LATAR BELAKANG MASALAH PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Na- sional menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki keku- atan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mu- lia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, Aqib, 2009:14-16. Hal tersebut didukung dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang standar proses bahwa pembelajaran diartikan sebagai suatu proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan bel- ajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien Depdiknas, 2007:6. Selanjutnya Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 37 ayat 1 menetapkan kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat : pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, Ilmu Pengetahuan Alam IPA, Ilmu Pengetahuan Sosial IPS, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilankejuruan dan muatan lokal. Team Media, 2005:26 Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD IPA di SDMI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan men- jadi patokan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pen- didikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mem- pelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian ter- sebut maka pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar IPA di SDMI didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, be- kerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sis- tematis, sehingga IPA bukan hanya sekadar penguasaan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja. Dari uraian di atas diketahui bahwa proses pembelajaran IPA berorientasi pada pemberian pengalaman lang- sung untuk mengembangkan kompetensi agar dapat menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. IPA diarahkan untuk menemukan dan berbuat sendiri sehingga dapat membantu peserta didik dalam memperoleh pemahaman yang le- bih mendalam tentang alam sekitar Depdiknas, Standar Isi 2007: 484. Tujuan mata pelajaran IPA adalah agar siswa memperoleh keyakinan ter- hadap kebesaran Tuhan YME atas keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya dan memiliki keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar de- ngan mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari, memecahkan masalah dan membuat ke- putusan. Dengan mempelajari IPA siswa dapat mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Selain itu peserta didik juga memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam serta menghargai alam dan segala keteraturan- nya sebagai salah satu ciptaan Tuhan Depdiknas, Standar Isi 2007:485. IPA merupakan mata pelajaran yang memiliki ruang lingkup meliputi as- pek-aspek makhluk hidup dan proses kehidupannya, benda atau energi serta sifat- sifat dan kegunaannya, energi dan perubahannya, serta bumi dan alam semesta. Berdasarkan ruang lingkup di atas, pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan de- ngan inkuiri ilmiah. Dengan inkuri ilmiah diharapkan dapat menumbuhkan ke- mampuan berfikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA SDMI menekankan pada pemberian pengalaman langsung kepada peserta didik melalui penggunaan dan penggembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah Depdiknas, Standar Isi 2007: 484. Tujuan Ilmu Pengetahuan Alam IPA dalam KTSP tersebut sudah mengarahkan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar untuk membangun kemampuan siswa dalam memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang alam sekitar, mendorong untuk bekerja ilmiah, dan menemukan pengetahuan sendiri dengan guru sebagai fasilitator. Namun kenyataan di lapangan menggambarkan kualitas pembelajaran IPA masih rendah. Pembahasan lebih lanjut mengenai kualitas pembelajaran IPA yang ren- dah ditunjukkan dari hasil studi internasional tentang perolehan atau pencapaian IPA dan Matematika yang dilakukan oleh TIMSS Trends in Internasional Mathematics and Science Study terhadap pencapaian sains anak kelas 4 9 tahun saat di tes dan kelas 8 13 tahun saat di tes dengan ruang lingkup do-main konten dan domain kognitif, untuk domain konten dibedakan: level kelas 4 mencakup Life science, Physical science, dan Earth science. Untuk level kelas 8 mendapat tambahan Kimia Chemistry dan pengetahuan lingkungan Environ- mental science , menunjukkan bahwa dari 38 negara yang berpartisipasi pada ta- hun 1999 dan dari 46 negara yang berpartisipasi pada tahun 2003, masing-masing anak Indonesia menempati peringkat 32 dan 37. Skor rata-rata perolehan anak In- donesia untuk IPA mencapai 420,221, skor ini tergolong ke dalam kategori low bencmark artinya siswa baru mengenal beberapa konsep mendasar dalam Fisika dan Biologi. Kemudian hasil penelitian PISA the Programme for International Student Assessment tahun 2000 dan tahun 2003 menunjukkan bahwa literasi sains anak-anak Indonesia usia 15 tahun masing-masing berada pada peringkat ke 38 dari 41 negara dan peringkat ke 38 dari 40 negara Bastari Purwadi, 2006. Ini artinya bahwa siswa-siswa Indonesia tersebut diduga baru mampu mengingat pengetahuan ilmiah berdasarkan fakta sederhana Rustaman, 2006b. Depdiknas, 2007:21. Panduan Seminar