PELAKSANAAN NILAI RELIGIUS DI SDIT ANAK SHOLEH DESA ARGOREJO KECAMATAN SEDAYU KABUPATEN BANTUL.
PELAKSANAAN NILAI RELIGIUS DI SDIT ANAK SHOLEH DESA ARGOREJO KECAMATAN SEDAYU
KABUPATEN BANTUL
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Farida Dwi Utami NIM 12108241117
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
(2)
i
PELAKSANAAN NILAI RELIGIUS DI SDIT ANAK SHOLEH DESA ARGOREJO KECAMATAN SEDAYU
KABUPATEN BANTUL
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Farida Dwi Utami NIM 12108241117
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
(3)
(4)
(5)
(6)
v
MOTTO
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku
(Terjemahan QS Adz Dzaariyaat: 56)
Jadikanlah ayat-ayat Al Quran sebagai teman untuk melangkah, dan jadikanlah keyakinan sebagai kekuatan untuk menuntun arah.
(7)
vi
PERSEMBAHAN
Dengan rasa syukur kepada Allah SWT, saya persembahkan karya ini dengan tulus kepada:
1. Kedua orang tua saya yang selalu memberikan doa, kasih sayang, perhatian, dan dukungan hingga karya ini dapat terselesaikan. Saya yakin keberhasilan saya dalam menyelesaikan karya ini tidak lepas dari kedua orang tua saya. 2. Almamater kebanggaan saya Universitas Negeri Yogyakarta yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk menimba ilmu. 3. Agama, Nusa, dan Bangsa.
(8)
vii
PELAKSANAAN NILAI RELIGIUS DI SDIT ANAK SHOLEH DESA ARGOREJO KECAMATAN SEDAYU
KABUPATEN BANTUL
Oleh: Farida Dwi Utami NIM. 12108241117
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Subjek penelitian dipilih secara purposive yaitu kepala sekolah, guru agama, guru kelas III dan V, dan siswa kelas III dan V. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumen. Analisis data dilakukan dengan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Pengujian keabsahan data dilakukan dengan triangulasi teknik dan sumber.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan nilai religius berupa keyakinan agama, praktik agama, pengetahuan agama, pengalaman agama, dan pengamalan agama di SDIT Anak Sholeh melalui kegiatan belajar mengajar, budaya sekolah, dan kegiatan ekstrakurikuler. Pelaksanaan nilai religius tersebut terdiri dari 1) keyakinan agama dengan meyakini adanya Tuhan dan patuh terhadap perintah Tuhan, 2) praktik agama dengan menjawab salam, berdoa, sholat, membaca Al Quran, hafalan, dan infak, 3) pengetahuan agama dengan mengetahui sejarah agama, ibadah, dan sikap-sikap terpuji, 4) pengalaman agama dengan merasa dekat dengan Tuhan dan takut akan dosa, dan 5) pengamalan agama dengan belajar dengan sungguh-sungguh, mengerjakan tugas dengan baik, setia kawan, menolong teman, makan dengan tangan kanan, dan membuang sampah pada tempatnya.
(9)
viii
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pelaksanaan Nilai Religius di SDIT Anak Sholeh Desa Argorejo Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul“. Sholawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.
Karya ini tersusun atas kerjasama, bimbingan, bantuan dan dukungan dari
banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menimba ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah
memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi
ini.
3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar, Drs. Suparlan, M. Pd. I. yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk memaparkan gagasan skripsi
ini.
4. Dosen Pembimbing Skripsi, Fathurrohman, M. Pd yang telah dengan tulus
memberikan arahan, bimbingan, serta dukungan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Kepala SDIT Anak Sholeh, Dyah Kurnia Nur Imani, S. Pd. yang telah
memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian
(10)
(11)
x
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
MOTTO... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Fokus Penelitian ... 7
D. Rumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Pendidikan Karakter ... 9
1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 9
2. Nilai-Nilai dalam Pendidikan Karakter ... 16
B. Tinjauan tentang Nilai Religius ... 18
1. Pengertian Nilai Religius ... 18
2. Macam-Macam Nilai Religius ... 24
3. Pentingnya Nilai Religius ... 30
(12)
xi
1. Kegiatan Belajar Mengajar ... 34
2. Budaya Sekolah ... 35
3. Kegiatan Ekstrakurikuler ... 40
D. Indikator Keberhasilan Pelaksanaan Nilai Religius di Sekolah ... 41
E. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar ... 42
F. Kerangka Berpikir ... 45
G. Pertanyaan Penelitian ... 46
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 48
B. Subjek Penelitian ... 49
C. Waktu dan Tempat Penelitian... 50
D. Teknik Pengumpulan Data ... 51
E. Instrumen Penelitian ... 53
F. Teknik Analisis Data ... 55
G. Uji Keabsahan Data ... 57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 58
B. Hasil Penelitian ... 62
1. Pelaksanaan Nilai Religius Melalui Kegiatan Belajar Mengajar ... 62
2. Pelaksanaan Nilai Religius Melalui Budaya Sekolah ... 71
3. Pelaksanaan Nilai Religius Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler ... 78
C. Pembahasan ... 85
1. Pelaksanaan Nilai Religius Melalui Kegiatan Belajar Mengajar ... 85
2. Pelaksanaan Nilai Religius Melalui Budaya Sekolah ... 90
3. Pelaksanaan Nilai Religius Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler ... 94
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 99
B. Saran ... 100
DAFTAR PUSTAKA ... 102
(13)
xii
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter ... 17
Tabel 2. Indikator Keberhasilan Pengembangan Karakter Religius ... 42
Tabel 3. Kisi-Kisi Pedoman Obervasi Pelaksanaan Nilai Religius ... 54
Tabel 4. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Pelaksanaan Nilai Religius ... 54
Tabel 5. Data Jumlah Siswa SDIT Anak Sholeh ... 59
(14)
xiii
DAFTAR GAMBAR
hal Gambar 1. Program Pendidikan Karakter pada Konteks Mikro... 33 Gambar 2. Komponen dalam analisis data (interactive model) ... 55 Gambar 3. Denah SDIT Anak Sholeh... 61
(15)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Pedoman Wawancara ... 106
Lampiran 2. Hasil Wawancara ... 109
Lampiran 3. Analisis Data Hasil Wawancara ... 129
Lampiran 4. Pedoman Observasi ... 155
Lampiran 5. Hasil Observasi ... 156
Lampiran 6. Analisis Data Hasil Observasi ... 169
Lampiran 7. Dokumen Hasil Penelitian ... 176
Lampiran 8. Foto Hasil Observasi ... 212
(16)
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan komponen penting dalam rangka memajukan
suatu bangsa. Sebagaimana fungsi dan tujuan pendidikan Indonesia yang
tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 yang mengemukakan bahwa
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan di atas, dapat dilihat bahwa
tujuan pendidikan di Indonesia tidak hanya membentuk manusia yang pandai
secara akademik namun juga manusia yang memiliki watak atau karakter
yang baik. Dalam upaya membentuk peserta didik yang berkarakter baik,
pemerintah telah mencanangkan adanya pendidikan karakter.
Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya dari pemerintah
untuk membentuk warga negara yang berkarakter baik. Hal ini mengingat
banyak sekali masalah yang ada di negara ini terkait dengan karakter yang
dimiliki bangsa ini. Oleh karena itu, pemerintah melakukan usaha untuk
mengatasi hal tersebut dengan mengadakan pendidikan karakter demi
(17)
2
Karakter-karakter yang digalakkan dalam pendidikan karakter cukup
banyak. Salah satu karakter yang harus dimiliki oleh peserta didik adalah
karakter religius. Nilai religius merupakan karakter yang sangat penting
dalam rangka membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan yang Maha Esa. Sebagaimana yang kita tahu bahwa negara Indonesia
adalah negara yang beragama dan juga yang tercantum dalam Pancasila sila
pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Melihat hal tersebut, dapat kita
simpulkan bahwa nilai religius sangatlah penting bagi warga negara
Indonesia.
Deskripsi nilai religius menurut Kemendiknas (2010: 9) adalah sikap
dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain. Oleh karena itu, nilai religius sangatlah penting dalam
membentuk warga negara yang taat dengan agama yang dianutnya sekaligius
toleran dan rukun terhadap umat agama lain.
Namun, saat ini masalah yang ada di Indonesia terkait dengan religius
masih banyak terjadi. Seperti kejadian yang terjadi baru-baru ini yang dilansir
dari Republika Sabtu 18 Juli 2015 oleh Ilham (2015) bahwa telah terjadi
pembakaran masjid oleh para jemaat Gereja di Papua pada hari Jumat tanggal
17 Juli 2015. Selain itu, juga terdapat berita yang dilansir dari Kompas Rabu
14 Oktober 2015 oleh Indra Akuntono (2015) yang menyatakan bahwa terjadi
pembakaran gereja di Kabupaten Aceh Singkil pada hari Selasa siang tanggal
(18)
3
beragama Islam dan kejadian ini menyebabkan satu orang tewas. Hal
tersebut tentu membuat masyarakat prihatin terhadap kejadian ini. Oleh
karena itu pendidikan karakter yang berkaitan dengan karakter nilai religius
ini perlu ditanamkan sejak dini.
