahasan ... 104

C. Keterbatasan Penelitian ... 109

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 110

B. Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 112


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Populasi Penelitian ... 61

Tabel 2. Kisi-Kisi Soal Pretest dan Posttest ... 70

Tabel 3. Kisi-Kisi Lembar Observasi Guru untuk Kelompok Eksperimen ... 71

Tabel 4. Kisi-Kisi Lembar Observasi Guru untuk Kelompok Kontrol .... 72

Tabel 5. Kisi-Kisi Lembar Observasi Aktivitas Siswa Kelompok Eksperimen ... 73

Tabel 6. Kisi-Kisi Lembar Observasi Aktivitas Siswa Kelompok Kontrol ... 73

Tabel 7. Kisi-Kisi Analisis Dokumen ... 74

Tabel 8. Interpretasi Nilai r ... 78

Tabel 9. Kriteria Gain Score ... 81

Tabel 10. Hipotesis Nol dan Hipotesis Alternatif Penelitian ... 82

Tabel 11. Hasil Perhitungan Statistik Deskriptif Pretest Kelompok Eksperimen ... 84

Tabel 12. Distribusi Frekuensi Skor Pretest Kelompok Eksperimen ... 85

Tabel 13. Hasil Perhitungan Statistik Deskriptif Pretest Kelompok Kontrol ... 87

Tabel 14. Distribusi Frekuensi Skor Pretest Kelompok Kontrol ... 87

Tabel 15. Keterlaksanaan Langkah-langkah Pembelajaran Guru Kelompok Eksperimen ... 89

Tabel 16. Keterlaksanaan Aktivitas Siswa Kelompok Eksperimen ... 92

Tabel 17. Keterlaksanaan Langkah-langkah Pembelajaran Guru Kelompok Kontrol ... 93

Tabel 18. Keterlaksanaan Aktivitas Siswa Kelompok Kontrol ... 94

Tabel 19. Hasil Perhitungan Statistik Deskriptif Posttest Kelompok Eksperimen ... 96


(14)

xiv

Tabel 21. Hasil Perhitungan Statistik Deskriptif Posttest Kelompok

Kontrol ... 98

Tabel 22. Distribusi Frekuensi Skor Posttest Kelompok Kontrol ... 98

Tabel 23. Klasifikasi Kategori Nilai Capaian Hasil Belajar ... 100

Tabel 24. Hasil Uji Gain Score pada Kelompok Eksperimen ... 101

Tabel 25. Hasil Uji Gain Score pada Kelompok Kontrol ... 101

Tabel 26. Hasil T-Test Data Pretest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 102

Tabel 27. Hasil T-Test Data Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 103


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Model Sistem Pembelajaran IPA ... 13 Gambar 2. Skema Kerangka Pikir ... 57 Gambar 3. Nonequivalent Control Group Design ... 60 Gambar 4. Diagram Distribusi Frekuensi Skor Pretest Kelompok

Eksperimen ... 86 Gambar 5. Diagram Distribusi Frekuensi Skor Pretest Kelompok

Kontrol ... 88 Gambar 6. Diagram Distribusi Frekuensi Skor Posttest Kelompok

Eksperimen ... 97 Gambar 7. Diagram Distribusi Frekuensi Skor Posttest Kelompok

Kontrol ... 99 Gambar 8. Diagram Perbandingan Nilai Pretest dan Posttest Hasil


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Penelitian dan Surat Keterangan ... 116

Lampiran 2. Instrumen Tes Hasil Belajar Kognitif IPA Sebelum Uji Validitas dan Reliabilitas ... 123

Lampiran 3. Tabulasi Hasil Ujicoba Instrumen Soal Tes ... 133

Lampiran 4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Soal Tes Hasil Belajar Kognitif ... 135

Lampiran 5. Soal Pretest dan Posttest untuk Penelitian ... 138

Lampiran 6. Jadwal Penelitian Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 147

Lampiran 7. Daftar Nama Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 148

Lampiran 8. Tabulasi Hasil Pretest Kelompok Eksperimen ... 149

Lampiran 9. Tabulasi Hasil Pretest Kelompok Kontrol ... 150

Lampiran 10. Perbandingan Nilai Pretest Hasil Belajar Kognitif IPA Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 151

Lampiran 11. Statistik Deskriptif Data Pretest Kelompok Eksperimen ... 152

Lampiran 12. Statistik Deskriptif Data Pretest Kelompok Kontrol ... 153

Lampiran 13. T-Test Pretest ... 154

Lampiran 14. Lembar Observasi ... 155

Lampiran 15. RPP Kelompok Eksperimen ... 159

Lampiran 16. RPP Kelompok Kontrol ... 200

Lampiran 17. Hasil Observasi Keterlaksanaan Kegiatan Pembelajaran Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 207

Lampiran 18. Tabulasi Hasil Posttest Kelompok Eksperimen ... 208

Lampiran 19. Tabulasi Hasil Posttest Kelompok Kontrol ... 209

Lampiran 20. Perbandingan Nilai Posttest Hasil Belajar Kognitif IPA Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 210


(17)

xvii

Lampiran 21. Statistik Deskriptif Data Posttest Kelompok Eksperimen ... 211

Lampiran 22. Statistik Deskriptif Data Posttest Kelompok Kontrol ... 212

Lampiran 23. T-Test Posttest ... 213

Lampiran 24. Dokumentasi Kelompok Eksperimen ... 214

Lampiran 25. Dokumentasi Kelompok Kontrol ... 220


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan untuk mengembangkan potensi peserta didik, baik kemampuan spiritual, intelektual, sikap dan kepribadian, maupun keterampilan demi mempersiapkan peserta didik agar dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ki Hajar Dewantara, seperti yang dikutip dalam Ihsan (2003: 5) mengemukakan bahwa pendidikan ialah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan, dan penghidupan anak selaras dengan dunianya.

Pendidikan sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa memiliki tujuan. Tujuan pendidikan akan menentukan ke arah mana anak didik itu dibawa. Tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Pasal 3 yaitu:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.”

Dengan demikian, pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar tercipta masyarakat yang unggul dalam intelektual, memiliki kepribadian dan sikap yang baik, serta memiliki keterampilan yang berguna bagi


(19)

2

kehidupan di masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan diharapkan dapat mengembangkan pribadi siswa secara utuh, baik kemampuan kognitif, kemampuan afektif, maupun kemampuan psikomotorik.

Salah satu bidang studi yang berkeinginan mengembangkan tujuan pendidikan ialah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). IPA merupakan suatu mata pelajaran yang mengkaji tentang alam, baik yang berupa benda maupun peristiwa yang terjadi di alam semesta ini. Hal tersebut sesuai dengan pengertian IPA yaitu rumpun ilmu yang memiliki karakteristik khusus yaitu mempelajari fenomena alam yang faktual (factual), baik berupa kenyataan (reality) atau kejadian (events) dan hubungan sebab-akibatnya (Wisudawati dan Sulistyowati, 2015: 22). Menurut Samatowa (2010: 3), IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Dengan demikian, IPA tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang gejala alam, namun memerlukan kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah.

Kondisi pada umumnya pembelajaran IPA di Sekolah Dasar mengalami beberapa kendala, antara lain metode pembelajaran kurang relevan, materi pelajaran mengacu pada menghafal, hanya menggunakan pedoman buku paket, guru kurang memanfaatan lingkungan (Purwanti, 2012: 2). Dengan demikian, pelaksanaan pembelajaran IPA tidak mengarah pada tujuan mata pelajaran IPA sebagaimana mestinya. Kebermaknaan pembelajaran IPA menjadi tidak tersampaikan dan kreativitas peserta didik menjadi tidak berkembang karena


(20)

3

kendala-kendala tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mengatasi kendala tersebut.

Upaya pendidikan merupakan aktivitas yang kompleks dengan melibatkan sejumlah komponen pendidikan yang saling berkaitan satu sama lain. Komponen-komponen pendidikan antara lain tujuan pendidikan, peserta didik, pendidik, kurikulum atau isi, metode, alat atau media, dan lingkungan pendidikan (Siswoyo dkk, 2013: 62). Komponen-komponen tersebut yang berperan penting dalam keberhasilan pendidikan. Pelaksanaan pendidikan tidak terlepas dari komponen-komponen tersebut.

Salah satu komponen keberhasilan pendidikan ialah metode. Dalam suatu proses pembelajaran, metode pembelajaran merupakan salah satu komponen yang penting. Menurut Anitah (2008: 5.4), metode pembelajaran adalah cara mengajar yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran maupun dalam upaya membentuk kemampuan siswa. Penggunaan metode pembelajaran harus dapat menciptakan interaksi antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara maksimal. Oleh karena itu, dalam memilih dan menerapkan metode, guru harus mengutamakan bagaimana caranya membelajarkan siswa agar maksimal dalam melakukan proses pembelajaran maupun memperoleh hasil belajar. Selain itu, metode yang digunakan harus bervariasi sehingga tidak menimbulkan kejenuhan aktivitas dalam proses pembelajaran.

