41 dan kegiatan ekstrakurikuler. Dalam kegiatan belajar mengajar perlu
tercantum dalam silabus dan RPP dan dalam proses pembelajarannya dalam menanamkan nilai religius. Sementara melalui budaya sekolah dapat
dilakukan dengan kegiatan yang bersifat religius dapat berupa kegiatan rutin, spontan, keteladanan, serta pengondisian. Sedangkan kegiatan ekstrakurikuler
juga perlu untuk mengembangkan potensi siswa terkait dengan nilai religius. Seluruh kegiatan tersebut perlu dilaksanakan secara maksimal oleh
seluruh warga sekolah baik guru, siswa, dan pihak sekolah lainnya. Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian mengenai pelaksanaan nilai
religius di SDIT Anak Sholeh melalui kegiatan belajar mengajar, budaya sekolah, dan kegiatan ekstrakurikuler.
D. Indikator Keberhasilan Pelaksanaan Nilai Religius di Sekolah
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari pelaksanaan nilai religius sebagai salah satu nilai dalam pendidikan karakter diperlukan suatu indikator
keberhasilan dalam pelaksanaan nilai religius tersebut. Kemendiknas 2010: 23 menyatakan bahwa ada 2 dua jenis indikator yang dikembangkan dalam
pedoman pendidikan karakter, yaitu 1 indikator untuk sekolah dan kelas dan 2 indikator untuk mata pelajaran.
Indikator keberhasilan sekolah dan kelas merupakan indikator keberhasilan pelaksanaan nilai religius dalam lingkup sekolah dan kelas.
Indikator sekolah dan kelas dalam pengembangan karakter religius menurut Kemendiknas 2010: 25 dapat dilihat pada tabel berikut.
42 Tabel 2. Indikator Keberhasilan Pengembangan Karakter Religius
Indikator Sekolah Indikator Kelas
Merayakan hari-hari
besar nasional
Memiliki fasilitas yang dapat digunakan untuk beribadah
Memberi kesempatan kepada semua
peserta didik
untuk melaksanakan ibadah
Berdoa sebelum dan sesudah pelajaran
Memberikan kesempatan
kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah
Sumber: Kemendiknas 2010: 25 Sementara, indikator keberhasilan mata pelajaran menggambarkan
perilaku afektif seorang peserta didik berkenaan dengan mata pelajaran tertentu Kemendiknas, 2010: 25. Perilaku afektif dalam hal ini berkaitan
dengan nilai religius siswa yang berkenaan dengan mata pelajaran tertentu. Berdasarkan paparan di atas, dapat diuraikan bahwa indikator
keberhasilan dalam pelaksanaan nilai religius baik itu indikator sekolah dan kelas, maupun indikator mata pelajaran sangat diperlukan untuk mengukur
keberhasilan pelaksanaan nilai religius di sekolah. Dalam penelitian ini, peneliti akan melihat keberhasilan sekolah mengenai pelaksanaan nilai
religius baik itu di sekolah dan kelas maupun dalam mata pelajaran.
E. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar
Hurlock, Elizabeth B 1980: 146 menyatakan bahwa anak usia sekolah dasar merupakan label atau julukan dari akhir masa kanak-kanak atau
masa kanak-kanak akhir. Rita Eka Izzaty, dkk 2008: 104 juga berpendapat bahwa masa kanak-kanak akhir ini dialami anak yang berkisar pada usia 6
sampai 13 tahun. Pada masa ini anak mulai belajar di sekolah dasar untuk pertama kalinya dan sampai pada akhir belajar di sekolah dasar.
43 Anak usia sekolah dasar merupakan masa-masa emas bagi anak dalam
belajar. Hal tersebut diperkuat oleh Hurlock, Elizabeth B 1980: 146 yang menyatakan bahwa pada usia sekolah dasar ini, anak diharapkan memperoleh
dasar-dasar yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa, dan mempelajari berbagai keterampilan penting.
Berbagai perkembangan yang terjadi pada anak usia sekolah dasar sangat perlu untuk diperhatikan dalam rangka mengembangkan potensi yang
dimiliki anak. Perkembangan anak tersebut meliputi perkembangan fisik, kognitif, emosi, moral, dan sosial anak.