Nilai religius perlu untuk dilaksanakan sejak dini tak terkecuali di
sekolah dasar. Banyak usaha yang dapat dilakukan oleh sekolah dalam rangka
melaksanakan nilai religius kepada peserta didik. Oleh karena itu, pihak
sekolah perlu menyadari akan pentingnya melaksanakan nilai religius bagi
peserta didik. Untuk mengetahui realita yang terjadi di lapangan terkait
pelaksanaan nilai religius di sekolah-sekolah kemudian dilakukan observasi.
Observasi dilakukan di tiga sekolah dasar yang terletak di Desa Argorejo,
Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul yaitu SD Bandut, SD Krapyak, dan
SDIT Anak Sholeh.
Observasi yang pertama dilakukan SD Bandut pada tanggal 23
Oktober 2015. Siswa di SD Bandut ini sebagian besar beragama Islam dan
ada beberapa yang beragama Katolik. Berdasarkan observasi tersebut
diketahui bahwa siswa ini hidup dengan rukun walaupun memiliki agama
yang berbeda. Hal tersebut tentu sangat kita harapkan mengingat negara kita
merupakan negara yang memiliki agama beragama.
Berdasarkan observasi yang dilakukan diketahui bahwa siswa dan
guru juga telah melaksanakan berdoa sebelum dan sesudah kegiatan
pembelajaran. Namun, terkadang ada siswa yang belum khusyuk ketika
(19)
4
pendek dalam Al Quran dan juga belum lancar dalam membaca huruf
hijaiyah. Hal tersebut perlu lebih diperhatikan lagi, mengingat membaca Al
Quran merupakan salah satu ibadah dalam agama Islam. Sehingga setiap
orang perlu diajarkannya sejak kecil mengenai membaca Al Quran. Namun,
di SD Bandut ini belum ada kegiatan khusus yang diadakan untuk
mengajarkan siswanya tentang cara membaca Al Quran. Selain itu, nilai
religius dilaksanakan dengan mengadakan kegiatan yang bersifat insidental
seperti perayaan Maulid Nabi, buka bersama, Qurban, dan lain-lain. Hal
tersebut tentu perlu dipertimbangkan lagi, mengingat pentingnya pelaksanaan
religius sejak dini terutama di sekolah dasar.
Sementara observasi yang kedua dilakukan di SD Krapyak pada
tanggal 26 Oktober 2015. Seperti dengan sekolah yang sebelumnya, di SD
Krapyak ini siswanya juga beragama yang berbeda-beda. Namun, mayoritas
siswa beragama Islam. Berdasarkan observasi tersebut diketahui bahwa siswa
ini hidup dengan rukun walaupun memiliki agama yang berbeda. Selain itu,
di SD Krapyak ini terdapat beberapa usaha yang dilakukan sekolah untuk
melaksanakan nilai religius siswa seperti dengan mengadakan kegiatan TPA
yang rutin dilakukan seminggu sekali setiap kelasnya. Selain itu, pelaksanaan
nilai religius dilakukan dengan mengadakan kegiatan yang bersifat insidental
seperti perayaan Maulid Nabi, buka bersama, Qurban, dan lain-lain.
Berdasarkan observasi diketahui bahwa siswa telah mampu berdoa
dengan baik. Namun, ada pula beberapa siswa yang kurang serius ketika
(20)
5
Agama Islam diketahui bahwa masih ada siswa yang belum hafal bacaan niat
sholat fardhu dari sholat shubuh, dhuhur, ashar, maghrib, dan isya.
Berdasarkan observasi saat kegiatan TPA diperoleh hasil bahwa masih ada
siswa yang belum lancar dalam membaca bacaan sholat. Hal tersebut tentu
perlu dipertimbangkan lagi, mengingat pentingnya pelaksanaan religius sejak
dini terutama di sekolah dasar.
Selanjutnya, observasi yang terakhir dilakukan di SDIT Anak Sholeh
pada tanggal 30 Oktober 2015. Seluruh siswa di SDIT Anak Sholeh ini
beragama Islam termasuk para guru dan stafnya mengingat SD ini merupakan
sekolah dasar yang menerapkan pendidikan yang bernuansa Islami.
Pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh sudah dilakukan dengan
kegiatan-kegiatan agama seperti sholat dhuha. Selain itu, sudah banyak
prestasi yang diraih oleh siswa di SDIT Anak Sholeh dalam bidang
keagamaan. Hal tersebut tentu menjadi sebuah kebanggaan bagi kita
mengingat peserta didik yang masih berusia SD sudah memiliki prestasi yang
baik di bidang agama.
Berdasarkan observasi diketahui bahwa siswa telah mampu berdoa
dengan baik. Selain itu, observasi dilakukan pada siswa saat pelaksanaan
sholat dhuha berjamaah. Berdasarkan observasi tersebut diperoleh hasil
bahwa siswa telah hafal bacaan sholat dhuha. Dalam pelaksanaan sholat
dhuha dengan salah satu siswa sebagai imam dan bacaan sholat dibacakan
dengan keras oleh seluruh siswa. Dalam sholat dhuha tersebut diketahui
(21)
6
dengan 40 ayat. Melihat hal tersebut, dapat diketahui bahwa siswa sudah
mampu menghafal bacaan sholat dan juga surat pada Al Quran. Namun,
pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh ini belum diketahui secara
mendalam.
Berdasarkan pemaparan hasil observasi di tiga sekolah dasar tersebut
diketahui bahwa masih banyak permasalahan di sekolah dasar yang berkaitan
dengan nilai religius siswa. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dalam rangka mengkaji lebih dalam tentang pelaksanaan nilai
religius di SDIT Anak Sholeh. Penelitian ini mengangkat sebuah judul yaitu
“Pelaksanaan Nilai Religius di SDIT Anak Sholeh Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul.”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas,
dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Masih ada siswa yang tidak serius dalam berdoa di SD Bandut dan SD
Krapyak.
2. Masih ada siswa yang belum mampu membaca bacaan Al Qur’an dengan
lancar di SD Bandut dan SD Krapyak.
3. Masih ada siswa yang belum hafal bacaan sholat di SD Bandut dan SD
Krapyak.
4. Belum diketahuinya pelaksanaan nilai religius secara mendalam di SDIT
(22)
7
C. Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah yang telah
dikemukakan di atas, maka penelitian ini difokuskan pada pelaksanaan nilai
religius di SDIT Anak Sholeh Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten
Bantul.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul?”
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian
ini adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak
Sholeh Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tambahan
(23)
8 2. Manfaat praktis
Manfaat praktis yang diperoleh antara lain:
1. Bagi Kepala Sekolah dan Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai refleksi dan
acuan dalam mengoptimalkan pelaksanaan nilai religius di sekolah.
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini menambah pengetahuan dan keterampilan peneliti
(24)
9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Tinjauan tentang Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter merupakan suatu program pemerintah yang
sedang gencar untuk dilaksanakan dalam rangka mewujudkan manusia
Indonesia yang berkaraker. Berikut ini penjelasan mengenai pendidikan
karakter.
1. Pengertian Pendidikan Karakter
Pengertian pendidikan karakter dapat dijelaskan dengan
mengetahui terlebih dahulu tentang pengertian pendidikan, pengertian
karakter, dan selanjutnya pengertian pendidikan karakter. Berikut ini
penjelasan tentang pengertian pendidikan karakter.
a. Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang mendasar dalam rangka
kelangsungan hidup suatu bangsa. Pengertian pendidikan sendiri
menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Selain itu, Syamsul Kurniawan (2013: 27) mendefinisikan
pendidikan sebagai seluruh aktivitas atau upaya secara sadar yang
(25)
10
perkembangan kepribadian. Sementara Umar Tirtarahardja dan La
Sulo (2010: 34) menyatakan bahwa pendidikan sebagai proses
pembentukan pribadi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang
sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian
peserta didik.
Dwi Siswoyo, dkk (2011: 53) juga berpendapat mengenai
pengertian pendidikan, yang merupakan proses di mana masyarakat
melalui lembaga-lembaga pendidikan, dengan sengaja
mentransformasikan warisan budayanya, yaitu pengetahuan, nilai dan
keterampilan dari generasi ke generasi. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Umar Tirtarahardja dan La Sulo (2010: 34) yang
berpendapat bahwa pendidikan sebagai proses transformasi budaya
dapat diartikan sebagai suatu kegiatan pewarisan budaya dari satu
generasi ke generasi yang lain.
Berdasarkan paparan di atas, pengertian pendidikan dapat
diuraikan secara luas yaitu pendidikan sebagai proses pengembangan
potensi peserta didik, proses pembentukan pribadi, hingga proses
transformasi warisan budaya masyarakat. Pendidikan sebagai proses
pengembangan potensi peserta didik dimaksudkan bahwa pendidikan
memiliki arti sebagai usaha mengembangkan seluruh potensi yang
dimiliki peserta didik untuk menjadi manusia yang berpotensi dalam
(26)
11
Sedangkan pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi
dimaksudkan bahwa pendidikan berusaha membentuk peserta didik
menjadi pribadi yang baik sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Sementara pendidikan sebagai proses transformasi warisan budaya
masyarakat dimaksudkan bahwa pendidikan merupakan upaya untuk
mewariskan budaya masyarakat yang dianggap perlu untuk
dipertahankan sehingga tidak hilang pada masa selanjutnya.