Devi (2010: 3) mengemukakan bahwa metode-metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA di SD antara lain metode ceramah, metode


(21)

4

demonstrasi, metode diskusi, metode eksperimen, metode bermain peran, metode simulasi, dan metode permainan. Salah satu metode pembelajaran yaitu metode permainan. Karakteristik metode permainan ialah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan (fun) serta serius tetapi santai (Devi, 2010: 12). Permainan digunakan untuk penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi akrab, dan dari jenuh menjadi riang. Metode permainan mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Metode permainan merupakan salah satu metode pembelajaran yang menyenangkan karena metode permainan akan membuat anak merasa senang belajar atau tidak tertekan dalam belajar. Anak akan merasa senang dan bahkan mereka terkadang tidak sadar kalau sebenarnya mereka sedang belajar. Tujuan metode pembelajaran bermain adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial. Metode permainan dalam pembelajaran dapat dilakukan untuk mengembangkan konsep atau untuk mengevaluasi siswa.

Mengingat bahwa siswa Sekolah Dasar berada pada usia 6-12 tahun, Piaget (Anitah, 2008: 2.22) mengemukakan bahwa pada usia Sekolah Dasar siswa memiliki kemampuan berpikir operasional konkret (concrete operational). Pada tahap ini, anak memiliki karakteristik antara lain kemampuan berpikir berkembang dari konkret menuju abstrak, anak harus siap dan tidak boleh dipaksakan menuju tahap perkembangan berikutnya, belajar melalui pengalaman langsung, dan perkembangan emosi dari egosentris mulai berempati. Pada usia


(22)

6-5

12 tahun, waktu bermain anak akan berkurang dibandingkan dengan masa sebelumnya. Akan tetapi, bermain sangat penting bagi perkembangan fisik, psikis, dan sosial anak pada tahap ini (Izzaty dkk, 2013: 112). Anak dapat memperoleh pelajaran yang mengandung aspek perkembangan kognitif, sosial, emosi, dan fisik melalui bermain. Anak dirangsang untuk berkembang secara umum, baik perkembangan berpikir, emosi, maupun sosial melalui berbagai bentuk permainan. Dengan bermain anak akan bertambah pengalamannya dan pengetahuannya.

Berdasarkan karakteristik siswa Sekolah Dasar di atas, metode permainan dapat dijadikan sebagai salah satu metode alternatif yang dapat diterapkan dalam pembelajaran, termasuk pembelajaran IPA. Metode permainan merupakan cara menyajikan bahan pengajaran di mana siswa melakukan permainan untuk memperoleh atau menemukan pengertian dan konsep tertentu serta untuk memecahkan suatu permasalahan tertentu. Penggunaan metode permainan dalam pembelajaran dapat menciptakan pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning) dan menarik perhatian siswa. Metode permainan yang dirancang dengan berbagai macam aktivitas belajar di dalamnya juga dapat meningkatkan keaktifan siswa. Sebab, siswa baik secara individu maupun dalam kelompok akan terlibat langsung secara aktif dengan adanya berbagai aktivitas belajar yang dikemas dalam suatu permainan. Selain itu, Piaget (dalam Bennet dkk, 2005: 16) berdalih bahwa permainan dapat memudahkan pembelajaran dengan mendorong anak untuk mengasimilasikan materi baru ke dalam struktur kognitif yang telah ada. Dengan demikian, penggunaan metode permainan dapat memudahkan siswa dalam memahami materi yang dipelajari.


(23)

6

Berdasarkan hasil observasi saat pembelajaran IPA di kelas VA dan VB SD Negeri Tukangan Yogyakarta, guru menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi. Guru kelas VA menjelaskan materi dengan cara berceramah sambil bertanya jawab dengan siswa terkait materi yang disampaikan. Dengan demikian, terlihat adanya upaya guru untuk mengaktifkan siswa dengan metode tanya jawab. Akan tetapi, belum semua siswa memperhatikan penjelasan guru dan belum semua siswa aktif dalam pembelajaran. Hanya beberapa siswa yang terlihat aktif dalam menjawab pertanyaan guru. Beberapa siswa ada yang asyik mengobrol dan bermain sendiri. Selain itu, guru masih terpaku pada buku paket ketika pembelajaran.

Hal serupa terjadi pada pembelajaran IPA di kelas VB. Guru kelas VB menjelaskan materi dengan cara berceramah sambil bertanya jawab dengan siswa, namun setelah itu siswa diberi soal-soal latihan mengenai materi yang telah dipelajari dan dicocokkan beserta pembahasannya. Meski demikian, belum semua siswa memperhatikan penjelasan guru dan aktif dalam pembelajaran. Sebagian siswa ada yang melamun dan mengobrol dengan temannya. Hal-hal tersebut yang menunjukkan bahwa siswa kurang tertarik mengikuti pembelajaran. Ketika mempelajari materi IPA yang sulit, siswa sudah cenderung mengeluh dan belum ada upaya dari guru untuk menggunakan metode pembelajaran lain yang bervariasi, menyenangkan, dan mampu menarik perhatian siswa, seperti metode permainan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas VB, beliau mengemukakan bahwa metode yang lebih dominan digunakan dalam


(24)

7

pembelajaran IPA antara lain metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi. Guru kelas VB masih merasa kesulitan dalam memusatkan perhatian dan konsentrasi siswa. Sementara itu, guru kelas VA menyatakan bahwa metode yang digunakan dalam pembelajaran IPA antara lain metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi. Akan tetapi, beliau merasa masih kesulitan dalam mengaktifkan siswa ketika pembelajaran. Guru kelas VA sudah berupaya untuk memancing siswa dengan pertanyaan-pertanyaan, namun belum semua siswa aktif. Ketika diberi penjelasan oleh guru, siswa cenderung diam dan tidak bertanya. Dengan demikian, baik minat, perhatian, maupun konsentrasi siswa kelas V dalam pembelajaran masih tergolong rendah. Bahkan guru juga mengatakan bahwa masih ada siswa kelas V yang cenderung malas belajar. Hal tersebut berdampak pada hasil belajar kognitif siswa yaitu masih banyak siswa yang mendapat nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) saat Ulangan Tengah Semester (UTS).

Sebagaimana yang telah diungkapkan di atas, hasil belajar kognitif siswa kelas V SD Negeri Tukangan pada mata pelajaran IPA masih belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Rata-rata hasil UTS Semester I Tahun Ajaran 2016/2017 mata pelajaran IPA kelas V yaitu 67,94. Sementara itu, Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran IPA kelas V di sekolah tersebut ialah 70. Dengan demikian, rata-rata hasil UTS mata pelajaran IPA kelas V belum mencapai KKM. Berdasarkan pernyataan guru kelas V, terdapat 20 siswa dari 47 siswa yang belum tuntas KKM pada hasil UTS mata pelajaran IPA tersebut.


(25)

8

Agar tercapainya hasil belajar kognitif IPA yang baik dan melampaui KKM, perlu adanya pembelajaran IPA yang menarik dan menyenangkan untuk siswa. Hal tersebut bertujuan untuk menarik perhatian dan memotivasi siswa agar mau dan senang belajar IPA yang akan berpengaruh pada penguasaan pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai materi IPA. Jika siswa sudah tertarik dan senang dalam mempelajari materi, maka ia cenderung untuk mudah mengingat dan memahami pelajaran yang disampaikan sehingga akan berpengaruh pada hasil belajar siswa nantinya. Upaya menciptakan pembelajaran IPA yang menarik dan menyenangkan tidak terlepas dari peran guru. Selain itu, faktor penting yang perlu diperhatikan untuk mencapai keberhasilan pembelajaran salah satunya adalah metode pembelajaran. Guru sebagai organisator harus mampu menciptakan suasana belajar IPA yang menarik dan menyenangkan serta memiih metode yang tepat dan bervariasi.

Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis melakukan penelitian eksperimen di SD Negeri Tukangan Yogyakarta. Metode permainan yang belum pernah diterapkan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam akan diujicobakan oleh peneliti pada kelas V SD Negeri Tukangan Yogyakarta. Oleh karena itu, penulis mengangkat judul penelitian “PENGARUH PENGGUNAAN METODE PERMAINAN TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SDN TUKANGAN YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti dapat mengidentifikasi beberapa masalah yang terungkap, antara lain:


(26)

9 1. Belajar IPA mengacu pada menghafal saja.

2. Guru hanya menggunakan pedoman buku paket dalam pembelajaran IPA 3. Siswa kurang memperhatikan penjelasan guru dan belum terlibat aktif dalam

pembelajaran.

4. Siswa kurang tertarik mengikuti pembelajaran.

5. Guru belum pernah menggunakan metode permainan dalam pembelajaran IPA.

6. Guru merasa kesulitan dalam memusatkan perhatian siswa.

7. Guru merasa kesulitan dalam mengaktifkan siswa ketika pembelajaran.

8. Minat dan perhatian siswa kelas V dalam pembelajaran masih tergolong rendah.

9. Hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran IPA belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi permasalahan pada penggunaan metode permainan dalam pembelajaran IPA dan hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Tukangan Yogyakarta. Pembatasan masalah dilakukan agar pembahasan penelitian tidak terlalu luas.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh penggunaan metode permainan terhadap hasil belajar siswa IPA siswa kelas V SDN Tukangan Yogyakarta?