Perkembangan fisik anak usia sekolah dasar lebih stabil dan tenang, kenaikan tinggi dan berat badan bervariasi antara anak yang satu dengan yang
lain. Anak banyak melakukan kegiatan fisik atau keterampilan gerak seperti berlari, memanjat, melompat, naik sepeda, dan lain-lain Rita Eka Izzaty, dkk,
2008: 105. Piaget dalam Rita Eka Izzaty, dkk 2008: 35 berpendapat bahwa anak
usia sekolah dasar memiliki kemampuan kognitif di mana awalnya berupa konsep yang samar-samar sekarang menjadi lebih konkret. Anak sudah
mampu menggunakan kemampuan mentalnya untuk memecahkan masalah- masalah yang bersifat konkret.
Perkembangan emosi pada anak usia sekolah dasar sangat kompleks. Thompson dan Goodvin dalam Santrock, John W 2007: 18 menyatakan
bahwa anak pada masa ini menjadi lebih reflektif dan strategis dalam kehidupan emosional mereka, tetapi anak juga memiliki kemampuan
44 menunjukkan empati yang tulus dan pemahaman emosional lebih tinggi dari
masa sebelumnya. Pergaulan anak usia sekolah dasar semakin luas dengan teman sekolah dan teman sebayanya sehingga dapat mengembangkan
emosinya. Misalnya anak belajar bahwa ungkapan emosi yang kurang baik tidak diterima oleh temannya sehingga anak belajar mengendalikan emosinya
Rita Eka Izzaty, dkk, 2008: 111. Rita Eka Izzaty, dkk 2008: 110 menyatakan bahwa pada tahap ini,
perkembangan moral anak ditandai dengan kemampuan anak untuk memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku di masyarakat. Perilaku
moral anak banyak dipengaruhi oleh pola asuh orang tua dan perilaku orang- orang di sekitarnya. Dengan demikian, peran serta dari orang tua dan orang-
orang di sekitarnya tak terkecuali pihak sekolah sangat diperlukan dalam menumbuhkan perilaku moral yang baik bagi anak.
Piaget dalam Rita Eka Izzaty, dkk 2008: 110 berpendapat bahwa pada usia 5 sampai 12 tahun konsep anak tentang keadilan sudah berubah.
Pengertian yang kaku tentang benar dan salah yang telah dipelajari menjadi berubah. Dalam hal ini, anak dapat menerjemahkan mana yang baik dan mana
yang buruk tergantung pada situasi yang dihadapinya. Rita Eka Izzaty, dkk 2008: 111 berpendapat bahwa dalam rangka
mengembangkan moral anak, nilai-nilai agama merupakan hal yang penting dalam membentuk sikap dan kepribadian anak. Misalnya dengan
mengenalkan nilai-nilai agama dan memberikan pengarahan mengenai hal-hal yang terpuji atau tercela pada anak. Hal ini menjadi salah satu faktor penting
45 yang menjadi landasan bagi pendidik untuk menanamkan nilai-nilai religius
pada peserta didik pada usia sekolah dasar. Perkembangan sosial anak usia sekolah dasar dapat dilihat dari
pergaulannya di lingkungan baik dalam berhubungan dengan teman sekolah maupun dengan teman sebayanya. Hurlock, Elizabeth B 1980: 148
menyatakan bahwa anak usia ini sering disebut usia bermain karena luasnya minat dan kegiatan bermain anak usia ini. Dengan demikian, pada masa ini
anak cenderung lebih berminat atau lebih menyukai bermain dibanding masa yang lain.
Berdasarkan paparan di atas, dapat diuraikan bahwa anak usia sekolah dasar merupakan masa yang penting dalam membentuk pribadi yang baik
berdasarkan pada perkembangan fisik, kognitif, emosi, moral dan sosialnya. Anak usia sekolah dasar memiliki karakteristik yang unik sehingga dalam
penanamaan nilai religius di sekolah juga harus selalu memperhatikan perkembangan anak. Hal ini perlu dilakukan agar anak dapat tumbuh dan
berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya dalam rangka pembentukan karakter religius siswa di sekolah.
F. Kerangka Berpikir