Mengetahui pengertian pendidikan tersebut, tampak jelas bahwa
pendidikan merupakan usaha yang sangat penting untuk menjaga
kelangsungan hidup bangsa.
b. Pengertian Karakter
Karakter dapat diartikan secara etimologis, menurut Ryan and
Bohlin dalam Darmiati Zuchdi dkk (2012: 15) kata karakter berasal
dari bahasa Yunani yaitu charassein yang berarti to engrave. To
engrave bisa diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau
menggoreskan.
Syamsul Kurniawan (2013: 29) menyatakan bahwa karakter
mengacu pada serangkaian sikap (attitude), perilaku (behaviors),
motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Hal yang sama juga
diungkapkan oleh Simon Philiips dalam Masnur Muslich (2011: 70)
yang menyatakan bahwa karakter adalah kumpulan tata nilai yang
menuju pada suatu system, yang melandasi pemikiran, sikap, dan
(27)
12
Darmiati Zuchdi dkk (2012: 15) berpendapat bahwa karakter
identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai
perilaku manusia universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia,
baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya,
dengan sesama manusia, maupun lingkungan yang terwujud dalam
perilaku sehari-hari. Tidak jauh dari pendapat di atas, Tobroni dalam
Syamsul Kurniawan (2013: 29) menyatakan bahwa karakter
merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan
Tuhan YME, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan,
dan perbuatan berdasarkan norma.
Imam Ghozali dalam Masnur Muslich (2011: 70) menyatakan
bahwa karakter lebih dekat dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia
dalam bersikap, atau perbuatan yang telah menyatu dalam diri
manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi. Syamsul
Kurniawan (2013: 29) menyatakan bahwa karakter berasal dari
kebiasaan seseorang yang pada akhirnya akan menjadi sesuatu yang
menempel pada seseorang dan sering orang yang bersangkutan tidak
menyadari karakternya justru orang lain yang lebih mudah untuk
menilai karakter seseorang.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diuraikan
bahwa karakter merupakan sesuatu yang abstrak yang melandasi
(28)
13
sehari-hari. Sehingga karakter merupakan ciri khas dari seseorang
yang dapat dilihat dari pemikiran, perasaan, sikap, dan perilakunya
dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka hubungan terhadap
Tuhannya, terhadap sesama manusia, maupun terhadap lingkungan.
Karakter seseorang tidak selalu sejalan antara pemikiran,
perasaan, sikap, maupun perilakunya. Ada seseorang yang
pemikirannya bagus tetapi perilakunya kurang bagus begitu pula
sebaliknya. Oleh karena itu, karakter seseorang perlu dibentuk sebaik
mungkin agar seseorang memiliki karakter yang baik secara utuh baik
dalam pemikiran, perasaan, sikap, maupun perilakunya.
c. Pengertian Pendidikan Karakter
Pengertian pendidikan karakter didefinisikan oleh beberapa
ahli sebagai berikut. Muchlas Samani dan Hariyanto, (2013: 44)
menyatakan bahwa pendidikan karakter merupakan pendidikan yang
mengembangkan karakter yang mulia (good character) pada peserta
didik dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan
pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungan dengan sesama
manusia maupun dengan Tuhannya.
Agus Wibowo (2012: 34) menyatakan bahwa hakikat
pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah
pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber
dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina
(29)
14
45) juga mendefinisikan pendidikan karakter sebagai proses
pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia
seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, piker, raga, serta rasa
dan karsa.
Selain itu, Muchlas Samani dan Hariyanto (2013: 45) juga
memaknai pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai, pendidikan
budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan
keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan
kebaikan dalam kehidupan. H E Mulyasa (2013: 3) mengungkapkan
bahwa pendidikan karakter tidak hanya berkaitan dengan masalah
benar-salah, tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan tentang hal-hal
baik dalam kehidupan, sehingga peserta didik memiliki kesadaran,
pemahaman yang tinggi, kepedulian dan komitmen untuk menerapkan
kebajikan dalam kehidupannya.
Sementara itu, Dharma Kesuma dkk (2013: 5) mendefinisikan
pendidikan karakter dalam setting sekolah sebagai pembelajaran yang
mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara
utuh yang didasarkan pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh
sekolah. Agus Wibowo (2012: 36) juga berpendapat bahwa
pendidikan karakter sebagai pendidikan yang menanamkan dan
mengembangkan karakter-karakter luhur pada anak didik sehinga
(30)
15
mempraktikkannya dalam kehidupannya baik dalam keluarga,
masyarakat, maupun negara.
Berdasarkan pengertian pendidikan sebagai proses
pengembangan potensi peserta didik, proses pembentukan pribadi,
hingga proses transformasi warisan budaya masyarakat dan pengertian
karakter yaitu sesuatu yang abstrak yang melandasi pemikiran,
perasaan, sikap, dan perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari,
dapat diketahui bahwa pendidikan karakter merupakan suatu usaha
untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi yang baik dengan
mengajarkan tentang bagaimana seharusnya pemikiran, perasaan,
sikap, dan perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian pendidikan
karakter di atas, pendidikan karakter juga dapat diartikan proses
pendidikan yang berusaha menanamkan karakter-karakter mulia
kepada peserta didik dengan memberikan pemahaman, tuntunan,
mempraktikkan, dan membiasakan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan karakter ini berupaya untuk menjadikan peserta
didik sebagai manusia yang berkarakter secara utuh baik dalam
pemikiran, perasaan, sikap, maupun perilakunya dalam kehidupan
sehari-hari. Pendidikan karakter diharapkan mampu menjadi solusi
terbaik dalam memperbaiki karakter bangsa Indonesia yang saat ini
tengah dalam kondisi memprihatinkan. Banyak permasalahan karakter
(31)
16
maupun masyarakat. Oleh karena itu, adanya pendidikan karakter
sangat diperlukan dalam mewujudkan manusia Indonesia yang
berkarakter.
2. Nilai-Nilai dalam Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter berupaya untuk mengembangkan nilai-nilai
karakter yang cukup banyak. Ratna Megawangi dalam Dharma Kesuma
dkk (2013: 14), pencetus pendidikan karakter di Indonesia telah menyusun
9 pilar karakter mulia yang selayaknya dijadikan acuan dalam pendidikan
karakter, yaitu 1) cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, 2) kemandirian
dan tanggung jawab, 3) kejujuran/amanah, bijaksana, 4) hormat dan
santun, 5) dermawan, suka menolong, dan gotong royong , 6) percaya diri,
kreatif, dan pekerja keras, 7) kepemimpinan dan keadilan , 8) baik dan
rendah hati, 9) toleran, kedamaian,dan kesatuan.
Nilai-nilai karakter bangsa Indonesia yang perlu dikembangkan
merupakan nilai-nilai karakter yang sangat diperlukan dalam rangka
memperbaiki karakter bangsa yang belum sesuai dengan yang diharapkan.
Nilai-nilai karakter yang perlu dikembangkan berdasarkan Kemendiknas
(2010: 910) yaitu terdapat 18 nilai dalam pendidikan karakter yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional.
Berikut ini tabel mengenai 18 nilai dan deskripsi nilai dalam pendidikan
(32)
17
Tabel 1. Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter
NILAI DESKRIPSI
Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
Cinta Tanah Air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
Bersahabat/ Komuniktif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
Tanggung-jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
(33)
18
Dari delapan belas nilai karakter di atas, peneliti hanya
memfokuskan pada pelaksanaan nilai karakter yang hubungannya dengan
Tuhan yaitu nilai religius. Nilai religius merupakan nilai karakter yang
sangat penting bagi kita mengingat negara Indonesia merupakan negara
yang beragama. Selain itu, pengakuan bangsa Indonesia sebagai bangsa
yang religius juga dapat dilihat dari Pancasila sila pertama yang berbunyi
Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal tersebut menjadi bukti bahwa nilai
religius sangatlah penting untuk diajarkan dan dilaksanakan dalam
kehidupan seseorang.
B. Tinjauan tentang Nilai Religius
Nilai religius merupakan salah satu nilai karakter yang penting dalam
program pendidikan karakter. Oleh karena itu, nilai religius perlu untuk
dimiliki oleh setiap orang. Berikut ini penjelasan mengenai nilai religius.
1. Pengertian Nilai Religius
Pengertian nilai religius dapat diuraikan mulai dari pengertian nilai,
pengertian religius, dan pengertian nilai religius. Berikut penjelasan
mengenai pengertian-pengertian tersebut.
a. Pengertian Nilai
Nilai merupakan sebuah kata yang bersifat abstrak. Para ahli
mendefinisikan nilai dengan berbagai pendapat. Rukiyati, dkk (2008:
58) menyatakan bahwa nilai dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas
(34)
19
dapat diketahui bahwa nilai itu melekat pada suatu obyek sehingga
tidak terpisahkan dari suatu obyek.
Sementara itu, Frankena dalam Kaelan (2010: 87) berpendapat
bahwa nilai artinya “keberhargaan” (worth) atau” kebaikan”
(goodness). Melihat pengertian tersebut dapat diketahui bahwa nilai
itu menunjukkan sesuatu yang berharga atau mengandung kebaikan.
Hal ini juga sesuai dengan pendapat Kaelan (2010: 88) bahwa nilai itu
mengandung cita-cita, harapan- harapan, dambaan- dambaan, dan
keharusan.