(27)

10 E. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan metode permainan terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Tukangan Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini ialah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan teoritis terkait penggunaan metode permainan pada pembelajaran IPA.

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan bagi peneliti lain yang ingin mengkaji tentang hasil belajar IPA.

1. Manfaat Praktis

a. Bagi guru, dapat membantu guru dalam mengajarkan materi IPA dengan menggunakan metode permainan dan menambah variasi metode pembelajaran.

b. Bagi siswa, dapat merasakan pembelajaran IPA yang menyenangkan dengan adanya metode permainan ini sehingga berpengaruh pada hasil belajar siswa. c. Bagi Kepala Sekolah, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan untuk menentukan kebijakan dalam menggunakan metode permainan untuk mengajarkan materi IPA di Sekolah Dasar.

d. Bagi peneliti, dapat menambah pengalaman dalam menggunakan metode permainan untuk pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.


(28)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 1. Hakikat IPA

Ilmu Pengetahuan Alam berasal dari bahasa asing yaitu science yang artinya ilmu pengetahuan. Menurut Samatowa (2010: 3), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau science dapat diartikan sebagai ilmu tentang alam, yakni ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini. IPA membahas tentang apa saja fenomena atau peristiwa alam dan bagaimana peristiwa alam tersebut terjadi. Selain itu, melalui IPA dapat pula dilakukan suatu penyelidikan mengenai apa penyebab suatu peristiwa alam dan pengaruhnya bagi kehidupan.

Wisudawati dan Sulistyowati (2015: 23) mengungkapkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu pengetahuan tentang alam semesta beserta isinya yang diperoleh secara ilmiah. Pengetahuan tentang alam semesta beserta isinya yang dimaksud ialah gejala-gejala alam dan sebab-akibat kejadian-kejadian yang ada di alam. Pengetahuan yang diperoleh secara ilmiah yang dimaksud ialah pengetahuan diperoleh dengan metode ilmiah. Metode ilmiah meliputi perumusan masalah, pengumpulan data, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, melakukan analisis data, dan penarikan kesimpulan.

Lebih lanjut Asy’ari (2006: 7) mengemukakan bahwa IPA adalah pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh dengan cara terkontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam memperoleh pengetahuan tentang alam juga diperlukan cara-cara tertentu atau dengan kata lain ada prosesnya. Pendapat


(29)

12

tersebut senada dengan pendapat Abruscato (2010: 11) yang mendefinisikan tentang science atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai pengetahuan yang diperoleh lewat serangkaian proses yang sistematik guna mengungkap segala sesuatu yang berkaitan dengan alam semesta. Hal tersebut mengandung makna bahwa IPA tidak hanya sebagai sebagai produk yaitu pengetahuan manusia, namun juga sebagai proses yaitu bagaimana cara memperoleh pengetahuan tersebut.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa di alam semesta termasuk di muka bumi sehingga terbentuk konsep dan prinsip ilmu alam. IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah atau metode ilmiah. Hal tersebut diperoleh dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus di sempurnakan.

2. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dapat digambarkan sebagai suatu sistem, yakni sistem pembelajaran IPA. Sistem pembelajaran IPA terdiri atas komponen masukan pembelajaran, proses pembelajaran, dan keluaran pembelajaran (Wisudawati dan Sulistyowati, 2015: 26). Sistem pembelajaran IPA dapat digambarkan sebagai berikut.


(30)

13

Gambar 1. Model Sistem Pembelajaran IPA

Pembelajaran IPA merupakan interaksi atau hubungan antara komponen-komponen pembelajaran dalam bentuk proses pembelajaran untuk mencapai tujuan, yaitu kompetensi yang telah ditetapkan. Tugas utama guru IPA ialah melaksanakan proses pembelajaran IPA. Proses pembelajaran IPA terdiri atas tiga tahapan, yakni perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran atau hasil belajar IPA (Wisudawati dan Sulistyowati, 2015: 26).

Menurut pendapat Asy’ari (2006: 21-22), pembelajaran IPA pada

hakikatnya mencakup beberapa aspek, antara lain faktual, keseimbangan antara proses dan produk, aktif melaksanakan investigasi, berpikir secara induktif dan deduktif, serta pengembangan sikap. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu empirik yang membahas mengenai fakta dan gejala alam. Oleh karena itu, pembelajaran IPA harus faktual, yaitu pembelajaran tidak hanya dilakukan secara verbal atau hanya menggunakan kata-kata. Selain itu, hakikat IPA tidak hanya

Masukan Instrumental (pendidik, kurikulum, metode,

media, sarana dan prasarana)

Masukan Lingkungan (alamiah, sosial, budaya) Proses Pembelajaran IPA Masukan

Peserta Didik

Keluaran Peserta Didik

Lulusan yang Berhasil


(31)

14

sebagai produk, melainkan juga sebagai proses, oleh sebab itu peserta didik perlu dilatih keterampilan proses dalam pembelajaran IPA. Keterampilan proses ialah suatu keterampilan bagaimana cara memperoleh pengetahuan IPA.

Pembelajaran IPA sudah seyogyanya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif melakukan kegiatan investigasi atau penyelidikan terhadap permasalahan alam sekitar sehingga meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik, memperoleh data, dan mengungkap suatu fakta. Berdasarkan data dan fakta yang diperoleh dari investigasi yang biasanya bersifat khusus perlu digeneralisasikan agar peserta didik memiliki pemahaman konsep yang esensial. Oleh karena itu, peserta didik perlu diajak untuk berpikir secara induktif. Selain itu, peserta didik juga perlu menerapkan atau memastikan suatu huku atau prinsip IPA. Dengan demikian, peserta didik juga perlu diajak untuk berpikir secara deduktif dalam pembelajaran IPA. Dari berbagai kegiatan proses dalam pembelajaran IPA di atas, peserta didik diharapkan dapat mengembangkan beberapa sikap ilmiah dalam dirinya, seperti rasa ingin tahu yang tinggi, terbuka, dan teliti.

Samatowa (2010: 10) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa aspek penting yang dapat diperhatikan guru dalam memberdayakan anak melalui pembelajaran IPA, yaitu

a. Pentingnya memahami bahwa pada saat memulai kegiatan pembelajarannya, anak telah memiliki berbagai konsepsi, pengetahuan yang relevan dengan apa yag mereka pelajari.

b. Aktivitas anak melalui berbagai kegiatan nyata dengan alam menjadi hal utama dalam pembelajaran IPA. Aktivitas ini dapat dilakukan di laboratorium, di kelas dengan menggunakan berbagai alat bantu belajar, atau bahkan di lingkungan sekolah.


(32)

15

c. Dalam setiap pembelajaran IPA, kegiatan bertanya menjadi bagian yang penting, bahkan menjadi bagian yang paling utama dalam pembelajaran. d. Pembelajaran IPA memberikan kesempatan kepada anak untuk

mengembangkan kemampuan berpikirnya dalam menjelaskan suatu masalah.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran IPA merupakan interaksi antarkomponen pembelajaran (masukan, proses, dan keluaran) untuk mencapai tujuan, yaitu kompetensi yang telah ditetapkan. Aspek yang paling pokok dalam pembelajaran IPA ialah peserta didik dapat menyadari keterbatasan pengetahuan mereka, memiliki rasa ingin tahu untuk menggali berbagai pengetahuan yang baru, dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, perlu adanya berbagai aktivitas yang nyata dalam pembelajaran IPA sehingga dapat memberikan pengalaman langsung kepada peserta didik. Aktivitas tersebut dapat berupa eksplorasi, investigasi atau penyelidikan, percobaan, eksperimen, dan pemecahan masalah.

3. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Tujuan mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Depdiknas, 2007: 189-190) antara lain: 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.


(33)

16

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Selain tujuan yang dikemukakan di atas, Samatowa (2010: 6) juga mengemukakan tujuan pembelajaran IPA yaitu adanya mata pelajaran IPA agar berguna bagi suatu bangsa, melatih/mengembangkan kemampuan berpikir kritis, dan IPA mempunyai nilai-nilai pendidikan yakni dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan. Mata pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang berguna bagi bangsa karena IPA memberikan pengetahuan dasar untuk teknologi yang berguna bagi pembangunan bangsa. Apabila mata pelajaran IPA diajarkan kepada anak dengan metode yang tepat, maka IPA dapat melatih atau mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Misalnya, IPA diajarkan dengan menggunakan metode percobaan, inkuiri, dan pemecahan masalah. Dengan begitu, anak dapat mencari tahu, menyelidiki, dan menemukan sesuatu serta bagaimana cara memecahkan masalah sehingga anak terbiasa berpikir kritis. Selain itu, IPA juga dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan karena dalam pembelajaran IPA, anak tidak hanya mengembangkan aspek kognitif atau pengetahuannya, tetapi juga mengembangkan afektif dan psikomotornya.

