7 beberapa jenis rumput laut di Indonesia yang memiliki nilai ekonomis sesuai dengan
hasil ekstraksinya, antara lain Gracilaria Sp, Gelidium, Gelidiopsis, dan Hypnea yang merupakan rumput laut penghasil agar-agar agarophyte, Euchema spinosum,
E. cotonii, dan E. striatum merupakan rumput laut penghasil karagenan
Carragenophyt, Sargassum, Marcocystis, dan Lessonia merupakan rumput laut penghasil algin.
Rumput laut jenis Euchema cotonii yang merupakan bagian dari ganggang merah, merupakan jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di Indonesia.
Euchema cotonii tumbuh di berbagai wilayah, antara lain Teluk Banten, Kepulauan
Seribu, perairan Sulawesi, perairan Nusa Penida, Bali, dan perairan Pelabuhan Ratu Atmaja et al., 1995. Atmaja et al., 1995 menambahkan, rumput laut jenis ini
umumnya lebih dikenal dan biasa dipakai dalam dunia perdagangan nasional maupun internasional, sebagai komoditas ekspor dan bahan baku industri penghasil
karagenan. Karagenan yang dihasilkan adalah tipe kappa karagenan. Oleh karena itu jenis ini secara taknsonomi diubah namanya dari Euchema alvarezii menjadi
Kappaphycus alvarezii.
2.3. Komposisi Kimia Euchema cotonii
Kandungan rumput laut umumnya adalah mineral esensial besi, iodin, aluminum, mangan, calsium, nitrogen dapat larut, phosphor, sulfur, chlor. silicon,
rubidium, strontium, barium, titanium, cobalt, boron, copper, kalium, dan unsur-
unsur lainnya yang dapat dilacak, protein, tepung, gula dan vitamin A, B, C, D. Persentase kandungan zat-zat tersebut bervariasi tergantung dari jenisnya
Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, 2003. Hasil penelitian Chaidir 2007 menunjukkan bahwa air merupakan
komponen yang dominan pada Euchema cotonii segar yaitu 93,1, diikuti oleh kandungan karbohidrat 75,36 bk. Komposisi lengkap Euchema cotonii disajikan
pada Tabel 2 dan disajikan pula komposisi kimia Euchema cotonii menurut Astawan et al.,
2004.
8 Tabel 2. Komposisi Kimia Euchema cotonii
Komponen Satuan Astawan
et al., 2004
Chaidir 2007 Kadar abu
Kadar lemak Kadar protein
Karbohidrat Serat pangan larut
Serat pangan tak larut Serat pangan total
Iodium bk
bk bk
bk bb
bb bb
µgg 2,7
2,1 4,3
90,9 30,8
52,4 83,2
- 18
3,39 0,43
75,36 5,75
3,87 9,62
38,94
2.4. Serat Pangan dietary fiber
Menurut Trowell 1976, serat pangan dalam arti fisiologi yaitu polisakarida tumbuhan dan lignin yang tahan terhadap hidrolisis enzim pencernaan manusia.
Sedangkan secara kimia serat pangan diartikan sebagai polisakarida bukan pati non starch polysaccharides
NSP dari tumbuhan dan lignin Gallaher dan Schneeman, 1996. Definisi serat pangan berasal dari sel tanaman. Sel tanaman mengandung
lebih dari 95 komponen serat pangan, yaitu selulose, hemiselulose, lignin, pektin, dan juga termasuk polisakarida bukan pati Groff dan Gropper, 1999. Keterkaitan
antara dinding sel tanaman dan serat pangan dapat diuraikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Keterkaitan Antara Dinding Sel Tanaman dan Serat Pangan Groff dan Gropper, 1999.
Serat pangan secara prinsip berbeda dengan serat kasar. Serat kasar adalah bagian tanaman pangan yang tersisa atau tidak dapat dihidrolisis kembali oleh larutan
Komponen dinding sel tanaman
Gum Mucilages
Algal polysaccharides Suberin
Cutin Serat pangan
Komponen bukan dinding sel tanaman
Protein Lemak
Komponen inorganik Lignin
Selulosa Hemiselulosa
Pektin
9 asam sulfat H
2
SO
4
atau larutan natrium hidroksida NaOH dalam analisis proksimat bahan pangan. Kandungan tersebut belum menunjukkan kandungan serat
total dalam makanan. Oleh karena larutan asam sulfat dan natrium hidroksida berkadar 1,25 masih mampu menghidrolisis komponen-komponen makanan dalam
jumlah yang lebih besar. Berbeda dengan kemampuan enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan tubuh. Bila dibandingkan dengan serat pangan, nilai serat kasar lebih kecil
13 – 12 dari nilai serat pangan Soelistijani, 2002. Dihubungkan dengan sifat kolesterolemik, terdapat tiga komponen penting
yang dikandung oleh rumput laut yaitu agar, karagenan, dan asam alginat. Menurut Hallgren 1981 pengaruh fisiologis pemberian serat adalah meningkatkan berat dan
volume feses, menurunkan transit time, mengikat asam empedu, menurunkan kolesterol darah dan penyerapan mineral.