Berbicara mengenai nilai berarti berbicara tentang das Sollen,
bukan das Sein (Rukiyati, dkk, 2008: 58). Nilai berkaitan dengan
bidang normatif bukan kognitif. Dengan kata lain, nilai berkaitan
dengan yang ideal bukan yang real. Namun, keduanya saling berkaitan
antar das Sollen dan das Sein. Artinya das Sollen harus menjelma
menjadi das Sein, yang ideal harus menjadi real, yang bermakna
normatif harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari yang
merupakan fakta (Kodhi dalam Kaelan, 2010: 88).
Dengan demikian, nilai digunakan sebagai pedoman manusia
dalam berperilaku. Hal ini sesuai dengan pendapat Rukiyati, dkk
(2008: 59) yang menyatakan bahwa nilai bagi manusia dipakai dan
diperlukan sebagai landasan, alasan, dan motivasi dalam segala sikap,
(35)
20
Berdasarkan pengertian di atas, dapat diuraikan bahwa nilai
merupakan sesuatu yang ideal yang terdapat dalam suatu obyek yang
menjadi landasan manusia dalam bersikap dan berperilaku. Dengan
adanya nilai, manusia akan mengendalikan perilakunya sesuai dengan
nilai yang berlaku di masyarakat. Oleh karena itu, nilai sangat penting
dalam kehidupan masyarakat untuk mengatur semua tingkah laku
masyarakat.
b. Pengertian Religius
Religius berasal dari kata dasar dalam bahasa Inggris yaitu
religion. Religion merupakan istilah lain dari agama. Religion berasal
dari kata religere dan religare. Kata religere menurut Cicero berarti to
treat carefully (melakukan perbuatan dengan penuh kehati-hatian).
Perbuatan yang dimaksud dalam hal ini adalah usaha atau peribadatan
yang dilakukan dalam rangka mengabdi pada Tuhan (Ajat Sudrajat,
dkk, 2008: 8). Sedangkan kata religare berarti mengikat.
Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia.
Dalam agama selanjutnya terdapat ikatan antara manusia dengan
Tuhan, dan agama lebih lanjut memang mengikat manusia dengan
Tuhan (Abdudin Nata, 2009: 10). Sehingga di sini, religion atau
agama bersifat mengikat bagi pemeluknya.
Ajat Sudrajat, dkk (2008: 13) menyatakan bahwa religion atau
agama juga dapat diartikan sebagai pengakuan tentang adanya
(36)
21
pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini
bersumber dari kekuatan tersebut. Harun Nasution dalam Abdudin
Nata (2009: 10) berpendapat bahwa intisari dari istilah di atas adalah
ikatan. Agama mengandung ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi
manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan
manusia sehari-hari. Religion atau agama sangatlah penting karena
merupakan suatu pedoman hidup bagi yang pemeluknya.
Sementara itu, Ngainun Naim (2012: 124) mendefinisikan
religius sebagai penghayatan dan implementasi ajaran agama dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga religius sangat berkaitan dengan
perilaku seseorang terkait dengan agama yang diyakininya.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat diuraikan bahwa definisi
religius merupakan pemikiran, perasaan, sikap, dan perilaku seseorang
dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya. Atau dengan kata
lain religius itu melambangkan bagaimana seseorang
mengimplementasikan ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu, seseorang yang rajin dalam mengamalkan
ajaran agamanya dapat dikatakan sebagai seseorang yang bersifat
religius.
c. Pengertian Nilai Religius
Mohamad Mustari (2014: 1) menyatakan bahwa nilai religius
merupakan salah satu nilai karakter yang berhubungan dengan Tuhan.
(37)
22
perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup
rukun dengan pemeluk agama lain (Kemendiknas, 2010: 9).
Syamsul Kurniawan (2013: 127) berpendapat bahwa seseorang
disebut religius ketika ia merasa perlu dan berusaha mendekatkan
dirinya dengan Tuhan sebagai penciptanya, dan patuh melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya. Adanya kedekatan dengan Tuhan ini
merupakan ciri dari manusia religius.
Sementara itu, Mohamad Mustari (2014: 1) mengungkapkan
bahwa seseorang yang religius akan menunjukkan bahwa pikiran,
perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu
berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan atau ajaran agamanya.
Keyakinan yang dapat merasakan akan adanya Tuhan ini, sebenarnya
di dalam jiwa manusia itu sendiri sudah tertanam. Rasa semacam ini
sudah merupakan fitrah (naluri insan). Inilah yang disebut dengan
naluri keagamaan (religius instinc).
Mohamad Mustari (2014: 2) menyatakan bahwa manusia
religius berkeyakinan bahwa semua yang ada di alam semesta ini
adalah merupakan bukti yang jelas terhadap adanya Tuhan.
Unsur-unsur perwujudan serta benda-benda alam ini pun mengukuhkan
keyakinan bahwa di situ ada Maha Pencipta dan Pengatur alam ini.
Berdasarkan pengertian nilai sebagai sesuatu yang ideal yang
(38)
23
bersikap dan berperilaku dan pengertian religius sebagai pemikiran,
perasaan, sikap, dan perilaku seseorang dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, dapat diuraikan bahwa nilai religius
merupakan sesuatu yang ideal dalam melandasi manusia dalam
pemikiran, perasaan, sikap, dan perilakunya untuk melaksanakan
ajaran agama yang diyakininya. Nilai religius ini berkaitan dengan
keyakinan manusia terhadap Tuhan yang diyakininya dan
melaksanakan semua perintah dari Tuhannya.
Nilai religius ini mencakup cara-cara atau usaha-usaha
manusia dalam melaksanakan ajaran Tuhan yang diyakininya. Nilai
religius menjadi dasar bagi manusia dalam bertingkah laku. Hal ini
karena, religius seseorang dapat dilihat dari keyakinannya terhadap
Tuhan. Sehingga ia akan takut apabila berbuat sesuatu yang tidak
diperbolehkan oleh Tuhan.
Oleh karena itu, jelas bahwa nilai religius sangatlah penting
untuk dimiliki setiap orang mengingat saat ini banyak masalah yang
terjadi akibat kurangnya nilai religius seseorang. Nilai religius perlu
ditanamkan pada seseorang agar dapat mengendalikan perilakunya
agar tidak menyimpang dari ajaran agamanya. Dalam penelitian ini,
peneliti ingin mengetahui tentang nilai religius yang dilaksanakan di
SDIT Anak Sholeh. Mengingat bahwa SDIT Anak Sholeh merupakan
sekolah yang berlandaskan pada nilai religius yaitu nilai-nilai agama
(39)
24
2. Macam-Macam Nilai Religius
Nilai religius masih bersifat abstrak, sehingga perlu diidentifikasi
mengenai macam-macam nilai religius. C. Y. Glock dan R. Stark dalam
Mukhsin Jamil (2007: 25) menyatakan bahwa ada lima dimensi yang
dapat mengembangkan manusia menjadi religius. Lima dimensi tersebut
yaitu keyakinan agama, praktik agama, pengetahuan agama, pengalaman
agama, dan konsekuensi (pengamalan). Berikut ini penjelasan mengenai
kelima dimensi tersebut.
a. keyakinan agama (religious believe)
C. Y. Glock dan R. Stark dalam Mukhsin Jamil (2007: 25)
menyatakan bahwa keyakinan agama berisikan pengharapan
(hopeness) sambil berpegang teguh pada teologi tertentu. Mohamad
Mustari (2014: 3) berpendapat bahwa keyakinan agama merupakan
kepercayaan atas doktrin Ketuhanan. Jadi, sejauh mana seseorang
menerima hal-hal di dalam ajaran agamanya. Misalnya kepercayaan
tentang adanya Tuhan, hari kiamat, surge, neraka, dan lain-lain. Tanpa
adanya keyakinan atau keimanan tidak akan ada ketaatan kepada
Tuhan. Keyakinan atau keimanan seseorang itu bisa bertambah atau
berkurang, sehingga diperlukan pemupukan rasa keimanan tersebut.
Keyakinan ini bersifat abstrak, sehingga perlu didukung oleh perilaku
(40)
25 b. praktik agama (religious practice)
C. Y. Glock dan R. Stark dalam Mukhsin Jamil (2007: 25)
menyatakan bahwa praktik agama meliputi perilaku simbolik dari
makna-makna keagamaan yang terkandung di dalamnya. Praktik
agama ini juga disebut sebagai ibadat yang merupakan cara
melakukan penyembahan kepada Tuhan dengan segala rangkaiannya
(Mohamad Mustari, 2014: 3). Unsur ini merupakan sejauh mana
seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual atau ibadat di
dalam agamanya. Di dalam agama Islam misalnya sholat, zakat,
puasa, dan sebagainya. Dengan melakukan ibadat ini dapat
meremajakan keimanan, menjaga diri dari kemerosotan budi pekerti
atau dari mengikuti hawa nafsu yang berbahaya. Semua aktivitas bisa
jadi ibadat jika sesuai dengan hokum Tuhan dan hati yang berbuatnya
dipenuhi dengan ketakutan terhadap Tuhan.
c. pengetahuan agama (religious knowledge)
Pengetahuan agama adalah pengetahuan tentang ajaran agama
meliputi berbagai segi dalam suatu agama. Unsur ini merupakan
sejauh mana seseorang mengetahui tentang ajaran agamanya. Hal ini
berhubungan dengan aktivitas seseorang untuk mengetahui
ajaran-ajaran dalam agamanya (Mohamad Mustari, 2014: 3). C. Y. Glock dan
R. Stark dalam Mukhsin Jamil (2007: 25) menyatakan bahwa
(41)
26
Oleh karena itu, pengetahuan agama mencakup seluruh pengetahuan
mengenai ajaran agama.
d. pengalaman agama (religious feeling)
C. Y. Glock dan R. Stark dalam Mukhsin Jamil (2007: 25)
menyatakan bahwa pengamalan agama yang menuju pada seluruh
keterlibatan subjek dengan hal-hal suci dalam agama. Mohamad
Mustari (2014: 3) berpendapat bahwa pengalaman agama adalah
perasaan yang dialami orang beragama seperti seseorang merasa dekat
dengan Tuhan, merasa takut berbuat dosa, dan lain-lain. Unsur ini
merupakan sejauh mana seseorang memiliki perasaan atau
pengalaman keagamaan yang pernah dirasakan atau dialaminya.