Menurut Asy’ari (2006: 23), pada prinsipnya pembelajaran IPA di Sekolah Dasar memiliki tujuan yaitu membekali siswa kemampuan berbagai cara untuk mengetahui dan cara mengerjakan yang dapat membantu siswa dalam memahami alam sekitar. Berdasarkan pendapat tersebut, pada dasarnya pembelajaran IPA bertujuan untuk membekali siswa dengan berbagai kemampuan untuk memahami alam sekitar. Kemampuan yang dimaksud dapat berupa kemampuan kognitif,


(34)

17

afektif, dan psikomotor karena diperlukan sikap dan keterampilan tertentu untuk dapat mengetahui dan memahami alam. Perlu sikap rasa ingin tahu, berpikir kritis, serta keterampilan menyelidiki dan keterampilan memecahkan masalah untuk memahami alam sekitar.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA di SD bertujuan agar siswa menyadari kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, memahami lingkungan serta konsep-konsep pengetahuan di dalamnya, memiliki kemampuan berpikir kritis, memiliki sikap ilmiah dan keterampilan proses, mampu menghargai dan melestarikan alam, serta memiliki bekal untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Tujuan-tujuan tersebut pada akhirnya mengarah pada tujuan utama pembelajaran IPA yaitu memiliki kemampuan berpikir untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, khususnya masalah yang berkaitan dengan lingkungan alam di sekitarnya.

4. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), ruang lingkup materi IPA di SD (Depdiknas, 2007: 190) meliputi:

a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yang meliputi manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.

b. Benda / materi, sifat-sifat dan kegunannya, yang meliputi: cair, padat, dan gas. c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya,

dan pesawat sederhana.

d. Bumi dan alam semesta, meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

e. Sains, Lingkungan Teknologi dan Masyarakat (salingtemas) merupakan penerapan konsep sains dan saling keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat melalui pembuatan suatu karya teknologi sederhana.


(35)

18

Asy’ari (2006: 24) menjelaskan bahwa ruang lingkup materi pembelajaran IPA di Sekolah Dasar terbagi dalam 5 topik antara lain makhluk hidup dan proses kehidupan; benda, sifat, dan kegunaannya; energi dan perubahannya; bumi dan alam semesta; serta sains, lingkungan teknologi, dan masyarakat (Salingtemas). Aspek proses sains diintegrasikan langsung dalam pembelajaran IPA untuk dapat memahami dan menemukan konsep IPA. Dengan demikian, diharapkan ada kesatuan antara proses sains dan produk sains dalam pembelajaran.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dinyatakan bahwa ruang lingkup mata pelajaran IPA untuk SD meliputi makhluk hidup dan proses kehidupan: benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya; energi dan perubahannya; bumi dan alam semesta. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. B. Tinjauan tentang Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Menurut Piaget, seperti yang dikutip dalam Asy’ari (2006: 37-38), perkembangan kognitif anak dapat dibedakan menjadi empat tahap, yaitu sensori motor (usia 0-2 tahun), pra-operasional (usia 2-6 tahun), operasional konkret (usia 7-11 tahun), dan operasional formal (usia > 11 tahun). Mengingat umumnya siswa


(36)

19

Sekolah Dasar (SD) berada pada usia 6-12 tahun, maka siswa Sekolah Dasar (SD) berada pada tahap operasional konkret.

Majid (2014: 9-10) menyatakan bahwa anak usia sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret yang menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut.

1. Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak.

2. Mulai berpikir secara operasional.

3. Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda.

4. Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab-akibat

5. Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Piaget (Anitah, 2008: 2.22) yakni pada usia sekolah dasar siswa akan memiliki kemampuan berpikir operasional konkret sehingga pada tahap ini siswa sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, menghubungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat, dan membagi. Pada usia 7 tahun ke atas, siswa sudah mulai mengembangkan berpikir logis. Siswa sekolah dasar sudah mampu menyadari konservasi yaitu menghubungkan aspek-aspek yang berbeda secara cepat.

Selain itu, Asy’ari (2006: 38) menjelaskan bahwa pada usia sekolah dasar dimana anak memasuki tahap operasional konkret, umumnya anak memiliki karakteristik sebagai berikut.

1. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.

2. Senang bermain atau suasana yang menggembirakan.

3. Dapat mengatur dirinya sendiri, mengeksplorasi situasi sehingga suka mencoba-coba.


(37)

20

4. Memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi dan tidak suka mengalami kegagalan.

5. Akan belajar efektif jika ia merasa senang dengan situasi yang ada.

6. Belajar dengan cara bekerja dan suka mengajarkan apa yang ia bisa pada temannya.

Berdasarkan berbagai penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa sekolah dasar berada pada tahap perkembangan kognitif operasional konkret. Adapun karakteristik siswa sekolah dasar antara lain mulai memandang dunia secara objektif; dapat mengklasifikasikan benda-benda; dapat menghubungkan aspek-aspek yang berbeda, dapat menggunakan hubungan aturan-aturan prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab-akibat; dapat memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat; memiliki rasa ingin tahu yang tinggi; senang bermain atau suasana yang menggembirakan, senang bereksplorasi dan suka mencoba-coba; serta akan belajar efektif jika ia merasa senang dengan situasi yang ada. Jika dilihat secara mendalam dan lebih spesifik, maka karakteristik antara siswa kelas rendah dan siswa kelas atas memiliki perbedaan. Dengan melihat telah berkembangnya kemampuan berpikir siswa kelas atas daripada kemampuan berpikir siswa kelas rendah, maka untuk pembelajaran di kelas atas diarahkan pada pelatihan kemampuan berpikir yang lebih kompleks.


(38)

21 C. Tinjauan tentang Metode Permainan 1. Hakikat Metode Permainan

Dalam dunia pendidikan, kata metode mengarah pada suatu rangkaian kegiatan guru yang sistematis yang menyebabkan siswa belajar. Metode dianggap sebagai cara atau prosedur yang menjadikan pembelajaran menjadi efektif. Dalam bahasa Inggris, method berarti cara. Menurut Sanjaya (2008: 187), metode adalah a way in achieving something. Metode merupakan cara yang digunakan untuk mencapai sesuatu. Apabila kita kaitkan dengan pembelajaran, Anitah (2008: 1.24) menyatakan bahwa metode adalah cara yang digunakan guru dalam membelajarkan siswa.

Istilah metode lebih menekankan pada peran guru sehingga metode sering disambungkan dengan kata “mengajar atau pembelajaran” sehingga menjadi metode mengajar atau metode pembelajaran. Metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan pendidik untuk menyampaikan materi secara efektif dan efisien. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan oleh guru dalam membelajarkan siswa agar terjadi interaksi dan proses belajar yang efektif dalam pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Sedangkan, istilah permainan memiliki beberapa definisi menurut beberapa ahli. Berdasarkan pendapat Ismail (2006: 23), permainan atau bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat yang dapat menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan, maupun mengembangkan imajinasi anak. Bermain tidak hanya


(39)

22

menimbulkan kesenangan semata, namun bermain juga dapat memberikan informasi dan menemukan pengertian atau konsep tertentu. Dengan kata lain, anak dapat belajar menemukan melalui kegiatan bermain.

Pendapat serupa dinyatakan Parry dan Archer, seperti yang dikutip dalam Bennett dkk (2005: 9), terdapat dua tahap dalam permainan, yaitu satu tahap yang sekadar membuat anak-anak asyik, sedangkan tahap lainnya memberikan sumbangan bagi perkembangan pendidikan anak. Permainan juga berperan dalam mengembangkan pendidikan anak dan sebagai cara belajar bagi anak. Seperti yang disebutkan oleh Bennet dkk (2005: 135), permainan itu alamiah dan merupakan cara belajar bagi anak. Melalui permainan, anak dapat belajar dan memperoleh suatu pelajaran yang berguna bagi anak. Dengan demikian, permainan dapat dijadikan sebagai salah satu cara yang digunakan dalam pembelajaran. Mengingat dalam suatu permainan atau kegiatan bermain, anak juga dapat menemukan informasi, pengertian, konsep, maupun pelajaran yang terdapat dalam permainan tersebut.

Lebih lanjut Sutton Smith, seperti yang dikutip oleh Hurlock (2000: 322) mengungkapkan bahwa bermain bagi anak terdiri atas empat mode dasar yang membuat kita mengetahui tentang dunia yaitu meniru, eksplorasi, menguji, dan membangun. Anak dapat menirukan seperti apa kegiatan bermain yang akan mereka lakukan. Kemudian, kegiatan bermain memberikan kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi dan menguji. Anak dapat menggali dan menguji pengetahuannya berdasarkan pengalamannya dalam bermain. Pada akhirnya, anak dapat membangun pengetahuannya sendiri melalui kegiatan bermain.


(40)

23

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa permainan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat yang tidak hanya memberikan kesenangan, namun juga menyediakan ruang bagi anak untuk belajar. Melalui bermain, anak dapat memperoleh pengertian atau informasi, memperoleh kesenangan, maupun mengembangkan imajinasi anak. Kegiatan bermain juga memberikan sumbangan bagi perkembangan pendidikan anak. Selain itu, anak juga dapat bereksplorasi dan membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalamannya dalam bermain. Karena permainan dapat menyediakan ruang bagi anak untuk belajar, oleh sebab itu, permainan dapat dijadikan sebagai salah satu cara bagi anak untuk belajar. Dengan kata lain, permainan dapat dijadikan sebagai salah satu metode pembelajaran.