Sehari Hasil Studi Internasional Prestasi Siswa Indo- nesia dalam bidang Matematika, Sains, dan Membaca juga menunjukkan bahwa salah satu sebab rendahnya mutu lulusan adalah belum efektifnya proses pembel- ajaran. Proses pembelajaran masih terlalu berorientasi terhadap penguasaan teori dan hafalan dalam semua bidang studi yang menyebabkan kemampuan belajar pe- serta didik menjadi terhambat. Metode pembelajaran yang terlalu berorientasi ke- pada guru teacher centered cenderung mengabaikan hak-hak dan kebutuhan, serta pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan, dan mencerdaskan kurang optimal. Naskah akademik, 2007:21 Permasalahan proses pembelajaran yang belum efektif ditemukan juga di SDN Mangkangkulon 01 yang menunjukkan kualitas pembelajaran IPA yang ku- rang optimal. Berdasarkan hasil refleksi peneliti dengan tim kolaborator melalui data observasi, wawancara, catatan lapangan, dan data dokumen hasil belajar sis- wa pada pembelajaran IPA, hal tersebut dikarenakan pembelajaran kurang mem- bangkitkan minat dan keingintahuan siswa. Dalam kegiatan belajar mengajar, pe- nyampaian materi oleh guru kurang memaksimalkan penggunaan model pembel- ajaran yang inovatif misalnya cenderung menyampaikan materi secara langsung kurang ada interaksi dengan siswa. Pembelajaran cenderung hanya secara klasikal dan kurang menekankan diskusi kelompok dalam pembelajaran untuk melatih sis- wa bekerja sama dan berfikir kritis. Guru kurang memotivasi siswa dalam menje- laskan materi yang dibahas saat diskusi menggunakan kalimatnya sendiri, guru kurang memberikan penerapan konsep dan keterampilan siswa dalam situasi ber- beda dari apa yang telah dipelajari. Selain itu ditunjukkan juga dengan kurangnya memaksimalkan penggunaan media pembelajaran yang interaktif dan menarik. Keadaan tersebut membuat peserta didik merasa bosan dan jenuh dengan pembel- ajaran yang diberikan guru. Sebagian besar peserta didik membuat suasana belajar kurang kondusif, banyak diantara peserta didik yang bermain sendiri dan berbica- ra dengan teman sebangku saat guru menjelaskan materi. Sehingga pada saat ta- nya jawab, ketika siswa diberi kesempatan bertanya dan menjawab pertanyaan yang diberikan guru hanya siswa tertentu saja yang bisa menjawab dan yang lain hanya diam. Keadaan tersebut menunjukkan kualitas pembelajaran IPA yang kurang optimal. Hal itu didukung data dari pencapaian hasil belajar siswa pada pembel- ajaran IPA tahun 20122013 pada semester 1 yang belum memenuhi Kriteria Ke- tuntasan Minimal KKM sekolah yaitu 61. Data tersebut menunjukkan bahwa 70 21 dari 30 siswa kelas V SDN Mangkangkulon 01 kurang bisa memahami materi IPA dan tidak memenuhi KKM. Jadi hanya 30 9 dari 30 siswa yang tuntas KKM. Dengan nilai tertinggi yaitu 85 dan nilai terendah yaitu 42 kemudian nilai rata-rata kelas 58,46 dan belum mencapai KKM 61. Keadaan tersebut ti- dak hanya dilihat dari data kuantitatif siswa tetapi dari aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung. Selama pembelajaran berlangsung ada 8 siswa yang mengalami kesulitan belajar kemudian ada 1 anak yang berkebutuhan khusus yang mengalami keterlambatan dalam belajar. Dan ada 6 siswa yang ramaiber- gurau mengganggu konsentrasi belajar siswa lain. Pembelajaran yang efektif dan berkualitas adalah pembelajaran yang mampu membawa siswa mencapai tujuan pembelajaran atau kompetensi yang di- harapkan. Berdasarkan data dari pencapaian hasil belajar siswa yang belum me- menuhi KKM dan aktivitas siswa saat pembelajaran menunjukkan bahwa pembel- ajaran kurang efektif dan berkualitas. Permasalahan ini harus segera diatasi, jika masalah tersebut tidak segera dipecahkan akan berdampak negatif terhadap ku- alitas pembelajaran di kelas. Maka dalam hal ini peneliti dan tim kolaborator me- netapkan alternatif tindakan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran IPA me- lalui penelitian tindakan kelas dengan menerapkan pembelajaran yang lebih ino- vatif dengan media yang menarik. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan mo- del siklus belajar Learning Cycle dengan media Flashcard yang diharapkan meningkatkan keterampilan guru, aktivitas siswa dan hasil belajar yang maksimal. Pembelajaran dengan menggunakan siklus belajar Learning Cycle me- rupakan contoh model pembelajaran kontruktivistik yang dapat menciptakan ke- sempatan untuk memberikan pengalaman fisik, dan interaksi sosial. Dengan kata lain, penggunaan model pembelajaran ini dapat menciptakan pengalaman-penga- laman belajar dalam pembentukan konsep. Pengalaman ini menyebabkan siswa untuk bertanya tentang pemikiran mereka mengenai konsep tertentu. Guru hanya menjadi fasilitas saat pembelajaran dan anak berusaha menemukan pengetahuan sendiri yang didapat dari interaksi sosial. Model siklus belajar lebih bermakna ba- gi siswa karena siswa tidak lagi merasakan model transmisi pasif di mana siswa penerima pengetahuan dari guru saja tetapi memberikan pengalaman belajar aktif. Pernyataan ini didukung oleh Slavin dalam Baharudin dan Wahyuni, 2012:116 yang menyatakan bahwa dalam proses belajar dan pembelajaran siswa harus terlibat aktif dan siswa menjadi pusat kegiatan belajar