Studi tentang kemampuan agar, alginat, dan karagenan telah banyak dilakukan oleh para peneliti di bidang pangan dan medis. Penelitian yang dilakukan
oleh Alan et al., 1976 terhadap tikus percobaan menunjukkan bahwa penambahan agar sebanyak 7 dalam ransum menurunkan kadar kolesterol dalam serum. Pada
tikus kontrol ransum tanpa penambahan serat kadar kolesterol serum 78 mg100 ml, sedangkan yang diberi agar 7 adalah 72 mg100 ml. Demikian juga yang
dilaporkan oleh Kelley dan Tsai 1978 pada tikus yang ditambahkan agar 5 dalam ransum, kandungan kolesterol dalam serumnya menurun. Serum tikus yang berperan
sebagai kontrol mengandung kolesterol 110 mgdl, sedangkan yang diberi perlakuan agar 5 kolesterol serumnya 108 mgdl.
Penelitian pada manusia juga telah dilakukan oleh Hunninghake et al., 1994 yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan kolesterol plasma akibat pengaruh serat
pangan. Pasien yang menderita hiperkolesterolemia setelah diberi serat sebanyak 20 gramhari ternyata total kolesterol, LDL, serta rasio LDL-HDL plasmanya
mengalami penurunan masing-masing 6, 8, dan 8. Mereka menyimpulkan bahwa kandungan serat dalam makanan merupakan terapi konvensional bagi
penderita hiperkolesterolemia. Berdasarkan kelarutannya, serat pangan dapat dikelompokkan menjadi serat
pangan larut dan tidak larut. Adapun serat larut adalah serat yang dapat terdispersi di dalam air dan bukan sebagai kelarutan kimiawi, sedangkan serat tidak larut adalah
10 serat yang tidak dapat terdispersi di dalam air Gallaher dan Schneeman, 1996. Sifat
kelarutan ini berpengaruh pada fisiologis serat pada proses-proses di dalam pencernaan dan metabolisme zat gizi. Serat larut air terdiri dari pektin, musilase, dan
gum, sedangkan serat yang tidak larut air terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin Soelistijani, 2002.
Serat yang bersifat larut dalam air soulble dietary fiber memiliki peranan fisiologis penting dalam menurunkan kadar kolesterol dan glukosa serum, serta
mencegah penyakit jantung dan hipertensi Astawan, 1998 dalam Astawan, 1999. Fungsi serat pangan dalam hal ini melibatkan asam empedu bile acid. Pasien
dengan konsumsi serat yang tinggi dapat mengekskresikan asam empedu, sterol, dan lemak lebih banyak melalui feses. Serat-serat tersebut mencegah terjadinya
penyerapan kembali asam empedu, kolesterol, dan lemak. Serat tidak larut insoluble dietary fiber merupakan bulking agent yang dapat
berperan dalam pencegahan penyakit kanker usus besar, divertikulosis, konstipasi, dan hemmorhoid Astawan, 2004. Menurut Winarno 1997, penyakit divertikulosis
merupakan panyakit yang disebabkan oleh terjadinya pembengkakan keluar pada usus besar, terutama pada bagian depan bagian ascending dan menyilang. Bagian
usus besar tersebut dapat menggembung dan pecah sehingga terjadi infeksi. Hasil penelitian secara klinis diperoleh bahwa serat pangan khususnya dari serealia sangat
efektif dalam menanggulangi penyakit divertikulosis. Dengan konsumsi serat yang tinggi maka feses lebih mudah menyerap air, menjadi lebih empuk, halus, dan mudah
didorong keluar sehingga mengurangi kesakitan penderita penyakit ini. Menurut Soelistijani 2002, konstipasi merupakan kesulitan dalam
pengeluaran sisa pencernaan karena volume feces terlalu kecil, sehingga penderita jarang buang air besar. Gangguan ini dapat dihindari dengan mengkonsumsi
makanan berserat tinggi yang tidak larut air, misal selulosa dan hemiselulosa. Serat- serat tersebut di dalam kolon mampu berikatan menyerap air. Keadaan ini akan
menyebabkan volume feses menjadi besar dan lunak. Untuk mencegah diare, sebaiknya secara teratur mengkonsumsi serat larut air. Serat ini mudah membentuk
gel sehingga memperlambat waktu transit zat-zat makanan di dalam usus. Dietary Guidelines for American
menganjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung pati dan serat dalam jumlah tepat 20-35 gramhari
11 untuk menghindari kelebihan lemak jenuh, kolesterol, gula, natrium, serta membantu
mengontrol berat badan. American Dietetic Association ADA, National Center Institute,
dan American Cancer Society merekomendasikan konsumsi serat antara 25 hingga 35 gram setiap hari atau 10 hingga 13 gram serat per 1000 Kcal setiap harinya
untuk orang dewasa dan manula. Untuk anak-anak dan remaja umur 2 hingga 20 tahun, ADA merekomendasikan konsumsi serat sama dengan umur dalam tahun
ditambah 5 gram setiap hari. Sebagai contoh, anak berusia 5 tahun, maka kebutuhan seratnya adalah 10 gram per hari, sedangkan pada usia 20 tahun kebutuhan seratnya
adalah 25 gram per hari Anonymous
b
, 2007.
2.5. Tepung Beras