Menurut Moeslichatoen (2004: 32), melalui kegiatan bermain anak dapat berlatih menggunakan kemampuan kognitifnya untuk memecahkan berbagai masalah dan mengembangkan kreativitas. Anak dapat berlatih memecahkan masalah dan mengembangkan kreativitasnya dengan melakukan beberapa kegiatan pemecahan masalah dan kegiatan yang memanfaatkan imajinasi yang dikemas dan disajikan dalam suatu permainan. Dengan demikian, anak dapat belajar sambil bermain. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa metode permainan merupakan cara menyajikan bahan pengajaran di mana siswa melakukan permainan untuk memperoleh atau menemukan pengertian, konsep, dan informasi tertentu serta untuk memecahkan suatu permasalahan tertentu.


(41)

24 2. Karakteristik Bermain

Dworetzky mengemukakan ada lima karakteristik dalam bermain, antara lain adanya motivasi intrinsik, pengaruh positif, bukan dikerjakan sambil lalu, adanya cara atau tujuan, dan kelenturan (Moeslichatoen, 2004: 31-32). Penjabaran dari lima karakteristik bermain tersebut yaitu:

a. Adanya motivasi intrinsik, berarti bahwa pada dasarnya kegiatan bermain dimotivasi dari dalam diri anak, bukan karena adanya tuntutan masyarakat atau fungsi-fungsi tubuh.

b. Adanya pengaruh positif, artinya kegiatan bermain memberikan pengaruh positif, seperti menyenangkan atau menggembirakan untuk dilakukan.

c. Bukan dikerjakan sambil lalu, maksudnya tingkah laku itu bukan dilakukan sambil lalu sehingga tidak mengikuti pola yang sebenarnya, melainkan lebih bersifat pura-pura.

d. Adanya cara atau tujuan, cara bermain lebih ditekankan daripada tujuannya. Dengan demikian, anak lebih tertarik pada proses bermain daripada tujuan yang dicapai.

e. Kelenturan, ditunjukkan baik dalam bentuk maupun hubungan serta berlaku dalam setiap situasi.

Hurlock (2000: 322-326) mengungkapkan bahwa bermain selama masa kanak-kanak mempunyai karakteristik tertentu yang membedakannya dari permainan remaja dan orang dewasa. Adapun karakteristik itu adalah:

a. Bermain dipengaruhi tradisi


(42)

25

c. Ragam kegiatan permainan menurun dengan bertambahnya usia d. Bermain menjadi semakin sosial dengan meningkatnya usia e. Jumlah teman bermain menurun dengan bertambahnya usia f. Bermain semakin lebih sesuai dengan jenis kelamin

g. Permainan masa kanak-kanak berubah dari tidak formal menjadi formal h. Bermain secara fisik menjadi kurang aktif dengan bertambahnya usia i. Bermain dapat diramalkan dari penyesuaian anak

j. Terdapat variasi yang jelas dalam permainan anak

Berdasarkan penelitian Smith, Garvery, Rubin, Fein, dan Vandenberg, terdapat beberapa ciri bermain, yaitu dilakukan berdasarkan motivasi intrinsik, perasaan diwarnai oleh emosi positif, fleksibilitas, lebih menekankan pada proses daripada hasil akhir, bebas memilih, mempunyai kualitas pura-pura, bebas dari aturan yang ditetapkan dari luar, dan adanya keterlibatan aktif dari pemain (Ismail, 2006: 20-22). Berikut ialah penjelasan mengenai ciri-ciri bermain di atas. a. Dilakukan berdasarkan motivasi intrinsik, berarti bahwa pada dasarnya

motivasi bermain muncul karena keinginan sendiri dan untuk kepentingan pribadi.

b. Perasaan diwarnai oleh emosi-emosi positif, maksudnya perasaan orang yang terlibat dalam kegiatan bermain berupa emosi-emosi positif. Meskipun, emosi positif tidak ditampilkan, namun kegiatan bermain tetap memiliki nilai (value) tertentu bagi anak.

c. Fleksibilitas, berarti kelenturan yang ditandai dengan mudahnya kegiatan bermain beralih dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya.


(43)

26

d. Lebih menekankan pada proses daripada hasil akhir. Saat bermain, perhatian anak akan lebih terpusat pada kegiatan yang berlangsung daripada tujuan yang akan dicapai. Tidak adanya tekanan untuk mencapai sesuatu sehingga membebabskan anak untuk mencoba berbagai variasi kegiatan.

e. Bebas memilih, karakteristik tersebut menjadi elemen yang sangat penting bagi konsep bermain pada anak-anak. Kebebasan memilih menjadi tidak begitu penting ketika anak beranjak besar. Bagi anak yang berusia di atas pra-sekolah, pleasure menjadi parameter untuk membedakan antara bermain dan bekerja.

f. Mempunyai kualitas pura-pura. Kegiatan bermain memiliki kerangka tertentu yang memisahkannya dari kehidupan nyata.

g. Bebas dari aturan-aturan yang ditetapkan dari luar. h. Adanya keterlibatan secara aktif dari pemain.

Lebih lanjut, karakteristik permainan diungkapkan oleh Malone, meliputi: adanya tantangan, fantasi, dan keingintahuan (Hamdani, 2011: 126). Permainan mengandung suatu tantangan tertentu yang perlu dilakukan dan ditakhlukkan sehingga anak akan menemukan sesuatu dari permaianan tersebut. Permainan juga mengandung fantasi yang artinya orang yang bermain akan menggunakan daya imajinatifnya ketika bermain. Hal ini sangat positif karena dapat mengembangkan kreativitas anak. Selain itu, permainan yang dilakukan akan mendorong rasa ingin tahu anak selama bermain sehingga menimbulkan daya tarik tersendiri bagi anak untuk terus bermain hingga ia menemukan atau menyelesaikan sesuatu dalam bermain.


(44)

27

Selain karakteristik bermain di atas, suatu kegiatan bermain harus ada lima unsur di dalamnya berdasarkan pendapat Hughes (Ismail, 2006: 14). Lima unsur dalam kegiatan bermain tersebut ialah sebagai berikut:

a. Mempunyai tujuan, yaitu tujuan permainan itu sendiri untuk mendapatkan kepuasan.

b. Memilih dengan bebas dan atas kehendak sendiri, artinya saat bermain tidak ada yang menyuruh ataupun memaksa.

c. Menyenangkan dan dapat dinikmati.

d. Mengkhayal untuk mengembangkan daya imajinatif dan kreativitas. e. Melakukan secara aktif dan sadar.

Berdasarkan berbagai penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya karakteristik bermain yang utama, yaitu dilakukan berdasarkan motivasi intriksik, adanya pengaruh positif, fleksibilitas, lebih menekankan proses daripada hasil akhir, dan adanya keterlibatan secara aktif dari pemain. Kegiatan bermain dilakukan karena keinginan dari dalam diri sendiri. Kegiatan bermain memberikan pengaruh positif, seperti rasa senang, gembira, atau puas ketika melakukannya. Kegiatan bermain juga bersifat fleksibel atau lentur, baik dalam bentuk aktivitas maupun hubungan serta dapat berlaku dalam setiap situasi. Selain itu, perhatian anak akan lebih terpusat pada kegiatan yang berlangsung daripada tujuan yang akan dicapai ketika bermain. Kegiatan bermain juga memerlukan keterlibatan secara aktif dari pemain.


(45)

28 3. Manfaat Bermain

Bermain merupakan aktivitas yang penting bagi anak sebab anak akan bertambah pengalamanannya dan pengetahuannya dengan bermain. Melalui bermain, anak memperoleh pelajaran yang mengandung aspek perkembangan kognitif, sosial, emosi, fisik, dan bahasa. Menurut Moeslichatoen (2004: 32-33), bermain memiliki manfaat yang esensial bagi anak, yaitu membantu perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, dan sosial anak. Berikut penjelasan mengenai manfata bermain tersebut.

a. Dari segi perkembangan motorik

Bermain memungkinkan anak bergerak secara bebas sehingga dapat mengembangkan kemampuan motoriknya. Anak dapat melakukan koordinasi otot kasar melalui kegiatan bermain. Berbagai cara dan teknik dapat digunakan dalam kegiatan bermain, seperti berjalan, berlari, meloncat, melempar, dan sebagainya, sehingga mengembangkan motorik kasar anak. Selain itu, kegiatan bermain juga dapat mengembangkan motorik halus anak dengan adanya kegiatan, seperti menulis, menggambar, dan sebagainya dalam kegiatan bermain.

b. Dari segi perkembangan kognitif

Bermain memiliki peran dalam mengembangkan kemampuan berpikir logis. Anak dapat berlatih menggunakan kemampuan kognitifnya untuk memecahkan masalah melalui kegiatan bermain. Kegiatan tersebut dapat meliputi kegiatan mengukur sesuatu, membandingkan, mencari jawaban yang benar, menganalisis, dan menyimpulkannya. Dengan demikian, bermain dapat mengembangkan kemampuan kognitif anak.