dan pembelajaran di kelas. Guru dapat memfasilitasi proses ini dengan mengajar menggunakan cara- cara yang membuat sebuah informasi menjadi bermakna dan relevan bagi siswa. Menurut Simatupang, 2008:63 siklus belajar adalah suatu model pem- belajaran yang berpusat pada pebelajar student centered. Dalam hal ini model siklus belajar atau Learning Cycle disingkat dengan LC. LC merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga peserta belajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Wena, 2011:170 mengemukakan siklus belajar merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis. Me- nurut Lawson, 1994:168 The learning cycle is a method of instruction that con- sist of three phase called exploration, term introduction and concept application . Maksud dari pernyataan tersebut adalah model siklus belajar merupakan model pembelajaran yang terdiri dari tiga fasetahap yaitu eksplorasi, pengenalan konsep dan penerapan konsep. Menurut Lorsbach dalam Wena, 2011: 171, pada proses selanjutnya ti- ga tahap siklus tersebut mengalami pengembangan. Tiga siklus tersebut saat ini dikembangkan menjadi lima tahap yang terdiri atas tahap a pembangkitan minat engagement, b eksplorasi exploration, c penjelasan explanation, d ela- borasi elaboration extention, dan e evaluasi evaluation. Model siklus belajar dimulai dengan pembangkitan minat dan keingintahuan peserta didik mempre- diksi fenomena yang akan dipelajari dengan pertanyaan-pertanyaan awal, setelah itu akan muncul permasalahan lain yang selanjutnya didiskusikan pada pada saat ekplorasi dengan siswa bekerja sama dalam kelompok, kemudian saat menjelaskan hasil diskusi dalam kelompok siswa didorong untuk menjelaskan suatu konsep dengan kalimat sendiri selanjutnya siswa menerapkan konsep dan keterampilan dalam situasi baru yang didapatkan selama pembelajaran dan yang terakhir dilakukan evaluasi untuk melihat efektifitas dari pembelajaran. Menurut Simatupang, 2008:67 dalam kajiannya yang berjudul “Pembelajaran model siklus belajar Learning Cycle” menyatakan bahwa implementasi Learning Cycle dalam pembelajaran sains menunjukkan keberhasilan model ini dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Pembelajaran peserta didik yang pendidiknya menerapkan Learning Cycle mempunyai keterampilan menjelaskan lebih baik dari pada pendidik yang menerapkan metode ekspositori. Untuk menunjang keefektifan pembelajaran akan dibantu dengan media Flashcard . Peneliti memilih media Flashcard untuk menunjang kefektifan model siklus belajar Learning Cycle karena Flashcard disajikan dalam bentuk kartu bergambar yang mudah dibawa, praktis, mudah diingat dan menyenangkan. Hal ini didukung dengan pernyataan Sudjana dan Rivai, 2010:4 bahwa penggunaan media tidak dilihat dan dinilai dari segi kecanggihan medianya, tetapi adalah fungsi dan peranannya dalam membantu mempertinggi proses pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran sangat bergantung kepada tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, kemudahan memperoleh media yang diperlukan serta kemampuan guru menggunakan media dalam proses pengajaran. Menurut Susilana dan Riyana, 2008:95 Flashcard adalah media pembelajaran dalam bentuk kartu bergambar yang berukuran 25x30 cm. Gambar-gambarnya dibuat menggunakan tangan atau foto, atau memanfaatkan gambarfoto yang sudah ada yang ditempelkan pada lembaran-lembaran Flashcard. Gambar-gambar yang ada pada Flashcard merupakan rangkaian pesan yang disajikan dengan keterangan setiap gambar yang dicantumkan pada bagian belakangnya. Hal tersebut akan membuat anak lebih mudah memahami dan mengingat materi yang diajarkan karena siswa melakukan kegiatan pengamatan dengan gambar-gambar berwarna dan pesan yang mudah diingat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbaikan kualitas pembelajaran IPA menggunakan model siklus belajar Learning Cycle dengan media Flashcard akan membuat siswa menerima pengetahuan yang lebih bermakna dan terasa menyenangkan saat pembelajaran. Manfaatnya dalam pembelajaran siswa termotivasi dalam belajar, minat dan rasa ingin tahu siswa bertambah dan lebih aktif berpartisipasi dalam pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Adapun penelitian yang mendukung yaitu penelitian dari Subagya dan Wiratma, 2008:271 dengan judul “ Penerapan Model Siklus Belajar Berbasis Tri Pramana Pada Pembelajaran Sains Di Sekolah”. Dalam penelitiannya me- nunjukkan bahwa pembelajaran sains yang dilakukan dengan model siklus belajar mampu mendorong siswa untuk aktif dan kreatif dalam belajar, serta mampu me- numbuhkembangkan suasana belajar yang menyenangkan. Efektifitas pembelajar- an diukur dari jumlah siswa yang mencapai standar ketuntasan nilai sebesar 36 untuk SD, 72,2 untuk SMP dan 23,5 untuk SMA. Berdasarkan hasil penelitian ini model siklus belajar dapat digunakan untuk melaksanakan pembelajaran sains. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti akan melakukan penelitian tin- dakan kelas dengan judul “Penerapan Model Siklus Belajar Learning Cycle de- ngan Media Flashcard untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPA pada Sis- wa Kelas V SDN Mangkangkulon 01”.