Pengalaman keagamaan ini terkadang cukup mendalam pada diri
pribadi seseorang.
e. Konsekuensi atau pengamalan (religious effect)
C. Y. Glock dan R. Stark dalam Mukhsin Jamil (2007: 25)
menyatakan bahwa konsekuensi mengacu pada identifikasi
akibat-akibat keyakinan praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang
dari hari ke hari. Konsekuensi adalah aktualisasi dari doktrin agama
yang dihayati oleh seseorang berupa sikap, ucapan, dan perilaku atau
tindakan (Mohamad Mustari (2014: 3). Dengan demikian, hal ini
merupakan agregasi (penjumlahan) dari unsur lain. Walaupun
demikian, sering kali pengetahuan beragama tidak berkonsekuensi
(42)
27
baik tetapi sikap, ucapan, dan tindakannya tidak sesuai dengan
norma-norma agama.
Berdasarkan pada konsep religiusitas versi Stark dan Glock,
dimensi keyakinan agama dapat disejajarkan dengan akidah, ibadat
(praktik agama) disejajarkan dengan syariah, konsekuensi (pengamalan)
disejajarkan dengan akhlak (Fauzan, 2013: 56). Hal tersebut sesuai
dengan bagian pokok ajaran Islam yang terdiri dari Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak (Ajat Sudrajat, dkk, 2008: 69).
Berikut ini penjelasan dari bagian pokok ajaran Islam tersebut.
a. Aqidah
Fauzan (2013: 56) berpendapat bahwa aqidah menunjuk pada
seberapa tingkat keyakinan Muslim terhadap ajaran agamanya,
terutama terhadap ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan
dogmatik. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Ajat Sudrajat, dkk
(2008: 73) yang mendefinisikan aqidah sebagai perjanjian manusia
dengan Tuhan yang berisi tentang kesediaan manusia untuk tunduk
dan patuh secara sukarela pada kehendak Allah. Oleh karena itu,
aqidah dapat diartikan sebagai keyakinan hati seorang Muslim
terhadap Allah.
b. Syari’ah
Ajat Sudrajat, dkk (2008: 77) menyatakan bahwa syari’ah
dapat didefinisikan sebagai peraturan Allah yang diberikan kepada
(43)
28
maupun di dunia yang akan datang. Sementara itu, Fauzan (2013:
56) berpendapat bahwa syari’ah menunjukkan seberapa tingkat
kepatuhan Muslim dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual
sebagaimana dianjurkan oleh agamanya.
Ruang lingkup syari’ah menurut Mahmud Syaltout dalam
Ajat Sudrajat, dkk (2008: 77) terdapat dua garis besar yaitu ibadat
dan muamalat. Ibadat merupakan peraturan Allah yang berkaitan
dengan perbuatan manusia guna mendekatkan diri kepada Allah.
Contoh ibadat antara lain sholat, zakat, puasa, dan haji. Mu’amalat merupakan peraturan Allah yang berkaitan dengan perbuatan untuk
menemukan kebaikan bersama dan mengurangi kedzaliman atas
orang lain pada umumnya. Contoh mu’amalat antara lain pernikahan, pembagian harta waris, pertukaran barang atau jasa,
hak-hak dasar manusia, dan lain-lain. Berdasarkan paparan di atas, dapat
diketahui bahwa syari’ah merupakan peraturan Allah yang berkaitan
dengan perbuatan manusia dalam rangka mematuhi perintah Allah.
c. Akhlak
Fauzan (2013: 56) berpendapat bahwa akhlak menunjuk
pada seberapa tingkatan Muslim berperilaku dimotivasi oleh
ajaran-ajaran agamanya, yaitu bagaimana individu berelasi dengan
dunianya, terutama dengan manusia lain. Ahmad Amin dalam Ajat
(44)
29
tindakan membentuk atau membiasakan perbuatan yang bermanfaat
bagi orang lain.
Ruang lingkup akhlak menurut Ajat Sudrajat, dkk (2008:
8182) terdiri dari akhlak kepada Allah dan akhlak kepada manusia. Contoh akhlak kepada Allah yaitu menjaga tubuh dan pikiran dalam
keadaan bersih, menyadari bahwa semua manusia sederajat di
hadapan Allah, dan lain-lain. Sementara contoh akhlak kepada
manusia yaitu saling tolong menolong, bertenggang rasa, dan
lain-lain. Berdasarkan paparan di atas, dapat diketahui bahwa akhlak
merupakan perbuatan manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam
menerapkan ajaran agama.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, indikator nilai religius
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu keyakinan agama, praktik
agama, pengetahuan agama, pengalaman agama, dan pengamalan agama.
Keyakinan agama berkaitan dengan tingkat keyakinan terhadap agama
yang dianutnya. Praktik agama berkaitan dengan bagaimana perilaku
simbolik atau ibadah yang dilaksanakan sesuai agama yang dianutnya.
Pengetahuan agama berkaitan dengan sejauh mana pengetahuan
seseorang terhadap agamanya. Pengalaman agama berkaitan dengan
bagaimana pengalaman seseorang tentang agamanya. Pengamalan agama
berkaitan dengan bagaimana seseorang mengamalkan ajaran agamanya
(45)
30
3. Pentingnya Nilai Religius
Indonesia merupakan negara yang beragama. Agama-agama yang
ada di Indonesia sangat diakui di negara ini. Bahkan, setiap warga negara
harus menganut salah satu dari agama-agama tersebut. Seperti yang
terdapat pada Pancasila sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa”. Orang yang beragama berarti orang yang taat kepada
perintah dan larangan Tuhan. Dengan ini pula, sebagai sebuah bangsa,
kita tunjukkan kepada bangsa lain di dunia bahwa kita adalah bangsa
yang religius, yang konsekuen lahir batin untuk menjunjung tinggi ajaran
agama.
Ngainun Naim (2012: 124) menyatakan bahwa agama mencakup
totalitas tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari yang
dilandasi dengan iman, menjadikan seseorang terbiasa dalam pribadi dan
perilakunya sehari-hari sehingga nilai religius merupakan nilai
pembentuk karakter yang sangat penting artinya. Sehingga nilai religius
sangat penting bagi seseorang agar ia terjaga dari hal yang kurang baik
dalam setiap tingkah lakunya.
Dengan nilai religius, seseorang dapat mengontrol perilakunya,
sehingga tidak akan melakukan perilaku-perilaku yang merusak.
Mohammad Takdir Ilahi (2014: 169) menyatakan bahwa peran
pendidikan berbasis religius, sesungguhnya sinergis dengan sebuah
konsep baru yang ingin ditawarkan dalam meredam anarkisme yang
(46)
31
seseorang untuk mencegah terjadinya perbuatan-perbuatan yang anarkis
dengan meyakini Tuhan di atas hal lainnya.
Nilai religius perlu ditanamkan sedini mungkin pada anak.
Penanaman nilai religius ini juga tidak cukup hanya dilakukan pada saat
pelajaran agama. Menurut Syamsul Kurniawan (2013: 85) nilai religius
pada anak tidak cukup diberikan melalui pelajaran, pengertian,
penjelasan, dan pemahaman. Namun, penanaman nilai religius
memerlukan bimbingan, mengarahkan, sekaligus mendampingi anak
dalam situasi yang dialaminya.
Berdasarkan paparan di atas, dapat dikaji bahwa nilai religius
sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan nilai religius, manusia
memiliki keyakinan adanya Tuhan yang mengatur kehidupan dunia ini.
Hal ini menjadikan manusia tidak berbuat sesuatu yang melanggar dari
ajaran Tuhannya. Inilah yang diharapkan dengan adanya nilai religius,
manusia menjadi makhluk yang bermartabat dan selalu menjaga segala
pikiran, perkataaan, dan perilakunya.
Hal tersebut menjadi harapan bagi kita bangsa Indonesia yang
saat ini tengah gencar terjadi konflik agama di antara masyarakat kita.
Seperti yang menjadi masalah dalam penelitian ini bahwa saat ini masih
banyak siswa yang belum dapat mengamalkan ajaran agamanya dengan
baik seperti belum bisa membaca Al Qur’an dan doa sehari-hari bagi yang beragama Islam, serta kurang serius dalam berdoa.
(47)
32
Melihat masalah tersebut, penanaman nilai religius ini sangat
penting dilakukan bagi anak sejak usia sedini mungkin terutama usia
sekolah dasar agar anak telah memiliki nilai religius sejak dini dan dapat
diterapkan dalam kehidupannya sejak dini hingga dewasa nantinya.