(46)

29 c. Dari segi perkembangan kreativitas

Melalui kegiatan bermain anak dapat mengembangkan daya kreativitas anak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan adanya kegiatan yang mengandung kelenturan, kegiatan yang memanfaatkan imajinasi atau ekspresi diri, kegiatan pemecahan masalah, dan kegiatan mencari cara baru dalam suatu permainan. Dengan demikian, daya kreativitas anak dapat dikembangkan melalui aktivitas bermain.

d. Dari segi perkembangan bahasa

Anak juga dapat melatih kemampuan bahasanya melalui kegiatan bermain, yaitu dengan cara mendengarkan, mengucapkan sesuatu, memperluas kosa kata, berbicara sesuai dengan tata bahasa Indonesia.

e. Dari segi perkembangan emosi

Melalui kegiatan bermain anak dapat meningkatkan kepekaan emosi. Sebab, dalam bermain anak akan berinteraksi dengan temannya sehingga dapat mengenalkan bermacam perasaan, mengenalkan perubahan perasaan, membuat pertimbangan, dan menumbuhkan rasa percaya diri.

f. Dari segi perkembangan sosial

Anak dapat mengembangkan kemampuan sosial melalui bermain, seperti membina hubungan dengan temannya, berperilaku sesuai dengan tuntutan masyarakat, menyesuaikan diri dengan teman sebaya, dapat memahami tingkah lakunya sendiri, dan mampu memahami bahwa setiap perubahan ada konsekuensinya.


(47)

30

Pendapat di atas juga senada dengan pendapat Izzaty dkk (2013: 112) yang mengemukakan bahwa bermain sangat penting dan bermanfaat bagi perkembangan fisik, psikis, dan sosial anak. Dengan bermain anak berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sehingga memberikan berbagai pengalaman berharga. Bermain secara berkelompok memberikan kesempatan, peluang, dan pelajaran bagi anak untuk berinteraksi, bertenggang rasa dengan sesama teman.

Ismail (2006: 18-19) juga memaparkan beberapa manfaat bermain bagi anak, antara lain membawa anak ke alam bermasyarakat, untuk mengetahui kekuatan sendiri, mengembangkan fantasi dan menyalurkan kecenderungan pembawaannya, melatih untuk menempa emosi, memperoleh kesenangan, dan melatih diri untuk menaati peraturan. Berikut ini penjelasan secara rinci mengenai menfaat bermain tersebut.

a. Membawa anak ke alam bermasyarakat

Ketika bermain, anak akan berinteraksi dengan temannya sehingga mereka akan saling mengenal, saling menghargai satu sama lain, dan perlahan-lahan akan timbul rasa kebersamaan yang menjadi landasan bagi pembentukan perasaan sosial.

b. Untuk mengetahui kekuatan sendiri

Ketika bermain anak lama-lama akan mengenal kedudukannya di kalangan teman-temannya dan dapat mengenal bahan atau sifat-sifat benda yang mereka mainkan sehingga dapat mengetahui kemampuan atau kekuatan dirinya sendiri, c. Mengembangkan fantasi dan menyalurkan kecenderungan pembawaannya


(48)

31

Kegiatan bermain dapat mengembangkan daya imajinasi anak, mengembangkan kreativitas anak, dan membantu anak dalam menyadari kecenderungan dirinya terhadap sesuatu, misalnya hal-hal apa yang lebih mereka sukai, minat, bakat, dan kemampuan mereka.

d. Melatih untuk menempa emosi

Ketika bermain anak akan mengalami berbagai macam perasaan. Ada anak yang merasa senang, gembira, dan menikmati permainan, namun ada juga anak yang merasa kecewa karena sesuatu hal yang terjadi selama bermain. Dengan demikian, bermain dapat mengenalkan berbagai macam perasaan dan melatih anak untuk menghadapi emosinya.

e. Memperoleh kesenangan

Pada dasarnya, suasana kegembiraan dalam permainan dapat menjauhkan diri dari perasaan sedih, murung, kecewa, dan perasaan negatif lainnya.

f. Melatih diri untuk menaati peraturan

Dalam suatu permainan, terkadang terdapat aturan tertentu yang disepakati oleh para pemainnya. Oleh karena itu, anak akan terbiasa dan terlatih untuk menaati peraturan yang berlaku dalam permainan tersebut. Dengan begitu, anak juga akan terbiasa bersikap jujur saat bermain.

Selain itu, Frank dan Theresa Caplan, seperti yang dikutip dalam Moeslichatoen (2004: 24-25) mengungkapkan nilai atau manfaat bermain bagi anak, yaitu:

a. Membantu pertumbuhan anak


(49)

32

c. Memberikan dunia khayal yang dapat dikuasai

d. Memberi kesempatan kepada anak untuk berpetualang di dalamnya e. Mengembangkan kemampuan bahasa anak

f. Memberi pengaruh yang unik dalam pembentukan hubungan antarpribadi g. Memberikan kesempatan untuk menguasai diri secara fisik

h. Memperluas minat dan pemusatan perhatian i. Sebagai cara anak untuk menyelidiki sesuatu

j. Sebagai cara anak untuk mempelajari peran orang dewasa k. Sebagai cara dinamis untuk belajar

l. Menjernihkan pertimbangan anak

Lebih lanjut Bruner (Bennet dkk (2005: 18) berdalih bahwa permainan bertindak sebagai wahana sosialisasi, termasuk mengajari anak-anak mengenai sifat kaidah dan konvensi sosial. Dalam bermain anak mempelajari peran, kaidah, hubungan, keterampilan berteman, berbagai bentuk perilaku, dan akibat tindakan mereka terhadap orang lain. Dengan demikian, permainan dapat dijadikan sarana untuk bersosialisasi dalam menanamkan suatu nilai, norma, peran, dan pola perilaku kepada anak.

Bennet dkk (2005: 65) mengemukakan bahwa permainan bermanfaat untuk mendorong perkembangan bahasa dan interaksi sosial. Permainan dapat mendorong perkembangan bahasa anak karena anak-anak dapat berlatih berkomunikasi, berbicara, mendengarkan, atau menulis dalam kegitan bermain. Permainan juga memungkinkan anak untuk menjalin interaksi sosial. Dengan adanya interaksi sosial tersebut memungkinkan anak untuk merasa bahwa dirinya


(50)

33

menjadi bagian dari suatu kelompok, berbagi keterampilan, dan saling belajar di antara sesama anak.

Selain itu, kegiatan bermain memberikan manfaat bagi perkembangan anak, di antaranya perkembangan fisik, dorongan berkomunikasi, penyaluran bagi energi emosional yang terpendam, penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan, sumber belajar, rangsangan bagi kreativitas, perkembangan wawasan diri, belajar bermasyarakat, sebagai standar moral, dapat belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin, dan perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan (Hurlock, 2000: 323). Selain bermanfaat bagi perkembangan fisik, sosial, emosi, kreativitas, dan kognitif, ternyata bermain juga dapat mengembangkan moral dan ciri kepribadian yang diinginkan. Moral yang dimaksud ialah perilaku yang baik, misalnya menolong temannya, mau bekerja sama dengan temannya, dan sebagainya. Sedangkan, kepribadian yang dimaksud ialah kepribadian yang positif, seperti mengembangkan sikap jujur, tenggang rasa, kerjasama, dan sportif. Bermain juga dapat dijadikan sebagai sumber belajar bagi anak untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasannya. Selain itu, kegiatan bermain dapat menyadarkan anak akan kemampuan yang ia miliki serta anak dapat menyadari keinginan, kebutuhan, dan peran dirinya sendiri.

Permainan juga menyediakan banyak sekali konteks bagi pembelajaran. Permainan memampukan anak-anak untuk membentuk makna dari dan dapat melanjutkan perkembangan kognitif (Johnson dalam Bennett dkk, 2005: 22). Permainan menyediakan pengalaman yang relevan dan bermakna yang mengarah pada pembelajaran. Anak dapat memperoleh atau menemukan pengertian, konsep,


(51)

34

dan informasi tertentu serta cara untuk memecahkan masalah melalui kegiatan bermain. Anak juga akan lebih mudah memahami materi baru karena ia menemukannya sendiri dengan bereksplorasi dalam permainan.

Pendapat yang serupa diungkapkan oleh Rumbold (Bennett dkk, 2005: 23), anak-anak dapat melakukan eksplorasi, menerapkan, dan menguji hal-hal yang mereka ketahui serta hal-hal yang dapat mereka lakukan melalui permainan. Hal tersebut menunjukkan bahwa permainan memiliki manfaat yaitu mendorong anak menjadi kreatif dalam bereksplorasi dan menggali pengetahuannya sendiri. Selain itu, permainan juga bermanfaat untuk mengembangkan gagasan, pengetahuan, serta pemahaman anak.

Menurut pendapat Bennett dkk (2005: 172), permainan memampukan anak-anak untuk mengidentifikasi dan menyalurkan kebutuhan serta minat mereka sehingga menyingkapkan wawasan bagi perilaku, pembelajaran, dan perkembangan anak. Permainan ternyata memberikan manfaat bagi anak yakni untuk mengenali kebutuhan dan minat diri sendiri. Dengan begitu, anak dapat menyalurkan kebutuhan dan minatnya tersebut dalam permainan yang ia lakukan. Dengan demikian, permainan juga membuka wawasan tentang perilaku, pembelajaran, dan perkembangan anak itu sendiri.