1.2 RUMUSAN MASALAH DAN PEMECAHAN MASALAH

Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL MAKE A MATCH BERBANTUAN FLASHCARD UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS PADA SISWA KELAS V SDN MANGKANGKULON 01 KOTA SEMARANG

0 9 318

PENERAPAN MODEL NUMBERED HEADS TOGETHER BERBANTUAN MEDIA VISUAL UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS V SDN PURWOYOSO 01 KOTA SEMARANG

0 7 230

PENERAPAN MODEL SIKLUS BELAJAR BERBANTUAN MEDIA AUDIOVISUAL UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS SISWA KELAS IVA SDN KALIBANTENG KIDUL 01 KOTA SEMARANG

0 5 407

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) DENGAN MEDIA CROSSWORD PUZZLE PADA SISWA KELAS IV SDN MANGKANGKULON 01

1 6 306

PENERAPAN MODEL QUANTUM TEACHING BERBANTUAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA PADA SISWA KELAS IVB SDN KARANGANYAR 01 SEMARANG

1 13 338

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL COOPERATIVE SCRIPT DENGAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS V SDN MANGKANGKULON 01 KOTA SEMARANG

1 11 323

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL LEARNING CYCLE BERBANTUAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS IV SDN MANGKANGKULON 1 KOTA SEMARANG

0 9 447

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXSTUAL TEACHING AND LEARNING DENGAN MEDIA VISUAL PADA SISWA KELAS V SDN MANGKANGKULON 01 KOTA SEMARANG

4 62 323

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ipa Pada Siswa Kelas V SD Negeri 01 Bangsri Kecamatan Karangpan

0 1 15

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS V Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ipa Pada Siswa Kelas V SD Negeri 01 Bangsri Kecamatan Karang

0 1 16