Mengingat pentingnya nilai religius untuk ditanamkan sedini mungkin,
peneliti berupaya untuk mengetahui lebih dalam mengenai pelaksanaan
nilai religius yang dilaksanakan di SDIT Anak Sholeh.
C. Pelaksanaan Nilai Religius di Sekolah
Nilai religius sebagai salah satu nilai karakter yang sedang gencar
digalakkan dalam pendidikan karakter, tentu pelaksanaannya harus dilakukan
dengan sebaik-baiknya. Untuk menumbuhkan nilai religius tidaklah mudah.
Syamsul Kurniawan (2013: 85) menyatakan bahwa nilai religius pada anak
tidak cukup diberikan melalui pelajaran, pengertian, penjelasan, dan
pemahaman. Namun, penanaman nilai religius memerlukan bimbingan,
mengarahkan, sekaligus mendampingi anak dalam situasi yang dialaminya.
Nilai religius perlu dilaksanakan secara menyeluruh, tidak hanya pada
saat pembelajaran agama saja. Ngainun Naim (2012: 125) berpendapat bahwa
pembentukan sikap, perilaku, dan pengalamaan keagamaan perlu adanya
kerja sama semua unsur di sekolah, sehingga memungkinkan nilai religius
dapat terinternalisasi secara lebih efektif. Hal yang sama juga dikemukakan
oleh Agus Wibowo (2012: 36) yang menyatakan bahwa semua komponen
(48)
33
karakter di sekolah. Oleh karena itu, semua pihak yang berkepentingan di
sekolah harus saling membantu pelaksanaan nilai religius di sekolahnya.
Nilai religius sebagai salah satu karakter yang terdapat pada
pendidikan karakter dapat dilaksanakan sesuai dengan pelaksanaan
pendidikan karakter. Pelaksanaan nilai religius sebagai bagian dari
pendidikan karakter ini perlu dilakukan secara menyeluruh di sekolah baik
dalam pembelajaran maupun di luar pembelajaran. Pendidikan karakter dapat
dilaksanakan sesuai dengan program pendidikan karakter dalam konteks
mikro menurut Kemendiknas (2010: 28) yang dapat dilihat dari gambar
berikut.
Gambar. 1 Program Pendidikan Karakter pada Konteks Mikro Sumber: Kemendiknas (2010: 28)
(49)
34
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa pendidikan karakter
dapat dilaksanakan melalui kegiatan belajar mengajar, budaya sekolah,
kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di rumah. Namun karena
keterbatasan peneliti, peneliti tidak melakukan penelitian di rumah siswa. Hal
ini dikarenakan jumlah siswa yang cukup banyak sehingga peneliti kesulitan
untuk mengetahui kegiatan keseharian setiap siswa di rumah. Oleh karena itu,
peneliti hanya memfokuskan pada program pendidikan karakter yang terjadi
di sekolah yaitu melalui kegiatan belajar mengajar, budaya sekolah, dan
kegiatan ekstrakurikuler. Berikut penjelasan mengenai pelaksanaan nilai
religius di sekolah.
1. Kegiatan Belajar Mengajar
Melalui kegiatan belajar mengajar, pengembangan nilai karakter
bangsa diintegrasikan pada setiap mata pelajaran yang dicantumkan
dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus
menurut Kemendiknas (2010: 18) ditempuh melalui cara-cara berikut ini:
a. mengkaji Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya; b. menggunakan tabel 1 yang memperlihatkan keterkaitan antara SK
dan KD dengan nilai dan indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan;
c. mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam tabel 1 itu ke dalam silabus;
d. mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP;
e. mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai; dan
(50)
35
f. memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku
Novan Ardy Wiyani (2012: 108) berpendapat bahwa pendidikan
karakter secara terintegrasi di dalam mata pelajaran adalah pengenalan
nilai-nilai, diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan
penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik
sehari-hari melalui proses pembelajaran yang berlangsung. Oleh karena itu,
guru perlu melakukan hal tersebut untuk meningkatkan nilai religius
siswa melalui kegiatan belajar mengajar.
Berdasarkan paparan di atas, tampak jelas bahwa pelaksanaan
nilai religius melalui kegiatan belajar mengajar perlu dilakukan
mengingat kegiatan belajar mengajar merupakan aktivitas utama siswa di
sekolah. Sehingga, guru perlu sepandai mungkin untuk mengintegrasikan
nilai religius di dalam pembelajaran.
2. Budaya Sekolah
Pelaksanaan pendidikan karakter melalui budaya sekolah
dilakukan melalui integrasi ke dalam kegiatan sehari-hari siswa di
sekolah. Pengertian budaya sekolah menurut Kemendiknas (2010: 19)
yaitu suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik berinteraksi
dengan sesamanya, antar anggota kelompok masyarakat di sekolah.
Ngainun Naim (2012: 127) berpendapat bahwa untuk
menciptakan suasana keagamaan di sekolah dengan interaksi sesama
(51)
36
Wiyani (2012: 140) menyampaikan bahwa pembentukan budaya sekolah
berbasis pendidikan karakter dapat dilakukan melalui empat hal yang
meliputi kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan pengondisian.
a. Kegiatan rutin
Ngainun Naim (2012: 125) menyatakan bahwa untuk
menanamkan nilai religius siswa dapat dilakukan melalui kegiatan
rutin dalam hari-hari belajar biasa yang terintegrasi dengan kegiatan
yang telah diprogramkan sehingga tidak memerlukan waktu khusus.
Kemendiknas (2010: 15) mendefinisikan kegiatan rutin sebagai
kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus-menerus dan
konsisten setiap saat.
Berikut ini contoh kegiatan rutin berkaitan dengan
pelaksanaan nilai religius di sekolah, yaitu dengan mengucapkan
salam sebelum dan sesudah kegiatan, berdoa sebelum dan sesudah
pelajaran, melaksanakan kegiatan infak, melakukan sholat
berjamaah, dan lain-lain. Kegiatan- kegiatan tersebut sangat perlu
untuk dilakukan secara rutin oleh peserta didik untuk menjadikan
sebuah kebiasaan bagi peserta didik.
b. Kegiatan spontan
Kemendiknas (2010: 15) mendefinisikan kegiatan spontan
sebagai kegiatan yang dilakukan peserta didik secara spontan pada
(52)
37
berpendapat bahwa kegiatan spontan itu terjadi pada saat itu juga,
secara spontan, pada waktu terjadi keadaan tertentu.
Kemendiknas (2010: 15) menyatakan bahwa kegiatan
spontan dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan
yang lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari
peserta didik dan perlu dikoreksi saat itu juga. Kegiatan spontan juga
berlaku untuk perilaku dan sikap peserta didik yang baik untuk
dipuji sementara yang kurang baik untuk dikoreksi. Ngainun Naim
(2012: 126) menyatakan bahwa guru dapat memberikan pengetahuan
nilai religius secara spontan ketika menghadapi sikap atau perilaku
peserta didik yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
Manfaat pendidikan secara spontan ini antara lain menjadikan
peserta didik langsung mengetahui dan menyadari kesalahan yang
dilakukannya dan langsung pula mampu memperbaikinya, dapat
dijadikan sebagai pelajaran atau hikmah bagi peserta didik lainnya,
jika perbuatan salah jangan ditiru, sebaliknya jika ada perbuatan
yang baik harus ditiru (Ngainun Naim, 2012: 126). Kegiatan ini
misalnya guru memberi teguran pada peserta didik yang tidak ikut
ibadah, kurang serius dalam berdoa, memberi pujian bagi siswa yang
sudah baik ibadahnya atau prestasi agamanya.
c. Keteladanan
Kemendiknas (2010: 16) mendefinisikan keteladanan sebagai
(53)
38
contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan
menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Muchlas
Samani dan Hariyanto, (2013: 146) berpendapat bahwa timbulnya
sikap dan perilaku peserta didik karena meniru perilaku dan sikap
guru dan tenaga kependidikan di sekolah.
Berdasakan uraian diatas, dapat diketahui bahwa seluruh
warga sekolah baik itu kepala sekolah, guru, atau siswa dapat
menjadi teladan bagi siswa sehingga perlu adanya teladan yang baik
untuk siswa. Keteladanan yang dapat dilakukan oleh warga sekolah
dalam pelaksanaan nilai religius dapat berwujud ketaatan dalam
beribadah, beribadah tepat waktu, dan lain-lain.
d. Pengondisian
Muchlas Samani dan Hariyanto, (2013: 147) mendefinisikan
pengondisian sebagai penciptaan kondisi yang mendukung
keterlaksanaan pendidikan karakter. Sementara Kemendiknas (2010:
16) menyatakan bahwa untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan
karakter maka sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung
kegiatan tersebut.
Ngainun Naim (2012: 126) berpendapat bahwa menciptakan
situasi atau keadaan religius bertujuan untuk mengenalkan kepada
peserta didik tentang pengertian dan tata cara pelaksanaan agama
dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu untuk menunjukkan
(54)
39
tergambar dari perilaku sehari-hari dari berbagai kegiatan yang
dilakukan oleh guru dan peserta didik.
Ngainun Naim (2012: 126) juga berpendapat bahwa untuk
menanamkan nilai religius perlu menciptakan lingkungan lembaga
pendidikan yang mendukung dalam menumbuhkan budaya religius
(religius culture). Ngainun Naim (2012: 127) juga mendeskripsikan
contoh menciptakan situasi atau keadaan religius dapat dilakukan
dengan pengadaan peralatan peribadatan seperti tempat untuk sholat
(masjid atau mushola), alat-alat sholat seperti sarung, peci, mukena,
sajadah, atau pengadaan Al Quran.