Moeslichatoen (2004: 33) mengungkapkan bahwa dengan bermain anak akan memperoleh kesempatan memilih kegiatan yang disukainya, bereksperimen dengan bermacam bahan dan alat, berimajinasi, memecahkan masalah, berperan dalam kelompok, bekerja sama dalam kelompok, serta memperoleh pengalaman yang menyenangkan. Selain memperoleh kesenangan, anak juga dapat


(52)

35

memperoleh berbagai pengalaman dan dapat belajar berbagai hal melalui pengalaman tersebut. Anak dapat mengenali minatnya, menggali pengetahuannya dengan bereksperimen dan bereksplorasi secara imajinatif, memecahkan suatu permasalahan, serta dapat ikut berperan aktif dan menjalin kerjasama dengan kelompoknya.

Permainan sebagai metode pembelajaran memiliki beberapa manfaat, sesuai dengan yang dijabarkan oleh Solehuddin dalam Hamdani (2011: 12) antara lain:

a. Pengalaman belajar dirasakan dan dipersepsikan secara alami oleh siswa yang bersangkutan sehingga menjadi bermakna baginya,

b. Siswa memiliki kesempatan untuk membangun dunianya berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan sosial, mengekspresikan dan mengontrol emosinya, serta mengembangkan kecakapan simboliknya,

c. Siswa memperoleh kesempatan untuk mempraktikkan keterampilan-keterampilan yang baru diperolehnya dan juga fungsi kecakapan sosialnya untuk menerima peran sosial yang baru, mencoba tugas baru yang menantang, serta menyelesaikan masalah-masalah baru yang tidak dapat diselesaikan dengan cara lain.

Berdasarkan berbagai pendapat dan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa permainan atau kegiatan bermain memiliki berbagai manfaat bagi perkembangan anak, baik perkembangan fisik atau motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, dan sosial anak. Selain itu, dengan bermain anak juga dapat memperoleh kesenangan; dapat mengenali minat, kebutuhan, peran dan


(53)

36

kemampuan diri sendiri; dapat bereksplorasi dan bereksperimen yang berguna untuk membangun pengetahuannya; dapat memperoleh berbagai pengalaman berharga; melatih anak untuk dapat memecahkan permasalahan tertentu; serta dapat menjalin interaksi sosial dan kerjasama dengan temannya. Permainan juga dijadikan sebagai cara belajar anak tentang berbagai hal.

4. Pelaksanaan Permainan dalam Pembelajaran IPA

Dunia anak adalah bermain. Oleh karena itu, permainan dapat dijadikan sebagai salah satu metode dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran pada anak-anak usia SD. Dengan bermain, anak-anak juga dapat menemukan pembelajaran karena melalui aktivitas bermain juga telah melakukan aktivitas belajar yang menyenangkan. Dengan kata lain, anak dapat bermain sambil belajar. Seperti yang dikemukakan oleh Yulianti (2010: 27), yaitu bermain sambil belajar merupakan kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan, maupun mengembangkan imajinasi anak dan menyebabkan terjadinya perubahan perilaku yang terjadi akibat interaksi antara individu dengan lingkungannya.

Pendapat di atas senada dengan pendapat Ismail (2006: 296) yang menyatakan bahwa bermain sambil belajar adalah upaya menyampaikan materi belajar kepada anak dengan cara bermain atau dengan cara yang menyenangkan sehingga tanpa disadari anak memperoleh pengetahuan dan pengalaman dari proses pembelajaran yang mudah. Dengan kata lain, tujuan kegiatan ialah menyampaikan materi belajar, namun metode yang digunakan ialah metode permainan. Dengan demikian, permainan dapat dirancang sedemikian rupa


(54)

37

sehingga terdapat bahan atau materi pembelajaran dan aktivitas belajar di dalamnya yang nantinya dapat ditemukan sendiri oleh anak.

Sementara itu, pendekatan pembelajaran IPA pada anak-anak perlu memperhatikan prinsip-prinsip yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan anak, meliputi berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak; bermain sambil belajar; serta selektif, kreatif, dan inovatif (Yulianti, 2010: 24-25). Penjelasan mengenai prinsip-prinsip tersebut ialah sebagai berikut.

a. Berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak.

Salah satu kebutuhan perkembangan anak adalah rasa aman. Oleh sebab itu, apabila kebutuhan fisik anak sudah terpenuhi dan merasa aman secara psikologis, maka anak akan dapat belajar dengan baik.

b. Bermain sambil belajar

Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa bermain sambil belajar adalah kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat untuk menyampaikan materi belajar kepada anak dengan cara bermain atau dengan cara yang menyenangkan sehingga anak dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman dari proses pembelajaran. Bermain bagi anak merupakan suatu proses kreatif untuk bereksplorasi, mempelajari keterampilan yang baru dan bermain dapat menggunakan simbol untuk menggambarkan dunia. Pembelajaran dapat dirancang sedemikian rupa sehingga melalui bermain anak-anak menemukan konsep dengan suasana yang menyenangkan dan tidak terasa anak telah belajar sesuatu dalam suasana bermain yang menyenangkan.


(55)

38 c. Selektif, kreatif, dan inovatif

Materi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang akan disajikan peru dipilih sedemikian rupa sehingga dapat disajikan melalui bermain. Proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, membangkitkan rasa ingin tahu, memotivasi anak untuk berpikir kritis, dan menemukan hal-hal baru.

Sebelum melaksanakan kegiatan bermain atau permainan dalam pembelajaran, perlu dilakukan rancangan kegiatan bermain. Menurut Moeslichatoen (2004: 60-63), rancangan kegiatan bermain meliputi menentukan tujuan dan tema kegiatan bermain, macam kegiatan bermain, tempat dan ruang kegiatan bermain, bahan dan peralatan, serta urutan langkah permainan.

a. Menentukan tujuan dan tema kegiatan bermain

Tujuan utama kegiatan bermain dalam pembelajaran adalah menyampaikan materi belajar dengan cara yang menyenangkan. Oleh karena itu, penentuan tujuan dan tema kegiatan bermain disesuaikan dengan materi dan tujuan pembelajaran yang akan disampaikan.

b. Menentukan macam kegiatan bermain

Setelah ditentukan tujuan dan tema kegiatan bermain, selanjutnya ditentukan macam kegiatan bermain yang cocok dengan tujuan dan tema tersebut. c. Menentukan tempat dan ruang kegiatan bermain

Tempat dan ruang kegiatan bermain dapat dilakukan di dalam kelas maupun di luar kelas.


(56)

39 d. Menentukan bahan dan peralatan permainan

Sebelum melakukan permainan, berbagai bahan dan peralatan yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai hendaknya dipersiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bahan dan peralatan dapat berasal dari guru maupun siswa.

e. Menentukan urutan langkah permainan

Sebelum melaksanakan permainan, perlu dirancang terlebih dahulu urutan langkah kegiatan yang harus dilaksanakan oleh siswa yang terlibat dalam permainan. Selain itu, guru juga dapat merancang peraturan permainan agar permainan dapat berlangsung secara kondusif.

Selanjutnya, Moeslichatoen (2004: 63-65) mengemukakan bahwa langkah-langkah pelaksanaan kegiatan bermain dalam pembelajaran meliputi kegiatan pra-bermain, kegiatan pra-bermain, dan kegiatan penutup.

Kegiatan pra-bermain terdiri dari dua macam kegiatan yaitu kegiatan penyiapan siswa dalam melaksanakan kegiatan bermain serta kegiatan penyiapan bahan dan peralatan yang siap untuk digunakan. Kegiatan penyiapan siswa dalam melaksanakan kegiatan bermain yaitu penjelasan guru mengenai tujuan kegiatan bermain, peraturan permainan yang harus dipatuhi, dan petunjuk permainan.

Kegiatan bermain yaitu siswa melaksanakan permainan sesuai dengan peraturan dan petunjuk permainan yang telah dijelaskan oleh guru sebelum permainan. Permainan dilaksanakan dengan bimbingan guru. Petunjuk permainan yang dijelaskan oleh guru tersebut merupakan sarana membimbing siswa dalam mengikuti permainan.


(57)

40

Kegiatan penutup adalah tindakan-tindakan guru berupa menyimpulkan materi yang telah dipelajari selama permainan, mengaitkan pengalaman siswa dalam kegiatan bermain dengan materi pelajaran IPA, dan memotivasi siswa agar selalu semangat dalam bermain sambil belajar.

Selain itu, lebih lanjut Subagio (2010: 2) mengemukakan bahwa tahap-tahap metode permainan antara lain:

a. Guru menjelaskan maksud, tujuan, dan proses permainan. b. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok.

c. Guru membagi atau memasang alat dan bahan permainan. d. Siswa melakukan permainan.

e. Siswa berdiskusi tentang materi yang sedang dipelajari. f. Siswa melaporkan hasil diskusi.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa langkah-langkah metode permainan dalam pembelajaran IPA ialah sebagai berikut:

a. Guru mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam permainan. b. Guru menjelaskan tujuan kegiatan dan peraturan permainan.

c. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok.

d. Siswa diberi kebebasan untuk bereksplorasi melalui percobaan dan berdiskusi selama permainan.

e. Siswa melakukan permainan.


(58)

41

g. Guru memberi bimbingan dan umpan balik kepada siswa untuk meluruskan pemahaman.

h. Siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari selama permainan dengan bimbingan guru.

5. Kelebihan dan Kekurangan Metode Permainan

Metode permainan merupakan salah satu metode pembelajaran menyenangkan yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di sekolah dasar, termasuk dalam pembelajaran IPA. Meski demikian, metode permainan memiiki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dan kekurangan metode permainan ialah sebagai berikut.

a. Kelebihan Metode Permainan

Metode permainan dipandang istimewa sekaligus penting dalam pembelajaran atau pendidikan untuk anak. Menurut Bennett dkk (2005: 45-46), permainan memiliki keistimewaan atau kelebihan, yaitu:

1) Permainan mengutamakan gagasan dan minat anak-anak sehingga anak diberi kesempatan untuk menyalurkan gagasan dan minat mereka dalam suatu permainan.

2) Permainan dapat menciptakan kondisi yang ideal untuk mempelajari dan meningkatkan mutu pembelajaran. Selain anak dapat mempelajari pelajaran tertentu dalam permainan, anak juga memperoleh kesenangan selama belajar. 3) Hal yang pokok bagi pembelajaran melalui permainan adalah rasa memiliki.


(59)

42

untuk mencapai tujuan tertentu sehingga rasa saling memiliki akan muncul dalam diri anak.

4) Pembelajaran melalui permainan menjadi lebih relevan karena anak diberi kebebasan untuk mengembangkan dan mengungkapkan inisiatif sendiri. 5) Dengan permainan anak-anak dapat mempelajari cara belajar. Cara belajar

individu berbeda-beda, yaitu ada tipe auditori, visual, maupun kinestetik. 6) Anak-anak lebih mudah mengingat hal-hal yang mereka lakukan dalam

permainan. Permainan dapat memudahkan anak untuk mengasimilasikan materi baru ke dalam strukutur kognitif yang telah ada.

7) Pembelajaran melalui permainan terjadi dengan mudah dan tanpa ketakutan. Permainan dapat membuat suasana belajar menjadi lebih menyenangkan sehingga anak tidak merasa terpaksa dan takut dalam belajar.

8) Anak-anak dapat menjadi diri mereka sendiri sehingga permainan itu alamiah karena dunia anak adalah bermain.

9) Dilihat dari sudut pandang perkembangan (developmental), permainan itu memadai. Anak-anak secara intuitif mengetahui hal-hal yang mereka butuhkan dan memenuhi kebutuhan itu melalui permainan.

10)Permainan memampukan para guru untuk mengamati pembelajaran yang sesungguhnya. Guru tidak hanya dapat melihat hasil belajar anak, tetapi juga proses belajar anak selama permainan berlangsung.

Selain itu, Yulianti (2010: 27) mengemukakan bahwa kelebihan metode permainan yaitu anak dapat mengembangkan kemampuan kognisi dan motoriknya, serta belajar mengenai dunia sosial dan lingkungannya melalui


(60)

43

permainan. Kemampuan kognisi anak dapat berkembang karena anak ingin memaknai apa yang telah ia lihat dan ia lakukan selama bermain. Anak juga dapat mengembangkan kemampuan sosialnya melalui interaksi dengan teman sebaya atau orang dewasa lainnya. Mereka belajar mengenai peraturan-peraturan, serta belajar bekerja sama dan berbagi.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kelebihan metode permainan dalam pembelajaran antara lain anak diberi kesempatan untuk menyalurkan gagasan dan minat mereka dalam suatu permainan, permainan dapat menciptakan kondisi yang ideal untuk mempelajari dan meningkatkan mutu pembelajaran, dan anak dapat bekerja sama dengan teman kelompoknya untuk mencapai tujuan tertentu sehingga rasa saling memiliki akan muncul dalam diri anak. Selain itu, pembelajaran dengan menggunakan metode permainan menjadi lebih relevan karena anak diberi kebebasan untuk mengembangkan dan mengungkapkan inisiatif sendiri, anak-anak lebih mudah mengingat hal-hal yang mereka lakukan dalam permainan, permainan dapat membuat suasana belajar menjadi lebih menyenangkan sehingga anak tidak merasa terpaksa dan takut dalam belajar, serta permainan memampukan para guru untuk mengamati pembelajaran yang sesungguhnya.

b. Kekurangan Metode Permainan

Selain kelebihan, metode permainan juga memiliki kekurangan. Bennett dkk (2005: 23-24) mengungkapkan beberapa kekurangan permainan dalam pembelajaran, yaitu:


(61)

44

1) Permainan dalam pembelajaran memerlukan keterlibatan dan intervensi guru yang peka dan berpengetahuan karena penggunaan permainan dalam pembelajaran perlu pengondisian siswa dan kesiapan yang lebih cermat. 2) Perlu perencanaan yang cermat dan pengaturan lingkungan permainan dalam

rangka menyediakan dan meluaskan pembelajaran serta agar pembelajaran dapat tersampaikan kepada siswa.

3) Pembelajaran dengan permainan memerlukan waktu yang lebih banyak. 4) Perlu pengamatan yang cermat terhadap kegiatan anak selama permainan agar

dapat melakukan pengukuran dan penilaian, serta merencanakan kemajuan dan kesinambungan pada materi selanjutnya.

Selain itu, berdasarkan teori Gina (Bennett dkk, 2005: 149), kekurangan metode permainan yakni menuntut keterlibatan guru lebih banyak, di antaranya kesukaran sebagai guru bukan saja dalam merencanakan pengalaman bermain yang berkualitas, melainkan juga dalam mengeksplorasi hal-hal yang dipelajari dan dalam meluaskan pengalaman. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kekurangan metode permainan dalam pembelajaran antara lain menuntut keterlibatan dan intervensi guru yang lebih banyak, perlu perencanaan yang cermat dan pengaturan lingkungan permainan yang tepat, pembelajaran dengan permainan memerlukan waktu yang lebih banyak, serta perlu pengamatan yang cermat terhadap kegiatan anak selama permainan agar dapat melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.


(62)

45 D. Tinjauan tentang Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar

Tujuan dari pembelajaran yang dilakukan oleh guru adalah agar dapat memperoleh hasil belajar yang dianggap baik yaitu telah memenuhi atau melampaui standar hasil belajar yang telah ditetapkan sehingga dapat digolongkan menjadi hasil belajar yang baik. Majid (2014: 27) mengemukakan bahwa hasil belajar siswa pada hakikatnya merupakan perubahan tingkah laku setelah melalui proses belajar mengajar. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian luas meliputi bidang kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu, perlu dilakukan penilaian dan pengukuran hasil belajar yang dapat dilakukan dengan menggunakan tes hasil belajar, khususnya untuk hasil belajar kognitif yang berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Menurut Sudjana (2009: 22), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Sejalan dengan pendapat tersebut, hasil belajar dimaknai sebagai kemampuan yang berhasil dikuasai oleh siswa berdasarkan pengalaman belajarnya. Setelah siswa mengikuti proses pembelajaran, kemampuan apa yang dapat ia kuasai merupakan hasil belajar. Setelah siswa mengikuti proses belajar mengajar dan memperoleh berbagai pengalaman belajar, maka siswa akan mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan aktivitas belajar yang dilakukan. Berkembangnya kemampuan yang dimiliki oleh siswa inilah yang disebut dengan hasil belajar siswa.


(63)

46

Pendapat yang senada juga diungkapkan oleh Anitah (2008: 2.19), yang menyatakan bahwa hasil belajar merupakan kulminasi dari suatu proses yang telah dilakukan dalam belajar. Kulminasi tersebut akan selalu diikuti dengan kegiatan tindak lanjut. Hasil belajar harus menunjukkan adanya suatu perubahan tingkah laku atau perolehan perilaku yang baru dalam diri siswa yang bersifat menetap, fungsional, positif, dan disadari. Hasil belajar siswa merupakan suatu hal yang dapat diamati sehingga hasil belajar dapat diukur dan dinyatakan, yaitu sebagai hasil belajar siswa tinggi atau sebagai hasil belajar siswa rendah.

Bentuk perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar harus menyeluruh secara komprehensif, yaitu mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Jihad dan Haris (2013: 14), yang mengungkapkan bahwa hasil belajar adalah pencapaian bentuk perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotor dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu. Lebih lanjut Widoyoko (2010: 25-26) menyatakan bahwa hasil belajar ialah berbagai perubahan yang terjadi pada diri siswa sebagai akibat kegiatan pembelajaran yang bersifat non-fisik, seperti perubahan sikap, pengetahuan, maupun kecakapan. Untuk memperoleh hasil belajar, maka diperlukan evaluasi atau penilaian hasil belajar yang merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa. Kemajuan hasil belajar siswa tidak hanya diukur dari tingkat penguasaan pengetahuan siswa, tetapi juga sikap dan keterampilan siswa.

Horward Kingsley (Sudjana, 2009: 22) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, serta sikap dan


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)