Berdasarkan uraian di atas, tampak jelas bahwa pengondisian
merupakan cara yang dilakukan dalam menciptakan kondisi yang
mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. Karakter yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai religius. Contoh
pengondisian antara lain dengan guru mengondisikan siswa dalam
berbagai aktivitas religius dan pengkonsisian fisik yang dilakukan
sekolah untuk mendukung pelaksanaan nilai religius seperti
pengadaan tempat ibadah, alat-alat ibadah, pengadaan Al Quran, dan
fasilitas lainnya seperti tulisan di dinding tentang ajakan beribadah.
Berdasarkan paparan di atas, dapat diuraikan bahwa pelaksanaan
pendidikan karakter melalui budaya sekolah ini dapat dilaksanakan
(55)
40
Seluruh kegiatan tersebut perlu dilaksanakan dengan kerja sama semua
pihak di sekolah agar berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
3. Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan tambahan yang
diadakan sekolah dalam menunjang kemampuan siswanya sesuai dengan
potensi yang dimiliki siswa. Novan Ardy Wiyani (2013: 110)
mendefinisikan kegiatan ekstrakurikuler sebagai kegiatan pendidikan
yang tercakup dalam kurikulum di luar mata pelajaran untuk
mengembangkan bakat, minat kreativitas, dan karakter peserta didik di
sekolah. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Ngainun Naim (2012:
127) bahwa salah satu cara menanamkan nilai religius siswa yaitu dengan
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengekspresikan diri,
menumbuhkan bakat, minat, dan kreativitas pendidikan agama dalam
keterampilan dan seni.
Berdasarkan paparan di atas, dapat diketahui bahwa kegiatan
ekstrakurikuler merupakan kegiatan di luar pembelajaran yang bertujuan
menumbuhkan bakat dan minat siswa. Kegiatan ekstrakurikuler yang
dilaksanakan berkaitan dengan nilai religius antara lain seperti membaca
Al Quran, adzan, sari tilawah, keikutsertaan dalam perlombaan,
pendampingan pada siswa yang ikut lomba, dan lain-lain.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikaji bahwa pelaksanaan nilai
religius dapat dilakukan dengan kegiatan yang terintegrasi terhadap seluruh
(56)
41
dan kegiatan ekstrakurikuler. Dalam kegiatan belajar mengajar perlu
tercantum dalam silabus dan RPP dan dalam proses pembelajarannya dalam
menanamkan nilai religius. Sementara melalui budaya sekolah dapat
dilakukan dengan kegiatan yang bersifat religius dapat berupa kegiatan rutin,
spontan, keteladanan, serta pengondisian. Sedangkan kegiatan ekstrakurikuler
juga perlu untuk mengembangkan potensi siswa terkait dengan nilai religius.
Seluruh kegiatan tersebut perlu dilaksanakan secara maksimal oleh
seluruh warga sekolah baik guru, siswa, dan pihak sekolah lainnya. Dalam
penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian mengenai pelaksanaan nilai
religius di SDIT Anak Sholeh melalui kegiatan belajar mengajar, budaya
sekolah, dan kegiatan ekstrakurikuler.
D. Indikator Keberhasilan Pelaksanaan Nilai Religius di Sekolah
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari pelaksanaan nilai religius
sebagai salah satu nilai dalam pendidikan karakter diperlukan suatu indikator
keberhasilan dalam pelaksanaan nilai religius tersebut. Kemendiknas (2010:
23) menyatakan bahwa ada 2 (dua) jenis indikator yang dikembangkan dalam
pedoman pendidikan karakter, yaitu 1) indikator untuk sekolah dan kelas dan
2) indikator untuk mata pelajaran.
Indikator keberhasilan sekolah dan kelas merupakan indikator
keberhasilan pelaksanaan nilai religius dalam lingkup sekolah dan kelas.
Indikator sekolah dan kelas dalam pengembangan karakter religius menurut
(57)
42
Tabel 2. Indikator Keberhasilan Pengembangan Karakter Religius
Indikator Sekolah Indikator Kelas
Merayakan hari-hari besar nasional
Memiliki fasilitas yang dapat digunakan untuk beribadah
Memberi kesempatan kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah
Berdoa sebelum dan sesudah pelajaran
Memberikan kesempatan
kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah
Sumber: Kemendiknas (2010: 25)
Sementara, indikator keberhasilan mata pelajaran menggambarkan
perilaku afektif seorang peserta didik berkenaan dengan mata pelajaran
tertentu (Kemendiknas, 2010: 25). Perilaku afektif dalam hal ini berkaitan
dengan nilai religius siswa yang berkenaan dengan mata pelajaran tertentu.
Berdasarkan paparan di atas, dapat diuraikan bahwa indikator
keberhasilan dalam pelaksanaan nilai religius baik itu indikator sekolah dan
kelas, maupun indikator mata pelajaran sangat diperlukan untuk mengukur
keberhasilan pelaksanaan nilai religius di sekolah. Dalam penelitian ini,
peneliti akan melihat keberhasilan sekolah mengenai pelaksanaan nilai
religius baik itu di sekolah dan kelas maupun dalam mata pelajaran.
E. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar
Hurlock, Elizabeth B (1980: 146) menyatakan bahwa anak usia
sekolah dasar merupakan label atau julukan dari akhir masa kanak-kanak atau
masa kanak-kanak akhir. Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 104) juga berpendapat
bahwa masa kanak-kanak akhir ini dialami anak yang berkisar pada usia 6
sampai 13 tahun. Pada masa ini anak mulai belajar di sekolah dasar untuk
(58)
43
Anak usia sekolah dasar merupakan masa-masa emas bagi anak dalam
belajar. Hal tersebut diperkuat oleh Hurlock, Elizabeth B (1980: 146) yang
menyatakan bahwa pada usia sekolah dasar ini, anak diharapkan memperoleh
dasar-dasar yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada
kehidupan dewasa, dan mempelajari berbagai keterampilan penting.
Berbagai perkembangan yang terjadi pada anak usia sekolah dasar
sangat perlu untuk diperhatikan dalam rangka mengembangkan potensi yang
dimiliki anak. Perkembangan anak tersebut meliputi perkembangan fisik,
kognitif, emosi, moral, dan sosial anak.
Perkembangan fisik anak usia sekolah dasar lebih stabil dan tenang,
kenaikan tinggi dan berat badan bervariasi antara anak yang satu dengan yang
lain. Anak banyak melakukan kegiatan fisik atau keterampilan gerak seperti
berlari, memanjat, melompat, naik sepeda, dan lain-lain (Rita Eka Izzaty, dkk,
2008: 105).
Piaget dalam Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 35) berpendapat bahwa anak
usia sekolah dasar memiliki kemampuan kognitif di mana awalnya berupa
konsep yang samar-samar sekarang menjadi lebih konkret. Anak sudah
mampu menggunakan kemampuan mentalnya untuk memecahkan
masalah-masalah yang bersifat konkret.
Perkembangan emosi pada anak usia sekolah dasar sangat kompleks.
Thompson dan Goodvin dalam Santrock, John W (2007: 18) menyatakan
bahwa anak pada masa ini menjadi lebih reflektif dan strategis dalam
(59)
44
menunjukkan empati yang tulus dan pemahaman emosional lebih tinggi dari
masa sebelumnya. Pergaulan anak usia sekolah dasar semakin luas dengan
teman sekolah dan teman sebayanya sehingga dapat mengembangkan
emosinya. Misalnya anak belajar bahwa ungkapan emosi yang kurang baik
tidak diterima oleh temannya sehingga anak belajar mengendalikan emosinya
(Rita Eka Izzaty, dkk, 2008: 111).
Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 110) menyatakan bahwa pada tahap ini,
perkembangan moral anak ditandai dengan kemampuan anak untuk
memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku di masyarakat. Perilaku
moral anak banyak dipengaruhi oleh pola asuh orang tua dan perilaku
orang di sekitarnya. Dengan demikian, peran serta dari orang tua dan
orang-orang di sekitarnya tak terkecuali pihak sekolah sangat diperlukan dalam
menumbuhkan perilaku moral yang baik bagi anak.
Piaget dalam Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 110) berpendapat bahwa
pada usia 5 sampai 12 tahun konsep anak tentang keadilan sudah berubah.
Pengertian yang kaku tentang benar dan salah yang telah dipelajari menjadi
berubah. Dalam hal ini, anak dapat menerjemahkan mana yang baik dan mana
yang buruk tergantung pada situasi yang dihadapinya.
Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 111) berpendapat bahwa dalam rangka
mengembangkan moral anak, nilai-nilai agama merupakan hal yang penting
dalam membentuk sikap dan kepribadian anak. Misalnya dengan
mengenalkan nilai-nilai agama dan memberikan pengarahan mengenai hal-hal
(60)
45
yang menjadi landasan bagi pendidik untuk menanamkan nilai-nilai religius
pada peserta didik pada usia sekolah dasar.
Perkembangan sosial anak usia sekolah dasar dapat dilihat dari
pergaulannya di lingkungan baik dalam berhubungan dengan teman sekolah
maupun dengan teman sebayanya. Hurlock, Elizabeth B (1980: 148)
menyatakan bahwa anak usia ini sering disebut usia bermain karena luasnya
minat dan kegiatan bermain anak usia ini. Dengan demikian, pada masa ini
anak cenderung lebih berminat atau lebih menyukai bermain dibanding masa
yang lain.
Berdasarkan paparan di atas, dapat diuraikan bahwa anak usia sekolah
dasar merupakan masa yang penting dalam membentuk pribadi yang baik
berdasarkan pada perkembangan fisik, kognitif, emosi, moral dan sosialnya.
Anak usia sekolah dasar memiliki karakteristik yang unik sehingga dalam
penanamaan nilai religius di sekolah juga harus selalu memperhatikan
perkembangan anak. Hal ini perlu dilakukan agar anak dapat tumbuh dan
berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya dalam rangka
pembentukan karakter religius siswa di sekolah.
F. Kerangka Berpikir
Pendidikan karakter merupakan upaya untuk menanamkan nilai-nilai
karakter mulia kepada peserta didik dalam rangka memperbaiki karakter
bangsa yang kurang bagus dan membentuk manusia Indonesia yang
(61)
46
sangatlah penting adanya. Nilai religius merupakan suatu nilai yang
menunjukkan adanya keyakinan terhadap Tuhan dan melaksanakan segala
cara atau usaha sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Dengan nilai
religius, manusia akan mengendalikan tingkah lakunya agar tidak
menyimpang dari agama yang dianutnya. Oleh karena itu, nilai religius sangat
dianjurkan untuk dimiliki oleh setiap orang.
Nilai religius perlu ditanamkan pada anak sejak usia sedini mungkin
seperti ketika masih sekolah dasar. Nilai religius ini dapat dilaksanakan
sesuai dengan pelaksanaan pendidikan karakter, yaitu melalui kegiatan belajar
mengajar, budaya sekolah, dan kegiatan ekstrakurikuler. Pelaksanaan nilai
religius ini memerlukan kerja sama yang baik oleh seluruh warga sekolah
agar dapat terlaksana sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu,
sekolah diharapkan dapat melaksanakan nilai religius sebagai salah satu nilai
dalam pendidikan karakter dengan baik.
G. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan kajian teori di atas, maka dapat dimunculkan pertanyaan
penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana pelaksanaan nilai religius berupa keyakinan agama, praktik
agama, pengetahuan agama, pengalaman agama, dan pengamalan agama
(62)
47
2. Bagaimana pelaksanaan nilai religius berupa keyakinan agama, praktik
agama, pengetahuan agama, pengalaman agama, dan pengamalan agama
dalam budaya sekolah di SDIT Anak Sholeh?
3. Bagaimana pelaksanaan nilai religius berupa keyakinan agama, praktik
agama, pengetahuan agama, pengalaman agama, dan pengamalan agama
(63)
48
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Peneliti bermaksud
untuk meneliti secara mendalam tentang pelaksanaan nilai religius di SDIT
Anak Sholeh. Hal ini sesuai dengan pendapat Nana Syaodih Sukmadinata
(2010: 60) yang menyatakan bahwa penelitian kualitatif (qualitative
research) adalah suatu penelitian yang ditujukan unjuk mendeskripsikan dan
menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan,
persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Peneliti
bermaksud mendeskripsikan dengan apa adanya kegiatan pelaksanaan nilai
religius di SDIT Anak Sholeh tanpa memberikan perlakuan terhadap subjek
yang diteliti. Hasil penelitian ini bukan angka melainkan berupa deskripsi
mendalam mengenai pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh. Peneliti
bermaksud untuk mendeskripsikan tentang pelaksanaan nilai religius di SDIT
Anak Sholeh melalui kegiatan belajar mengajar, budaya sekolah, dan kegiatan
ekstrakurikuler. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nana Syaodih
Sukmadinata (2010: 54) yang menyatakan bahwa penelitian deskriptif
(descriptive research) adalah suatu metode penelitian yang ditujukan untuk
menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung saat ini
(64)
49
B. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini dipilih secara purposive yaitu dipilih
dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Subjek dalam penelitian ini adalah
kepala sekolah, guru agama, guru kelas III dan V, dan siswa kelas III dan V
SDIT Anak Sholeh. Berikut ini penjelasan dari masing-masing subjek
penelitian.
1. Kepala sekolah
Kepala sekolah dipilih sebagai subjek penelitian karena kepala
sekolah merupakan pemimpin yang menentukan kebijakan yang akan
diterapkan di sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah lebih mengetahui
tentang segala program yang ada di sekolah termasuk data terkait dengan
pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh.
2. Guru agama
Guru agama dipilih sebagai subjek penelitian karena guru agama
merupakan salah satu pelaksana nilai religius di sekolah yang memasuki
semua kelas dalam pembelajaran Agama Islam. Oleh karena itu, guru
agama dijadikan sumber data terkait pelaksanaan nilai religius.
3. Guru kelas III dan V
Guru dipilih sebagai subjek penelitian karena merupakan salah
satu pelaksana dalam pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh.
Guru kelas III dipilih sebagai perwakilan guru kelas rendah, sedangkan
guru kelas V dipilih sebagai perwakilan guru kelas tinggi. Selain itu, guru
(65)
50
dijadikan sebagai subjek penelitian. Data tersebut diperoleh baik dalam
proses pembelajaran maupun di luar pembelajaran.
4. Siswa kelas III dan V
Siswa kelas III dan V yang dipilih sebagai subjek penelitian
adalah 3 siswa dari masing-masing kelas. Siswa kelas III dipilih sebagai
subjek penelitian dari kelas rendah karena siswa kelas III sudah bisa
diajak berkomunikasi dalam rangka kegiatan wawancara dengan siswa
terkait pelaksanaan nilai religius. Sementara kelas V dipilih sebagai
subjek penelitian kelas tinggi karena siswa kelas V merupakan siswa
dengan usia paling tua di sekolah sehingga lebih mudah diajak
berkomunikasi. Di SDIT Anak Sholeh ini baru terdiri dari kelas I sampai
kelas V.
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Berikut ini waktu dan tempat dilaksanakannya penelitian.
1. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 sampai bulan Maret
2016.
2. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDIT Anak Sholeh yang berlokasi di Desa
Argorejo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah
(66)
51
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah
melalui observasi, wawancara, dan dokumen. Berikut ini penjelasan
mengenai masing-masing teknik pengumpulan data tersebut.
1. Observasi
Peneliti melakukan observasi tentang pelaksanaan nilai religius di
SDIT Anak Sholeh. Observasi yang dilakukan berkaitan dengan
pelaksanaan nilai religius melalui kegiatan belajar mengajar, budaya
sekolah, dan kegiatan ekstrakurikuler. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Nana Syaodih Sukmadinata (2010: 220) yang menyatakan
bahwa observasi (observation) atau pengamatan merupakan suatu teknik
atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan
terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.
Observasi yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini
adalah observasi nonpartisipan. Jadi, peneliti sebagai pengamat dalam
kegiatan pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh dan tidak ikut
terlibat dalam kegiatan tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Sugiyono (2013: 204) yang menyatakan bahwa observasi nonpartisipan
adalah di mana peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat
independen.
2. Wawancara
Peneliti menggunakan teknik wawancara dalam pengumpulan
(67)
52
terkait pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh. Peneliti
melakukan wawancara dengan kepala sekolah, guru dan siswa SDIT
Anak Sholeh.
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
wawancara semi terstruktur karena wawancara semi terstruktur termasuk
dalam kategori wawancara mendalam (indepth interview). Peneliti
berupaya untuk mengetahui lebih dalam dan terbuka terkait pelaksanaan
nilai religius di SDIT Anak Sholeh. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Sugiyono (2013: 320) yang menyatakan bahwa tujuan dari wawancara
semi terstruktur adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih
terbuka. Peneliti melakukan wawancara dengan kepala sekolah, guru
agama, guru kelas III dan V, dan siswa kelas III dan V.
3. Dokumen
Dokumen yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah
data-data tentang pelaksanaan nilai religius di SDIT Anak Sholeh. Dokumen
tersebut antara lain dokumen tentang program-program sekolah, foto-foto
kegiatan, RPP, silabus atau dokumen lain terkait dengan pelaksanaan
nilai religius di SDIT Anak Sholeh, Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Uhar Suharsaputra (2012: 215) yang menyatakan bahwa dokumen
merupakan rekaman kejadian masa lalu yang ditulis atau dicetak,
dokumen ini dapat berupa catan anekdot, surat, buku harian, dan
(1)
214
Gambar 13. Al Quran di Masid Gambar 14. Poster Ajakan Beribadah
Gambar 15. Tulisan Doa Sholat Dhuha Gambar 16. Tulisan Rukun Iman
(2)
215
Gambar 19. Tulisan Huruf Hijaiyah Gambar 20. Piala yang Diraih Siswa
Gambar 21. Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka Gambar 22. Kegiatan Ekstrakurikuler Qiroati
Gambar 23. Kegiatan Ekstrakurikuler Seni Musik Gambar 24 . Lagu Religius pada Kegiatan Ekstrakurikuler Seni Musik
Gambar 25. Kegiatan Market Day Gambar 26. Kegiatan Mentoring
(3)
216
Lampiran 12. Surat Ijin Penelitian
(4)
(5)
(6)